• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TELAAH ULANG DOKUMEN

DOKUMEN INDONESIA

5.7 ARSIP UNIT KEJAHATAN BERAT (SCU) 65

Arsip SCU memiliki koleksi bukti yang sangat kaya dalam bentuk kesaksian, audio-visual, bukti fisik maupun bukti dokumen. Untuk tujuan Telaah Ulang Dokumen, bukti-bukti tersebut dibagi ke dalam empat kategori: berkas kasus dari 87 kasus yang disidangkan di hadapan Panel Khusus untuk Kejahatan Berat; dakwaan disertakan berkas penyidikan pendukung; berkas penyidikan sekitar 450 penyidikan terbuka yang belum menghasilkan dakwaan;66 serta bukti audio-visual.67 Kategori kedua juga terdiri dari sub-rangkaian dokumentasi khusus yang dikenal sebagai “Wiranto

Case File”. Berkas ini terdiri dari 15.000 halaman bukti dokumenter dan kesaksian

yang digunakan tidak hanya untuk mendukung dakwaan Jenderal Wiranto, namun juga perwira-perwira tinggi Indonesia lainnya. Berkas ini juga dilengkapi dengan 90 halaman lebih rangkaian pendapat hukum [legal brief] yang disusun SCU untuk mendukung dakwaan tersebut. Bagian ini akan membahas bukti, temuan, kekuatan, dan kelemahan materi pada arsip SCU. Bagian berikutnya akan membahas kasus-kasus yang disidangkan di hadapan Panel Khusus untuk Kejahatan Berat.

Arsip SCU memiliki begitu banyak materi sehingga waktu yang ada tidak cukup untuk dapat memeriksa semuanya secara tuntas. Meskipun demikian, bukti dalam jumlah yang sangat substansial telah diperiksa dan dianalisis dengan saksama. Pada tahap pertama penelitian, penekanan diberikan pada analisis bukti dokumenter

65 Bagian ini bersandar pada Laporan kepada KKP, Bagian II, Bab 7-8 dan Adendum Laporan kepada KKP, Bagian I.

66 Penelitian atas berkas penyidikan tunduk pada batasan-batasan yang ketat, sesuai kesepakatan dengan Kantor Jaksa Agung

Timor-Leste, karena pertimbangan kerahasiaan.

67 Daftar lengkap bukti mencakup berbagai jenis bukti berikut, bukti-bukti yang dikumpulkan oleh para penyidik SCU:

1) Dokumen audio-visual, baik sebagai bukti primer maupun sekunder 2) Bukti Fisik – seperti senjata yang disita

3) Bukti Forensik

4) Pernyataan Saksi (bukti ini dapat dicari berdasarkan kasus bila kasusnya dibuka, atau melalui Kabupaten)

5) Bukti Dokumenter (Banyak bukti dokumenter yang terdapat di dalam Arsip Kertas Nasional tidak teratur, bukti-bukti tersebut lebih tertata rapi di dalam Berkas kasus untuk Kasus #5/2003, yang sering dikenal dengan Dakwaan Wiranto). Bukti Dokumenter juga merupakan bagian dari berkas kasus lain, namun bukti-bukti yang relevan untuk mandat KKP hanya untuk bagian-bagian tertentu saja.

6) Kesimpulan dan bukti arsip penyidikan Distrik (Map Kesimpulan Distrik untuk Distrik Ainaro dan Bobonaro ditemukan. Pernyataan saksi dan bukti lainnya diatur berdasarkan distrik dengan format kertas)

7) Berkas kasus individual untuk kasus dakwaan dan kasus non-dakwaan.

8) Berkas kasus lengkap untuk kasus-kasus yang diperiksa, yang meliputi dakwaan, keputusan, dan untuk beberapa kasus lainnya, juga meliputi transkrip.

9) Korespondensi internal kasus

10) Konferensi pers eksternal, korespondensi dan memo

yang dapat membantu menetapkan kebenaran konklusif mengenai pelanggaran HAM berat dan tanggung jawab institusional. Sebagai contoh, indeks dokumen untuk “Wiranto Case File” memiliki daftar semua dokumen yang masuk dalam kumpulan bahan ini. Indeksnya sendiri mencapai 100 halaman. Sebagian besar dokumen tersebut dapat ditemukan dan diperiksa. Sejumlah besar keterangan saksi dalam “Berkas Perkara Wiranto” juga dianalisis seperti halnya materi berkas perkara lain. Pada tahap kedua penelitian Telaah Ulang Dokumen, lebih banyak penekanan diberikan pada keterangan saksi dan bukti audio-visual karena sudah banyak bukti dokumenter yang dianalisis.

Seperti yang dicatat di atas, terdapat beberapa berkas penyidikan yang diperoleh pada tahap ini. Seluruhnya, terdapat sekitar 1000 keterangan saksi, 50 jilid bukti terdiri dari lebih 10.000 halaman, dan sekitar 30 kaset video, yang telah dianalisis secara mendalam. Selain materi ini, bagian-bagian “Wiranto Case File” berkenaan dengan kasus Deportasi (3 jilid) dan Kasus Penghancuran Harta Benda (2 jilid) juga telah diperiksa. Materi ini seluruhnya terdiri atas keterangan saksi mengenai peristiwa tahun 1999 yang diambil oleh penyidik SCU. Di dalamnya terdapat keterangan pelaku, korban, saksi mata, dan analisis para ahli. Berkas yang disebut High Command

File (1 jilid) di dalam “Wiranto Case File” juga telah diperiksa. Berkas ini berisi

kesaksian pejabat senior PBB, beberapa pemimpin pro-otonomi terkemuka, pelaku anggota TNI berpangkat rendah, anggota milisi, serta pejabat sipil yang berpengaruh. Pernyataan-pernyataan para mantan anggota TNI dan pejabat sipil merupakan keterangan paling rinci dan paling berguna guna memahami struktur TNI dan kelompok-kelompok pro-otonomi serta bagaimana mereka beroperasi di Timor Timur pada tahun 1999.

Jumlah bukti dalam Arsip SCU begitu banyak, sehingga bukti tersebut tidak dapat dikaji secara mendalam di sini. Analisis Penasihat Ahli untuk Komisi dan Tim Penelitinya mengenai bukti dalam Arsip SCU terdiri dari lebih 240 halaman, di samping itu terdapat banyak lampiran, indeks dokumen, serta tambahan guna mendukung analisis ini. Mengenai pembahasan penuh bukti-bukti yang dikaji, dapat merujuk pada Laporan Penasihat Ahli kepada KKP dan Adendum Laporan Penasihat Ahli kepada KKP, yang terlampir sama Laporan ini.68 Beberapa contoh akan menggambarkan perbedaan jenis bukti yang digunakan untuk mendukung temuan mengenai pelanggaran HAM berat dan kejahatan terhadap kemanusiaan. “High Command File” dalam “Wiranto Case File” berisi banyak bukti relevan bagi pembuktian pelanggaran HAM berat yang dilakukan secara meluas dan sistematis di Timor Timur pada tahun 1999.

Terdapat bukti yang kredibel dalam jilid ini yang menunjukkan bahwa TNI memasok senjata kepada milisi dan para pemimpin kelompok pro-otonomi, serta mengambilnya kembali kapan saja.69Hal ini menunjukkan adanya dukungan materiil serta kendali. Bukti ini juga sangat kuat menggambarkan bagaimana TNI

68 Laporan kepada KKP, Bab 7-8, Adendum Laporan kepada KKP, Bagian I. Lihat juga lampiran untuk bagian-bagian laporan

tersebut, yang berisi database dokumen dengan salinan dari semua dokumen termasuk indeks dan perangkat analisis lainnya.

69 Kode “HC#” merujuk pada pernyataan saksi dalam volume berkas perkara untuk kasus SPSC #5/2003, Arsip SCU. Kode

diberi untuk melindungi identitas saksi. HC2, HC3, HC4, HC5, HC6, HC7, HC8, HC9, HC10, HC11, HC12, HC13, HC14, HC15 dan lainnya.

mendukung milisi melalui berbagai cara seperti perekrutan,70 pelatihan,71 fasilitas72

dan dukungan moral.73 Pelatihan mencakup mengajari milisi cara membuat senjata api rakitan serta menyediakan kepada mereka bahan-bahan yang dibutuhkan.74

Bukti lebih jauh membenarkan perilaku para milisi yang sistematis dan konsisten.75

Berbagai pernyataan mendukung bukti lain bahwa pemerintah sipil menggunakan anggaran negara yang telah dialokasikan untuk pembangunan dalam mendanai milisi, bahkan setelah pemerintah sepatutnya mengetahui bahwa kelompok milisi telah dan sedang melakukan pelanggaran HAM.76 Pernyataan-pernyataan dalam berkas tersebut juga membenarkan bahwa TNI, polisi, pejabat pemerintah sipil dan milisi bekerja sama dengan erat,77 terkadang untuk melakukan pelanggaran HAM berat secara langsung, dan terkadang dengan mendukung atau mendorong mereka.78 Beberapa saksi menerangkan secara kredibel bahwa beberapa anggota TNI telah dimasukkan ke dalam struktur milisi, yang membenarkan bukti lain dalam persidangan dan BAP bahwa terdapat tumpang tindih keanggotaan milisi, dengan kelompok pertahanan sipil dan satuan-satuan TNI lokal.79 Mereka juga memberi bukti kuat bahwa terdapat hubungan atasan-bawahan antara TNI dengan milisi, yang relevan bagi temuan tanggung jawab institusional.80 Terakhir, mereka paling kuat memberi konfirmasi bahwa TNI, Polisi dan pejabat sipil di Timor Timur telah gagal mencegah pelanggaran HAM berat di seluruh Timor Timur ketika mereka memiliki pengetahuan yang cukup mengenai perbuatan kejahatan dimaksud, juga memiliki wewenang dan kemampuan materiil yang cukup untuk mencegahnya.81 Dalam “High

Command File” terdapat juga beberapa keterangan yang mendukung tuduhan bahwa

pada tahun 1999 Falintil telah melakukan penahanan illegal terhadap orang-orang yang diidentifikasi dengan kelompok pro-otonomi.82

Deportasi dan Penghancuran Harta Benda

Berkas Deportasi dan Penghancuran Harta Benda memberi bukti bahwa di setiap kabupaten, dan hampir di setiap kecamatan, sejumlah besar orang telah dipaksa meninggalkan rumah mereka baik untuk bersembunyi di hutan atau pergi ke Timor Barat akibat konflik. Berkas-berkas ini juga menunjukkan adanya pola konsisten pembakaran rumah dan penghancuran harta benda yang terjadi sebelum perpindahan paksa. Berkas tersebut mendukung kesimpulan bahwa milisi, pemerintah sipil, dan

70 HC16, HC2, HC17, HC18, HC4, HC8, HC10 dan lainnya. 71 HC16, HC2, HC3, HC8, HC9, HC10, HC12, HC19 dan lainnya. 72 HC7, HC8, HC10, HC11 dan lainnya. 73 HC16, HC2, HC17, HC4, HC5, HC7, HC8, HC9, HC10, HC14, HC21 dan lainnya. 74 HC9 75 HC16, HC31 , HC1, HC24, HC2, HC17, HC3, HC18, HC27, HC4, HC5, HC7, HC8, HC9, HC30, HC10, HC28, HC11, HC13, HC20, HC22, HC19, HC23, HC15, HC21 dan lainnya. 76 HC16, HC31, HC24, HC2, HC25, HC26, HC17. HC27, HC5, HC8, HC9, HC30, HC10, HC28, HC11, HC12, HC22, HC19, HC15 dan lainnya. 77 HC16, HC31, HC1, HC24, HC2, HC25, HC17, HC3, HC18, HC27, HC5, HC8, HC9, HC10, HC11, HC12, HC13, HC19, HC15, HC21 dan lainnya. 78 HC16, HC31, HC1, HC2, HC25, HC3, HC18, HC5, HC7, HC8, HC30, HC10 dan lainnya. 79 HC16, HC24, HC2, HC3 dan lainnya. 80 HC16, HC31, HC1, HC24, HC2, HC17, HC18, HC4, HC7, HC8, HC9, HC11, HC13, HC15 dan lainnya. 81 HC16, HC31, HC1, HC25, HC2, HC3, HC7, HC8, HC9, HC29, HC30, HC10, HC28, HC11, HC12, HC20, HC22, HC21 dan lainnya. 82 HC16, HC2, HC18, HC12 dan lainnya.

TNI sama-sama memiliki tanggung jawab institusional atas penghancuran harta benda serta tindakan deportasi dan pemindahan paksa.

Sebagian besar keterangan saksi dalam berkas Deportasi SCU mengandung bukti bahwa pemaksaan ini paling sering dilakukan dalam bentuk ancaman langsung oleh milisi atau TNI bersenjata. Sebagai contoh, Saksi WDF3, mantan anggota milisi ABLAI, menjelaskan dalam wawancara dengan Penyidik SCU:83

T: Mengapa semua penduduk desa datang ke [dhapus] bersama dengan para pemmpn mls ABLAI?

J: Karena mereka dpaksa untuk mennggalkan rumah mereka oleh mls ABLAI dan mereka dpaksa untuk perg ke Tmor Barat.

T: Apakah Anda tahu bagamana mereka dpaksa untuk mennggalkan desa dan mengkut para pemmpn mls sampa ke [dhapus]?

J: Mereka berkata kepada mereka: “Kalau kalan tdak mau perg ke Tmor Barat, Tmor Tmur akan menjad debu.” Sebelumnya, mereka berkata, “Bla kelompok pro-otonom tdak memenangkan Penentuan pendapat, stuas akan sama sepert pada tahun .” Para penduduk desa menjad takut kepada para pemmpn mls dan tulah sebabnya mengapa mereka mennggalkan rumah mereka dan perg mengkut mereka sampa [dhapus].

T; Apakah [dhapus] dan mereka yang Anda sebutkan, bersenjata ketka mereka perg ke [dhapus] dan [dhapus]?

J: Ya, mereka membawa es, they were carryng psau dan belat, mereka semua bersenjata.

T: Berapa lama penduduk desa dar [dhapus] tnggal d [dhapus]?

J: Mereka tnggal d sana selama dua har dan dua malam, kemudan mereka tnggal d rumah-rumah kam, orang lokal, d [dhapus]. Mereka harus makan sngkong dan tdak ada seorangpun yang member mereka makan.

T: Apa yang akan terjad bla ada seorang saja yang memutuskan untuk kembal ke Orema atau Grotu Lau?

J: Tdak ada yang kembal, ketka [dhapus] dan [dhapus] dan [dhapus] mengatakan kepada mereka bahwa bla mereka tnggal d Tmor Tmur maka mereka akan mat. Saya hanya mendengar [dhapus] berkata hal tersebut kepada orang-orang.”84

83 Semua pertanyaan dalam kutipan ini diajukan oleh penyidik SCU.

84 LL3, Case files #5/2003, Arsip SCU. Pernyataan saksi dalam berkas kasus ini semuanya telah diberi kode dalam Laporan ini

dengan system LL# demi kerahasiaan. Terjemahan pernyataan dalam SCU berbunyi: Q: Why did all the villagers come to [redacted] together with the ABLAI militia leaders? A: Because they were forced to leave their homes by the ABLAI militia and go to West Timor.

Q: Do you know by what means they were forced in their villages to follow the militia leaders down to [redacted]? A: They said to them: “If you don’t want to go to West Timor, East Timor will become dust.” Before that they had said, “If

Pro-Autonomy doesn’t win the election the situation will be the same as it was in 1975.” The villagers were scared of the militia leaders and that’s why they left their homes and went with them to [redacted].

Q; Were [NAMES REDACTED] and the others you mentioned armed when they went to [redacted] and [redacted]? A: Yes, they were carrying machetes and spears and all of them were armed.

Q: For how long did the villagers from [redacted] and [redacted] stay at [redacted]?

A: They stayed there for two days and two nights and they stayed in the houses of us locals at [redacted]. They had to eat cassava and no one gave them food.

Q: What would have happened if any of the people had chosen to return to [redacted] or [redacted]?

A: None went back, as [NAME REDACTED- militia leader] had said to them that if they stay on in East Timor they would die. I heard only [NAME REDACTED] say this to the people.”

Jumlah atau persentase absolut sulit ditentukan berdasarkan data yang tersedia, namun bukti yang ada menunjukkan bahwa mayoritas signifikan penduduk telah dipaksa pergi dari Timor Timur pada tahun 1999. Telaah Ulang Dokumen juga menemukan bahwa bukti mengenai pemindahan paksa dan deportasi didukung oleh sejumlah besar bukti sebagaimana berkas penyidikan. Beberapa dokumentasi dari Suai akan dibahas di bawah ini dan akan memberikan konfirmasi kuat mengenai kesimpulan Berkas Deportasi dan Penghancuran Harta Benda. Akan tetapi, bukti dalam koleksi ini juga menunjukkan bahwa tuntutan yang disusun SCU mengenai deportasi sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan sumber-sumber lainnya perlu dilihat sebagai cerminan kenyataan bahwa terdapat orang-orang yang meninggalkan Timor Timur pada tahun 1999 secara sukarela.

Berdasarkan pemeriksaan bukti penyidikan yang mendukung dakwaan deportasi, tampak ada bukti sangat substansial dan kredibel bahwa pada tahun 1999 di Timor Timur pemindahan paksa dan deportasi sering mengikuti pola serupa. Pola-pola ini mencakup perintah dari milisi, TNI atau pejabat pemerintah sipil kepada penduduk sipil untuk meninggalkan desa-desa mereka. Perintah tersebut sering disertai ancaman langsung terhadap orang-orang atau keluarga tertentu yang mungkin tidak bersedia pindah, ancaman umum terhadap desa atau kelompok bahwa mereka akan mati jika tinggal, dan tindak kekerasan seperti pembakaran, penyerangan, pembunuhan, atau penahanan ilegal untuk menciptakan suasana dimana orang-orang akan merasa tidak punya pilihan lain kecuali meninggalkan rumah dan harta benda mereka. Langkah berikutnya dari rangkaian ini adalah pemindahan penduduk desa yang teratur oleh milisi dan/atau TNI, pejabat sipil, atau memfasilitasi pemindahan penduduk desa, ke suatu tempat penampungan sementara yang berada di bawah pengawasan pemerintah Indonesia atau pasukan bersenjata seperti Kodim atau Polres. Setelah melewati waktu di fasilitas penampungan, banyak warga Timor Timur dibawa ke Timor Barat baik dengan kendaraan pribadi maupun dengan transportasi yang telah diatur oleh milisi atau dengan kapal-kapal Indonesia, seperti kapal angkatan laut. Dalam banyak kasus Deportasi atau Pemindahan Paksa kejahatan lain juga terjadi dalam rangkaian proses (pembakaran/ancaman, pemindahan ke Kodim/Polres untuk ditahan, pemindahan paksa ke Timor Barat), termasuk juga pelanggaran seksual,85 pemerasan,86

pembunuhan,87 dan bentuk-bentuk perlakuan tidak manusiawi lainnya. Setelah masa deportasi atau pemindahan paksa, milisi dan TNI tampaknya melakukan penyisiran susulan untuk melihat apakah masih ada orang yang tertinggal. Orang-orang yang ditemukan di wilayah sipil setelah sebagian besar penduduk pergi sering menjadi korban pelanggaran HAM berat lebih lanjut, termasuk pembunuhan.88 Bukti menunjukkan bahwa pola pemindahan paksa seperti ini terjadi di banyak tempat di Timor Timur kurang lebih dalam periode waktu yang sama. Baik konsistensi pola perilaku maupun mobilisasi sumber daya yang sangat besar untuk

85 SCA, SCC, SCD, SCE, SCH, SCI, SCJ, SCP, SCV, SCW, SCX, SCY, BAA, BAB, DI. Kode ini dan kode berikutnya yang

serupa, merujuk pada pernyataan saksi yang muncul dalam berkas-berkas khusus distrik dalam arsip SCU. Pernyataan saksi telah diberi kode untuk melindungi kerahasiaan. Rujukan kode untuk lokasi spesifik dalam informasi dalam arsip tersebut (tapi bukan nama) disimpan pada Arsip KKP.

86 CAVR, Profil Komunitas: Saburai (Maliana, Bobonaro); Tumin (Quibiselo, Oecussi); Usitaqueno (Oesilo, Oecussi); Taiboco

(P. Macassar, Oecusse).

87 CAVR, Profil Komunitas: Bemori (Dili). Rainakdoko, Malinamuk (Dom Aleixo, Dili); Atara dan Lasaun (Atsabe, Ermera).

Aitun (Fatululik, Covalima). Acomateni (Suai Kota, Covalima).

dapat memindahkan begitu banyak orang dalam rentang waktu yang relatif singkat menunjukkan bahwa hal ini terjadi secara sistematis dan terencana baik, ketimbang acak, spontan, atau sebagai hasil tindakan individual terpisah.

Pola deportasi dan/atau pemindahan paksa ini terjadi baik pada masa pra maupun pasca-Jajak Pendapat.89 Pada masa pra-Jajak Pendapat, pemindahan paksa

mengakibatkan sejumlah besar warga sipil terkumpul di pusat-pusat pengungsian seperti gereja Suai90 dan kediaman Manuel Carrascalão,91 yang kemudian

menciptakan kondisi terjadinya serangan fatal terhadap penduduk sipil yang terjadi sebelum dan sesudah deportasi. Banyak keterangan saksi menyatakan pembakaran desa-desa mereka oleh milisi, atau gelombang kekerasan yang kemudian mendorong mereka lari meninggalkan rumah untuk mencari perlindungan di lokasi aman yang telah ditentukan selama masa pra-Jajak Pendapat.92

Seorang perempuan dari Suai menjelaskan:

“Saya perg ke gereja [Sua] bulan Agustus . Kam perg ke stu karena saya takut penculkan malam-malam oleh mls. Mereka datang ke rumah-rumah mencar orang. Sebelum kam perg ke gereja, saya lupa tanggalnya, ada orang-orang yang datang ke rumah melempar batu dan membuat anjng menggonggong, tap saya bersembuny d rumah dan tdak bsa melhat mereka sapa. Saya dan suam saya dan anak-anak lar ke gereja untuk keselamatan kam.”

[“I went to stay at the [Suai] church in August 1999. We went to stay there because I was afraid of the kidnappings at night by the militia. They came to houses at night looking for people. Before I went to the church, I don’t remember the date, there were people coming to the house throwing stones and making the dogs bark but I hid in the house and couldn’t see who they were. I and my husband and children ran to the church for our safety.]

Ia dan anak-anaknya selamat dari penyerangan terhadap Gereja Suai. Segera setelah penyerangan ia dibawa ke Kodim dimana ia dipaksa tinggal selama seminggu. Ia kemudian dideportasi bersama yang lainnya ke Timor Barat.93 Banyak keterangan saksi menceritakan hal yang sama tentang kejadian di Suai, termasuk dari keluarga yang mengungsi di dalam kompleks gereja maupun yang tidak.

Seperti tampak di bawah ini, kedua kelompok (mereka yang berada di dalam kompleks gereja Suai dan mereka yang dikumpulkan dan ditahan di luar gereja) mengalami proses serupa yang berujung pada deportasi. Karena kasus Suai adalah salah satu kasus prioritas, SCU melakukan penyidikan intensif atas peristiwa-peristiwa tersebut serta atas tuduhan pembunuhan, pemindahan paksa/deportasi, penyiksaan dan kekerasan seksual. Hasil penyidikan tersebut mengungkapkan banyak keterangan saksi yang memberi gambaran utuh mengenai kejadian-kejadian ini. Kesaksian mereka juga dikuatkan oleh pernyataan lain dari milisi yang terlibat. Beberapa pernyataan tersebut akan dibahas pada bagian ini, yang lainnya akan diulas secara lebih rinci pada bagian berikutnya mengenai kekerasan seksual. Mengingat kekerasan

89 Laporan Akhir CAVR, Bab 7.3. “Pemindahan Paksa dan Kelaparan”, hal. 105-142.

90 CAVR, Profil Komunitas: Beco2 (Zumalai, Covalima); Lihat juga Saksi-saksi SCV, SCW, SCY. 91 HC2, HC30.

92 HC21, SCV, SCW, SCY, SCV dan yang lainnya. Lihat juga Profil Komunitas: Laculai (Liquiça). 93 LL94.

seksual di Suai terjadi sebagai bagian dari proses pengusiran dan pemindahan penduduk sipil, bukti dalam bagian laporan tersebut juga mendukung kesimpulan pada bagian ini.

Akan tetapi perlu dicatat bahwa SCU memusatkan penyidikannya pada individu-individu yang dijadikan sasaran pemindahan dan deportasi karena dugaan asosiasinya dengan perjuangan pro-kemerdekaan. Penyidikan ini mendukung temuan bahwa pemindahan paksa dan deportasi sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan telah terjadi di Timor Timur pada tahun 1999. Penyidikan juga mendukung temuan bahwa milisi pro-integrasi telah melakukan tindakan-tindakan tersebut dimana anggota TNI dan Polri sering terlibat baik sebagai pelaku bersama dengan memberi dukungan materiil, atau gagal mencegah kejahatan yang tersebut terjadi. Bukti ini sebagian besar didasarkan pada informasi tingkat operasional dan menunjukkan adanya kerja sama antara milisi dengan anggota militer dalam pemindahan paksa dan deportasi.

Memang, sulit untuk dibayangkan hal ini dapat terjadi tanpa adanya kerja sama yang demikian. Salah satu mantan anggota milisi dari Lautém menjelaskan,94

“Pada tahun  saya menjad anggota gerakan pro-otonom. Pada har setelah Penentuan pendapat dumumkan September , kelompok-kelompok gerakan pro-otonom memula gerakan untuk mengevakuas penduduk d desa saya, Leuro. Tahap pertama dar rencana n adalah untuk mengntmdas dan mengancam penduduk desa untuk mencoba membuat mereka evakuas ke Tmor Barat, dan bukan ke hutan