• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahasa Wanita Masa Kini : Cerdas, Terbuka dan Mandiri

Wanita dengan gaya bahasa yang terkesan pemalu, tertutup, genit dan kurang percaya diri sudah mulai ditinggalkan. Sebaliknya, wanita masa kini cenderung bergaya tutur cerdas, terbuka dan mandiri yang tercermin saat mereka mengungkapkan pikiran dan gagasannya baik secara lisan maupun tertulis. Dengan semakin gencarnya gerakan “arus kemitrasejajaran” (gender mainstreaming) antara pria dan wanita dan makin terbukanya akses informasi, wanita lebih memiliki kepercayaan diri dalam berbahasa.

Ekspresi wanita yang dahulu cenderung tertutup, implisit dan tidak langsung, sekarang menjadi terbuka, eskplisit dan langsung. Hal ini dapat dilihat pada rubrik yang ditulis wanita di berbagai majalah, mulai problem seks dan rumah tangga sampai bagaimana cara mendesain rumah dan merencanakan keuangan keluarga.

Ekpresi wanita masa kini yang cenderung terbuka, eksplisit, dan langsung dengan mudah dapat dijumpai dalam berbagai forum seminar pelatihan, advokasi, talk show di radio dan televisi. Dengan cerdas dan penuh

percaya diri-pada umumnya mereka sarjana atau aktivis wanita mampu berbicara dengan tema-tema penting berkait dengan masalah sosial, politik, ekonomi, hankan, kemitrasejajaran, bahkan teologi. Televisi pun dibanjiri oleh pembicara wanita dalam berbagai acara baik hiburan maupun informasi.

Dalam bahasa tulis, wanita cenderung menggunakan bahasa yang lugas dan “blak-blakan”. Kesan berani, mandiri dan terbuka nampak jelas dalam ekspresi yang digunakan. Gaya bahasa yang digunakan cenderung menguatkan pesan dan kesan percaya diri dan harga diri. Kutipan berikut merupakan salah satu ekspresi wanita seperti yang telah dikemukakan di atas. Saat akan menikah, kami punya satu misi dan visi. Tetapi setelah berjalan sekian tahun, perlahan-lahan terjadi pergeseran. Kami sekarang sudah berbeda prinsip, egois satu sama lain, sering miskomunikasi. Sikap egois itu mungkin dilatarbelakangi oleh profesi kami sebagai atlet. Itulah yang menyebabkan keretakan rumah tangga kami. Tetapi, saya masih tetap meminta izin suami sebelum bercerita pada wartawan media cetak dan elektronik. Kalau soal orang ketiga dalam rumah tangga saya seperti yang beredar di media, saya kira itu hanya isu saja. Tidak benar ada orang ketiga yang masuk dalam kehidupan kami. Kalaupun ada orang yang tertarik pada Ricky, itu wajar. Dulu dia kan jago bulutangkis, terkenal, dan banyak penggemarnya. Jadi, sekali lagi tidak ada orang ketiga. Ini hanya soal ketidakcocokan, perbedaan yang sudah tidak bisa diselesaikan lagi. Kalaupun nanti kami bercerai, saya tidak akan memperebutkan harta gono-gini. Kami tidak punya harta gono-gini. Sementara soal anak, kami asuh secara bersama. Sekarang masih tinggal satu atap. Hal itu saya lakukan untuk kepentingan anak saya. Bahkan di hadapan Naila kami tetap seperti biasa, seperti sebelum persoalan ini muncul (Elsa Monara Nasution. Tabloid C & R, Rabu, 24-30 Mei 2009).

III. KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan mengenai bahasa dan gender sebagaimana telah diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan bahwa terdapat perbedaan antara

bahasa dan jender. Gender merupakan sifat yang melekat pada diri perempuan dan laki-laki. Sedangkan bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan kemauan, perasaan dan pikiran kepada orang lain. Terdapat perbedaan pula antara bahasa perempuan dan bahasa laki-laki. Para perempuan di New York, Amerika, sering menggunakan ragam bahasa standar untuk meningkatkan kelas sosial dan peran sosial di dalam masyarakat karena mereka dipandang sebagai class subardinate (kelas bawah). Sebaliknya, laki-laki menggunakan ragam bahasa vernacular untuk menunjukkan kejantanan mereka. Ketika laki-laki bercakap-cakap dengan sesama jenisnya, maka topiknya berfokus pada kompetensi, olok-olokan, sport, agresif dan bercakap-cakap untuk melakukan sesuatu. Sebaliknya, para perempuan berfokus pada topik kesetaraan, feeling (perasaan), rumah dan keluarga.

Dalam hal interaksi juga terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan, hal ini disebabkan karena hasil dari pola-pola sosialisasi dan akulturasi yang berbeda. Ketika ada pertukaran pikiran (sharing) dalam keluarga, maka yang paling banyak memperoleh interupsi dari para orang tua mereka adalah anak-anak perempuan. Di tempat yang sama, perempuan yang sudah menikah harus mencantumkan nama suaminya. Karena perempuan secara inferior sebagai alat, di mana perempuan dianggap sebagai pemuas nafsu suaminya. Dengan kata lain bahwa pernikahan adalah tujuan perempuan. Budaya Indonesia pun memiliki perbedaan dalam pemilihan. Leksikon dan variasi bahasa amat tergantung pada ideologinya. Misalnya di Indonesia, memiliki pengkelasan dalam memberi nama anak-anak mereka. Misalnya masyarakat yang berada pada class subardinate (kelas bawah) memberi nama anak-anaknya dengan nama-nama sebagai berikut: Tukiyem, Majenah, Kunah, Maeso dan lain sebagainya. Sebaliknya masyarakat yang berada di kelas menengah atas dengan memberi nama anak-anak mereka dengan sebutan Mery, Anna, Putri dan lain sebagainya.

Demikian tulisan mengenai bahasa dan gender seperti telah diuraikan di atas, mudah-mudahan tulisan ini dapat memberikan pemahaman dan manfaat tentang bahasa dan Gender bagi para pembacanya.

REFERENSI

Cameron, Deborah and Kulick, Dar. 2003. Language and Sexuality. Cambridge: Cambridge University Press

Coates, J. 1998. Language and Gender: A Reader. Oxford: Blackwell

Elsa Manora Nasution. 2009. Tabloid C& R. Tentang Curahan Perempuan Masa Kini. Rabu, 24-30 Mei 2009 Jakarta: Tabloid C&R

Furfey, PH. 1994. Men’s and Women’s Language. USA: The American Catholic Sociological Review

Holmes, Janet and Miriam, Meyerhoff. 2003. Language and Gender. USA: Black well Publishing , Ltd

Meyerhoff, Miriam. 2006. Introducing Sociolinguistics. USA: Routledge

Richards, Jack, C and Rodgers, Theodores. 1986. Approaches and Methods in Languag Teaching. Cambridge: Cambridge University Press.

Sunderland, Jane. Language and Gender. USA: Routledge, Taylor and Francis Group.

Spender, D. 1985. Man Made Language. Second Edition. London: Routledge and Kegan Paul

Susmanto, Daryo. 2003. Isu Gender dalam Bahan Ajar. Jakarta: Pikiran Rakyat, Desember, 2003

Wardhaugh, Ronald. 2006. An Introduction to Sociolinguistics. Fifth edition. USA. Black well Publishing

BAB VIII

PUISI TENTANG KEHIDUPAN