• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK SUBSTANSI tanaman unggulan

PEMERINTAH PUSAT

ASPEK SUBSTANSI tanaman unggulan

Peningkatan SDM  Dalam pengelolaan hutan dilakukan peningkatan sumber daya manusia dengan pemberian pengetahuan dan teknologi.

Peredaran dan Pengolahan Hasil Hutan

 Pemerintah Provinsi menetapkan pedoman penatausahaan hasil hutan, peredaran dan pengolahan hasil hutan, serta pemenuhan kayu olahan yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.

 Setiap pendirian atau perluasan industri primer hasil hutan kayu wajib memiliki izin usaha industri primer atau izin perluasan industri primer hasil hutan kayu.

 Izin tersebut diberikan setelah dilakukan pengkajian atas ketersediaan potensi bahan baku. Tata pemberian izin tersebut diatur dengan Peraturan Gubernur. Perubahan Status

hutan

 Setiap kegiatan yang menggunakan dan atau mengubah status kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan wajib mendapat persetujuan dari G ubernur.  Areal hutan yang dipergunakan untuk kepentingan non kehutanan yang

berbatasan dengan kawasan hutan lindung dan atau kawasan konservasi dibuat daerah penyangga selebar 1 (satu) km kearah luar dari batas kawasan. Pengawasan dan

Pengendalian

 Pengawasan dan pengendalian pengelolaan hutan secara lestari dilaksanakan untuk melindungi hak-hak masyarakat hukum adat dan kelestarian sumber daya hutan.

Aspek lain yang jika tidak tertangani dengan baik dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan adalah pengelolaan sumber daya alam. Di Papua, masyarakat hukum adat mempunyai hubungan yang tidak terpisahkan dengan sumber daya alam, sebagai sarana untuk mempertahankan dan memelihara kehidupan dan identitas budaya dalam aspek spiritual, sumber kehidupan ekonomi dan pengembangan kehidupan lainnya. Tahun 2008, Pemerintah Provinsi Papua juga menerbitkan Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Nomor 22 Tahun 2008 yang mengatur perlindungangan dan Pengelolaan Sumber daya Alam Masyarakat Hukum Adat Papua. Peraturan ini terkait dengan amanat untuk memperhatikan hak-hak masyarakat adat dan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan penduduk sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Perdasus ini lebih bersifat melindungi hak masyarakat hukum adat untuk memanfaatkan sumber daya alam melalui kegiatan usaha pemanfaatan sumber daya alam. Namun peraturan ini juga menekankan pengelolaan sumber daya tersebut harus dilakukan dengan menjamin kesinambungan ketersediaan, disamping meningkatkan kualitas hasil pemanfaatannya, serta menghormati hak masyarakat hukum adat.

Pengelolaan pengelolaan sumber daya alam oleh Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota harus melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Pengelolaan tersebut harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengelolaan sumber daya alam. Adapun rencana pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam harus berdasar pada berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.

Pemerintah Provinsi dalam hal ini memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan pada pemerintah kabupaten/kota dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam; dan menetapkan syarat dan tata cara pelaksanaan pemberian izin usaha pemanfaatan sumber daya

alam. Sementara kewajiban yang harus dilakukan Pemerintah Provinsi adalah melakukan supervisi pada Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam, melakukan pendampingan dalam pemetaan adat oleh masyarakat hukum adat yang berada di wilayah lintas Kabupaten/Kota, dan memberikan bantuan pada Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pendampingan pada masyarakat hukum adat.

Gambaran pelaksanaan pengembangan program bidang lingkungan hidup di Provinsi Papua dapat diuraikan sebagaimana berikut. Berdasarkan Perda Nomor 11 tahaun 2008 terjadi perubahan nomenklatur dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) menjadi Badan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan lingkungan Provinsi Papua, sehingga visi mengalami perubahan menjadi “Selamatkan sumberdaya alam dan lingkungan hidup untuk

pembangunan berkelanjutan menuju Papua baru”.

Program/kegiatan yang telah dilaksanakan Pemerintah Provinsi Papua (2006-2009), antara lain meliputi program pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, program perlindungan dan konservasi sumber daya alam, peningkatan kualitas SDM dan akses informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, program peningkatan pengendalian polusi, pengembangan ekowisata dan jasa lingkungan di kawasan konservasi laut dan hutan, serta program pengelolaan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.

Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur (tahun 2009-2011), dilakukan melalui pembangunan gedung kantor (laboratorium SDA dan LH), pengadaan perlengkapan gedung kantor, kursus lingkungan hidup bagi aparatur pemerintah Provinsi Papua, sosialisasi dan TOT pelaksanaan kurikulum mulok, pengembangan sekolah berwawasan lingkungan. Program pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, dilakukan melalui : Rakor pengelolaan limbah B3 dengan sektor terkait tingkat provinsi/kabupaten/kota; pengawasan limbah B3 di Provinsi Papua, koordinasi penyusunan AMDAL, pemantauan kerusakan lingkungan akibat galian C, pemantauan kualitas air sungai di Provinsi Papua, pemantauan kualitas air perairan pesisir dan lau di Provinsi Papua, peningkatan kapasitas komisi penilai AMDAL Provinsi Papua, Pemantauan RKL/RPL, operasional Komisi Penilai AMDAL Provinsi Papua, Pembinaan laboratorium, rakor AMDAL. Program Perlindungan dna Konservasi SDA: penyuluhan dan pengendalian poilusi dan pencemaran, pemberdayaan institusi kemasyarakatan dalam pengelolaan LH, Konsultasi dan koordinasi pemantapan rencana pengelolaan lingkungan terpadu kawasan teluk cendrawasih, pembinaan dan pengawasan pengelolaan LH, sinkronisasi perencanaan program bidang LH, pembinaan konservasi bagi masyarakat, pembuatan penangkaran burung kasuari pada kebun biologi LIPI di Wamena, peningkatan kinerja PPNS, Penyusunan Perdasi CA. Cyloop, peningkatan kapasitas pengawas LH, penyusunan perdasi/perdasus pengelolaan SDA dan LH (2011).

Program peningkatan Kualitas dan akses informasi SDA dan LH, meliputi : pameran lingkungan hidup, pecan lingkungan hidup provinsi Papua, penyusunna status LH daerah, penyusunan dan penyebaran informasi LH, rakornis pengelolaan SDA dan LH, studi potensi SDA Papua, studi potensi sda melalui penginderaan jauh, valuasi ekonomi SDA dan LH, pengembangan aplikasi sistem informasi SDA dan LH, pembangunan jaringan teknologi komunikasi SDALH, pemutakhiran data SDALH, peningkatan SDM di bidang TI, inventarisasi perijinan SDA dan LH Prov Papua. Program peningkatan pengendalian polusi, melalui: monitoring pencemaran udara di provinsi Papua, Program pengembangan ekowisata dan jasa lingkungan di kawasan-kawasan konservasi laut dan hutan, melalui konferensi internasional keanekaragaman hayati Papua.

Program pengembangan kapasitas pengelolaan SDA dan LH melalui peningkatan kapasitas tenaga laboratorium SDA dan LH, inventarisasi potensi bahan galian industry dan batubara, sintesa profil SDA Papua, identifikasi potensi karbon di Provinsi Papua, studi potensi SDA di kawasan konservasi hutan dan laut, evaluasi tambang rakyat di Provinsi Papua, operational secretariat task force carbon Papua.17

Pemerintah Provinsi Papua menghadapi kendala seperti sarana dan prasarana pendukung belum terbangun, diantaranya gedung laboratorium. Sementara peralatan laboratorium dan kendaraan operasional lapangan belum memadai. Sumber daya manusia yang berlatar belakang sumberdaya alam dan lingkungan hidup belum mencukupi (masih kurang 50%), sementara di sisi lain disiplin pegawai perlu ditingkatkan. Ditambah lagi dari segi pendanaan belum memadai sesuai dengan beban kerja.

Kabupaten Jayapura melalui Dinas Kehutanan mengadakan program pengamanan dan perlindungan cagar alam dengan alokasi dana sebesar Rp. 775.000.000. Di samping itu juga dilakukan pengamanan dan perlindungan Kawasan Penyangga Cagar Alam.

Kabupaten Mimika tahun 2009 program rehabilitasi dan pemulihan cadangan sumber daya alam, peningkatan peran serta masyarakat dalam rehabilitasi dan pemulihan cadangan SDA realisasinya. Dinas kehutanan dan perkebunan melakukan program perencanaan dan pengembangan hutan melalui pengembangan hutan masyarakat adat dengan biaya mencapai Rp. 701 juta. Di tahun 2008, Dinas Kehutanan dan perkebunan melakukan program rehabilitasi hutan dan lahan melalui peningkatan peran serta masyarakat dalam rehabilitasi hutan dan lahan.

Di Provinsi Papua Barat, gambaran pelaksanaan pengembangan program bidang lingkungan hidup selama beberapa tahun terakhir dapat diuraikan sebagai berikut. Rencana dan konsep pembangunan di Papua Barat yang berprinsip pada pembangunan berkelanjutan,

17

pelestarian lingkungan, manfaat, dan keadilan dengan memperhatikan rencana tata ruang untuk mewujudkan Provinsi konservasi Papua Barat. Bapedalda Provinsi Papua Barat baru dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah. Program Bidang Lingkungan Hidup dalam kaitannya dengan otonomi khusus belum banyak dilaksanakan. Namun upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dilaksanakan Pemerintah Provinsi Papua belum optimal.18 Provinsi Papua Barat juga belum menetapkan perdasus/perdasi terkait tentang pengelolaan lingkungan, kawasan lindung, keterlibatan LSM dan pembentukan lembaga independen.

Salah satu contoh kebijakan yang telah dilakukan dengan sumber dana dari Otonomi Khusus adalah kegiatan peningkatan edukasi dan komunikasi mayarakat di bidang lingkungan hidup. Dalam kegiatan pengelolaan lingkungan, diikutsertakan pula berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat seperti LSM Perdu, WWF, Paradisea. Undang-Undang tentang otonomi khusus Papua mengamanatkan dibentuknya lembaga independen untuk menyelesaikan sengketa lingkungan. Di Provinsi Papua Barat baru didirikan pos pengaduan masyarakat sejak tahun 2010 yang telah mendapatkan sejumlah pengaduan masyarakat tentang trans Papua Barat.

Terdapat berbagai masalah yang dihadapi Pemerintah Provinsi Papua dalam pembangunan di bidang lingkungan hidup di Papua Barat. Masalah tersebut antara lain belum dimilikinya tenaga penyidik bidang lingkungan hidup, laboratorium lingkungan di Provinsi, tenaga laboratorium lingkungan hidup, belum efektifnya pendanaan bagi program pengelolaan lingkungan hidup. Di samping itu konflik masalah sumber daya alam terutama hutan, tambang dan perikanan semakin meningkat.

g. Bidang Sosial

Pelaksanaan kewenangan bidang sosial pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan atau kualitas hidup masyarakat sehingga masyarakat memiliki kebebasan di

18

Hal ini diakui oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat yang menangani masalah lingkungan hidup Di Provinsi Papua telah diterbitkan perdasus tentang pengelolaan lingkungan hidup dan pengelolaan hutan berkelanjutan, namun di Provinsi Papua Barat belum ada perdasus yang mengatur tentang hal tersebut. Meski telah ditetapkan, namun perdasus yang ada belum sepenuhnya menjadi acuan dan belum banyak diterapkan pada upaya-upaya yang konkrit. Upaya pelestarian lingkungan, pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan, perlindungan sumber daya alam hayati, sumber daya alam nonhayati, sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, dan keanekaragaman hayati,pengelolaan hutan lindung serta pegelolaan perubahan iklim perlu ditingkatkan. Pemerintah daerah perlu lebih melibatkan lembaga non pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup. Ada keterbatasan dalam sarana dan prasarana pendukung, dimana gedung laboratorium, dan saran alainnya belum terbangun. Di samping itu dibutuhkan pula SDM yang berlatar belakang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang lebih baik. Selain itu perlu adanya koordinasi yang terus dilakukan oleh Pemerintah Provinsi karena kelestarian lingkungan hidup bukan tanggungjawab sebagian pihak saja tetapi juga tanggung jawab bersama.

dalam memenuhi aspirasinya dan merelisasikan potensinya. Paradigma pembangunan yang dikembangkan sudah mengalami perubahan, dari pembangunan yang terlalu menitikberatkan kepada bidang perekonomian kepada pembangunan kemasyarakatan atau kadang disebut sebagai pembangunan kesejahteraan sosial.

Dengan kata lain, pelaksanaan kewenangan bidang sosial diharapkan dapat memelihara dan memberikan jaminan hidup yang layak kepada penduduk Provinsi Papua yang menyandang masalah sosial, seperti keterbelakangan, kemiskinan, pengangguran, dan sebagainya. Untuk keterbelakangan (pendidikan) telah dilaksanakan oleh dinas pendidikan, pengagguran dilaksanakan oleh dinas kependudukan dan ketenagakerjaan, sedangkan kemiskinan menjadi ranah dinas sosial dan atau dinas kesejahteraan sosial. Disamping kemiskinan, pelaksanaan kewenangan bidang sosial juga menyangkut penanganan anak terlantar, penyandang cacat dan trauma, panti asuhan/panti jompo, eks penyandang penyakit sosial (eks napi, PSK, narkoba dan penyakit sosial lainnya) serta komunitas adat terpencil (KAT) dan masyarakat terisolir.

Di Provinsi Papua, kewenangan bidang sosial ditangani oleh Dinas Kesejahteraan Sosial dan Masyarakat Terisolir, sedangkan di Provinsi Papua Barat dilaksanakan oleh Dinas Sosial. Sementara itu, di kabupaten/kota pun nomenklatur yang digunakan berbeda-beda antara daerah satu dengan lainnya namun tetap menyebutkan ‘sosial’.19

Pertama, menyangkut penanganan kemiskinan di Papua dan Papua Barat. Kendatipun penanganan kemiskinan bukan hanya menjadi tugas dinas sosial semata, namun persoalan kemiskinan yang melanda sebagian besar penduduk Papua dan Papua Barat senantiasa dikaitkan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD ini. Ironisnya, kondisi kemiskinan terjadi di tanah yang dianugerahi Tuhan akan kekayaan alam yang melimpah ruah. Gunung, lembah, laut dan pantai semuanya mengandung kekayaan alam yang tidak ternilai. Tambang minyak di Kabupaten Sorong, tambang nikel di Kabupaten Raja Ampat dan sumber gas bumi di Kabupaten Teluk Bintuni, serta hutan yang terdapat di sejumlah kabupaten seolah tidak memberikan pengaruh nyata pada kehidupan sosial dan kesejahteraan penduduk Papua Barat. Di Provinsi Papua pun menunjukkan kondisi serupa, kandungan emas dan tembaga di Kabupaten Mimika misalnya, ternyata tidak banyak memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat sekitarnya.

Hasil wawancara dengan sejumlah narasumber baik di Papua maupun Papua Barat dapat menggambarkan hal tersebut. Kepala Bappeda Kabupaten Dogiyai menyebutkan :

“Papua kaya raya, rasanya tidak ada yang membantah. Rakyat Papua tidak menikmati kekayaan yang melimpah, pun rasanya tidak ada yang membantahnya. Persoalan ini

19 Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Kab. Mimika, Dinas Kesejahteraan Sosial di Kab. Biak Numfor, Dinas Sosial di Kota Sorong, Kab. Manokwari, Kota Jayapura dan Kab. Merauke.

menjadi titik awal kekecewaan rakyat Papua terhadap pemerintah, termasuk kita semua di dalamnya. Karena itu, pemberian Otonomi Khusus ini menjadi satu harapan baru bagi rakyat dan penduduk Papua untuk menikmati sedikit kekayaan yang telah disumbangkan kepada Pemerintah dan akan kembali kepada mereka sebagiannya guna mengatasi masalah-masalah sosial yang timbul”.

Senada dengan hal itu, anggota MRP Provinsi Papua Barat menyayangkan sikap penyelenggara pemerintahan yang kurang memberikan memberikan perhatian kepada kesejahteraan rakyat Papua Barat:

“kalau ingin melihat potret kemiskinan dan keterbelakangan datang ke daerah yang kaya, seperti Papua Barat ini. Jika ada peribahasa ayam mati di lumbung padi, persis seperti yang kami alami disini. Rakyat menjerit karena kemiskinan, sementara para pejabatnya berfoya-foya menggunakan uang rakyat untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Permasalahan sosial seperti anak terlantar, orang cacat, panti asuhan/panti jompo sepertinya luput dari perhatian pemerintah daerah. Sayangnya, MRP tidak memiliki kekuatan politik sehingga tidak mampu menyuarakan ini dan menjadikannya peraturan normatif”.

Secara umum, potret permasalahan penanganan sosial untuk penyandang masalah sosial di Provinsi Papua meliputi: anak-anak yatim piatu, orang lanjut lanjut usia yang memerlukan, kaum cacat fisik dan mental, dan korban bencana alam.

Penangananan bidang sosial memerlukan prasarana yang memadai. Salah satunya adalah tersedianya jumlah panti yang memadai bagi masyarakat yang membutuhkan, seperti panti asuhan, panti jompo, dan panti bagi penyandang masalah sosial lainnya. Tabel berikut memperlihatkan keberadaan panti asuhan di berbagai kabupaten/kota di Provinsi Papua, kondisi pada tahun 2010.

Tabel 4.36

Jumlah Panti Asuhan Menurut Status Pengelola Kabupaten/Kota Provinsi Papua Tahun 2010

NO KABUPATEN/KOTA Pemerintah Swasta dan Subsidi

Jumlah Kapasitas Penghuni Jumlah Kapasitas Penghuni

1 2 3 4 5 6 7 8 1 Kabupaten Merauke 6 2 Kabupaten Jayawijaya 15 3 Kabupaten Jayapura 2 120 110 23 4 Kabupaten Nabire 11 5 Kabupaten Yapen Waropen 18 6 Kabupaten Biak Numfor 1 40 38 2 7 Kabupaten Paniai 5

8 Kabupaten Puncak Jaya 1

9 Kabupaten Mimika 2

NO KABUPATEN/KOTA Pemerintah Swasta dan Subsidi Jumlah Kapasitas Penghuni Jumlah Kapasitas Penghuni 11 Kabupaten Peg. Bintang 2 12 Kabupaten Keerom 10 13 Kabupaten Waropen 1 14 Kota Jayapura 1 40 40 49 Jumlah 4 200 188 146

Sumber: Dinas Kesos dan Masyarakat Terisolir Provinsi Papua, Tahun 2011

Pada tabel di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat sejumlah panti asuhan yang menampung anak-anak yatim piatu, anak korban bencana, maupun anak-anak korban konflik. Sebagian dilaksanakan oleh pemerintah dan sebagiannya dilaksanakan oleh yayasan atau pihak swasta dan bersubsidi. Di Kabupaten Mimika, terdapat 71 LSM/yayasan, 9 lembaga profesi, 32 lembaga keagamaan, 33 lembaga pemuda, 44 paguyuban/ikatan keturunan dan 16 lembaga wanita yang ikut berpartisipasi dalam penanganan masalah sosial. Sejumlah lembaga tersebut ditujukan untuk melayani anak jalanan (18 anak terlantar, 113 anak nakal), penyandang cacat (250 cacat tubuh dan 37 cacat mental), pramuria (19 timung 85 orang, 6 bar 91 orang, lokalisasi 302 orang) dan lanjut usia sebanyak 332 orang.

Perkembangan ketersediaan panti asuhan dalam kurun 2006-2009 menunjukkan kecenderungan adanya peningkatan. Hal ini sebagaimana ditunjukkan dalam tabel berikut. Namun panti tersebut lebih banyak dikelola oleh Swasta/subsidi. Ini mengindikasikan peran/partisipasi kelompok non pemerintah yang lebih baik dalam penanganan masalah sosial terkait penyediaan panti asuhan. Adapun perkembangan penyediaan panti asuhan oleh pemerintah kurang menunjukkan adanya perbaikan.

Tabel 4.37

Jumlah Panti Asuhan Menurut Pengelola di Provinsi Papua Tahun 2006-2010

Tahun Pemerintah Swasta/Subsidi

Jumlah Kapasitas Penghuni Jumlah Kapasitas Penghuni

1 2 3 4 5 6 7 2006 - - - 70 2,793 2793 2007 4 - - 131 - - 2008 4 200 188 138 - - 2009 2 200 188 168 - - 2010 4 200 188 146 - - Tabel 4.38 Jumlah Panti Asuhan

Tahun Pemerintah Swasta/Subsidi

Jumlah Jumlah

1 2 3

2009 - 41

2010 - 41

Sementara terkait penanganan orang lanjut usia, pemerintah semestinya berkewajiban menyediakan panti-panti jompo untuk mereka. Pada kenyataannya, karena minimnya perhatian dari pemerintah dalam hal pendanaan, penanganan orang lanjut usia ini menjadi kurang optimal.

Kelompok masyarakat lain yang perlu mendapat perhatian adalah para penyandang cacat. Jumlah penyandang cacat di Provinsi Papua 3.374 orang yang terdiri atas tunanetra, tunarungu, tubuh, mental, tubuh dan mental (ganda). Jumlah penyandang cacat terbanyak berada di Kabupaten Tolikara sebanyak 953 orang, sedangkan pada daerah yang dikunjungi terbanyak berada di Kota Jayapura sebanyak 408 orang.

Tabel 4.39

Jenis Cacat Menurut Jenis Kabupaten/Kota Tahun 2010