• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rata-rata lama sekolah

PEMERINTAH PUSAT

NO NAMA WAKIL PENDIDIKAN

3) Rata-rata lama sekolah

Rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk berumur 15 tahun atau lebih untuk menempuh suatu jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani.

Untuk Provinsi Papua Barat, Angka rata–rata lama sekolah di Provinsi Papua Barat dari tahun 2006–2010 terjadi peningkatan walaupan bergerak lambat dimana pada tahun 2006 rata–rata lama sekolah adalah sebesar 7,2 tahun, pada tahun 2007 sebesar 7,65 tahun, pada tahun 2008 sebesar 7,67 tahun, pada tahun 2009 sebesar 8,01 tahun dan tahun 2010 meningkat sebesar 8,21 tahun. Rata – rata lama sekolah dapat dilihat pada grafik di bawah :

Gambar 4.19

Rata–rata lama sekolah di Provinsi Papua Barat Tahun 2006 - 2010

Sumber : Badan Pusat Statistik, tahun 2006-2010

Dari gambar grafik tersebut, angka rata-rata lama sekolah di Provinsi Papua Barat pada tahun 2009-2010 mencapai 8,01 tahun dan 8,21 tahun atau mengalami peningkatan sebesar 0,20 tahun. Untuk tahun 2008 mencapai 7,67 tahun dengan perubahan yang sangat lambat yaitu sebesar 0,02 dari tahun 2007 berbeda dengan tahun 2006–2007 mengalami perubahan yang cukup besar yaitu sebesar 0,45 tahun. Untuk perubahan angka rata–rata lama sekolah di Provinsi Papua Barat dari tahun 2006–2010 dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.

Gambar 4.20

Perubahan rata–rata lama sekolah Provinsi Papua Barat Tahun 2005-2010

Sumber : Badan Pusat statistik, tahun 2006-20010

Angka rata–rata 8,21 tahun mengandung arti bahwa rata-rata penduduk provinsi Papua Barat hanya mengenyam pendidikan samapi dengan kelas 2 SLTP atau putus sekolah pada kelas 3 SLTP, hal ini berarti bahwa dari tahun 2006–2010 kondisi pendidikan masyarakat di Provinsi Papua Barat semakin membaik, sedangkan di Provinsi Papua rata-rata lama sekolah tahun 2010 pencapaian angka 6,4 tahun berarti rata-rata penduduk Provinsi Papua hanya mengenyam pendidikan sampai dengan kelas 6 SD.

Tingkat pendidikan sebagaimana diuraikan di atas merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yaitu suatu alat pengukuran keberhasilan yang dilihat dari seberapa besar permasalahan mendasar di masyarakat dapat teratasi seperti kemiskinan, penggangguran, gizi buruk dan buta huruf. Secara nasional IPM Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat tahun 2008 masih tergolong rendah dari 33 Provinsi (BP3D RI, 2009). Hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.22 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi secara Nasional Tahun 2008

No Provinsi IPM No Provinsi IPM

1 2 3 4 5 6

1 Aceh 70,76 18 Nusa Tenggara Barat 64,12

2 Sumatra Utara 73,29 19 Nusa Tenggara Timur 66,15

3 Sumatra Barat 72,96 20 Kalimantan Barat 68,17

4 Riau 75,09 21 Kalimantan Tengah 73,88

5 Jambi 71,99 22 Kalimantan Selatan 68,72

6 Sumatra Selatan 72,05 23 Kalimantan Timur 74,52

7 Bengkulu 72,14 24 Sulawesi Utara 75,16

8 Lampung 70,30 25 Sulawesi Tengah 70,09

9 Bangka Belitung 72,19 26 Sulawesi Selatan 70,22

10 Kepulauan Riau 74,18 27 Sulawesi Tenggara 69,00

11 DKI Jakarta 77,03 28 Gorontalo 69,29

12 Jawa Barat 71,12 29 Sulawesi Barat 68,55

No Provinsi IPM No Provinsi IPM

1 2 3 4 5 6

14 Yogyakarta 74,88 31 Maluku Utara 68,18

15 Jawa Timur 70,38 32 Papua Barat 67,95

16 Banten 69,70 33 Papua 64,00

17 Bali 70,98

Sumber : Badan Pusat Statistik, Tahun 2008.

Dari tabel diatas terlihat bahwa IPM secara nasional pada tahun 2008, baik Provinsi Papua maupun Provinsi Papua Barat masih berada pada kisaran terendah dibandingkan dengan provinsi lainnya, oleh sebab itu diperlukan kerja keras dalam perbaikan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan otonomi khusus Papua dan Papua Barat diharapkan merupakan salah satu upaya dalam mengejar ketertinggalan dengan provinsi lainnya.

c. Kesehatan

Pasal 59 dan 60 UU Nomor 21 tahun 2001, mengatur mengenai sektor kesehatan dimana pada Pasal 59 disebutkan bahwa pemerintah rovinsi berkewajiban menetapkan standard mutu dan memberikan pelayanaan kesehatan bagi penduduk. Selain itu pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten diwajibkan untuk dapat mencegah dan menanggulangi penyakit–penyakit endemis dan/atau penyakit–penyakit yang membahayakan kelangsungan hidup penduduk. Kemudian, disebutkan juga bahwa setiap penduduk Papua berhak memperoleh pelayanan kesehatan dengan beban masyarakat serendah–rendahnya. Selanjutnya, dalam pasal 60 disebutkan dengan kewajiban bagi pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota untuk merencanakan dan melaksanakan program–program perbaikan dan peningkatan gizi penduduk yang pelaksanaannya dapat melibatkan lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat dan dunia usaha yang memenuhi persyaratan.

Sektor pendidikan dalam pelaksanaan otonomi khusus di Papua dan Papua Barat mendapat perhatian yang lebih. Pendidikan selama pelaksanaan otonomi khusus diterjemahkan beragam oleh Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam berbagai program-program peningkatan prasarana serta peningkatan kuantitas dan kualitas pendidik. Sejumlah program juga diterapkan untuk meningkatkan tingkat pendidikan putra putri asli Papua. Terdapat peningkatan partisipasi sekolah di berbagai jenjang usia pendidikan. Ada indikasi perbaikan di bidang pendidikan, meskipun hasilnya belum optimal dan memerlukan perbaikan dalam kualitas pendidikan, maupun kualitas dan ketersediaan sarana pendidikan dan sumberdaya manusia pendidiknya. Bidang ini mendapat dukungan yang besar dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan juga sumber utamanya APBD. Diperlukan petunjuk pelaksanaan yang mengiringi tentang penggunaan dana otsus agar lebih tepat sesuai dengan tujuan otonomi khusus sehingga ada ketegasan tentang bagaimana pencapaian-pencapaian yang harus dilakukan terkait penggunaan dana otonomi khusus di bidang pendidikan.

Bidang kesehatan pada pelaksanaan otonomi khusus diarahkan pada peningkatan mutu lingkungan hidup yang sehat dan mendukung tumbuh dan berkembangnya anak dan remaja, pemenuhan kebutuhan dasar untuk hidup sehat, pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan serta mencegah terjadinya resiko penyakit, peningkatan jumlah dan mutu tenaga medis dan paramedis, serta penyediaan prasarana dan sarana kesehatan dan obat-obatan.

Dari sisi pembiayaan otonomi khusus untuk bidang kesehatan yang dialokasikan Pemerintah Provinsi Papua, terdapat kecenderungan peningkatan yang cukup signifikan pada kurun tahun anggaran 2005-2011. Tahun Anggaran 2002 tercatat dana yang digulirkan berjumlah 87,24 milyar rupiah. Pada tahun anggaran berikutnya turun menjadi 85,19 milyar rupiah. Pada tahun 2004 dana tersebut turun menjadi 63,90 milyar rupiah.

Masalah kesehatan di Papua masih belum tertanggani secara baik akibat pelayanan kesehatan yang belum memuaskan dengan minimnya sarana pelayanan dan alat–alat kesehatan mulai dari Puskesmas hingga se tingkat Rumah Sakit. Provinsi Papua, dengan wilayah yang cukup luas dan kondisi geografis yang cukup sulit, memerlukan dukungan sarana kesehatan yang memadai. Dengan rata-rata jarak dari provinsi ke kabupaten yang cukup jauh, diperkirakan biaya biaya rata-rata perjalanan dari provinsi ke kabupaten berkisar Rp. 4.252.000,-, Sementara rata-rata biaya diperlukan dari Puskesmas ke desa berkisar Rp 1.044.000,-.15 Situasi ini jelas memperlihatkan perlunya mendekatkan sarana-sarana pelayanan kesehatan pada masyarakat, salah satunya untuk menurunkan biaya yang harus ditanggung masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Gambaran perkembangan bidang kesehatan secara umum dapat diuraikan sebagaimana berikut. Aspek yang utama mendapat sorotan dalam hal ini adalah ketersediaan sarana kesehatan dan tenaga bidang kesehatan. Hal ini mengingat kebutuhan ini sangat mendasar yang perlu dipenuhi untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

1) Sarana Kesehatan

Berdasarkan distribusinya baik Provinsi Papua maupun Provinsi Papua Barat tidak semua kabupatennya memiliki rumah sakit sendiri. Dari 29 Kabupaten yang ada di Provinsi Papua pada tahun 2010 hanya 16 Kabupaten yang memiliki rumah sakit sendiri sedangkan 13 Kabupaten lainnya tidak memiliki rumah sakit.

Gambar 4.21

Jumlah Rumah Sakit Dan Rasio Penduduk Terhadap Rumah Sakit per 10.00 penduduk Tahun 2010 Provinsi Papua

15

Sumber : Badan Pusat Statistik Dan Hasil Data Diolah.

Kondisi yang berbeda dialami oleh Provinsi Papua Barat pada tahun 2010 hampir setiap kabupaten telah memiliki rumah sakit, adapun 4 (empat) kabupaten yang belum memiliki, 2 (dua) kabupaten tersebut merupakan kabupaten pemekaran baru yaiut Kabupaten Maybrat dan Kabupaten Tambrauw. Kabupaten Raja Ampat dimana pada tahun 2010 ini baru memiliki 1 (satu) rumah sakit setelah tahun sebelumnya belum memiliki.

Jumlah rumah sakit di Provinsi Papua Barat hanya berjumlah 13 unit, 6 (enam) diantaranya berada di Kota Sorong dan 3 (tiga) di Kabupaten Manokwari dan 1 (satu) di Kabupaten lainnya seperti Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Sorong, Kabupaten Kaimana dan Kabupaten Fakfak. Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Maybrat dan Kabupaten Tambrauw belum memiliki rumah sakit.

Gambar 4.22

Jumlah Rumah Sakit dan Rasio Penduduk Terhadap Rumah Sakit per 10.000 Penduduk Tahun 2010 Provinsi Papua Barat

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Hasil Data Diolah

Dilihat dari rasio penduduk terhadap rumah sakit pada Provinsi Papua tercatat Kabupaten Pengunungan Jaya Wijaya memiliki rasio yang paling besar yaitu 1:196.100 artinya satu rumah sakit di Kabupaten tersebut harus melayani sebanyak 196.100 penduduk atau dapat dikatakan bahwa semua penduduk di Kabupaten Pengunungan Jayawijaya hanya terlayani oleh satu rumah sakit saja. Sementara untuk Papua Barat tercatat bahwa Kabupaten Sorong selatan memiliki rasio yang paling besar yaitu 1:70.600. artinya 70.000 penduduk Kabupaten Sorong selatan hanya terlayani oleh 1 (satu) rumah sakit saja.

Sarana pelayanan kesehatan di Provinsi Papua, meski cenderung mengalami peningkatan jumlahnya, namun belum mencukupi. Perkembangan jumlah sarana pelayanan kesehatan di Provinsi Papua dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 4.23

Perkembangan Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan di Provinsi Papua Tahun 2006-2010

SARANA PELAYANAN