• Tidak ada hasil yang ditemukan

DALAM SYARIAT ISLAM DAN HUKUM INTERNASIONAL

2. Pemberian suaka teritorial oleh individu

Ada ulama yang mengatakan: "Semua Muslim adalah sama dalam pemberian perlindungan pribadi dan jaminan keamanan, tanpa perbedaan dalam hak ini antara Sultan, rakyat, wanita, anak-anak, dan remaja. Jika salah satu dari mereka memberikan hak perlindungan, maka semua pihak (termasuk Sultan) wajib menghormatinya.115

Orang Arab kuno memiliki kebiasaan, jika pembesar memberi perlindungan kepada seseorang, maka tidak ada orang lain, terutama orang biasa, dapat memberinya perlindungan. Jika tidak demikian, maka dianggap melanggar tradisi dan adat istiadat yang berlaku dan wajib dipatuhi.

Adapun dalam Islam, seorang individu dapat memberikan perlindungan. Hal ini didukung oleh 2 (dua) pertimbangan:

Pertama, Islam memberikan setiap orang hak untuk memberi jaminan perlindungan berdasarkan Hadis Nabi Muhammad SAW.

Kaum Muslimin setara dalam darah. Orang yang terendah di antara mereka dapat memberi jaminan keamanan (aman), dan mereka memberi suaka, dan mereka bersatu melawan orang lain. 116

115

Muhammad Tabliyyah al-Qutb, al-Islâm wa Huqûq al-Insân, (Kairo: Dâr al-Fikr al-‘Arabi, 1396 H/1976 M), h. 369.

116

84

Oleh karena itu, berdasarkan Hadis yang mulia ini, setiap individu berhak untuk memberi jaminan perlindungan kepada orang lain, yakni memberinya suaka.117

Kedua, konsep istijârah (pencarian suaka) dan ijârah (pemberian suaka) dalam sistem hubungan antar-pribadi telah benar-benar terlaksana dalam praktek dalam negara Islam, sejak zaman Nabi Muhammad SAW dan zaman berikutnya. Contoh untuk hal itu sangat banyak. Diantaranya sebagai berikut:

(i) Ibnu Abdul Barr berkata: “Adapun Nabi Muhammad SAW menerima suaka dan perlindungan dari pamannya, Abu Talib.118 Ketika pamannya, pelindung dan pendukungnya, meninggal dunia pada tahun 10 H, sifat antipati dan pelecehan Quraisy semakin merajalela, sehingga ia berangkat menuju Taif untuk mencari suaka dan perlindungan kepada suku Tsaqif. Sepuluh hari kemudian, ia kembali dari Taif tanpa hasil. Kemudian ia masuk kembali ke Mekkah di bawah perlindungan al-Mut'am bin 'Adiy, yang memberinya suaka.119

117

Hal ini dperkuat oleh sebagian ahli melalui pernyataan mereka:“Dewasa ini, menerima naturalisasi orang merupakan hak istimewa, hak prerogatif milik pemerintah pusat. Akan tetapi, dalam konstitusi Negara Madinah, hak ini diberikan kepada setiap warga negara; bahkan, orang yang paling rendah derajatnya memiliki hak untuk memberi jaminan perlindungan kepada siapapun yang ia kehendaki. Orang yang menerima perlindungan akan diperlakukan sama sebagaimana perlakuan semua anggota suku lainnya. Lihat Muhammad Hamîdullah, La tolérance dans l’oeuvre du prophète à Médin, in L›Islam, (Paris: La Philosophie et les Sciences, les Presses de l’UNESCO, 1981), h. 23.

118

Ibn ‘Abd al-Barr, al-Durar fi Ikhtisâr al-Maghazi wa al-Siyar, (Kairo: al-Majlis al-A’la li al-Syu`ûn al-Islamiyyah, 1415 H/1995 M), h. 43.

119

Lihat Amîn Sa’îd, Nasy`at al-Daulah al-Islâmiyyah, (Kairo: Matba’ah ‘Îsâ al-Bâbî al-Halabî, 1353 H/1934 M), h. 8.

85

(ii) Sebagaimana diketahui, bahwa sebelum berada dalam perlindungan al-Mut'am bin ‘Adiy, Nabi Muhammad SAW telah pergi ke Hara` meminta perlindungan kepada Al-Ahnaf bin Shuraiq. Tetapi Ahnaf menjawab, "Saya sekutu dan sekutu tidak memberikan suaka". 120 Kemudian barulah Nabi Muhammad SAW pergi kepada al-Mut'am bin 'Adiy yang memberi suaka kepada beliau. (iii) Berkaitan dengan ucapan Nabi Muhammad SAW kepada

Ummu Hani’:

Kami memberi suaka kepada orang yang telah Anda beri suaka, wahai Umm Hani`.121

Menurut Ibn Hajar al-‘Asqalâni, yang dimaksud dengan kata al-jiwâr dan al-mujâwarah adalah pemberian suaka/ perlindungan. Timbangan kata tersebut ialah: jâwartu, ujâwiruhu, mujâwarat-an, jiwâr-an, âjartuhu, ujîruhu dan jiwâr-an.122

(iv) Abu Bakar mendapat suaka dari Ibn al-Daginah, ketika ia hendak bermigrasi ke Ethiopia (Abessinia/Habsy). Ibn al- Daginah keluar untuk menemui para pembesar Quraisy, dan berkata: “Orang seperti Abu Bakar tidak boleh keluar atau diusir. Apakah Anda akan mengusir orang yang

120

Lihat Ibn Hisyâm, al-Sîrah al-Nabawiyyah, (Kairo: Maktabah al-Babi al-Halabi, 1375H/ 1955M), Jilid I, h.381.

121

Muhammad ibn Ismâ’îl al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Hadis No. 350, Jilid I, h. 141.

122

Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Fath al-Bârî bi Syarh Sahîh al-Bukhârî, (Kairo: Dâr al-Manâr, 1419 H/1999 M), Jilid VI, h. 209.

86

menyediakan mata pencaharian untuk masyarakat miskin, memelihara silaturrahim, membela kaum lemah, bersikap ramah kepada tamu dan membantu menegakkan kebenaran? “

Masyarakat Quraisy kemudian memberlakukan perlindungan Ibn al-Daginah dan menjamin keselamatan Abu Bakar, asalkan ia beribadah menyembah Tuhannya di dalam rumahnya, bukan di tempat umum. Maka, Abû Bakar membuat sebuah masjid di rumahnya. Orang- orang Quraisy kemudian mengkhawatirkan anak-anak dan isteri-isteri mereka terpengaruh, sehingga mereka meminta Ibn al-Daginah untuk menghentikan Abu Bakar dari melakukan hal itu. Ibn al-Daghinah berkata kepada Abu Bakar: “Anda tahu isi perjanjian yang saya berikan kepada Anda. Anda dapat tetap berkomitmen untuk itu atau dapat juga mengembalikan suaka (jiwâr) saya, karena saya tidak suka orang Arab mendengar bahwa saya mengingkari perjanjian yang saya berikan kepada seseorang.” Abu Bakar menjawab: “Saya kembalikan suaka (jiwâr) kepada Anda, dan saya merasa cukup dengan perlindungan Allah.”123

123

Muhammad ibn Ismâ’îl al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Jilid III, h. 126-128; Ibn Katsir, al-Sîrah al- Nabawiyyah, (Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1396H/ 1976M), Jilid II, h. 63- 64 dan 153; Fath al-Bârî Syarh Sahîh al- Bukhârî, op. Cit.,Jilid IV, h. 543-544.

87

(v) Peristiwa yang terjadi pada seorang pria bernama Hujjiyah ibn al-Madrib, yang isterinya memeluk Islam, pada masa pemerintahan Khalifah 'Umar ibn al-Khattab. Sementara ia sendiri adalah penganut Kristen. Ia datang ke Madinah, menuntut agar isterinya dikembalikan kepadanya. Ia menemui Zubair ibn al-'Awwâm (yang ketika itu menjadi Gubernur Madinah) menceritakan kisahnya, sambil berkata mengingatkan Zubair: “Hati-hatilah, jika ‘Umar sampai tahu tentang masalah ini, Anda akan mendapat hukuman darinya”. Cerita tersebut kemudian beredar di Madinah, sehingga sampai kepada 'Umar. ‘Umar kemudian berkata kepada Zubair: “Sungguh saya telah mendengar tentang kisah tamu Anda. Sekiranya bukan karena Anda telah melindunginya, sungguh saya sudah berniat hendak menyerangnya”. Zubair kemudian kembali menemui Hujjiyah dan menyampaikan ungkapan ‘Umar. lalu ia kembali ke daerah asalnya.124

124

Abû Faraj al-Asfahâni, Kitâb al-Agâni, (Kairo: al-Hai`ah al-Misriyyah al-‘Âmmah li al-Kutub, t.th.), Jilid XX, h 318-319.

Salah satu bukti bahwa umat Islam menghormati hak suaka ialah peristiwa ketika kekhilafahan telah diserahkan kepada Bani al-‘Abbâs, beberapa tokoh Bani Umayyah bersembunyi untuk menyelamatkan diri. Salah satu dari mereka ialah Ibrâhîm ibn Sulaimân ibn ‘Abd al-Malik; ia mendatangi rumah seorang lelaki yang tampan. Lelaki itu bertanya kepadanya: "Siapa Anda?," Ibrahim menjawab: "Saya adalah orang yang bersembunyi karena takut dibunuh, saya mencari suaka di rumah Anda". Lelaki ini kemudian membolehkannya masuk ke rumahnya. Lelaki itu memberinya makanan dan minuman. Hanya saja lelaki itu terbiasa pergi keluar rumah sekali dalam sehari, sehingga Ibrahim bertanya kepadanya: "Saya perhatikan Anda gemar menunggang kuda, untuk apa?". Lelaki itu menjawab: "Ibrâhîm ibn Sulaimân menyandera ayahku hingga wafat; saya diberitahu bahwa dia bersembunyi; saya sedang mencarinya untuk melampiaskan balas dendam." Ibrahim berkata: "Saya Ibrâhîm ibn Sulaimân, pembunuh ayahmu." Lalu lelaki itu berkata: “Soal Anda, Anda akan bertemu ayahku (di akhirat) dan dia akan membalaskan dendamnya kepada Anda. Sedangkan saya, saya tidak akan mengingkari perjanjian saya untuk melindungi Anda. Keluarlah dari (rumah) saya, karena saya tidak dapat menjamin diri saya (bertindak salah) terhadap Anda”. Lalu, lelaki itu memberikan Ibrâhîm uang sebesar 1000 dinar; dan Ibrâhîm mengambilnya dan pergi meninggalkannya. Lihat al-Amir Usâmah ibn Munqidz, Lubâb al-

88

(vi) Ibn Ishâq melaporkan cerita dari Ibn ‘Umar tentang ayahnya (‘Umar bin Khatab). Ibn ‘Umar berkata: ”Mereka melakukan tindakan penyerangan terhadap ayahku; mereka terlibat dalam perang yang berkecamuk hingga matahari terbit”. Kemudia Ibn ‘Umar melanjutkan ceritanya: “Ketika ayahku lelah, ia pun duduk, dan mereka berdiri di atas kepalanya. Lalu, ia berkata: “ Lakukanlah apa yang kamu mau. Saya bersumpah demi Allah, jika kami memiliki sebanyak 300 orang prajurit, kami akan kehilangan mereka (karena kalah) melawan kamu, atau kamu kehilangan mereka (karena kalah) melawan kami.” Dalam suasana seperti itu, tiba-tiba seorang pembesar Quraisy yang mengenakan pakaian berhias bordir datang dan berdiri di dekatnya, sambil bertanya: “Apa yang terjadi?”. Mereka menjawab, “Umar telah tersesat.” Pembesar itu menukas: “Hentikan! Seorang lelaki memilih sesuatu untuk dirinya! Apa yang kalian inginkan ? Apakah kalian berpikir bahwa Bani ‘Adiy akan menyerahkan orang ini kepada kalian? Lepaskan orang itu.” ‘Umar menjelaskan: “Demi Allah, mereka pergi begitu cepat seolah jubah dilucuti.” Ibn ‘Umar kemudian menjelaskan: “Saya bertanya kepada ayah saya setelah dia bermigrasi ke

Adab, (Kairo: Maktabah al-Sunnah 1407 H/1987M), h. 128-129; dan al- Tanukhi, al-Mustajad min Fa'alat al- Ajwad, (Kairo: Dâr al-‘Arab al-Bustâniy, 1985), h. 22 - 23.

89

Madinah: “Ayah, siapakah yang telah mengusir orang- orang menjauh dari engkau di Mekkah pada hari engkau memeluk Islam, padahal ketika itu mereka sedang memerangi engkau?” ‘Umar menjawab: ”Itulah!” (maksudnya Bani al-‘Ash ibn Wâ`il al-Sahmi). 125 Antara al-‘Ash dan Bani 'Adiy (suku asli ‘Umar), terdapat aliansi. Al-‘Ash berkata kepada 'Umar: “(Mereka) tidak bisa menyentuh Anda, saya pelindung Anda.” Karena itu ‘Umar menjadi aman. Demikianlah al-‘Ash memberi suaka kepada ‘Umar.126

(vii) Peristiwa yang terjadi ketika suku Quraisy mengejar sekelompok orang Muslim, lalu mereka bertemu Sa’ad bin ‘Ubâdah di sebuah tempat yang disebut Azakhir, dan al- Mundzir ibn ‘Amr, saudara Bani Sâ’idah ibn Ka’b ibn al- Khazraj, dan keduanya adalah petinggi di kalangannya. Mereka tidak bisa mengalahkan al-Mundzir, tetapi mereka dapat menangkap Sa’ad bin ‘Ubâdah, lalu mengikat tangannya ke lehernya dengan tali dari barang bawaannya. Dan kemudian membawanya ke Mekkah sambil memukulinya dan menjambaki rambutnya, di mana ia memiliki rambut yang lebat. Sa’ad menjelaskan: “Demi Allah, saat aku jatuh ke tangan mereka, tiba-tiba

125

Ibn Katsir, Safwat al-Sîrah al-Nabawiyyah, (Kairo: Majlis al-A’lâ li al-Syu`ûn al-Islâmiyyah, 1422H/ 2002M), Jilid II, h. 22-23.

126

90

sekelompok orang dari Quraisy, di antara mereka ada seorang pria tampan dengan wajah cerah, mencegatku. Dalam hati saya: "Jika ada orang yang baik di antara mereka, tentu dialah orang itu". Tetapi ketika dia mendekati saya, dia mengangkat tangannya dan memberiku pukulan yang kuat. Lalu, saya berkata dalam hati: “Tidak! Demi Allah, tidak ada di kelompok mereka, setelah kejadian ini, orang yang baik”. Demi Allah, ketika saya masih dalam genggaman mereka, dan mereka menyeret saya, salah satu dari mereka melindungiku, sambil berkata: “Celakalah engkau!, apakah ada jiwar atau perjanjian antara Anda dan salah satu orang dari Quraisy". Saya berkata: “Ya, demi Allah, saya memberi suaka dan perlindungan (aman) kepada Jubair bin Mut'im untuk para pedagangnya, dan saya melindungi mereka dari orang- orang yang berusaha menindas mereka di daerah saya. Demikian juga untuk al-Harits ibn Harb ibn Umayyah ibn Abd al-Syams. "Celakalah engkau, berbicaralah atas nama kedua laki-laki itu, dan sebutkanlah tentang perjanjian Anda dengan keduanya". Sa’ad melanjutkan ceritanya: “Saya kemudian melakukan yang dikatakannya. Orang itu kemudian pergi mencari keduanya (para pelindung), dan menemukan mereka di masjid di sisi Ka'bah. Orang tersebut berkata kepada keduanya: “Ada seorang pria dari

91

suku al-Khazraj saat ini sedang dipukuli di sebuah tempat bernama al-Abtah dan menyebut-nyebut nama Anda berdua (sebagai pelindungnya). Keduanya bertanya: “Siapa dia?” Ia menjawab: “Sa’ad bin ‘Ubadah”. Mereka berkata: “Ia benar, demi Allah, dia memberi jaminan keamanan kepada pedagang kami, dan melindungi mereka terhadap orang-orang yang berusaha menindas mereka di daerahnya". Kedua orang itu kemudian datang dan melepaskan Sa’ad dari cengkeraman mereka. Sa’ad kemudian pergi. Orang yang memukul Sa’ad sebelumnya adalah Sa’ad bin Suhail bin ‘Amr. Ibn Hisyam menjelaskan: Adapun orang yang melindungi Sa’ad adalah Abu al-Bakhtari bin Hisyam.127

(viii) Perjanjian persaudaraan antara Umayyah ibn Khalaf ibn Abi Sufyân-dari suku Quraisy-dan Sa'ad ibn Mu’az-dari Madinah. Perjanjian tersebut sudah lama terjadi, bahkan sebelum Sa'ad memeluk Islam. Perjanjian persaudaraan itu mengikat masing-masing pihak apabila masing – masing pihak memberikan perlindungan kepada yang lain. Setiap kali Umayyah melakukan perjalanan ke utara dan melintasi Madinah, ia mampir sebagai tamu ke kediaman Sa'ad. Begitu juga dengan Sa'ad, ketika bepergian ke selatan melintasi Mekkah, maka ia mampir ke kediaman

127

92

Umayyah. Ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, Sa'ad berangkat menuju Mekkah untuk melakukan 'umrah dan tinggal sebagai tamu Umayyah. Karena mengetahui watak orang-orang Mekkah yang pemarah dan sempit hati, Sa’ad tidak ingin menyusahkan Umayyah, lalu ia berkata kepadanya: “Maukah Anda memberi saya beberapa waktu untuk tawaf di sekitar Ka'bah?”. Umayyah balik bertanya: “Maukah Anda menunggu sampai tengah hari?“. Mereka kemudian pergi ketika hampir tengah hari, dan Sa'ad mulai melaksanakan tawaf. Tiba-tiba muncul Abu Jahal di depannya dan bertanya pada Umayyah: “Wahai Abu Safwân, siapa yang bersama Anda itu?”. “Ini adalah Sa'ad”, jawab Umayyah. Abu Jahal kemudian berkata mengarahkan ucapannya kepada Sa’ad “Saya melihat Anda bergerak dengan aman di Mekkah, padahal Anda telah memberikan perlindungan untuk orang-orang Sabean, dan mengklaim telah mendukung dan membantu mereka. Demi Allah, sekiranya Anda tidak bersama Abi Safwan, Anda tidak akan pernah kembali dengan selamat ke rumahmu.128

(ix) Kisah yang terkait dengan Aslam, budak 'Umar bin al- Khaththab, ketika ia bepergian untuk melakukan perdagangan bersama orang-orang Quraisy. Ketika mereka

128

93

sudah berangkat, 'Umar tertinggal di belakang untuk sebagian urusan pribadinya. Ketika sampai di suatu daerah, salah seorang komandan Romawi menangkap lehernya dan menyerangnya. ‘Umar mencoba melawan, tetapi dia tidak dapat mengalahkannya. Komandan tersebut kemudian mendorongnya ke sebuah rumah yang di dalamnya ada tanah, kapak, sekop dan keranjang korma. Orang itu berkata: “Kamu hanya boleh berada di sekitar sini, dari sini sampai sini”. Kemudian dia mengunci pintu rumah itu dan pergi, sampai hampir tengah hari baru kembali. 'Umar hanya duduk sambil terus berpikir, tanpa melakukan apa-apa, yang diperintahkannya. Ketika dia kembali ke rumah, dia bertanya kepadaku: “Mengapa kau tidak melakukan apa-apa?”, sambil memukul kepala ‘Umar dengan tangannya. Kemudian 'Umar mengambil kapak, menghantamkannya dan membunuhnya. Lalu ia berusaha keluar sendiri dan melarikan diri, sampai menemukan sebuah biara seorang rahib, ia pun berhenti di samping biara itu sampai malam. “Rahib itu menunjukkan sikap hormat pada saya dan mengajak saya masuk ke biara, lalu memberi saya makan dan minum dengan sopan, sambil mengamati apa yang sedang terjadi pada saya. Kemudian ia bertanya tentang apa yang saya alami. “Saya telah kehilangan jejak teman saya”, jawab ’Umar.

94

Biarawan itu berkomentar: “Anda tampak sedang ketakutan”, sambil berusaha menyelidiki saya. Dia melanjutkan: “Penganut agama Kristen tahu bahwa saya paling banyak mendalami tentang Kitab mereka. Sungguh saya dapat meramalkan bahwa Anda adalah orang yang akan mengusir kami dari negeri kami ini. Apakah Anda mau menuliskan perjanjian tentang jaminan keamanan bagi saya untuk biara saya ini?”. Saya menjawab: “Oh! Anda mengalihkan pembicaraan kepada yang lain”. Biarawan itu terus menekan saya sampai saya menuliskan perjanjian yang berisi apa yang dimintanya kepada saya. Ketika tiba saat untuk pergi, ia memberi saya keledai betina, sambil berkata: "Tunggangilah itu, setelah Anda bertemu rekan Anda, kirimkan kembali kepada saya keledai itu sendirian, karena setiap kali ia melewati biara, mereka akan menghormatinya”. Lalu ‘Umar melakukan apa yang dikatakan kepadanya. Ketika Umar datang ke Bait al-Maqdis (Yerusalem) sebagai seorang penakluk, Rahib tersebut mendatanginya sambil menyerahkan lembar perjanjian jaminan keamanan (yang ditulis ‘Umar). ‘Umar menerimanya dengan syarat bahwa Rahib tersebut akan menyambut secara baik setiap umat Islam yang melintas di sana dan memandu jalan mereka.129

129

95

(x) Kasus yang terjadi pada Khalid bin 'Itab, ketika dia menghina al-Hajjaj. Al-Hajjaj lalu menulis surat kepada Khalifah ‘Abdul Malik bin Marwan tentang insiden tersebut. Ketika Khalid datang ke Syam (Syria), dia bertanya tentang siapa yang menjadi orang kepercayaan ‘Abdul Malik. Dia diberitahu bahwa orang tersebut adalah Rauh bin Zinba’. Saat matahari terbit Khalid menemuinya, sambil berkata: “Saya mendatangi Anda untuk memohon suaka”. Rauh menjawab: "Saya akan memberimu suaka kecuali jika Anda Khalid”. “Saya Khalid”, katanya. Tiba- tiba suara Rauh berubah dan berkata: “Demi Allah, tolong pergi dari saya. Aku tidak percaya ‘Abdul Malik”. Khalid memohon kepadanya: “Beri saya waktu sampai matahari terbenam”. Lalu Rauh melindunginya (menunggu matahari terbenam), sampai Khalid pergi. Kemudian Khalid pergi menemui Zufar bin al-Hârits al-Kilâbî, dan

berkata: “Saya datang menemui Anda untuk memohon suaka. “Saya beri Anda suaka”, jawab Zufar. “Saya Khalid bin ‘Itab”, kata Khalid. Zufar menegaskan: “Walaupun Anda Khalid”. Di pagi hari, Zufar memanggil kedua putranya, karena ia sudah tua, keduanya memapahnya, menghadap Khalifah. Khalifah ‘Abdul Malik mengizinkan rakyat masuk ke istananya. Ketika Khalifah melihat Zufar, ia memerintahkan untuk membawa kursi untuknya, dan

96

menempatkannya di dekat singgasananya. Setelah duduk, Zufar berkata kepada khalifah: ”Wahai Khalifah (pimpinan)! Saya memohonkan suaka kepada Anda untuk seorang pria, mohon lindungilah dia”. Khalifah menjawab: “Saya akan memberinya suaka, kecuali jika dia adalah Khalid”. Zufar menukas: “Dia adalah Khalid”. “Tidak, dan tidak ada pengecualian!”, tegas Khalifah. Kemudian Zufar menoleh kepada kedua anaknya, sambil berkata: “Papah saya”. Sambil keluar, ia berkata kepada Khalifah: “Wahai Khalifah ‘Abdul Malik, demi Allah, seandainya Anda lihat bahwa tangan saya mampu memikul panah dan mengendalikan kuda, pasti Anda akan memberi suaka kepada orang yang saya lindungi”. Khalifah kemudian tertawa dan berkata: “Wahai Abu al-Huzail, kami memutuskan memberinya suaka”.130

3. Pemberian suaka teritorial kepada sandera yang memeluk