• Tidak ada hasil yang ditemukan

DALAM SYARIAT ISLAM DAN HUKUM INTERNASIONAL

A.1. Pemberian suaka diplomatik dalam Islam

Karena hubungan diplomasi yang ada antar negara terjadi ditengah-tengah kemunculan Islam dilakukan atas dasar ad hoc, maka jenis suaka ini tidak banyak ditemukan penerapannya dalam ajaran Islam. Sebab, suaka diplomasi kerap kali diasosiasikan dengan diplomasi tetap, seperti yang terepresentasikan dengan pembentukan kedutaan besar dan pemberian tempat timggal dan kantor permanen kepada utusan diplomatik di negara tempat mereka ditugaskan. Sedangkan representasi diplomatik pada awal masa sejarah Islam merupakan representasi diplomatik yang bersifat sementara atau ad hoc.

Pertanyaannya adalah apakah pemberian suaka diplomasi pada saat ini, dimana terdapat utusan diplomatik tetap, berlawanan dengan ajaan Islam?

Kami berpendapat bahwa memang dimungkinkan untuk memberikan suaka diplomatik dalam Islam dengan alasan- alasan sebagai berikut:

1) Keadaan dan kebiasaan telah berubah. Dengan demikian, suaka diplomatik memungkinkan atas dasar aturan: “Ketika keadaan berubah, aturan dan ketentuan juga harus berubah.”

135

2) Pada saat suatu negara Islam terikat dalam perjanjian internasional yang menyangkut kewajiban pemberian suaka diplomatik, maka kesepakatan dan perjanjian tersebut harus ditepati, sebab dalam ajaran Islam terdapat prinsip dasar untuk menepati janji dan memenuhi akad-akad, sebagaimana kalam Allah:

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. (QS al-Mâ’idah/5:1)

3) Duta Besar Muslim dari negara-negara Islam mungkin memberikan suaka diplomatik dengan mempertimbangkan Hadis Nabi:

Orang-orang Muslim itu sepadan darah mereka (dalam masalah qisâs dan diat, orang yang paling jauh dapat memberikan suaka, mereka dapat saling tolong menolong, dan orang paling dekat dari mereka dapat mengupayakan jaminan.172

Meskipun dengan beberapa alasan diatas penguasa negara Islam dapat melakukan pemberian suaka diplomatik, namun bukan berarti mereka berada dibawah kewajiban untuk memberikan suaka diplomatik dalam semua kondisi dan situasi. Melainkan perlu dilakukan peninjauan dari segi kemaslahatan yang akan muncul dengan adanya pemberian perlindungan kepada pencari suaka diplomasi ini. Bahkan

172

136

dapat disimpulkan bahwa pemberian suaka diplomatik jumlahnya sangat terbatas, dibandingkan pemberian suaka teritorial. 173

Namun kiranya perlu diingat bahwa bentuk suaka diplomatik oleh orang Muslim, dapat termanifestasi dalam bentuk lain seperti pemberian perlindungan dan keamanan dalam camp tentara.

Dalam hal ini, Abu Yusuf mengatakan: “Saya bertanya kepada Khalifah, tentang seseorang non-Muslim yang keluar dari negaranya dalam suasana perang untuk menuju masuk ke negara Islam. Orang tersebut lari bersama-sama rombongan tentara kaum Muslimin, baik melalui jalan raya atau jalan belakang. Lalu orang tersebut tertangkap oleh pasukan Muslim dan diinterogasi. Orang non-Muslim itu menjawab bahwa ia keluar untuk menuju negara Islam dalam rangka mencari perlindungan dan keamanan atas

173 Di antara beberapa kasus yang populer tentang masalah ini adalah pada saat penguasa Yaman

mengirim utusan kepada pembesar Ethiopia (Abessinia/Habsy), ketika itu ada salah seorang wanita yang beragama Islam, yang mana wanita Muslimah ini menikah dengan laki-laki setempat. Mereka berasal dari Musawwa’. Wanita tersebut keluar dari agama Islam dan memeluk agama Nasrani di di ibu kota Ethiopia. Ia memiliki dua orang anak perempuan. Agar kemurtadan ibu dua anak ini tidak berpengaruh terhadap kedua putrinya, maka bibi dari kedua anak perempuan ini membawa lari kedua anak perempuan ini kepada sang pemimpin utusan dari Yaman yang berada di Ethiopia dan memohon agar keduanya dilindungi. Kemudian sang pemipin utusan Yaman ini membawa keduanya untuk tinggal bersama salah seorang anggota utusan Yaman. Pada saat ibu kandung dari kedua anak perempuan ini mengetahui hal tersebut, maka keesokan harinya, ia ditemani 12 pengawal yang terdiri dari para pembesar agama Nasrani dan para tokohnya, menjemput paksa kedua putrinya. Namun para utusan Yaman tadi menolak keras apa yang diinginkan oleh ibu kandung dan rombongannya. Di mata para utusan Yaman kasus ini dianggap sebagai sebuah kasus serius, sebab pasti menyinggung para pemeluk agama Nasrani, sehingga mereka menunggu dengan sungguh – sungguh keputusan Sang Maharaja Ethiopia. Tetapi ternyata Sang Maharaja, ataupun para menterinya tidak mengambil tindakan apa-apa. Hingga akhirnya pemimpin utusan Yaman, setelah melihat ada sebuah kesempatan yang baik, ia mengirikmkan kedua putri yang dititipkan ini kembali kepada ayahnya di Musawwa’. Lihat Abdullah ibn Hâmid al-Hayyid, Safârat al-Imâm al-Mutawakkil ‘alaallah Ismâ’îl ibn al-Qâsim ila al-Balât al-Milkiy fi ‘Âsimah Jûndar, ‘Âm 1057 H/1647 M , Majallah Kulliyyat al-Syarî’ah wa al-Dirâsat al-Islâmiyyah, Jâmi’ah Umm al- Qurâ, Makah al-Mukarramah, Vol. 3 1397-1398H, h. 34-35.

137

nyawa saya, nyawa istri dan nyawa anak-anak saya, atau ia juga bisa mengaku bahwa dirinya adalah seorang utusan. Apakah kita harus mempercayainya?”.

Selanjutnya Abu Yusuf menegaskan bahwa jika orang non-Muslim yang lari tersebut termasuk sebagai anggota tentara yang pada saat ia berjalan terlihat kuat dan bersenjata, maka ucapannya tidak bisa diterima dan tidak boleh dipercaya. Namun jira tidak demikian, maka pengakuannya dapat diterima dan ia bisa dipercaya.174

Dari uraian di atas, menurut pendapat kami, jika dari tanda-tanda alamiah seseorang yang akan mencari suaka itu memang tampak (dan tidak dibuat – buat) dan ada indikasi bahwa ia memang perlu dilindungi, maka ia berhak mendapatkan perlindungan, sekalipun ia merupakan anggota tentara.

Lain halnya jika indikasi yang ada menunjukkan sebaliknya, dalam arti misalnya ia bersenjata dan bersama rombongan yang bertampang seperti tentara seperti ia sendiri, maka ia tidak bisa begitu saja langsung dilindungi. Sebab orang seperti itu terkategori sebagai tentara. Kaidah mendasar sebagaimana telah dijelaskan di atas, adalah bahwa perlindungan hanya berlaku bagi warga sipil yang memang sangat membutuhkan perlindungan suaka dari

174

138

negara tempat mereka terdampar atau singgah sementara. Tetapi bukan untuk anggota tentara dalam suasana perang.