• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM INTERNASIONAL

B.3. Asas non-diskriminasi A Menurut Syariat Islam

Islam memberi suaka kepada siapa pun yang memintanya, tanpa memandang agama, kebangsaan, ras, ataupun status ekonominya.81 Hal demikian kembali kepada prinsip bahwa Islam melindungi hak asasi setiap manusia tanpa diskriminasi apapun.82

Oleh karena itu, Pasal 9 Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia dalam Islam (1981) menyatakan: “Setiap orang yang dianiaya atau dizalimi berhak meminta perlindungan dan suaka. Hak ini harus dijaminkan bagi setiap orang, tanpa memandang ras, agama, warna kulit, atau jenis kelamin yang bersangkutan.”

Hak persamaan bagi setiap orang merupakan salah satu hal yang paling esensial yang menjadi dasar Syariat Islam, sebab tidak ada keunggulan/kelebihan di antara manusia, yang didasarkan atas kebangsaan, ras, warna kulit, kekuasaan,

80

Lihat Collection of International Instruments and Legal Texts concerning Refugees and Others of Concern to the UNHCR, UNHCR Regional Office, Egypt, Cairo, April 2006, h. 20. Lihat juga Pasal 5 the Convention on Territorial Asylum (Caracas, 1954).

81

Lihat Utsman bin Fudi, Bayân Wujûb al-Hijrah ‘alâ al-‘Ibâd wa Bayân Wujûb Nasb al-Imâm wa Iqâmat al- Jihâd, tahqiq: Fathî al-Misrî, (Khartoum: Dâr Jâmi’at al-Khartum, 1977), h. 124.

82

Islam telah melindungi hak-hak dari semua orang, Muslim ataupun non-Muslim, laki-laki ataupun perempuan, anak-anak ataupun orang dewasa, di masa damai ataupun perang, dalam situasi normal ataupun luar biasa.” Lihat Zangi, R. Ben Achourm Giappichelli, (eds.), La Nouvelle Charte Arabe des Droits de l’Homme, Torino, 2004, dalam Ahmed Abou-el-Wafa, h. 609.

57

ataupun kekayaan; yang ada ialah keunggulan/kelebihan atas dasar ketakwaannya (kesalehannya).

Al-Qur’an telah menegaskan prinsip persamaan ini dalam sejumlah ayat, diantaranya:

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. al-Hujurat/49:13).

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami mudahkan transportasi mereka di daratan dan di lautan, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Q.S. al- Isrâ’/17:70).

Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonan mereka dengan berkalam: “ Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki- laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.” (Q.S. Ali Imran/3:195). Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. (Q.S. al-Nisâ`[4]:1).

58

Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam) dan dari padanya Dia menciptakan isterinya (Hawa) agar dia (Adam) merasa senang kepadanya. (Q.S. al-A’râf/7:189). Dia (Allah) menciptakan kamu dari seorang diri, kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya. (Q.S. al-Zumar/39:6) Sunnah Nabi juga menegaskan kesetaraan manusia. Menurut narasi Abu Dzarr r.a.:

“Sungguh saya pernah memaki seseorang dengan cara mencaci ibunya", maka Rasulullah SAW menegur saya: “Wahai Abu Dzarr, mengapa kau mencaci ibunya? Sungguh kau orang yang masih memiliki sifat Jahiliyyah (pra Islam). Hamba sahayamu adalah saudaramu, yang Allah telah tempatkan untukmu. Barangsiapa yang memiliki saudara (pelayan dan budak), maka dia harus memberinya makanan sebagaimana yang dia makan, dan memberinya pakaian sebagaimana yang dia pakai. Jangan kau bebani mereka dengan tugas yang di luar kemampuan dirinya, dan jika kamu memberi mereka tugas yang diluar kemampuannya, maka bantulah mereka (mengerjakannya)”.83

Demikian juga, ketika Abu Dzarr al-Ghiffari mencaci seseorang dengan mengatakan, “Hai anak kulit hitam”,84 Rasulullah SAW bersabda:

Mengapa kau caci ibunya? Sungguh dalam dirimu masih terdapat sifat jahiliyyah.85

83

Abû Dâud Sulaimân al-Asy’as, Sunan Abî Dâud, tahqîq ‘Izzat ‘Abd al-Da’as dan ‘Adil al-Sayyid, (Beirut: Dâr Ibn Hazm, 1418H./ 1997M), Hadis No. 5121, Jilid V, h.215.

84

Mungkin Hadis ini yang menjadi acuan pandangan yang menyatakan bahwa Syariah banyak berisi larangan terhadap rasisme, dan memberinya label sebagai jahiliyah (ketidakadilan). Lihat Human Rights Practices in the Arab States: the Modern Impact of Shari’a Values, the Georgia Journal of International and Comparative Law, Jilid. XII, 1982, h. 62-63.

85

al-Bukhârî, Abû ‘Abdillah bin Ismail, Sahîh al-Bukhârî, Kitab al-Imân, al-Ma’âsî min Amr al- Jâhiliyyah, No. 30, Bab I, h. 20; dan Muslim, Sahîh Muslim, Kitab al-Imân, Bâb It’âm al-Mamlûk mimmâ Ya`kul, No. 1661, Jilid III, h. 1661.

59

Al-Qur’an menjelaskan bahwa alasan di balik penghapusan diskriminasi atas dasar ras, warna kulit atau fisik itu berdasarkan pada prinsip Islam yang menyatakan bahwa fakta berbeda-bedanya hal tersebut bukanlah kuasa manusia.86 Dalam hal ini, al-Qur’an menegaskan:

Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah ? Yang telah menciptakan kamu; lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh-mu seimbang; dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu. (Q.S. al-Infitâr/82:6-8)

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berbeda-beda bahasa kamu dan warna kulit kamu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui. (Q.S. al-Rûm/30:22).

Tidakkah kamu melihat bahwa Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya, dan di antara gunung- gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat, dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak, ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada

86

Dr. Abdel Aziz Kamil menekankan bahwa masalah diskriminasi ras dapat diselesaikan melalui dua cara yang berbeda: sains dan agama. Karena Islam, sebagai agama, telah memberi perhatian besar untuk ilmu pengetahuan sejak ayat pertama diturunkan, yakni Iqra’ (bacalah). Sejak awal Islam telah mengetahui bagaimana mengatasi masalah diskriminasi ras. Lihat A. Kamil L'Islam et la Question Raciale, UNESCO, Paris, 1970, h. ii. Lebih jauh, (h. 30) dia berkata: “ Islam melihat manusia sebagai sebuah taman besar, dengan bunga beraneka warna, tapi warna yang satu tidak memiliki prioritas di atas warna yang lain”. Lihat juga Mahmud Syaltut, al-Islâm ‘Aqîdah wa Syarî’ah, (Kairo: Dâr al-Syurûq, 1400 H/ 1980 M), h. 452.

60

Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Q.S. Fâtir/35:27-28).

Agaknya, teks-teks ayat yang telah kami kutipkan di atas menunjukkan keunggulan Islam dibanding dengan sistem hukum lainnya yang mengadopsi perlakuan diskriminasi atas warna kulit atau kebangsaan (seperti yang terjadi di Amerika Serikat dan Afrika Selatan) padahal mereka tidak memiliki andil atas warna kulit dan kebangsaan yang mereka miliki. Hal ini dikuatkan oleh pengakuan banyak pemikir Barat terhadap citra Islam yang menjadi terhormat karena ajarannya yang anti diskriminasi ras.87 Bahkan, sebagian mereka berpendapat bahwa sikap Islam yang anti-diskriminasi ras itu merupakan salah satu faktor penyebab tersebarluasnya Islam dan terjalinnya hubungan internasional antara pihak yang mendukung Islam dan pihak yang tidak mendukungnya.88

87

Demikin juga, ketika melakukan perbandingan antara sikap Islam dan Amerika terhadap budak, Dunnant berkata: “Terdapat perbedaan nyata antara perilaku kebanyakan orang Amerika dan pengikut al-Qur’an terhadap orang-orang kulit berwarna. Kalangan umat Islam percaya hukum-hukum dibuat untuk berpihak kepada budak, sedangkan di Amerika, didorong oleh keserakahan dan egoisme, mereka mengepung budak dari semua sisi, seperti sebuah penjara dengan dinding besi. Sementara dalam Islam, orang kulit hitam atau blasteran tidak hanya diperlakukan dengan lembut dan ramah, tapi dia dianggap oleh moral dan hukum sebagai sama dengan orang kulit putih, tidak ada penghinaan berat pada dirinya. Pendek kata, mereka adalah saudara”. H. Dunant, L’Esclavage Chez les Musulmans et aux Etats–Unis d’Amérique, Genève, imprimerie Jules–Guillaume Fick, 1863, h. 43-44.

88

Demikian juga, seorang penulis menegaskan bahwa tidak diragukan lagi, penerimaan agama Islam secara meluas disebabkan agama ini tidak melakukan diskiriminasi atas dasar ras atau warna kulit. Lihat Wormser, The Legal System of Islam, American Bar Association Journal, 1978, h. 1361.

61

Organisasi Konferensi Islam (OKI) telah mengeluarkan resolusi tentang asas non-diskriminasi dalam masalah hak asasi manusia, yaitu:

(i) Resolusi No. 37/20-S menegaskan: “Kesatuan nilai-nilai Islam tentang hak asasi manusia dan perhatian besar yang ditunjukkan Syariah Islam terhadap hak asasi dan kebebasan dasar manusia adalah berlaku untuk setiap orang tanpa diskriminasi apapun”. Resolusi ini juga menyatakan diperlukannya upaya memfasilitasi perjuangan menegakkan “nilai-nilai Islam di dalam masalah hak asasi manusia”. (ii) Resolusi No. 6/6-S Konferensi Tingkat Menteri di Jeddah,

1975 M/1395 H tentang Apartheid dan Diskriminasi Rasial di Afrika Selatan, Rhodesia, Namibia dan Palestina menyatakan bahwa peserta Konferensi berkomitmen untuk menegakkan prinsip Islam yang menolak diskriminasi manusia atas dasar ras dan warna kulit.89

B. Menurut Hukum Internasional

Prinsip non-diskriminasi merupakan salah satu prinsip fundamental hukum internasional tentang hak asasi manusia pada umumnya,90 dan terkait hak suaka pada khususnya. Pasal 3 Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi

89

Resolusi No. 3/7-S Konferensi Tingkat Menteri, Istanbul, 1976, tentang isu yang sama menyatakan bahwa sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam, umat Islam harus melawan diskriminasi rasial dalam berbagai bentuknya. Pernyataan dan Resolusi Konferensi Tingkat Tinggi dan Pertemuan para Menteri Luar Negeri OKI, Tahun 1969-1981, (Jeddah: OKI, t.th.), h.182.

90

62

menyebutkan bahwa negara-negara Pihak akan menerapkan ketentuan – ketentuan Konvensi ini terhadap pengungsi tanpa diskriminasi atas dasar ras, agama atau negara asal.