• Tidak ada hasil yang ditemukan

dan Jago Diplomas

Dalam dokumen Majalah PA Edisi 10 2016 (Halaman 102-106)

adilan sama t of dua lin ra he dan CoA hukum nghalang g Transfer s antar s mana hal h karena adalah wal kerja as a il nyata ma hingga al ddalam to CCouo rt ha LLisi ter?r? iar bbagi khususnynya

oleganya ddari ii ing berkunjuungnggg momen-momennn pe p nting p ketika m FCoA, ( hakim-h sering penga pelaya pelayan daerah. Wanita danstand- berdiri yang sarat administrasi publik dan Jangkauannya tapi juga ne Asia Pasi ik. K

dibuktikan den

sejumlah orga

sebagai penguru

)bu dua ana

Kesibukannya jadwalnya yang

niatnya untuk

pe

pendidikan yan

haruuss berjibaku

keluarga ddan p

meraih dua gelarar SS

INSIGHT

MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 10 | Des 2016

dan dua gelar S dari kampus yang berbeda pula, semuanya di Australia. Tidak hanya itu, kecerdasan Leisha membuatnya berkali-kali diganjar penghargaan dari pihak kampus semasa ia kuliah.

Leisha mengawali karirnya di bidang perlindungan anak dan keluarga di Queensland. )a kemudian direkrut Departemen Kesehatan negara bagian setempat untuk memimpin bidang pelayanan kesehatan masyarakat. Sejak tahun ketika mengikuti suaminya yang bertugas di Adelaide, Leisha bergabung dengan FCoA sebagai Executive Advisor CEO FCoA dan sejak Juni tahun lalu ia mendampingi Chief Justice FCoA sebagai Executive Of icer. Bagaimana pandangan Leisha Lister terhadap perkembangan peradilan agama terkini? Wanita yang bermukim di ibukota negara Australia, Canberra ini berbagi cerita dengan Redaksi Majalah Peradilan Agama beberapa waktu lalu. Berikut petikannya:

Anda menerima banyak penghargaan seperti penghargaan sebagai Mahasiswi dengan pencapaian tertinggi ketika

menyelesaikan program Juris Doctor. Selamat ya Bu, sangat menginspirasi. Apa yang menjadi kuncinya? Bagaimana Ibu mengatur waktu yang begitu sibuk antara pekerjaan, keluarga dan kuliah?

Menemukan keseimbangan antara belajar, bekerja dan keluarga adalah sesuatu yang selalu sulit. Saya yakin banyak orang yang lebih baik dibanding saya dalam memperoleh dan menjaga keseimbangan antara ketiga hal tersebut. Saya kira kuncinya adalah kita harus teratur organized,

disiplin dan mempunyai keinginan kuat driven untuk berhasil.

Waktu saya kuliah paska sarjana, anak-anak saya masih kecil, jadi agak lebih mudah mengatur waktunya . Selesai menidurkan mereka di tempat tidur, saya bisa belajar sampai larut malam. Sekarang mereka sudah besar-besar, butuh bantuan saya untuk belajar dan selesaikan PR. Jadi waktu saya sekarang praktis makin sedikit.

Mengapa Ibu memutuskan bekerja di pengadilan? Adakah orang lain yang menginspirasi Ibu?

Sebelum bekerja di area hukum keluarga, saya hanya bekerja di bidang

hukum pidana dan perlindungan anak. Tahun suami saya dimutasi tugasnya ke Adelaide, Australia Selatan. Nah di sana ada iklan lowongan bekerja di Family Court of Australia yang waktu itu memiliki CEO baru yaitu Mr. Richard Foster PSM. Kemudian saya bekerja di FCoA Adelaide.

Mr. Foster memiliki visi baru untuk FCoA, sebuah visi yang akan mengubah fokus pengadilan dari proses perubahan yang didorong oleh lingkungan/masyarakat menjadi pengadilan yang lebih berfokus kepada kebutuhan pengguna pengadilan dan menjadikan FCoA sebagai pengadilan yang inovatif. Saya sangat tertarik dengan ide Pak Foster tersebut dan saya beruntung bisa bekerja dengan beliau.

Dari Oktober 2000 sampai dengan Juni 2015 Ibu adalah Executive Advisor. Sedangkan jabatan Ibu sekarang adalah Executive Ofϔicer at the Chief Justice Chambers. Apa saja perbedaan tugas jabatan lama dengan yang baru?

Tugas utama Executive Advisor adalah membantu CEO untuk mewujudkan visi pengadilan inovatif dan pengadilan yang berfokus pada pengguna pengadilan. Sebuah peran yang amat menarik dan dinamis. Sebagai Executive Advisor saya bekerja sama dengan masyarakat sipil, pegawai pengadilan dan lembaga peradilan untuk meningkatkan akses terhadap keadilan bagi semua warga Australia. Selama tahun itu, FCoA sudah menghasilkan beberapa program inovatif untuk meningkatkan pelayanan publik di pengadilan. Beberapa diantaranya adalah:

Integrative Client Service Initiative, di mana kami

mengembangkan dan menerapkan

program pendidikan untuk semua pegawai pengadilan untuk meningkatkan akses terhadap keadilan bagi warga Australia, khususnya mereka yang termasuk dalam kelompok masyarakat kurang beruntung.

• Pengembangan Strategi Akses dan )nklusi Access and Inclusion Strategy untuk mendukung

tujuan pengadilan dalam menyediakan akses terhadap keadilan dan pelayanan yang sama dalam bidang hukum keluarga, terutama bagi mereka yang kurang beruntung.

• Pengembangan paket eLearning berbasis internet yang diperuntukan bagi pegawai pengadilan di bidang akses terhadap keadilan.

Nah baru-baru ini ada perubahan struktural di Pengadilan Federal Australia. Saya diberikan amanah untuk memegang posisi Executive Of icer, dimana saya bekerja sangat erat dengan Ketua FCoA, Chief Justice Diana Bryant AO. Tugas saya adalah memastikan bahwa layanan yang diberikan oleh Federal Court dan

Federal Circuit Court memenuhi kebutuhan masyarakat dan lingkungan pengadilan di the Family Court of Australia.

Baik di posisi saya terdahulu maupun yang sekarang, saya juga masih tetap mengelola program- program internasional pengadilan. Sekarang ini kami bekerja sama dengan Vietnam, Singapura, Kamboja, dan beberapa negara Pasi ik. Kami juga memiliki MoU dengan Mahkamah Agung )ndonesia yang memungkinkan kami bekerja sama dengan peradilan agama selama tahun terakhir ini.

Selama bekerja di FCoA, sejauh ini apa yang paling menantang buat Ibu?

Anggaran negara untuk pengadilan terus menurun selama beberapa tahun ini, jadi kami harus banyak menghasilkan dengan sedikit pengeluaran do ‘more with less’ . Kami

harus mencari solusi kreatif, inovatif dan berbiaya rendah untuk mengatasi masalah. Bagi saya, ini adalah tantangan terbesar. Jika anggarannya besar, mudah saja mengatasi persoalan. Tapi, ketika anggaran kita

terbatas, kita harus ber ikir keras dan mencari cara berbeda untuk menemukan solusi yang bisa kita lakukan. FCoA beruntung memiliki tim yang hebat yang terdiri dari pegawai dengan dedikasi tinggi yang selalu menghadirkan ide-ide cemerlang yang tidak memerlukan biaya besar dalam aplikasinya.

Kapan Ibu pertama kali mengunjungi Indonesia?

Saya pertama kali berkunjung ke Jakarta tahun . )tu adalah kunjungan yang luar biasa yang dituanrumahi Pak Wahyu Widiana, Dirjen Badilag waktu itu.

Bagaimana Ibu pertama kali terlibat bekerja sama dengan peradilan di Indonesia, khususnya dengan Peradilan Agama? Kesan pertama Ibu waktu itu bagaimana?

Waktu itu tahun , AusAid sebutan waktu itu mendanai

Legal Development Facility LDF

untuk memberikan bantuan kepada Mahkamah Agung )ndonesia. Cate Sumner yang waktu itu Penasihat Utama LDF menghubungi saya untuk

INSIGHT

MAJALAH PERADILAN AGAMA Edisi 10 | Des 2016

memberitahukan apakah FCoA tertarik untuk membantu pengadilan agama di )ndonesia. Tentu kami sangat senang diundang untuk berpartisipasi dalam program tersebut.

Delegasi pertama, dipimpin Pak Dirjen Wahyu Widiana, datang ke Australia untuk melihat sistem )T dan infrastruktur di FCoA. Saya masih ingat ketika mereka berkunjung ke Canberra. Mereka kaget melihat sepinya kota itu. Mereka terus saja bertanya pada saya kemana orang- orang di kota ini.

Menurut Ibu apakah FCoA dan Pengadilan Agama memiliki persamaan dan perbedaan? Apa saja?

Saya kira dua pengadilan ini memiliki kesamaan dalam banyak hal. Kita sama-sama sedang berusaha memberikan pelayanan prima semampu kita dan berusaha inovatif dalam memberikan layanan tersebut.

Perbedaan besar di antara dua pengadilan ini terletak pada ukurannya. Australia adalah negara besar dengan populasi kecil juta penduduk sedangkan )ndonesia memiliki populasi besar dalam kepulauan kecil. Pengadilan agama memiliki pegawai dan hakim yang banyak. Berbeda dengan FCoA yang hanya memiliki hakim.

Bagaimana Ibu melihat peradilan agama dahulu, kini dan di masa yang akan datang?

Banyak sekali perubahan yang terjadi di peradilan agama selama tahun terakhir. Dulu PA tidak mempunyai website, tidak ada informasi cara mengajukan perkara bagi pencari keadilan, dan masyarakat dulu dapat langsung menemui hakim di ruangannya.

Sekarang sudah jauh berbeda. Sudah banyak poster informasi di

pengadilan, ada meja informasi, ada website yang selalu diupdate isinya, dan yang paling penting adalah adanya sidang keliling untuk menjangkau masyarakat pencari keadilan yang tinggal di daerah terpencil. Menurut saya sidang keliling dan pelayanan terpadu adalah salah satu inovasi pelayan terbaik yang pernah saya lihat. Tidak hanya di )ndonesia, tapi juga tingkat dunia.

Menurut Ibu, apa saja yang harus ditingkatkan oleh peradilan agama baik dalam hal pelayanan hukum (kualitas putusan) maupun

pelayanan publik?

Bukan kapasitas saya untuk memberitahukan apa yang seha- rusnya dilakukan peradilan agama. Tapi saya lebih menekankan bahwa penting bagi peradilan agama untuk memahami kebutuhan para pencari keadilan dan memastikan bahwa layanan yang diberikan oleh peradilan agama itu benar-benar memenuhi kebutuhan mereka.

Pengadilan di seluruh dunia menggunakan International Frame-

work for Court Excellence sebagai

alat untuk memastikan bahwa pengadilan memenuhi standar minimal ketika memberikan keadilan. Saya pikir Framework itu alat yang bagus untuk self-assessment. Selain

itu juga, menurut saya keterlibatan berkelanjutan dengan organisasi masyarakat sipil akan memastikan bahwa pengadilan selalu memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pesan Ibu untuk warga peradilan agama?

Perubahan harus datang dari berbagai sumber; setiap orang

berperan dalam membuat perubahan. Pimpinan senior harus mampu menetapkan arah dan mendukung perubahan, tetapi pada saat yang sama pegawai pengadilan juga dapat menjadi innovatornya. Secara keseluruhan, amatlah penting bekerja sama dengan masyarakat sipil untuk memastikan bahwa perubahan atau inovasi itu benar-benar dilakukan untuk melayani kebutuhan pengguna pengadilan. *

Achmad Cholil

PENDIDIKAN

• Grif ith University, Master s Degree, Criminology, (ons st Class

• The University of Queensland, Graduate Diploma, Applied Law

• University of Canberra, Juris Doctor, Law, Thomson Reuters Law Prize for Juris Doctor & Dean s Excellence Award GPA .

• La Trobe University, Graduate Diploma, Business Administration

Dalam dokumen Majalah PA Edisi 10 2016 (Halaman 102-106)