• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Kebijakan Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat 1. Keuangan dan Pengelolaannya

PEMERINTAH PUSAT

C. Implementasi Kebijakan Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat 1. Keuangan dan Pengelolaannya

Jumlah dana Otonomi Khusus dan dana tambahan infrastruktur yang telah diserahkan kepada Provinsi Papua dan Papua Barat tahun 2002-2012 sebesar Rp. 33,682 T dengan rincian sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini dari tahun ke tahun cenderung terdapat kenaikan dana otonomi khusus yang disalurkan kepada Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Tabel 4.4

Alokasi Dana Otonomi Khusus dan Tambahan Infrastruktur Tahun 2002-2012

No Tahun

Dana Otonomi Khusus (dalam milyar Rp)

Infrastruktur (dalam milyar Rp) Papua Papua Barat Papua Papua Barat 1 2002 1,380 2 2003 1,539 - - - 3 2004 1,643 - - - 4 2005 1,775 - - - 5 2006 2,913 - - - 6 2007 3,296 - - - 7 2008 3,590 - 330 670 8 2009 2,610 1,118 800 600 9 2010 2,695 1,155 800 600 10 2011 3,157 1,353 800 600 11 2012 3.833 1,642 571 428 TOTAL 28,413 5,269 2,501 2,298 Sumber : Ditjen Keuangan Daerah, Kemendagri Tahun 2012

Gambar 4.3

Perkembangan Alokasi Dana Otonomi Khusus (2002-2012)

0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1.380 1.539 1.643 1.775 2.913 3.296 3.590 2.610 2.695 3.157 3.833 1.118 1.155 1.353 1.642 D lm M il y ar R p Papua Papua Barat

Gambar 4.4

Perkembangan Dana Infrastruktur (2002-2012)

Sampai dengan tahun 2008 dana otonomi khusus Papua tidak dibagikan kepada Pemerintah Provinsi Papua Barat. Dengan diterbitkannya Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, otonomi khusus juga berlaku bagi Provinsi Papua Barat dan sejak tahun 2009 Pemerintah Provinsi Papua Barat telah menerima dana otonomi khusus.

Dana otonomi khusus Papua dialokasikan untuk membiayai kegiatan provinsi dan dialokasikan kepada kabupaten/kota. Otonomi khusus Papua terletak pada provinsi, selanjutnya provinsi melakukan pendistribusian pada kabupaten/kota. Adapun dana tambahan infrastruktur dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus yang besarnya ditetapkan berdasarkan usulan provinsi, terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur. Dana tersebut dimaksudkan agar sekurang-kurangnya dalam 25 tahun seluruh kota-kota provinsi, kabupaten/kota, distrik atau pusat-pusat penduduk lainnya terhubungkan dengan transportasi darat, laut atau udara yang berkualitas, sehingga Provinsi Papua dapat melakukan aktivitas ekonominya secara baik dan menguntungkan sebagai bagian dari sistem perekonomian nasional dan global.

Pada kurun waktu 2002-2003, Provinsi menerima porsi dana otonomi khusus sebesar 60% sementara 40% sisanya dibagikan kepada seluruh kabupaten/kota di Provinsi Papua. Hal ini merujuk pada Surat Keputusan Menteri RI Nomor 47/KM.07/2002 tanggal 21 Februari 2002 tentang cara penyalurah dana otonomi khusus Provinsi Papua. Sejak tahun 2004 berdasarkan Perda Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Pembagian Penerimaan dalam rangka

0 100 200 300 400 500 600 700 800 2008 2009 2010 2011 2012 330 800 800 800 571 670 600 600 600 428 D lm M il ya r R p Papua Papua Barat

Otonomi Khusus, pola pengalokasian berubah dengan porsi lebih besar diberikan pada kabupaten/kota (60%). Sementara provinsi menerima 40% dari dana otonomi khusus. Sejak tahun 2007, pola pengalokasian merujuk pada rancangan Perdasus Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pembagian dan Pengelolaan Penerimaan dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus Papua, dengan pola yang sama, yakni kabupaten/kota (60%) dan provinsi (40%). Untuk kabupaten/kota ditetapkan lebih besar (60%) mengingat implikasi dari otonomi daerah dan otonomi khusus Papua titik beratnya beratnya berada di kabupaten/kota. Pola pengalokasian dana otonomi khusus dalam berbagai periode terangkum dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.5

Pola Pengalokasian Dana Otonomi Khusus di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Periode Porsi

Kabupaten/Kota

Porsi Provinsi

Dasar Hukum

Periode 2002-2003 40% 60% Surat Keputusan Menteri RI Nomor 47/KM.07/2002 tanggal 21 Februari 2002 tentang Cara Penyalurah Dana Oonomi Khusus Provinsi Papua Periode 2004-2006 60% 40% Perda Nomor 2 Tahun 2004 Tentang

Pembagian Penerimaan dalam Rangka Otonomi Khusus

Periode 2007-Sekarang 60% 40% Perdasus Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pembagian dan Pengelolaan Penerimaan dalam rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus Papua Periode 2009-2011 70% 30% Peraturan Gubernur Provinsi Papua

Barat Nomor 41 Tahun 2009 Sumber : Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Pemerintah Provinsi Papua.

Sementara untuk Provinsi Papua Barat, kabupaten/kota mendapat proporsi alokasi yang lebih tinggi daripada kabupaten/kota di Provinsi Papua. Pembagian dana otonomi khusus di Provinsi Papua Barat adalah 70% untuk Provinsi dan 30% untuk Pemerintah kabupaten/kota. Pembagian ini merujuk pada Peraturan Gubernur Provinsi Papua Barat Nomor 41 Tahun 2009.

Perimbangan alokasi antara provinsi dan kabupaten/kota sejauh ini oleh berbagai pihak masih dirasakan kurang ideal mengingat jumlah 60% dana otonomi khusus tersebut dialokasikan kepada kabupaten/kota, alokasi yang diterima oleh kabupaten/kota dianggap ideal. Ditambah lagi, tidak ada dasar pertimbangan yang jelas dalam penetapan proporsi tersebut. Meski otonomi khusus merupakan otonomi bagi provinsi, namun jelas sasarannya tersebar diberbagai kabupaten/kota. Untuk itu muncul beragam pendapat tentang perimbangan dana otonomi khusus antara provinsi dan kabupaten/kota. Sebagian pihak menghendaki pembagian 80% untuk kabupaten/kota dan 20% untuk provinsi, sebagian lagi agar pengelolaannya seluruhnya diserahkan kepada kabupaten/kota.

Dana penerimaan khusus ditujukan untuk memperkuat kemampuan keuangan Pemerintah Provinsi Papua serta pemerintah kabupaten dan kota dalam rangka percepatan

pembangunan dengan tujuan dan sasaran: 1) mendukung pelaksanaan otonomi khusus Papua; 2) meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat; 3) meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat; dan 4) mengurangi kesenjangan pembangunan antar sektor, antar wilayah, serta antar desa-kota.

Secara garis besar penggunaan dana otonomi khusus digunakan untuk pembangunan di Provinsi Papua dan disalurkan ke kabupaten/kota. Gambaran umum tentang penggunaan dana otonomi khusus kurun 2002-2010 tertuang dalam tabel 4.5. Dana yang disalurkan ke kabupaten/kota diantaranya berupa dana segar (fresh money) yang penggunaannya diserahkan sepenuhnya ke kabupaten/kota untuk mendanai kegiatan sesuai dengan kebutuhan daerah. Ada catatan khusus terkait dengan dana segar tersebut. Dari berbagai contoh penggunaan dana segar, tampak bahwa penggunaan dana segar ini yang semestinya diperuntukkan bagi program-program strategis dengan prioritas pada sektor pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat, dan infrastruktur, dijumpai alokasi yang tidak sesuai dengan prioritas tersebut. Misalnya dijumpai penggunaan dana segar untuk proyek pembuatan rumah dinas camat di salahsatu kabupaten atau pembangunan kantor badan pemerintahan.

Tabel 4.6

Penggunaan Dana Otonomi Khusus Papua Tahun 2002-2010

Tahun Pengalokasian

2002 Sejumlah Rp. 1.38 trilyun, 60% diantaranya atau Rp. 829,53 miliar merupakan alokasi provinsi digunakan untuk melaksanakan program pembangunan dan dana cadangan rutin. Dana otonomi khusus Kabupaten/Kota sebesar Rp. 552,77 miliar (40%) dibagikan kepada 14 Kabupaten/Kota sebagai berikut:

 Bantuan program/kegiatan di Kabupaten/Kota melalui DIPA Provinsi Papua sejumlah Rp. 349.726.166.000

Bantuan keuangan (dana segar/fresh money) sejumlah Rp. 200.000.000 disalurkan langsung melalui Kas Daerah Kabupaten/Kota

 Bantuan untuk subsidi pembebasan EBTA sejumlah Rp. 3053.834.000, disalurkan langsung ke Kas Daerah Kabupaten/Kota

2003 Sejumlah Rp. 924,48 miliar (60% dari Rp. 1,53 triliun) digunakan untuk pembangunan di Provinsi Papua dan sebesar Rp. 605,51 miliar (40%) dialokasikan ke kabupaten/kota se Provinsi Papua sebagai berikut:

Bantuan dana segar (fresh money) bagi 7 kabupaten induk dan 7 kabupaten/kota yang tidak dimekarkan sebesar Rp. 210 miliar

Bantuan dana segar (fresh money) bagi 14 kabupaten pemekaran sejumlah Rp. 70 miliar

 Bantuan proyek yang diarahkan oleh Provinsi untuk 7 kabupaten/kota induk dan 7 kabupaten/kota yang tidak dimekarkan sejumlah Rp. 325,51 miliar

2004 Dana Otonomi Khusus sejumlah Rp. 1,64 triliun dialokasikan sebesar Rp.657,42 miliar (40%) untuk Provinsi. Sejumlah Rp. 985,20 miliar untuk 20 Kabupeten/Kota se Provinsi Papua dan 9 kabupaten/kota Se Provinsi Irian Jaya Barat, sebagai berikut:

 Program/kegiatan yang diarahkan oleh provinsi bagi 15 kabupaten/kota hasil pemekaran sejumlah Rp. 299,94 miliar

 Diberikan berupa dana segar kepada 7 kabupaten induk sejumlah Rp.485,30 miliar  Diberikan kepada 14 kabupaten/kota hasil pemekaran tahun 2002 dan 1 kabupaten

Tahun Pengalokasian

2005  Sejumlah Rp. 350 miliar digunakan antara lain untuk Pilkada, sosialisasi dan pemilihan/pembentukan MRP, pembangunan RS pendidikan, dan RS rujukan

 Sejumlah Rp. 570 miliar atau sebesar 40% digunakan untuk mendukung program/kegiatan Provinsi Papua di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi masyarakat dan infrastruktur

 Sejumlah Rp. 855,312 miliar dialokasikan kepada 29 kabupaten/kota baik yang berada di wilayah Provinsi Papua maupun Irian Jaya Barat yang digunakan untuk mendanai 4 program prioritas, yakni pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi masyarakat dan infrastruktur masing-masing kabupaten/kota

2006 Sejumlah Rp. 2,91 triliun dialokasikan sebesar 40% untuk Provinsi dan sebesar 60% untuk 20 kabupaten/kota se Provinsi Papua dan 9 Kabupaten/Kota se Provinsi Irian Jaya Barat. Pembagian tersebut dilakukan setelah dikurangi dengan pembiayaan kegiatan-kegiatan yang dipandnag sebagai tanggung jawab bersama antara provinsi dan kabupaten/kota (Rp. 165.066.000.000)

2007 Sejumlah Rp. 3,29 triliun dialokasikan sebesar Rp. 411,4 miliar untuk mendukung program unggulan Rencana Strategis Pembangunan Kampung (RESPEK). Sisanya sebesar 60 persen atau sebesar Rp. 1,73 triliun dialokasikan kepada 29 kabupaten/kota se Provinsi Papua dan sebesar Rp. 1,11537 triliun (40%) dialokasikan untuk Pemerintah Provinsi Papua. Pembagian penerimaan telah didasarkan pada Perdasus Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pembagian dan Pengelolaan Penerimaan Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus

2008 Alokasi Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua ditetapkan setara 2% dari plafon DAU Nasional ataur sebesar Rp. 3,590 triliun Pembagian penerimaan didasarkan pada Perdasus Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pembagian dan Pengelolaan Penerimaan Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus. Sejumlah Rp. 1.374.181.353.000 merupakan porsi Kabupaten/Kota. Dana Respek dan infrastruktur sebesar Rp. 1.227.742.897.000 2009 Dilakukan pemisahan antara dana Otonomi Khusus untuk Provinsi Papua dan Papua

Barat.

 Pengalokasian dana Otonomi Khusus Papua sebesar Rp 1.023.918.439.000 (40%) menjadi bagian Provinsi digunakan untuk mendukung program/kegiatan Provinsi Papua di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi masyarakat dan infrastruktur. Sejumlah Rp. 320 miliar disalurkan untuk dana Respek

 Sebesar Rp. 1.265.877.659.000 (60%) dialokasikan kepada Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Papua

 Provinsi Papua Barat menerima alokasi dana otonomi khusus sebesar Rp. 1.718.484.600.000. Alokasi untuk Provinsi sebesar Rp 857.559.380.000

 Sejumlah Rp. 860.925.220.000 didistribusikan kepada kabupaten/kota di wilayah Provinsi Papua Barat

2010  Sejumlah Rp. 1.045.945.915.000 (40%) dari alokasi dana otonomi khusus Papua (sejumlah Rp. 2.694.864.788.000) digunakan untuk mendukung program/kegiatan Provinsi Papua di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi masyarakat dan infrastruktur dan dana Respek sebesar Rp. 350 miliar

 60% dari alokasi dana otonomi khusus Papua dialokasikan kepada kabupaten/kota di wilayah Provinsi Papua

 Provinsi Papua Barat menerima alokasi dana otonomi khusus sebesar Rp. 1.754.942.052.000. Sejumlah Rp. 1.083.182.615.600 dialokasikan untuk

program/kegiatan Provinsi Papua Barat

 Alokasi yang didistribusikan kepada Kabupaten/Kota di wilayah Papua Barat sejumlah Rp. 671.759.436.400

Sumber : Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Pemerintah Provinsi Papua

Jika menilik proporsi dana otonomi khusus dalam APBD, pada level provinsi terdapat proporsi yang cukup besar. Nilai total penerimaan dana Otonomi Khusus Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat sampai tahun 2010 sebesar Rp. 28.842.036.297.420, jika dibandingkan

dengan APBD masing-masing pemerintah provinsi dari TA 2002-2010 mencapai 63,20% dari nilai APBD sebesar Rp. 45.639.072.604.954. Sedangkan total penerimaan dana Otonomi Khusus pemerintah kabupaten/kota di wilayah Papua dan Papua Barat jika dibandingkan dengan keseluruhan penerimaan APBD rata-rata hanya mencapai 10,20% dari nilai APBD.

Proporsi yang relatif kecil ini mengakibatkan terbatasnya pengalokasian untuk pendidikan, kesehatan, pemberdayan ekonomi rakyat, infrastruktur, dibandingkan dengan ketersediaan dana otonomi khusus pada kabupaten/kota7. Perimbangan yang kurang berimbang antara provinsi dan kabupaten/kota ini mengindikasikan perlunya perbaikan dalam mekanisme perimbangan antara provinsi dan kabupaten/kota. Memang otonomi khusus menitikberatkan pada otonomi di level provinsi. Namun mengingat pelayanan kepada masyarakat dan dampaknya sesungguhnya lebih banyak berada di level kabupaten/kota, perlu dukungan dana yang lebih pada kabupaten/kota.

Selama ini juga tidak ada mekanisme yang ideal untuk pengalokasian dana otonomi khusus untuk kabupaten/kota. Pembagian di antara kabupaten/kota diharuskan memberikan perhatian khusus pada daerah-daerah tertinggal. Namun demikian untuk alokasi pada tiap-tiap kabupaten/kota di Provinsi Papua belum didasari oleh pertimbangan secara komprehensif. Sejauh ini yang ada baru bersifat rancangan peraturan daerah dengan mempertimbangkan diantaranya (i) luas wilayah, jumlah penduduk, kondisi geografis dan tingkat kesulitan wilayah, pendapatan asli daerah, pemerimaan pajak bumi dan bangunan, produk domestik regional bruto. Sementara di Provinsi Papua Barat, alokasi kepada kabupaten/kota dilakukan dengan mempertimbangkan Dimensi Keadilan yang mencakup luas wilayah (bobot 20%), jumlah penduduk (bobot 15%), Indeks Kemahalan Konstruksi (bobot 20%), dan jumlah Orang Asli Papua (bobot 45%). Namun terdapat indikasi bahwa kriteria ini sesungguhnya tidak diterapkan dalam pengalokasian dana otonomi khusus bagi kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat (lihat catatan pada box 2). Pembagian alokasi pada kabupaten/kota kurang tidak diikuti dengan target-target pencapaian. Di samping itu tidak ada mekanisme yang jelas terkait dengan mekanisme penyerahan urusan dalam rangka otonomi khusus kepada kabupaten/kota. Hal ini berimbas pada pengelolaan keuangan, dimana terkesan pengalokasian dan kepada kabupaten/kota semata-mata merupakan hibah dari provinsi kepada kabupaten/kota. Alokasi dana otonomi khusus pada kabupaten/kota di wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat dalam kurun waktu 2002-2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

7

Tabel 4.7

Alokasi Dana Otonomi Khusus

Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat

NO KABUPATEN TAHUN (dalam milyar rupiah)

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 1 Kab.Jayapura 44.21 46.90 35.95 28.50 54.48 57.16 60.82 52.66 52.66 2 Kab. Yapen Waropen 42.18 39.69 32.97 29.00 54.08 56.76 60.38 52.28 52.28 3 Kab.Biak Numfor 40.06 32.57 35.19 28.50 55.77 58.53 62.27 53.91 53.91 4 Kab. Nabire 41.92 35.68 35.67 29.00 53.11 55.74 59.30 51.34 51.34 5 Kab.Merauke 33.83 38.30 33.93 28.50 55.31 58.05 61.76 53.47 53.47 6 Kab. Jayawijaya 40.99 34.00 36.28 29.00 61.60 64.65 68.78 59.55 59.55 7 Kab. Paniai 38.00 33.65 36.50 30.30 59.79 62.75 66.75 57.80 57.80 8 Kab. Puncak Jaya 47.10 56.30 38.72 30.30 61.15 64.17 68.27 59.12 59.12 9 Kab. Mimika 25.56 37.05 37.19 28.60 55.77 58.53 62.27 53.91 53.91 10 Kota Jayapura 37.06 33.85 33.41 27.10 52.66 55.26 58.79 50.90 50.90 11 Kab.Waropen - 5.00 30.93 30.10 56.09 64.86 62.63 54.23 54.23 12 Kab. Asmat - 5.00 38.85 31.50 61.80 64.86 69.00 59.74 59.74 13 Kab. Boven Digoel - 5.00 32.97 30.10 59.98 62.95 66.97 57.99 57.99 14 Kab. Mappi - 5.00 32.97 31.10 59.72 64.86 66.68 57.74 57.74 15 Kab. Sarmi - 5.00 33.23 30.25 57.58 60.43 64.29 55.67 55.67 16 Kab. Keerom - 5.00 31.41 30.00 57.00 59.82 63.64 55.10 55.10 17 Kab. Tolikara - 5.00 34.05 31.00 61.80 64.86 69.00 59.74 59.74 18 Kab. Peg. Bintang - 5.00 34.05 31.00 61.80 64.86 69.00 59.74 59.74 19 Kab. Yahukimo - 5.00 38.62 31.50 61.80 64.86 69.00 59.74 59.74 20 Kab.Supiori - - 29.29 29.50 50.71 62.95 56.62 49.02 49.02

21 Kab. Yalimo - - - - - - 5.00 12.77 16.86

22 Kab. Lanny Jaya - - - - - - 5.00 12.77 16.86

23 Kab. Nduga - - - - - - 5.00 12.77 16.86 24 Kab. Puncak - - - - - - 5.00 12.77 16.86 25 Kab. Dogiyai - - - - - - - 12.77 16.86 26 Kab. Memberamo Tengah - - - - - - - 12.77 16.86 27 Kab. Memberamo Raya - - - - - - - 50.18 50.18

28 Kab. Intan Jaya - - - - - - - 12.77 16.86

29 Kab. Deiyai - - - - - - - 12.77 16.86 30 Kab. Manokwari* 46.71 34.29 32.45 28.30 54.48 60.82 60.82 90.95 100.46 31 Kab. Sorong* 48.75 37.96 30.93 27.10 53.56 59.80 59.80 75.56 66.84 32 Kab. Fak-fak* 30.69 32.03 32.71 28.20 56.49 63.06 63.06 67.58 64.55 33 Kab. Teluk Wandama* - 5.00 33.23 30.00 54.73 61.10 61.10 62.46 55.86

NO KABUPATEN TAHUN (dalam milyar rupiah) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 34 Kab. Teluk Bintuni* - 5.00 32.19 30.00 55.77 62.27 62.27 68.15 65.02 35 Kab. Raja Ampat* - 5.00 32.19 30.75 57.00 63.64 63.64 65.00 59.91 36 Kab. Sorong Selatan* - 5.00 33.72 29.50 56.48 63.06 63.06 75.00 66.56 37 Kab. Kaimana* - 5.00 32.19 30.00 55.77 62.27 62.27 67.22 60.50 38 Kota Sorong* 35.71 43.25 33.41 28.10 52.66 58.79 58.79 75.61 73.88 39 Kab.Tambraw* - - - - - - - - 35.00 40 Kab. Maybrat* - - - - - - - - 35.00

Sumber : Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Pemerintah Provinsi Papua

*Kabupaten/Kota di Wilayah Provinsi Papua Barat, Pada Tahun 2002-2003 masih tergabung dalam Provinsi Papua. Kabupaten Tambraw dan Kabupaten Maybrat terbentuk setelah Provinsi Papua Barat dibentuk.

Alokasi dana otonomi khusus yang diberikan kepada kabupaten/kota di Provinsi Papua pada tahun 2010, terlihat bahwa Kabupaten Yakuhimo, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Tolikara, dan Kabupaten Asmat memperoleh dana terbesar dibanding kabupaten/kota lainnya. Masing-masing kabupaten tersebut mendapatkan dana sejumlah Rp. 59.740.000.000. Sementara Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Memberamo Tengah, Kabupaten Intan Jaya, dan Kabupaten Deiyai mendapatkan alokasi terendah, masing-masing sebesar Rp. 16.860.000.000 sedangkan untuk alokasi dana otonomi khusus pada kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat disajikan pada gambar berikut ini.

Gambar 4.5

Sumber : Bappeda Provinsi Papua Barat, Tahun 2010

Dalam Gambar di atas terlihat bahwa Kabupaten Manokwari memperoleh dana terbesar dibanding kabupaten/kota lainnya sebesar Rp. 100.46 Milyar sedangkan terkecil didapat Kabupaten Tambraw dan Kabupaten Maybrat sebesar Rp 35 Milyar. Kedua kabupaten ini merupakan kabupaten baru saja dimekarkan.

Selanjutnya, pada tahun 2009 Pemerintah Provinsi Papua mengalokasikan dana otonomi khusus pada bidang pendidikan sebesar 7,62%. Sementara Pemerintah Provinsi Papua Barat mengalokasikan dana otonomi khusus yang diterima dengan persentase sebesar 15,36%. Untuk bidang kesehatan, persentase anggaran yang dialokasikan di Provinsi Papua Barat relatif sama dengan alokasi pada bidang pendidikan. Sementara di Provinsi Papua persentasenya sekitar 6,07%. Bidang infrastruktur dan ekonomi mendapat porsi yang jauh lebih tinggi. Di Provinsi Papua alokasinya mencapai 55,02%, lebih tinggi daripada 49,31% yang dialokasikan Pemerintah Provinsi Papua seperti yang disajikan pada Gambar di bawah ini:

Gambar 4.6

Proporsi Alokasi Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Papua Barat pada Tiga Bidang Tahun 2009

Sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, penggunaan dana otonomi khusus terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan. Pasal 34 ayat 3 Huruf (c) angka (2) UU itu menyebutkan, penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus. Kabupaten Sorong Selatan memberikan tanggapan yang positif terhadap pemberian dana otonomi khusus dari provinsi tersebut dimana Kabupaten Sorong baru menerima dana otonomi khusus pada tahun 2003, walaupun kebijakan otonomi khusus telah ada pada tahun 2002. Tahap awal lebih memprioritaskan penggunaan dana tersebut kepada bidang pendidikan, dengan membangun sejumlah perpustakaan dan sekolah yang bertipe asrama, hal ini untuk mendorong orang asli Papua yang ada dipelosok untuk bersekolah, karena kesulitan transportasi yang dihadapi sehingga orang asli Papua enggan untuk bersekolah.

Dengan besarnya dana otonomi khusus dalam penyelenggaraan otonomi khusus di Papua dan Papua Barat bagi masyarakat belum merasakan manfaatnya seperti dituturkan oleh salah seorang anggota masyarakat yang dikutip dari Kompasiana, 19 April 2011.

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00

Bidang Pendidikan Bidang Kesehatan Bidang Infrastruktur dan

Ekonomi

Papua Papua Barat

“Kitong sudah dapat otonomi khusus dengan dana yang banyak dari Pemerintah Indonesia karena kitong orang Papua minta merdeka, tapi selama ini saya lihat kitong orang Papua yang ada di kota masih tetap susah hidup. Tidak tahu lagi dengan dong yang ada di kampung-kampung. Saya heran sekali, uang yang banyak-banyak itu lari kemana kah..?”

Hal ini berbeda dengan yang diungkapkan oleh Sekretariat Daerah Sorong Selatan, ketika diskusi terbatas yang diadakan di Kantor Bupati, Sorong Selatan :

“Orang Papua memang mengharapkan dana otonomi khusus adalah seperti dana BLT yang dibagikan langsung, tetapi pemerintah daerah tidak bisa begitu, pengalokasian dana tersebut dilaksanakan melalui program–program yang berpihak kepada orang asli Papua, harusnya masyarakat dapat melihat dari mudahnya pendidikan bagi orang asli Papua, apabila tidak mampu dapat diberikan beasiswa, kemudian sarana kesehatan dengan berbagai kemudahannya, pembangunan Pasar dan mudahnya jalan dimana pembangunan jalan telah baik, dahulu untuk menuju Kota Sorong dibutuhkan paling tidak waktu 1(satu) hari sekarang paling cuma 5 (lima) jam”

Berdasarkan hal tersebut, orang asli Papua mengharapkan dana otonomi khusus dibagikan saja kepada orang Papua tetapi dalam pelaksanaannya pemerintah kabupaten/kota tidak dapat menerapkan seperti itu, pemerintah kabupaten/kota melakukan berbagai program-program yang nantinya akan dapat membantu orang asli Papua, memberi “Kail bukan Ikan”.

Kritik tentang kriteria pengalokasian dana otonomi khusus juga disampaikan oleh Perwakilan Kabupaten Lanny Jaya, seperti yang diuraikan berikut ini:

“Permasalahan geografis kami lebih berat, tetapi anggaran relatif disamakan dengan daerah lain, ini kan tidak adil karena aksesibilitas kami yang sangat terbatas”

Topografi Kabupaten Lanny Jaya merupakan dataran tinggi dengan derajat kemiringan lereng yang cukup terjal dan berada pada ketinggian 1.500 hingga 3.000-an meter di atas permukaan laut. Daerah ini mencakup 80 % dari total wilayah kabupaten tersebut, sisanya berupa dataran rendah dengan topografi yang rata.

Terkait dengan petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis, memang masih menjadi suatu kendala hal ini pula diakui pada pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) di setiap kabupaten. Kurangnya sosialisasi terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah provinsi sehingga kabupaten/kota mengalami ketidaktauan akan peraturan yang ada, sebagai jalan tengah pemerintah kabupaten kadang dalam pelaksanaannya mengambil inisiatif penyerapan dengan terpenting memberikan penyalurannya yang berdasarkan keterpihakan kepada masyarakat asli Papua. Hal yang sama terjadi ketika diskusi terbatas di Kabupaten Merauke, dimana terjadi kebingungan dengan permasalahan alokasi anggaran tersebut.

“Bagaimana peruntukkan bagi tenaga kesehatan non Papua yang bertugas memberikan pelayanan kesehatan bagi orang asli Papua, apakah bisa honorarium dibayarkan kepada tenaga kesehatan tersebut dengan mengunakan dana otonomi khusus?”

Hal ini juga tergambar berdasarkan pernyataan Anggota Komisi XI DPR RI Irene Manibuy yang dikutip oleh KBR68h.com, dikatakan bahwa:

“begitu undang-undang Otonomi Khusus pada tahun 2001 yang disertai dengan dana tentunya jadi tidak sekedar undang-undang, tidak sekedar peraturan tetapi dikucurkan sejumlah dana dari pusat kepada daerah. Cuma sayangnya implementasi secara regulasi yang mengiringi tentang dikucurkan dana itu sampai dengan saat ini tidak ada satu peraturan yang mengatur khusus tentang bagaimana penggunaan dana Otonomi Khusus itu. Kedua pengawasannya secara melekat itu tidak ada, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah”.

Pernyataan yang diamini oleh Kepala Bappeda Kabupaten Sorong Selatan:

“Kita dikasih dana dari provinsi dalam bentuk gelondongan dan dari kabupaten sini langsung dibagikan kepada tiap–tiap SKPD, tanpa petunjuk teknis atau petunjuk pelaksanaaan, monitoring dan evaluasi juga kurang dilakukan oleh pemerintah provinsi”.

Pernyataan senada diungkapkan Gubernur Barnabas Saebu dalam rapat kerja Menteri Keuangan dan Badan Anggaran DPR RI di Gedung DPR, Senin, 6 Desember 2010 yang dikutip vivanews.com bahwa salah satu penyebab dana otonomi khusus tidak sesuai di lapangan dikarenakan ketidaksiapan aparat pemerintahan dalam pengelolaan anggaran yang besar, lemahnya manajemen keuangan juga menjadi sebab tata kelola pemerintah yang baik pemerintah provinsi penerima dana otonomi khusus tidak berjalan dengan semestinya ditambah kurangnya advokasi yang diberikan pemerintah pusat dalam menyusun sistem perencanaan yang benar, pengawasan internal dan laporan akuntabilitas yang benar.

Hal ini diakui oleh Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan yang dikutip di Harian Kompas, 23 November 2011:

“Perubahan yang tidak signifikan pada kesejahteraan masyarakat Papua setelah penggelontoran dana otonomi khusus diakui sebagai akibat kurangnya perencanaan dan pengawasan. Selain itu, peraturan pedoman penggunaan anggaran umumnya belum ada” Hal-hal lain yang perlu menjadi catatan dari alokasi yang telah diterima kabupaten/kota adalah bagaimana pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan dana tersebut kepada program kegiatan. Terdapat daerah yang mengalokasikan dana tersebut tidak pada porsinya sebagaimana yang menjadi prioritas seperti yang diungkapkan oleh Ketua Komisi B Dewan DPRPB, Amos H May, yang dikutip MetroTVNews.com,

“triliunan rupiah dana otonomi khusus bagi Papua dan Papua Barat belum dimanfaatkan secara tepat untuk meningkatkan kesejahteraan orang asli Papua. Program pembangunan yang disusun tidak tepat sasaran, dan malah melemahkan pemberdayaan masyarakatnya. Pembangunan dari dana otonomi khusus belum terlihat nyata hasilnya.