• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENUNGAN NETAM MAMA DAN ANICCA SEBUAH DISKUS

ANATTALAKKHAöA SUTTA Bagian Keenam

PERENUNGAN NETAM MAMA DAN ANICCA SEBUAH DISKUS

Netam mama – Ini bukan milikku,’ akan muncul pertanyaan, apakah perenungan harus dilakukan dengan membacakan kalimat ini. Tidak ada bacaan yang harus dilakukan. Meditasi harus dilakukan untuk mengetahui sifat sejati dari anicca, dukkha dan anatta. Untuk mengetahui sifat sejati dari anicca

adalah mengetahui makna netam mama yang merupakan ungkapan kuno yang istimewa dalam Bahasa Pàëi.

Dalam Channa Sutta dari Salàyatanavagga dari Samyutta Pàëi, terdapat kalimat di mana Channa ditanya ‘Apakah engkau melihat sebagai ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’ dan Channa menjawab, “Aku melihat sebagai, ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku”, Komentar menjelaskan bahwa itu artinya bahwa Channa telah melihatnya sebagai sekedar

Di sini melihat “Ini bukan milikku” adalah sama dengan melihat bahwa munculnya dan lenyapnya yang terus-menerus, tidak ada yang indah, tidak dapat diandalkan, hanya penderitaan. Melihat “Ini bukan aku” adalah sama dengan melihat bahwa itu adalah tidak kekal. Kesombongan muncul dalam meyakini kekekalan. Ketika kebenaran diketahui akan sifat ketidak- kekalannya, tidak ada yang dapat dibanggakan. Melihat “Ini bukan diriku” adalah persis sama dengan meihat bahwa itu bukanlah atta. Kegagalan dalam mencatat setiap fenomena

nàma, råpa saat munculnya di enam pintu dan kemudian meyakininya sebagai kekal, kesombongan menampakkan dirinya ‘Ini aku’.

Tetapi ketika terlihat bahwa fenomena tidak bertahan bahkan selama sekedipan mata, segalanya tidak kekal maka kesombongan tidak akan muncul. Ketika belum diketahui sebagai bukan-diri, ada kemelekatan sebagai diri, ketika terlihat sebagai bukan-diri, tidak ada kemelekaan yang mungkin muncul sebagai atta. Ini tentu saja sudah jelas dan tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut.

Orang-orang biasa yang tidak mampu mengamati fenomena melihat, dan seterusnya pada saat kemunculannya meyakini bahwa råpa pada saat melihat bertahan hingga menjadi råpa

pada saat mendengar, atau sebaliknya bertahan dari satu saat ke saat berikutnya. Mereka juga percaya bahwa adalah Aku yang tunggal yang melihat serta mendengar, menyentuh, dan seterusnya. Råpa di masa lampau telah tiba di masa sekarang, dan yang di masa sekarang akan berlanjut ke masa depan. Mereka sangat mempercayai ini, yang adalah kemelekatan pada kepercayaan akan kekekalan.

Tetapi Yogã yang mengamati fenomena-fenomena ini mengetahui bahwa råpa pada saat melihat lenyap di sana dan pada saat itu juga, tidak berlanjut ke saat mendengar;

juga, tidak berlanjut ke saat melihat. Setiap tindakan melihat, mendengar, menyentuh, mengenali adalah suatu kemunculan yang baru sepanjang waktu. Ini adalah mengetahui kebenaran ketidak-kekalan sebagaimana adanya. Mengetahui ini, Yogã menyadari bahwa råpa dari masa lampau telah lenyap di masa lampau, tidak datang ke masa sekarang; råpa di masa sekarang lenyap bahkan pada saat sedang dicatat dan tidak akan mencapai masa depan. Ia juga mengetahui bahwa råpa

di masa depan juga akan lenyap pada saat munculnya. Ia menyadari bahwa råpa ini tidak bertahan bahkan selama sekedipan mata. Menyadari demikian, tidak ada kesempatan bagi munculnya kemelekatan oleh keserakahan ‘Ini milikku’, kemelekatan oleh kesombongan, bangga sebagai ‘Ini aku’, tidak melekat oleh pandangan keliru sebagai ‘Ini diriku’. Sang Bhagavà menasihati Kelompok Lima Bhikkhu untuk merenungkan dengan cara ini agar terbebas dari kemelekatan oleh keserakahan dan keangkuhan. Orang-orang biasa juga diinstruksikan untuk merenungkan demikian agar terbebas dari kemelekatan oleh pandangan keliru.

SOTâPANNA DIINSTRUKSIKAN UNTUK MERENUNGKAN BUKAN-DIRI

Mengapakah Kelompok Lima Bhikkhu yang telah menjadi Sotapànna diinstruksikan untuk melepaskan Atta, ‘Ini bukan diriku?’ ini adalah suatu hal untuk dipertimbangkan. Menurut Visudhi Magga, Sotàpanna telah bebas dari ilusi pandangan keliru kemelekatan atta juga ilusi persepsi (sa¤¤à vipallàsa) dan ilusi pikiran. Terbebas dari ketiga jenis kemelekatan Atta, untuk terbebas dari kemelekatan apakah nasihat untuk merenungkan Bukan-diri ini yang disampaikan kepada Kelompok Lima Bhikkhu? Pada bagian pertama buku ini, dijelaskan bagaimana Anattalakkhaõa Sutta diajarkan untuk menyingkirkan Asami màna yang berhubungan dengan kemelekatan Atta. Tetapi di sini, karena instruksi terpisah telah diberikan untuk terbebas dari Asami màna dalam ‘neso hamasami … Ini bukan aku’,

instruksi untuk merenungkan ‘na meso atta … ini bukan diriku’ tidak dapat dikatakan diberikan untuk menyingkirkan Asami màna; kalau begitu untuk menyingkirkan kemelekatan jenis yang manakah ini diminta untuk merenungkan ‘Bukan-diri’,

Anatta? Ini adalah sesuatu yang harus dipertimbangkan. Persoalan ini tidaklah mudah didefinisikan dan dipecahkan dengan tepat. Kita akan mencoba memecahkannya dalam tiga cara. (1) Pemecahan pertama. Dalam Sãlavanta Sutta, disebutkan bahwa para Arahat juga bermeditasi pada sifat Bukan-diri. Rujukannya adalah halaman 470 dari khotbah Sãlavanta Sutta. Meskipun Sotàpanna tidak memiliki kemelekatan Atta, namun ia juga merenungkan bukan-diri seperti halnya para Arahat demi pencapaian pengetahuan yang lebih tinggi.

Jika jawaban pertama terbukti memuaskan, berikut adalah jawaban kedua, (2) Pemecahan kedua … Ini sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam halaman 330 dari Sãlavanta Sutta. Tidak diragukan bahwa Sotàpanna telah bebas dari pandangan keliru yang mempercayai adanya diri, kekalnya diri. Sehubungan dengan ilusi persepsi, harus dimengerti bahwa Sotàpanna bebas darinya hanya ketika merenungkannya dengan sengaja. Hanya pada situasi-situasi demikian Sotàpanna terbebas dari persepsi keliru kekekalan, persepsi keliru tentang diri. Jika ia dianggap terbebas dari ilusi-ilusi ini pada situasi- situasi lainnya juga ketika tidak sedang mencatat dengan penuh perhatian, itu artinya menganggap Sotàpanna berada pada tingkat kemajuan yang sama dengan para Arahat; Ia akan mengetahui semua tindakan melihat, mendengar, dan sebagainya sebagai tidak kekal, hanya sekedar fenomena; ia tidak memiliki kesombongan; tidak ada keinginan indriawi yang muncul terhadap pria atau wanita.

Oleh karena itu, pada waktu-waktu tidak penuh perhatian, Sotàpanna bisa memiliki persepsi keliru, gagasan keliru mengenai segala sesuatu. Demikianlah untuk membantu

Kelompok Lima Bhikkhu untuk terbebas dari persepsi dan gagasan keliru demikian, nasehat untuk merenungkan Bukan- diri diberikan oleh Sang Buddha.

(3) Pemecahan ketiga … Ini berdasarkan pada penjelasan dari Yang Mulia Khamaka yang telah mencapai Tingkat kesucian

Anàgam. Khamaka mengatakan bahwa ia tidak melekat pada

råpa sebagai ‘Ini aku’ juga tidak mengajarkan demikian untuk gugus-gugus lainnya, yaitu vedanà, sa¤¤à, saïkhàra, dan vi¤¤àõa. Akan tetapi sehubungan dengan lima gugus sebagai satu kesatuan, ia masih belum terbebas dari gagasan ‘Ini aku’. Seperti halnya penjelasan ini, bagi seorang Sotàpanna, tidak ada kemelekatan sebagai diri pada gugus-gugus råpa, vedanà,

sa¤¤à, dan seterusnya, tetapi sehubungan dengan kelima gugus secara keseluruhan, Sotàpanna belum terbebas dari persepsi, nafsu indria masih muncul dalam dirinya hingga dalam hal kehidupan berkeluarga. Oleh karena itu harus dianggap bahwa Kelompok Lima Bhikkhu dinasehati untuk merenungkan Anatta agar terbebas dari persepsi dan gagasan umum.

Ini adalah suatu usaha untuk menggabungkan naskah- naskah yang ada dalam Kitab Pàëi dengan pernyataan dalam Komentar yang mengatakan bahwa Sotàpanna telah terbebas dari persepsi diri atau gagasan diri.

MERENUNGKAN DALAM SEBELAS CARA SEPERTI