• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jangka Panjang (5 s/d 10 Tahun ke depan)

Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat

E. Strategi Perbaikan Penyelenggaraan Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat

3. Jangka Panjang (5 s/d 10 Tahun ke depan)

Terakhir, dalam jangka panjang diharapkan adanya penyempurnaan terhadap Undang– Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang penyelenggaraan otonomi khusus Papua dimaksudkan agar desain kebijakan lebih operasional, jelas dan mampu menjawab problem kebijakan. Penyempurnaan terkait dengan pasal–pasal yang dianggap penting bagi peningkatan kualitas penyelenggaran otonomi khusus dan yang terpenting adalah garis besar arah penyempurnaan harus jelas dan tetap ditujukan untuk lebih meningkatkan taraf hidup masyarakat asli Papua.

Perbaikan kebijakan ke depan juga perlu mempertimbangkan suatu format kebijakan yang lebih detail dan operasional seperti perlunya pengaturan setingkat PP untuk aspek kewenangan khusus dan keuangan khusus sebagaimana kelembagaan khusus telah diatur dengan PP, sehingga dapat memandu jalannya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Provinsi Papua dan Provinisi Papua Barat secara menyeluruh. Saat ini kebijakan yang ada banyak membutuhkan tindak lanjut kebijakan operasional baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Perdasus maupun Perdasi.

BAB V

PENUTUP

ada bagian ini akan dijelaskan tentang kesimpulan dari peneliti yang telah dilakukan, selain kesimpulan dan saran agar penelitian dengan tema yang serupa dapat lebih baik dan memberikan dampak yang positif bagi penyelenggaran otonomi khusus Papua dan Papua Barat.

A. Kesimpulan

Berdasarkan gambaran yang telah diuraiakan dalam bagian sebelumnnya maka dapat ditarik suatu garis merah atau kesimpulan sebagai berikut :

1. Masalah–masalah dalam level kebijakan yang perlu mendapat perhatian, sebagai bahan pertimbangan ke depan ditemukan beberapa hal sebagai berikut:

a. Tidak adanya petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis mengakibatkan pelaksanaan kewenangan khusus seperti Pendidikan, Kesehatan, Sosial, Ketenagakerjaan dan Lingkungan Hidup yang juga diatur oleh Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, berimplikasi kepada ketidakjelasan urusan-urusan yang harus dikelola sebagai penjabaran kewenangan khusus tersebut dan seringkali terjadi tumpang tindih pengelolaan kewenangan tersebut.

b. Implikasi dari ketidakjelasan penjabaran dan penafsiran secara tepat tentang manajemen penyelenggaraan otonomi khusus, mengakibatkan desain kebijakan perdasus dan perdasi yang sudah diterbitkan/ditetapkan kurang bisa menjadi acuan yang tegas.

c. Belum ada perumusan indikator-indikator keberhasilan pelaksanaan Otonomi Khusus misalnya, pada bidang sosial, bagaimana ruang lingkup dan indicator yang bisa dijadikan ukuran untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan urusan/kewenangan ini. d. Belum ada mekanisme dalam penambahan kuota kursi bagi DPRP yang diamanatkan

Undang–Undang Otonomi Khusus tersebut.

e. Belum terbangunnya pola dan mekanisme kerja kewenangan antara ketiga institusi strategis (DPRP/DPRPB, Pemerintah Provinsi, dan MRP) mengakibatkan kinerjanya yang tidak optimal, ketidakjelasan hubungan dan pola kerja di antara lembaga-lembaga ini mengakibatkan munculnya “konflik kepentingan” bermain pada ranah yang tidak jelas.

2. Implementasi Kebijakaan Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat terkait pengaturan dan pelaksanaan pengelolaan keuangan, kewenangan khusus, lembaga khusus dan kekhususan lainnya:

a. Jumlah dana Otonomi Khusus dan dana tambahan infrastruktur yang telah diserahkan kepada Provinsi Papua dan Papua Barat dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan, pengalokasian dana otsus dari pemerintahan provinsi kepada Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai pelaksana kebijakan dilakukan sebesar 60% Pemerintah Provinsi dan sisanya 40% dibagikan kepada seluruh kabupaten/kota di Provinsi Papua sedangkan pada Provinsi Papua Barat, Kabupaten/Kota mendapat proporsi alokasi yang lebih tinggi yaitu 70% untuk Provinsi dan 30% untuk Pemerintah Kabupaten/Kota. Penglokasian pada tiap–tiap Kabupaten/Kota dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk, kondisi geografis dan tingkat kesulitan wilayah, pendapatan asli daerah, pemerimaan pajak bumi dan bangunan, produk domestik regional bruto (PDRB) diharapkan dana Otonomi Khusus dapat memperkuat kemampuan keuangan Pemerintah Provinsi Papua serta pemerintah kabupaten dan kota dalam rangka percepatan pembangunan dengan tujuan mendukung pelaksanaan otonomi khusus Papua, meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat dan mengurangi kesenjangan pembangunan antar sektor, antar wilayah, serta antar desa-kota.

b. Dalam lembaga khusus, fungsi DPRP tidak memiliki peran dan fungsi secara langsung dalam mewujudkan perlindungan hak–hak asli orang Papua, keterberpihakan kepada masyasarkat asli Papua diwujudkan ketika pembahasan dan penetapan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) yang melibatkan hubungan kerja antara DPRP, MRP dan Gubernur.

c. Dalam penyelenggaraan otonomi khusus, telah banyak hal yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota terkait 6 (enam) bidang kewenangan khusus yang harus dipenuhi yaitu: perekonomian, pendidikan dan kebudayaan, kesehatan, kependudukan dan ketenagakerjaan, lingkungan hidup dan sosial dengan kebijakan `affirmative action` atau keberpihakan pada orang asli Papua seperti program pendidikan dan kesehatan gratis, penggratisan beras bagi masyarakat miskin, beasiswa bagi mahasiswa hingga program strata tiga, pengutamaan orang asli Papua dalam penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil dan pembangunan pasar tradisional sebagai pusat pemberdayaan ekonomi kerakyatan bagi orang asli Papua.

d. Perdasus dan Perdasi sebagai pedoman penyelenggaraan otonomi khusus telah ada yang diterbitkan dan menjadi acuan pelaksanaan bagi Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota walaupun belum sesuai target yang diharapkan.

3. Permasalahan kebijakan dan implementasi penyelenggaraan otonomi khusus Papua dan Papua Barat, terkait dengan pengelolaaan keuangan khusus dan pelaksanaan kewenangan khusus dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Aspek Keuangan Khusus dan Pengelolaannya

- Alokasi dana dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Namun pengelolaan dana otonomi khusus dalam prakteknya belum berjalan secara optimal.

- Belum adanya acuan yang jelas dalam pengelolaaan dana otonomi khusus tersebut, sehingga pemerintah kabupaten/kota dalam pelaksanaannya seringkali mengalami kebingungan dalam hal pengalokasiannya. Setelah diterbitkannya Peraturan Gubernur yang mengatur pengelolaan dana otonomi khusus, program dan kegiatan mulai lebih terarah pada sektor prioritas. Namun keberadaan peraturan ini belum optimal dan masih dijumpai ketidaksesuaian pengelolaan dana dengan prioritas otonomi khusus.

- Pengaturan masalah pembagian dana otonomi khusus yang didistribusikan pemerintah provinsi kepada tiap kabupaten/kota masih belum jelas pengaturannya. Keberadaan jumlah penduduk asli Papua dan kondisi ketertinggalan belum sepenuhnya menjadi pertimbangan.

b. Aspek Kelembagaan Khusus

- DPRP/DPRPB masih belum memperhatikan kepentingan orang asli Papua, sehingga tujuan utama penyelenggaraan otonomi khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat yaitu proteksi terhadap keberadaan orang asli Papua masih sering terabaikan. - Keberadaan MRP Provinsi Papua dan MRP Provinsi Papua Barat yang merupakan

lembaga kultural yang relatif baru, masih memerlukan penguatan terhadap anggota dalam memahami tugas dan wewenang, hak dan kewajibannya baik sebagai anggota MRP Provinsi Papua dan MRP Provinsi Papua Barat, maupun sebagai lembaga khusus.

c. Aspek Kewenangan Khusus

Dalam pelaksanaan 6 (enam) bidang kewenangan khusus, terdapat berbagai permasalahan sebagai berikut:

- Sektor ekonomi dalam pelaksanaan otonomi khusus Papua dan Papua Barat merupakan salah satu sektor yang mendapat perhatian khusus. Pemerintah Papua

telah mencoba menerjemahkan kebijakan tersebut dengan menerbitkan perdasus tentang ekonomi berbasis kerakyatan dan keberpihakan pada masyarakat adat dalam mendapat manfaat ekonomi dalam pengelolaan hutan. Di level kabupaten/kota telah diupayakan berbagai program ekonomi kerakyatan namun hasilnya belum optimal. Program pemberdayaan ekonomi kerakyatan efeknya kurang terasa dalam pembangunan perekonomian.

- Sektor pendidikan dalam pelaksanaan otonomi khusus di Papua dan Papua Barat mendapat perhatian yang lebih. Pendidikan selama pelaksanaan otonomi khusus diterjemahkan beragam oleh Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam berbagai program-program peningkatan prasarana serta peningkatan kuantitas dan kualitas pendidik. Sejumlah program juga diterapkan untuk meningkatkan tingkat pendidikan putra-putri asli Papua. Terdapat peningkatan partisipasi sekolah di berbagai jenjang usia pendidikan. Ada indikasi perbaikan di bidang pendidikan, meskipun hasilnya belum optimal dan memerlukan perbaikan dalam kualitas pendidikan berupa ketersediaan sarana pendidikan dan sumber daya manusia pendidiknya. Bidang pendidikan mendapat dukungan yang besar dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan juga sumber utamanya APBD.

- Selama ini implementasi otonomi khusus di bidang kesehatan belum diatur dengan perdasus. Perdasus pelayanan kesehatan baru ditetapkan tahun 2010 dan belum tersosialisasikan dengan baik. Kewajiban memberikan pelayanaan kesehatan bagi penduduk belum dilaksanakan secara memadai, masyarakat masih mengalami kesulitan mengakses pelayanan kesehatan, terutama karena minimnya sarana pelayanan kesehatan dan tenaga bidang kesehatan. Terdapat berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit endemis dan/atau penyakit-penyakit yang membahayakan kelangsungan hidup penduduk, namun masih belum optimal. Demikian halnya dengan program-program perbaikan dan peningkatan gizi penduduk, meski ada indikasi penurunan secara makro, namun angka penderita gizi buruk dan kurang masih signifikan di kedua provinsi. Peningkatan ketersediaan sarana pelayanan kesehatan, perlu terus ditingkatkan karena kondisinya masih sangat kekurangan, khususnya pada daerah-daerah yang sulit dijangkau dan daerah pemekaran. Sumber daya manusia juga menjadi persoalan yang serius dalam pelaksanaan otonomi khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat. Di samping kurangnya tenaga kesehatan yang ada, persoalan lain terkait sumber daya manusia juga menyangkut lemahnya kemampuan manajerial dan keuangan.

- Pembangunan infrastruktur dalam rangka otonomi khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat telah dilaksanakan dalam berbagai bentuk pembangunan sarana dan prasarana fisik. Namun ada kecenderungan bahwa sasaran program infrastruktur yang dilakukan belum sepenuhnya mengacu pada upaya penerobosan isolasi daerah yang upaya mempermudah aksesibilitas. Hal ini menjadikan pelaksanaan otonomi khusus dalam pembangunan infrastruktur tidak sejalan dengan esensinya. Kondisi ini bisa saja terkait dengan ketiadaan juknis yang jelas dalam pemanfaatan dana otonomi khusus. Implementasi pembangunan infrastruktur dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat juga diwarnai berbagai masalah mulai dari masalah teknis pendanaan yang mengalami keterlambatan, kondisi medan geografis yang sulit, dan kendala pembebasan tanah ulayat.

- Upaya untuk melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian terhadap pertumbuhan penduduk di Provinsi Papua dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus telah dilakukan di antaranya melalui penerbitan Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 15 Tahun 2008 tentang Kependudukan, sementara di Provinsi Papua Barat belum ada perdasus yang mengatur tentang kependudukan. Di satu sisi hal ini dapat membantu menyediakan data dan informasi tentang keberadaan penduduk asli Papua. Namun demikian, ada kecenderungan untuk memberikan tindakan diskriminatif terhadap penduduk asli Papua dan bukan asli Papua. Upaya untuk mempercepat terwujudnya pemberdayaan, peningkatan kualitas dan partisipasi penduduk asli Papua dalam semua sektor pembangunan yang diamanatkan dalam kebijakan otonomi khusus tidak dimaksudkan untuk memberikan diskriminasi antara penduduk asli Papua dan bukan asli Papua dalam memberikan kesempatan bekerja. Namun yang perlu diperhatikan adalah bagaimana meningkatkan kemampuan dan keahlian masyarakat asli Papua untuk bisa lebih berdaya saing dalam memperoleh pekerjaan. Meski angka pengangguran terbuka mengalami penurunan pada beberapa tahun terakhir ini di Provinsi Papua maupun Papua Barat, namun kondisi tingkat pengangguran terbuka masih mengindikasikan perlunya upaya yang lebih baik. Perhatian untuk pelaksanaan otonomi khusus bagi bidang kependudukan dan tenaga kerja masih perlu ditingkatkan.

- Dalam bidang lingkungan hidup, upaya pengelolaan lingkungan diantaranya telah dilakukan dengan menerbitkan perdasus telah diterbitkan perdasus tentang pengelolaan lingkungan hidup dan pengelolaan hutan berkelanjutan di Provinsi Papua. Sementara untuk Provinsi Papua Barat belum ada perdasus yang mengatur

tentang hal tersebut. Meski telah ditetapkan, namun perdasus yang ada belum sepenuhnya menjadi acuan dan belum banyak diterapkan pada upaya-upaya yang konkrit. Upaya pelestarian lingkungan, pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan, perlindungan sumber daya alam hayati, sumber daya alam nonhayati, sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, dan keanekaragaman hayati, pengelolaan hutan lindung serta pegelolaan perubahan iklim perlu ditingkatkan.

- Permasalahan lainnya dalam bidang lingkungan hidup ini adalah belum adanya lembaga independen dalam penyelesaiaan sengketa lingkungan kemudian juga diikuti dengan sarana prasarana pendukung dan terakhir SDM yang berlatar belakang lingkungan hidup.

- Bidang sosial belum tertangani dengan baik dalam pelaksanaan otonomi khusus. Dana Otonomi Khusus yang diberikan untuk membiayai bidang sosial masih sangat terbatas dan bidang ini cenderung tidak mendapatkan perhatian yang memadai. Karena minimnya perhatian dari pemerintah dalam hal pendanaan, penanganan masalah sosial menjadi kurang optimal. Dalam bidang sosial, dengan spektrum yang sangat luas yang diatur harus ada pengaturan yang jelas antara mana yang menjadi ranah penyelenggaraan otonomi khusus menurut UU Nomor 21 Tahun 2011 dan mana yang menjadi ranah UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah sehingga memerlukan kejelasan hal-hal yang ingin dicapai melalui pelaksanaan otonomi khusus di bidang sosial.

d. Perdasi dan Perdasus

Keterlambatan penyusunan, pembahasan dan penetapan perdasi dan perdasus selain disebabkan permasalahan keterlambatan legislasi seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, permasalahan anggaran juga masih menjadi kendala klasik

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian tersebut, untuk keberhasilan implementasi kebijakan penyelenggaraan otonomi khusus Papua dan Papua Barat, maka diajukan saran sebagai masukan bagi perbaikan implementasi program ini dimasa yang akan datang sebagai berikut:

1. Dalam tahapan Implementasi Kebijakan Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat diajukan beberapa saran yang dapat memperbaiki pelaksanaannya dilapangan sebagai berikut:

a. Perlu adanya acuan yang jelas mengenai pengaturan bersama dalam hal penggunaan, pengalokasian dan transfer dana otonomi khusus selain itu diperlukan juga pengawasan dalam bentuk monitoring dan evaluasi yang lebih efektif dan efisien sehingga dana otonomi khusus benar-benar jelas pemakaiannya.

b. Perlu adanya Juklak dan Juknis yang mengiringi penggunaan dana Otonomi Khusus agar lebih tepat sesuai dengan tujuan otonomi khusus sehingga ada ketegasan tentang bagaimana pencapaian sasaran/target yang harus dilakukan terkait penggunaan dana otonomi khusus.

c. Diperlukan perbaikan dalam manajemen keuangan otonomi khusus mulai dari perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, sampai pada tahapan monitoring dan evaluasi sesuai dengan sistem pengelolaan keuangan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi khusus Provinsi Papua dan Papua Barat, untuk terciptanya akuntabilatas dan transparansi pengelolaan dana otonomi khusus. Diperlukan upaya perbaikan dalam mekanisme dan perhitungan pengalokasian dana otonomi khusus Papua dan Papua Barat dengan lebih memperhatikan jumlah penduduk asli Papua dan kondisi ketertinggalan di setiap kabupaten/kota. Selain itu perlu adanya perbaikan dalam mekanisme transfer dari pusat ke provinsi, sehingga tidak terjadi keterlambatan dropping dana Otonomi Khusus.

d. Peningkatan kapasitas yang berkesinambungan terhadap sumber daya yang ada bukan hanya lembaga khusus tetapi juga seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam penyelenggaraan otonomi khusus Papua, seperti halnya Anggota DPRP/DPRPB dan Aparatur Pemerintah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. e. Pengelolaan dana otonomi khusus harus dilakukan secara transparan melalui

laporan pertanggungjawaban publik dengan demikian fungsi kontrol akan berjalan efektif, sesuai dengan mekanisme yang berlaku untuk pengelolaan keuangan daerah.

f. Perlu pengaturan yang jelas, mana yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus dan mana yang diatur Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah seperti pengaturan bidang pendidikan, kesehatan, sosial dimana bidang-bidang tersebut juga sudah ada Standar Pelayanan Minimal, dengan memperhatikan situasi dan kondisi di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

g. Perdasi-perdasus perlu lebih disosialisasikan oleh pemerintah provinsi dan diikuti dengan upaya-upaya konkrit dari pemerintah kabupaten/kota.