• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aku bdum sempurna berdiri ketika ekskavator lain — kali ini

Dalam dokumen / f Mv. f.. &S v " 5 m (Halaman 115-120)

lebih kecil bentuknya

mendekat. Beialainya

membawa

slang,

lantas dari slang itu menyemprot aerosol, seperti semprotan tabung parfum. Kabut

punh

menyelimuti nga kapsul. Sejak tadi pintu kapsul kami terbuka, aerosol itu menerobos masuk dengan mudah.

Aromanya

menyenangkan, seperti wangi rerumputan yang habis dipangkas. Atau entahlah.

Aku

tidak tahu.

Aku

per-lahan-lahan kehilangan kesadaran.

Tubuhku

terkulai, jatuh ke dasar kapsul,juga Ali dan Seli.

Kami

telah berhasil dilumpuhkan.

115

Bataku

ada?

mcngerjap-ngerjap karena silau. Di

mana

aku

ber-Ini seperti kamar biasa di Klan Bintang. Bukan penjara,

menggerakkan tangan. Bisa! Tanganku tidak diikat sesuatu, sepertinya berbaring di ranjang

empuk —

bukan lantai keras, bisa bergerak bebas.

"Hei.

kamu

sudah siuman?" seseorang menyapa.

Aku

menoleh.

Dua

orang, dengan seragam berlogo Kota Zaramaraz.

duduk

di kursi yang

mengambang

di sebelahku. Itu bukan seragam Pasukan Bintang, tapi jelas dua orang ini adalah petugas Klan

Bintang.

"Namamu

Raib, bukan?" salah satu dari mereka bertanya.

Aku

menatapnya. Bagaimana dia tahu namaku?

"Dia lupa siapa kita. Kawan." Yang

duduk

di belakang tertawa

kecil.

Aku

kenal dengan mereka? Tiba-tiba aku teringat Seli dan

Ali. Di

mana

mereka?

Aku

menoleh ke samping.

Ada

dua ran*

iang, Ali dan Seli berbaring di sana, belum siuman.

"

Temanmu

baik-baik saja.Jangan khawatir. Aerosol tadi tidak

t f

f

berbahaya, hanya melumpuhkan.

Kami

tidak tahu siapa yang

masuk

ke Ruangan Padang Rumput, jadi kami tidak

mau

mengambil risiko.

Dalam

hitungan menit, teman-temanmu akan siuman. Yang lain, delapan orang yang mengenakan seragam, ada

di ruangan perawatan sebelah.

Omong-omong, kamu

fvru/au lupa siapa kami?"

Aku

menggeleng.

Aku

tidak ingat siapa mereka.

"Baiklah.

Namaku

Baaremeraab, bisa dipanggil Baar. Di

bela-kangku adalah Bhaareneraahb. panggil dia Bhaar. Susah

memang

membedakannya, karena kami

memang

kembar. Entalah, apakah kami harus marah atau berterima kasih kepada kalian.

Kami

sebulan terakhir dipindahkan berrugas di Ruangan Padang

Sampah

ini. Puuuh, kalian

membuat

kami mendapat masalah

serius sekali sebulan lalu."

Eh?

Aku

sepertinya ingat siapa mereka.

Aku

menatap dua wajah yang mirip. Usia mereka ndak lebih dari tiga puluh tahun.

Tidak salah lagi, mereka berdua penjaga Ruangan Penjara Klan Bintang yang dulu bertugas menjagaku dan Ali di sel kaca yang tergantung di atas aliran

magma.

Walaupun dulu sipir penjara,

mereka telah memiliki sikap yang berbeda. Salah satu dan mereka bahkan berkali-kali bilang tidak suka dengan kebijakan

Dewan

Kota Zaramaraz yang

menahan

kami

saat aku dan

Ah

me-nguping percakapan, pura-pura masih pingsan. Mereka juga yang sukarela

membuka

sel Faar dan Kaar. Ini sungguh kejutan.

Aku

tidak menyangka akan bertemu lagi dengan mereka.

Kalian harus bertanggung jawab. Raib. Karena kejadian itu

kami

dihukum

dengan dipindahkan menjadi pengawas Ruangan Padang Sampah," B.ur tertawa, "berteman dengan truk-truk, kontainer-kontainer, ekskavator raksasa, dan sampah. Di

mana-mana

ada sampah di sini."

117

“Apa yang

kamu

harapkan. Baar?* rekannya menimpali. "Ini

memang

tempat pembuangan sampah. Tapi setidaknya kita bisa

bebas menonton siaran langsung

Grand

Prix Benda Terbang

ke- 100. Di sini juga tidak ada pemimpin Pasukan Bintang yang

setiap saat meneriaki kita atau perintah-perintah konyol lain*

nya"

Aku

beranjak duduk, berusaha menatap mereka lebih baik

Pasukan Bintang.

"Apakah portal Kota Zaramaraz sudah terbuka?* aku bertanya cemas.

“Naaahl Tidak." Bhaar menggeleng. Buat apa?"

"Armada Kedua Kota Zaramaraz?*

"Natufc, tidak ada. Lagi pula mereka tidak bisa ke sini. Se-luruh ruangan ini adalah kawasan larangan terbang. Itu yang

terjadi dengan kapsul kapsul kalian. Aduh, kalian tidak akan menduga, sistem keamanan ruangan ini sama seriusnya dengan Kota Zaramaraz. karena sebagian besar sampah-sampah ini

berbahaya. Saat kapsul kalian masuk, jaring perak otomatis aktif,

menangkap apa pun yang terbang di atas sana. 'Tidak ada benda terbang yang bisa selamat, kecuali bentuknya lebih kecil danpada

sekepal tangan. Kota Zaramaraz tidak bisa

membuka

portal ke sini Ruangan ini memiliki sistem portal lorong berpindah

sendiri, untuk menerima sampah-sampah dari

mangan

lain Klan Bintang. Portalnya tidak disatukan dengan portal mengirim pasukan tempur atau orang. Siapa yang

mau

bepergian bersama onggokan sampah?

Hanya

kami, petugas Ruangan Padang

Sampah

yang melakukannya."

Aku

mengeijap-ngerjap.

Mataku

sudah melihat normal

kem-bali.

Baar menatapku. "Aku kira kami tadi menangkap benda

terbang

Kelompok

Rebcl, ternyata kalian. Mereka sering ke

sini mencari suku cadang, senjata, atau sejenis itulah.

Aku

minta maaf sudah

membuat

kalian pingsan. Syukurlah, kalian baik-baik saja, sudah sehat. Terakhir kali di Ruangan Penjara, kondisi kalian sangat mencemaskan. Eh,

kamu mau minum

apa, Raib?"

"Bagaimana

kamu

tahu

namaku

Raib?" aku balik bertanya.

"Mudah

saja, kan? Saat di Ruangan Penjara kalian saling

memanggil. Yang satunya, remaja perempuan itu. namanya Scli.

Sedangkan yang laki-laki, dengan rambut berantakan tidak terurus, namanya Ali. Kalian datang dan klan lain, para pemilik kekuatan. Ada di

nomor

satu dalam daftar orang-orang yang sangat dibenci

Dewan

Kota. Tahu

nomor

duanya:"

Aku

menggeleng.

Petugas di Ruangan Padang Sampah.

Kami

ada di

nomor

duanya." Baar tertawa, berdiri hendak mengambil minuman.

Di sebelahku, Seli dan Ali mulai siuman.

Sama

seperriku sebelumnya, mereka mengetjap-ngeijap menatap ruangan dengan bingung. Ali refleks mengeluarkan tongkat kasti miliknya dari

dalam ransel, mengacungkannya ke depan.

"Mereka bukan musuh. Ali!" aku berseru, menghentikan.

“Mereka siapa?" Ali menatapku, berjaga-jaga.

"Hei. Kawan! Selamat datang di Ruangan Padang Sampah!"

Bhaar tertawa kepada Ali.

***

Baar dan Bhaar

menjamu

kami

makan

siang di kantin bangunan pengawas, dengan meja-meja panjang. Ruangan itu besar,

tinggi-nya tidak kurang dari lima belas meter.

Ada

puluhan kursi

119

berbaris berhadapan di setiap meja panjang. Tetapi yang terisi hanya sepersepuluhnya.

"Ruangan ini dijalankan oleh mesin dan robot-robot. Nyaris semuanya otomatis. lotal pengawas ruangan ini dua puluh orang. Kalian sudah

menemui

semuanya. Satu lagi tidak bisa meninggalkan ruangannya karena sudah terlalu tua.’ Baar

men-jelaskan, menunjuk rekan-rekannya. Mereka mengenakan

sera-gam

pengawas yang sanu. Usia mereka jauh lebih tua dibanding Baar dan Bhaar.

’Yeah, kami yang paling muda. Yang lain rata-rata sudah

dela-pan puluh tahun

— maksudku

sudah delapan puluh tahun bertugas di sini, bukan usianya." Baar tertawa, diikuti gelak tawa

dari meja-meja sebelah kami.

"Apakah semua yang bertugas di ruangan ini adalah orang yang dihukum-" Ali bertanya lagi.

Baar mengangguk.

Aku

ridak akan membantahnya.

Kami

se-mua

orang buangan. Lihat, itu Siir. Dia dikirim ke ruangan ini

karena keliru menyalakan lampu sorot saat Ketua

Dewan

Kota berpidato di depan jutaan warga Kota Zaramaraz. Seharusnya lampu yang dipakai adalah lampu dengan cahaya paling elegan, hebat, dan megah. Siir mengacaukannya. Dia justru menyalakan lampu diskotek. Bisa

membayangkan

kekacauan yang dibuat

Siir? Pidato yang seharusnya menggugah, menginspirasi, berubah

jadi lelucon. Nasib Siir tamat

malam

itu juga. Dia dikirim bersama kantong sampah restoran Kota Zaramaraz kemari."

Dalam dokumen / f Mv. f.. &S v " 5 m (Halaman 115-120)