• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANATTALAKKHAöA SUTTA Bagian Kedua

YANG LEBIH TINGG

Dua orang pemuda Upatissa dan Kolita yang kelak dikenal sebagai Yang Mulia Sàriputta dan Yang Mulia Moggalàna menjadi pertapa pengembara di bawah guru besar Sa¤jaya, dengan sebuah tujuan untuk mencari ketidak-tuaan, ketidak- rusakan dan ketidak-matian. Mereka mempelajari semua yang diajarkan oleh guru Sa¤jaya dan sadar bahwa tidak ada inti dalam ajarannya. Akibatnya kedua pemuda itu meninggalkan guru besar Sa¤jaya dan mengembara ke seluruh negeri Tengah untuk lebih jauh lagi mencari Kebenaran.

Setelah tidak menemukannya di manapun, mereka kembali ke kota Ràjagaha. Adalah di kota itu pengembara Upatissa bertemu dengan Yang Mulia Assaji, yang termuda dari Kelompok Lima Pertapa, sewaktu ia sedang mengumpulkan dana makanan. Upatissa mengikutinya sampai di tempat ia makan setelah mengumpulkan dana makanan. Upatissa menyediakan tempat duduk untuknya dan mempersembahkan air minum dari botol minumnya. Ketika ia selesai makan, Upatissa bertanya kepada Yang Mulia Assaji siapakah gurunya dan apalah yang diajarkan oleh gurunya. Yang Mulia menjawab bahwa gurunya adalah Sang Buddha, Yang Tercerahkan Sempurna. Sedangkan mengenai Ajaran, karena ia baru saja bergabung dalam Pengajaran Buddha, ia hanya mengetahui sedikit. Kemudian Upatissa berkata, “Mohon beritahukan kepadaku sesedikit apapun yang engkau ketahui tentang Ajaran itu.

Aku akan memperluasnya sendiri.”

Selanjutnya, Yang Mulia Assaji memberitahukan kepada pengembara Upatissa ringkasan dari Ajaran Sang Buddha:

“Ye dhammæ hetuppabhavæ, tesam hetum tathægato æha. Te sañca yo nirodho, evam vædi Mahæsamano.”

“Adalah Dhamma ini (dukkha sacca) yang telah muncul karena sebab-sebab tertentu (hhvvh). Guru kami Yang Sempurna telah mengajarkan tentang sebab-sebab ini. Dan ada kondisi ini (Nibbàna) di mana semua Dhamma ini dan sebab-sebabnya padam. Yang Sempurna telah mengajarkan lenyapnya juga. Ini adalah Ajaran Guru kami, Samaõa Mulia Yang Terberkahi.” Lalu berikut ini adalah secara singkat ajaran yang disampaikan oleh Yang Mulia Assaji. Sangat singkat. “Ada akibat dari sebab tertentu. Guru kami telah mengajarkan sebab-sebab ini.” Tetapi ajaran ringkas ini cukup bagi pengembara Upatissa untuk melihat cahaya Dhamma dan mencapai pengetahuan jalan dan Buah pertama. Ia menjadi seorang Pemenang-Arus, seorang Sotàpanna. Pencapaian yang sangat cepat, dapat kita katakan. Kita melihat para Yogi masa kini tidak memperlihatkan kemajuan yang diharapkan setelah bermeditasi selama sehari semalam. Hanya setelah tujuh hari bekerja keras, mereka mulai dapat sekilas melihat proses jasmani dan batin dan sifat ketidak-kekalan, ketidak-puasan dan tanpa-inti. Kebanyakan Yog฀ memerlukan waktu satu setengah bulan untuk mencapai tingkat yang dipercaya telah mencapai pengetahuan Jalan dan Buah Pertama. Memerlukan dua setengah bulan hingga tiga bulan sebelum beberapa dari mereka dipercaya telah mencapai pencapaian serupa. Cukup lama, bukan?

Pencapaian cepat dari pengembara Upatissa mungkin karena fakta bahwa ia telah mengerahkan usaha untuk bermeditasi hingga ke tingkat yang mendekati Sang Jalan dan Buahnya

pada kehidupan-kehidupan lampaunya. Sejak masa kehidupan lampaunya itu, ia telah berpeluang untuk mencapai pengetahuan Sang Jalan dan Buahnya tetapi demi tekad yang ia lakukan untuk menjadi Siswa Utama dari seorang Buddha. Dalam kehidupan terakhirnya ini (ketika tekadnya untuk mencapai status seorang Siswa Utama tercapai), didorong oleh momentum latihan Vipassanà dalam kehidupan lampaunya, ia membuat jalur cepat melalui urutan vipassanà

¤àõa untuk mencapai pengetahuan Jalan dan Buah pertama. Walaupun ajaran yang disampaikan oleh Yang Mulia Assaji sangat singkat, namun mengandung pesan mencerahkan bagi pengembangan vipassanà ¤àõa.

Sebelum mendengarkan ajaran Buddha, umumnya dianggap bahwa “masing-masing individu memiliki entitas hidup, suatu inti, suatu diri, yang kekal, abadi. Entitas hidup ini bukanlah sesuatu yang muncul bergantung pada sebab-sebab; ia ada secara permanen, perwujudan keabadian.” Pesan yang disampaikan oleh Yang Mulia Assaji adalah bahwa tidak ada entitas permanen demikian sebagai Atta; sebaliknya hanya ada kebenaran penderitaan yang dikenal sebagai nàma, råpa

sebagai hasil dari pekerjaan taõhà, keinginan dan kemelekatan yang merupakan kebenaran asal-mula penderitaan. Akibat hasil dari samudaya saccà ini bukan lain adalah nàma, råpa dari seseorang yang terlibat dalam tindakan melihat, mendengar, dan seterusnya.

Pengembara Upatissa yang kelak menjadi Yang Mulia Sàriputta seketika memahami bahwa “hanya ada proses berkesinambungan dari muncul dan lenyapnya nàma, råpa yang terwujud dalam setiap tindakan mengetahui, menyentuh, melihat, mendengar, sejak saat dilahirkan. Mereka muncul sebagai akibat dari keinginan dan kemelekatan pada kehidupan. “Harus dimengerti bahwa pengembara Upatissa mengembangkan vipassanà ¤àõa dengan mencatat fenomena perubahan bahkan selagi ia mendengarkan pesan dari Yang

Mulia Assaji dan sebagai akibatnya ia mencapai pengetahuan Sang Jalan dan Buahnya seketika.

Setelah menjadi seorang Pemenang Arus, pengembara Upatissa menanyakan kepada Yang Mulia Assaji dimanakah Sang Bhagavà berada. Saat Yang Mulia Assaji pergi, Upatissa memberitahunya bahwa ia akan mendatangi Sang Buddha. Ia kemudian kembali kepada temannya, pengembara Kolita, yang, melihat penampilannya yang tenang bertanya kepadanya, “Jadi, teman, mungkinkah engkau telah menemukan Keabadian?” Pengembara Upatissa mengakui bahwa benar ia telah menemukan Keabadian dan menceritakan kepada temannya apa yang telah terjadi. Ia juga mengutip syair yang dibacakan kepadanya oleh Yang Mulia Assaji. Sebagai akibatnya, pengembara Kolita juga seketika menjadi seorang Pemenang-Arus setelah mencapai Pengetahuan Jalan dan Buah Pertama.

Mereka berdua memutuskan untuk menemui Sang Bhagavà. Tetapi terlebih dulu mereka menghadap guru agung Sa¤jaya dan mengundangnya untuk turut serta bersama mereka untuk menemui Sang Bhagavà. Pengembara Sa¤jaya menolak undangan mereka dan berkata, “Kalian pergilah. Aku tidak ingin turut. Sebagai sebuah tangki air besar, aku tidak mungkin menjadi kendi kecil untuk membawa air, menjadi siswa orang lain.” Kedua sahabat itu mengingatkan pengembara Sa¤jaya, ‘Sang Bhagavà sungguh telah Tercerahkan Sempurna, orang- orang akan pergi kepadanya.’ Pengembara Sa¤jaya menjawab, “Jangan khawatirkan hal itu. Ada lebih banyak orang bodoh daripada orang bijaksana. Yang bijaksana akan mendatangi Samaõa Gotama. Yang bodoh, yang adalah mayoritas, akan datang kepadaku. Kalian pergilah sesuai keinginan kalian.” Jaman sekarang, ada banyak penipu dan guru-guru spiritual palsu yang menganut pandangan seperti pengembara Sa¤jaya ini. Orang harus berhati-hati dalam berhubungan dengan

Kemudian pengembara Upatissa dan Kolita pergi bersama dua ratus lima puluh pengembara, yang adalah pengikut mereka, menemui Sang Bhagavà. Setelah mendengarkan khotbah yang dibabarkan oleh Sang Bhagavà, dua ratus lima puluh pengikut itu menjadi Arahat. Dua pemimpin pengembara beserta dua ratus lima puluh pengikut yang telah mencapai Kearahatan memohon untuk ditahbiskan. Sang Bhagavà memberikan penahbisan ‘Ehi bhikkhu’ kepada mereka, dengan mengucapkan ‘Datanglah, Bhikkhu, dan seterusnya.’ Sejak saat itu pengembara Upatissa dikenal sebagai Bhikkhu Sàriputta, dan pengembara Kolita sebagai Bhikkhu Mahà Moggallàna. Setelah ditahbiskan, mereka melanjutkan praktik meditasi. Bhikkhu Moggalàna mencapai Kearahatan dalam tujuh hari sejak ditahbiskan. Akan tetapi Bhikkhu Sàriputta masih harus berjuang dalam meditasi Vipassanà, hingga hari purnama bulan Tabodwe, menggunakan metode meditasi Anupadà Dhamma (meninjau dan menganalisa dengan pandangan terang semua tingkat kesadaran setahap demi setahap.)

Pada hari purnama bulan Tabodwe, pengembara Dighanakkha, yang tertinggal bersama guru Sa¤jaya berpikir: ‘pamanku Upatissa, ketika ia pergi menemui guru lain, selalu segera kembali. Tetapi, pada kunjungan kepada Samaõa Gotama ini, ia telah pergi selama dua minggu. Dan tidak ada berita darinya. Bagaimana jika aku mengikutinya dan mencari tahu apakah ada inti (dalam Ajaran Buddha Gotama). Oleh karena itu, ia pergi ke tempat Yang Mulia Sàriputta berada untuk menanyakan tentang Ajaran Sang Bhagavà.