ANATTALAKKHAöA SUTTA Bagian Keenam
DAN SEBAGAINYA
Kita akan melanjutkan dengan diskusi tentang bagaimana råpa
di masa lampau, masa sekarang dan masa depan direnungkan sebagai anicca, dan seterusnya. Kami telah menjelaskan bagaimana Yogã mengamati råpa pada saat naik dan turunnya lenyap segera setelah muncul, mengetahui fenomena anicca, dukkha dan anatta. Yogã yang mengetahui demikian dapat
memutuskan dengan pengetahuannya bahwa råpa di masa lampau tidak akan mencapai masa sekarang; dan råpa yang terjadi di masa sekarang tidak akan mencapai masa depan, semuanya lenyap segera setelah muncul dan oleh karena itu adalah tidak kekal. Akibatnya, semua itu adalah penderitaan, bukan-diri, tetapi hanyalah sekedar fenomena. Sekarang kalian akan membacakan bagaimana keputusan dan pertimbangan demikian tiba seperti dijelaskan dalam Visuddhimagga; sambil membacakan kalian harus berusaha untuk merenungkannya. 1. Råpa di masa lampau telah lenyap; tidak mencapai atau datang ke masa sekarang. Karena telah lenyap dan berhenti saat ini, maka semua itu tidak kekal. Karena lenyap dan hilang dengan cepat, maka menakutkan, murni penderitaan. Tidak ada yang berkuasa mengendalikan (sàmi), bukan suatu entitas permanen (nãvasãã), bukan si pelaku (karaka), bukan sesuatu yang mengalami sensasi (vedaka), bukan diri dengan inti apapun, hanya sekedar fenomena Tanpa-diri.
2. Råpa di masa sekarang akan lenyap saat ini. Tidak akan mencapai masa depan. Karena mereka lenyap dan berlalu, maka tidak kekal. Karena lenyap dan hilang dengan cepat, maka menakutkan, murni penderitaan. Bukan merupakan kuasa pengendali, entitas kekal dan sebagainya, adalah bukan diri dengan inti apapun, hanya sekedar fenomena Tanpa-diri. 3. Råpa yang akan muncul di masa depan akan lenyap di sana dan pada saat itu juga. Mereka tidak akan dibawa kepada kehidupan masa depan apapun. Karena mereka akan hilang dan lenyap, maka tidak kekal. Karena lenyap dan hilang dengan cepat, maka menakutkan, murni penderitaan. Bukan diri dengan inti apapun, hanya sekedar fenomena Tanpa-diri. Ini adalah bagaimana råpa dianggap secara umum sehubungan dengan sifat sejatinya. Sekarang kita akan membacakan bagaimana kita merenungkannya.
Råpa
1. masa lampau pada saat naik yang terakhir tidak mencapai tahap turunnya; råpa terakhir pada saat turunnya tidak mencapai tahap naiknya. Lenyap pada saat naik dan turun dan, karena itu, tidak kekal. Karena tidak kekal, maka adalah penderitaan. Karena tidak dapat diatur, maka bersifat Anatta.
Råpa terakhir pada saat melihat dan mendengar tidak mencapai saat sekarang dari melihat dan mendengar; lenyap pada saat munculnya, karena itu tidak kekal, penderitaan, bersifat Anatta.
Råpa
2. naiknya di masa sekarang tidak mencapai tahap turunnya; råpa turunnya di masa sekarang tidak mencapai tahap naiknya. Lenyap bahkan selagi naik dan turun. Oleh karena itu, tidak kekal, penderitaan, bersifat Anatta.
Råpa masa sekarang pada saat melihat dan mendengar tidak mencapai saat berikutnya dari melihat dan mendengar. Mereka lenyap bahkan pada saat melihat dan mendengar. Karena itu tidak kekal, penderitaan, bersifat Anatta.
Råpa
3. naik dan turunnya di masa depan tidak mencapai saat berikutnya dari naik dan turunnya. Lenyap pada saat munculnya. Karena itu tidak kekal, penderitaan, bersifat
Anatta.
Ini adalah bagaimana råpa di masa lampau, masa sekarang dan masa depan dipertimbangkan sambil mencatat fenomena naik dan turunnya. Juga ada metode perenungan råpa masa lampau dan masa depan dengan merenungkan råpa masa sekarang. Kita akan membacakan metode perenungan ini. Seperti halnya, ada råpa tidak kekal sehubungan dengan naik, turun, membungkuk, meregang, mengangkat kaki, melangkah, menurunkan kaki, melihat, mendengar, dan sebagainya,
yang muncul dan lenyap bahkan saat sedang dicatat saat ini, demikian pula ada råpa-råpa serupa sehubungan dengan naik, turun, meregang, membungkuk, dan sebagainya di masa lampau yang lenyap pada saat munculnya dan oleh karena itu, bersifat anicca, dukkha dan anatta.
Setelah melihat sendiri bagaimana råpa dalam diri seseorang lenyap, masih ada lagi tugas merenungkan råpa orang lain,
råpa seluruh dunia. Bagaikan råpa dalam diri seseorang yang lenyap bahkan pada saat sedang dicatat, råpa dalam diri orang lain, råpa dari seluruh dunia, juga akan lenyap, dan oleh karena itu bersifat anicca, dukkha dan anatta.
Kita telah cukup membahas tentang perilaku råpa sehubungan dengan tiga aspek waktu. Kita akan melanjutkan dengan rupa
internal dan eksternal.
MERENUNGKAN RæPA INTERNAL DAN EKSTERNAL Banyak orang membayangkan bahwa ketika mereka meludah, atau buang air, råpa dari dalam tubuh turut keluar atau terbuang ke luar tubuh. Ketika makanan dimakan atau udara yang dihirup pada saat bernafas, råpa eksternal dipercaya masuk ke dalam tubuh. Sebenarnya, ini sama sekali tidak demikian. Råpa
mengalami pelenyapan pada saat dan tempat di mana mereka muncul; råpa yang baru muncul dan terbentuk di tempat yang baru. Yogã yang sedang mencatat melihat pelenyapan demikian terjadi di tiap-tiap tempat kemunculannya.
Dan beginilah hal itu terlihat; ketika perhatian dan konsentrasi menjadi lebih kuat, sewaktu mencatat naik dan turun, nafas keluar terlihat sebagai bagian-bagian kecil di dada, kerongkongan dan hidung sebelum akhirnya keluar dari tubuh. Nafas masuk juga terlihat memasuki, mendorong, dalam urutan bagian-bagian kecil. Yogã yang merokok mengetahui asap, keluar dan masuk, dalam rangkaian bagian-bagian kecil.
Fenomena serupa terlihat sewaktu meminum air ketika air mengalir ke dalam tenggorokan. Oleh karena itu, råpa internal tidak keluar; råpa eksternal tidak masuk. Lenyap di tempat terbentuknya. Oleh karena itu, tidak kekal, penderitaan, tanpa diri, (4&5). Kita harus membacakan ini: Råpa internal tidak keluar; råpa eksternal tidak masuk. Lenyap, hilang di dalam atau di luar, di manapun ia muncul dan terbentuk. Oleh karena itu semua itu bersifat anicca, dukkha, anatta.
MERENUNGKAN RæPA KASAR DAN HALUS Orang-orang biasa percaya bahwa ada råpa yang lembut pada saat masa muda menjadi råpa kasar saat dewasa; råpa yang halus, ringan dan sehat menjadi råpa yang kasar, berat dan tidak sehat; råpa yang kasar, berat dan tidak sehat menjadi
råpa yang halus, ringan dan sehat. Yogã yang terus-menerus memperhatikan tubuh ini melihat råpa-råpa ini terpecah menjadi potongan-potongan kecil bahkan pada saat sedang diamati. Melihat demikian, ia mengetahui råpa kasar, tidak berubah menjadi råpa halus, dan juga råpa halus tidak menjadi
råpa kasar. Råpa kasar, panas atau dingin tidak menjadi råpa
halus, dingin atau panas; råpa halus, dingin atau panas tidak menjadi råpa kasar, panas atau dingin. Råpa kasar, kaku, mengembang, bergerak tidak menjadi råpa halus, stabil, diam. Semuanya itu hilang pada saat kemunculannya; oleh karena itu tidak kekal dan bersifat Anatta. Kita harus membacakan sebagai berikut: (6&7). Di dalam tubuh ini, råpa kasar tidak menjadi råpa halus; råpa halus tidak menjadi råpa kasar. Semuanya lenyap pada saat kemunculannya dan, oleh karena itu, bersifat tidak kekal, penderitaan dan tanpa diri.
MERENUNGKAN DALAM HAL BURUK ATAU BAIK