• Tidak ada hasil yang ditemukan

BADAN JASMANI JUGA TANPA INT

ANATTALAKKHAöA SUTTA Bagian Keempat

BADAN JASMANI JUGA TANPA INT

Tetapi ketika badan dianalisa secara batin, terlihat bahwa badan bagaikan gumpalan buih yang tanpa inti – hanyalah gabungan dari tiga puluh dua bagian-bagian yang menjijikkan yaitu, rambut kepala, bulu badan, kuku, kuku kaki, gigi, kulit, daging, otot, tulang, dan sebagainya. Pada analisa lebih jauh, terlihat sebagai gabungan partikel-partikel sub-atomis kecil, yang tidak terlihat oleh mata telanjang. Ini dapat diumpamakan sebagai gundukan pasir yang terdiri dari partikel-partikel pasir kecil. Atau, kita dapat mengambil contoh tepung beras atau tepung gandum yang terdiri dari partikel-partikel serbuk beras atau serbuk gandum. Ketika direndam dalam air yang cukup, ia berubah menjadi adonan, gumpalan yang memiliki inti; yang dapat menjadi sangat besar dengan menggunakan banyak tepung. Adonan yang memiliki inti itu dapat dibentuk menjadi patung manusia berukuran besar tetapi tidak padat,

karena terdiri dari gabungan partikel halus serbuk beras atau gandum. Demikian pula, badan ini bukanlah gumpalan padat tetapi terdiri dari partikel-partikel kecil dari materi yang berkumpul dalam satu bongkahan besar, dan seperti halnya gumpalan buih itu, hampa dari materi inti.

Tidak ada inti yang permanen, tidak ada substansi yang indah, tidak ada entitas hidup yang disebut diri. Kualitas materi yang terlihat membentuk sebagian dari tubuh. Buang kualitas terlihat itu dan badan akan menjadi hampa dari bentuk. Unsur luas dari tanah (pathavī) membentuk bagian tubuh yang terwujud

dalam sentuhan sebagai kasar, halus, keras atau lunak. Unsur panas atau dingin; unsur gerak membentuk bagian lainnya dari tubuh. Buang tiga unsur ini dan tubuh manusia yang dapat disentuh dan dirasakan tidak akan ada lagi. Kualitas materi bau juga membentuk bagian dari tubuh. Karenanya, badan manusia dapat dirasakan dari baunya; buang lagi bau ini dan tidak ada lagi yang tersisa yang dapat digunakan untuk mengenali atau mengidentifikasi tubuh manusia.

Kita melihat benda-benda karena kita memiliki kualitas materi sensitif dari mata; tanpanya tubuh tidak melihat apapun seperti halnya orang buta. Kita juga memiliki kualitas materi sensitif telinga yang memungkinkan kita mendengar; kualitas materi sensitif hidung yang memungkinkan kita mengenali bau- bauan; kualitas materi badan yang karenanya kita menerima sensasi sentuhan. Semua kualitas materi yang kecil namun berguna ini bersama-sama menjadi bentuk dari tubuh manusia, secara keseluruhan berguna untuk fungsinya. Tanpanya, tubuh manusia menjadi tidak berguna. Sesungguhnya, tanpa semua bagian-bagian ini bentuk manusia tidak mungkin ada. Seperti disebutkan di atas, jika bagian-bagian pembentuk itu dihancurkan sehingga terpisah-pisah, maka tubuh manusia tidak akan ada lagi. Yang tertinggal hanyalah partikel- partikel halus dari materi. Lebih jauh lagi, kualitas-kualitas materi sensitif ini seperti mata, obyek terlihat tidak ada secara

permanen dan bertahan lama. Mereka terus-menerus muncul dan lenyap, yang baru muncul menggantikan yang lama. Demikianlah tubuh ini bagaikan segumpal buih, hanya terdiri dari sekumpulan kualitas materi tanpa inti.

Ketika tubuh ini diperiksa dan dianalisa secara teliti, seseorang harus memulai dari di mana fenomena menampakkan dirinya dengan nyata. Ketika berjalan, kualitas materi luas dan gerak menjadi sangat menonjol. Oleh karena itu, sesuai dengan khotbah Satipatthàna, ‘gacchantovà gacchanàmīti pajànàti’

(Ketika berjalan mengetahui ‘Aku sedang berjalan’), Yogī harus mencatat, ‘jalan, jalan, naik, melangkah, turun, dan seterusnya’. Ketika berdiri, Yogī harus mencatat, ‘berdiri, berdiri’; ketika duduk, ‘duduk, duduk, menyentuh, menyentuh, naik, turun, dan seterusnya;’ ketika bagian-bagian tubuh terlihat, harus dicatat sebagai ‘melihat, melihat’; ketika bau badan tercium, ‘mencium, mencium’; ketika anggota badan digerakkan dan diregangkan, ‘meregang, meregang, bergerak, merubah.’ Ketika konsentrasi menjadi lebih kuat dengan mencatat dengan penuh kewaspadaan seperti dijelaskan; Yogī memahami bahwa tindakan berjalan terdiri dari keinginan untuk berjalan dan gerakan dan perluasan. Tindakan berdiri dan duduk terdiri dari keinginan untuk berdiri atau duduk diikuti serangkaian gerakan dan perluasan. Demikian pula, dengan membungkuk, meregang dan merubah postur. Dalam tindakan melihat, ada kesadaran-mata dan obyek terlihat; dalam mencium, kesadaran-hidung dan bau-bauan. Masing- masing fenomena ini terlihat muncul sesaat, hanya untuk lenyap dengan segera. Bagian-bagian tubuh, tangan dan kaki, kepala, bentuk tubuh tidak lagi dirasakan dan dikenali seperti demikian. Mereka muncul hanya sebagai proses jasmani yang berkesinambungan, muncul dan lenyap terus-menerus. Pada tingkat itu, Yogī memahami oleh dirinya sendiri bagaimana tubuh ini bagaikan segumpal buih.

Melihat demikian, Yogī memahami bahwa råpa adalah tidak kekal, penuh dengan penderitaan yang mengerikan karena terus-menerus muncul dan lenyap. Tanpa-diri karena tidak terjadi seperti yang diinginkan seseorang tetapi menuruti kondisinya sendiri; bukan materi inti seseorang, tidak dapat diatur, tidak dapat dikendalikan.

Råpa adalah bagaikan buih, Tidak stabil, tidak kekal; Terus-menerus muncul, lenyap Ini adalah penderitaan, tanpa diri.

VEDANâ ADALAH BAGAIKAN GELEMBUNG

Vedanà diumpamakan sebagai gelembung udara. Ketika tetes hujan jatuh di atas permukaan air, kantung-kantung kecil udara terlihat terjebak di dalam dinding air yang mengelilinginya membentuk gelembung-gelembung kecil. Anak-anak kecil membuat gelembung-gelembung seperti itu untuk bermain- main, dengan meniup dari pipa tiupan. Kumpulan dari gelembung-gelembung kecil ini membentuk segumpal buih. Gelembung-gelembung ini terbentuk setiap saat tetes hujan jatuh di atas permukaan air hanya untuk lenyap seketika. Vedanà

yang mengalami sensasi mirip dengan gelembung-gelembung ini, karena sifatnya yang lenyap setelah muncul yang terjadi terus-menerus. Ini selaras dengan apa yang telah diketahui Yogī itu melalui pengetahuan pribadi, tetapi berbeda dengan anggapan orang-orang biasa. Karena pandangan orang-orang biasa, saat melihat suatu obyek yang indah, adalah bahwa pemandangan yang indah itu bertahan dalam waktu yang cukup lama.

Ketika suatu pemandangan yang tidak menyenangkan telah terlihat selama beberapa saat, mereka berpikir bahwa itu juga akan berlangsung lama. Obyek-obyek biasa, yang

bukan menyenangkan dan juga bukan tidak menyenangkan, juga dianggap bertahan lama, bertahan selamanya. Dengan cara yang sama, apapun yang menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk didengar, dipercaya bertahan lama. Khususnya, perasaan menyakitkan dianggap bertahan selama berhari-hari, berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Demikianlah, pandangan orang-orang biasa terhadap perasaan tidak seperti apa yang sebenarnya terjadi – yang lenyap dengan cepat seperti gelembung udara. Untuk secara pribadi memahami kebenaran ini, seseorang harus mengamati terus- menerus proses batin-jasmani yang terjadi dalam tubuhnya. Jika terus-menerus mengamati proses batin-jasmani, Yogī akan melihat pada tingkat Udayabbaya dan Bhaïga ¤àõa, bahwa apapun yang menyenangkan, tidak menyenangkan untuk dilihat, didengar, dicium, lenyap dengan segera. Khususnya, lenyapnya rasa sakit adalah sangat jelas. Mengamati perasaan menyakitkan sebagai ‘menyakitkan, menyakitkan’, pada setiap pencatatan terlihat lenyapnya tiap-tiap rasa sakit itu. Pada tingkat Samàsana ¤àõa, perasaan menyakitkan menjadi lebih hebat dan lebih sering terlihat. Pada setiap pencatatan, rasa sakit dari setiap titik pengamatan lenyap; demikianlah rasa sakit dari satu titik lenyap saat dicatat, dari tempat lainnya juga lenyap saat dicatat, itu berlangsung terus-menerus dengan cara yang sama. Rasa sakit lenyap saat dicatat seolah- olah diusap oleh tangan.

Demikianlah bagi Yogī yang konsentrasinya telah kokoh, pemandangan menyenangkan yang terlihat dan dicatat lenyap dengan segera. Tetapi karena ada mata dan obyek terlihat, pemandangan itu terlihat lagi. Setiap saat terlihat, dicatat dan segera lenyap lagi. Demikianlah proses ini berlangsung terus- menerus. Proses yang sama terjadi dengan obyek yang tidak menyenangkan dan obyek yang bukan menyenangkan juga bukan tidak menyenangkan. Lenyapnya pada setiap pencatatan sensasi suara yang menyenangkan, tidak menyenangkan dan

bukan menyenangkan juga bukan tidak menyenangkan adalah lebih jelas.

Demikian pula berbagai sensasi penciuman lenyap saat dicatat. Khususnya, sensasi kecapan jelas pada Yogī yang terus-menerus mencatat rasa kecapan. Rasa lezat yang ia rasakan sewaktu mengunyah makanan terus-menerus lenyap dan muncul pada tiap-tiap tindakan pencatatannya. Sensasi sentuhan yang menyenangkan, tidak menyenangkan dan bukan menyenangkan juga bukan tidak menyenangkan juga muncul dan lenyap saat dicatat seperti telah dijelaskan.

Demikian pula, perasaan tidak bahagia, dukacita, kesedihan, kebahagiaan dan kegembiraan akan terlihat, ketika dicatat dengan penuh kewaspadaan, bahwa perasaan itu lenyap dengan segera dengan pencatatan. Demikianlah perasaan adalah bagaikan gelembung-gelembung, lenyap dengan cepat, tidak kekal, tidak dapat dipercaya, bersifat anicca, dukkha dan

anatta.

Perasaan adalah bagaikan gelembung-gelembung, Tidak stabil, tidak kekal;

Terus-menerus muncul, lenyap Ini adalah penderitaan, tanpa diri.

PERSEPSI ADALAH BAGAIKAN FATAMORGANA