mem-bantu perjalanan, tapi di dunia paralel selalu saja ada orang-orang jahat. Di Klan
Bumi
juga ada. Semakin besar kekuasaan seseorang,maka
dia cenderung semakin rakus, menginginkan kekuasaan yang lebih besar lagi. Tidak peduli jika itu me-ngorbankan orang banyak.Itu yang
membuatku
sebulan terakhir kesulitan membicarakan tentang ini kepadaMama
dan Papa. Petualangan kami bukanseperti karyawisata atau jalan-jalan.
Mama
dan Papa hanya tahubahwa
aku pergi ke dunia paralel untuk belajar banyak hal,melatih kekuatanku.
Kami
diam sejenak."Apakah
kamu
sudahmenemukan
tentang..." KalimatMama
terhenti.
Aku
menggeleng—
aku tahumaksud
kalimat itu.Mama
me-nanyakan soal orangtua kandungku.
Mama
menatapku lamat-lamat. "Apakahkamu
merindukan mereka?"Aku
menunduk. Ent.thl.ih.Aku
sudah punyaMama
dan Papadi Klan Bumi.
"Mama
bisa merasakannya, Ra.Kamu
pasti ingin mengetahuisiapa ibu dan ayah kandungmu, merindukan mereka. Bertanya-tanya apakah
ayahmu
masih hidup. Jika masih ludup. ada dimana? Seusiamu
Mama
hanya memusingkan penampilan, wajah yang jerawatan, dan model rambut, ya masalah remaja. 'lapi. Ra.kamu
punya pertanyaan yang jauh lebih besar."Aku
terus menunduk."Sini. Ra...‘
Mama
meraih pundakku,memelukku
erat-erat.'Maafkan
Mama
tidak bisamembantumu
banyak. Seandainya duluMama
masih bisamenemui
orang-orang di kamar sebelah persalinan, masih bisa bertanya, mungkinkamu
bisa tahu jawab-annya."”
I idak apa. Ma. Bagi Ra,
Mama
dan Papa adalah orangtua Ra. selalumembantu
Ra."Mama
tersenyum.Kami
diam lagi sejenak."Sabtu ini kami akan pergi lagi. Seli dan Ali juga ikut pergi."
aku berkata pelan.
"Pergi? Ikut orangtua Seli berlibur ke pantai?"
"Kami pergi lagi ke Klan Bintang," aku menjelaskan.
Apakah
Mama
mengizinkan?"Mama
berusaha mencerna kalimatku. "Tapi bukankahkamu
baru sebulan lalu dari sana?”
"Ra tahu, kami baru pulang dari sana sebulan lalu.
Ma.
Im mendadak sekali. Tapi perjalanan ini amat penting. Miss Selena33
akan mengurus izin sekolah kami. Juga ada kenalan dari Klan Bulan dan Klan Matahari yang menemani perjalanan kali ini.
Kami
harus pergi, Ma.”"
lapi untuk apa?'
Mama
menatapku.Aku
terdiam.Aku
tidak bisa menjelaskan lebih detail tujuan perjalanan ini. JikaMama
mendesak untuk apa kami segera kembali ke Klan Bintang, aku akan kesulitan.Beruntung
Mama memahami
ekspresi wajahku, tidak bertanyalagi. Setelah terdiam, dia mengangguk perlahan. "Jika itu yang
kamu
inginkan,Mama
mengizinkan. NantiMama
akan bicaradengan Papa.
Kami
tahu, hanya soal waktukamu
akan kembali bertualang ke tempat-tempat tersebut, belajar banyak hal.me-latih kekuatan, dan bertemu orang-orang baru di sana.
"Mama
tahu,rumahmu
bukan hanya di sini, di kota ini.me-lainkan di dunia paralel.
Kamu
punya kehidupan yang berbeda.Kami
tidak akanmencegahmu menemukan
jawaban-jawaban di luar sana. Jawaban yang tidak pernah bisa kami berikan.Mama
yakin, besok-besok
kamu
akan tahu siapa orangtua kandungmu.Ayahmu
masih hidup, Ra. Suatu saatkamu
bisa memeluknyaerat-erat dan dia akan bangga melihatmu.”
"
Terima kasih, Ma.”
"Berjanjilah
kamu
akan selalu berhati-hati."‘Ra berjanji. Ma.”
Terdengar suara bel dari pintu depan. Montir mesin cuci se-pertinya sudah tiba.
Mama
beranjak berdiri, bersiapmembuka
pintu."Oh
iya,sebelum lupa, boleh
Mama
minta oleh-oleh dan perjalananmukali ini?”
"Oleh-oleh apa, Ma?”
"Bisakah
kamu membawakan Mama
pakaian yang tidak perludicuci itu?
Mama
ingin tahu sehebat apa pakaian tersebut.Mama
bosan dengan mesin cuci kita yang suka ngadat."Aku
tertawa, mengangguk.JG/UJAN
turunmembungkus
kota sepanjang sore hingga malam. I)i tangan teknisi profesional, mesin cuci itu beres dalam waktu linu belas menit. "I ain kali, sebaiknya segera memanggil kami. Bu. Jangan mencoba memperbaiki sendiri, atau mesin cuciini rusak total tidak bisa digunakan lagi.'
Mama
mengangguk-angguk seolah menurut.Aku
tahu, besok-besokMama
tetap bandel, berusaha memperbaiki sendiri peralatan di rumah.Pukul setengah
enam
Papa menelepon, memberitahubahwa
dia terlambat pulang, masih ada pekerjaan di pabrik. Papa me-nyuruh kami
makan malam
lebih dulu, tidak usahmenunggui-nya.
Aku
danMama makan malam
berdua. Sejak berhasilmemberitahu
Mama
tentang perjalanan hari Sabtu, suasanahariku jauh lebih baik.
Kami
berbincang-bincang santai tentangmakanan
di klan lain.Mama menyimak
antusias. Sesekali dia berseru tidak percaya.Setelah
membantu
membereskan meja makan, mencucipiring-piring, aku
masuk
ke kamar, melanjutkanmembaca
buku, ditemani si Putih yang tiduran di ujung kaki.Mama
menontontelevisi di lamai bawah,
menunggu
Papa pulang.Malam
inisepertinya akan berlalu dengan damai hingga
mendadak
pintu jendela kamarku diketuk.Aku
menoleh. Siapa yang bertamu malam-malam, datang lewat jendela kamar di lantai dua pula?Aku
bangkit mendekat, mendorong daun jendela. Tidak ada siapa-siapa di sana selain hujan deras, angin menderu, tempiasair mengenai wajahku. Siapa?
Suara mendesing pelan terdengar. Kapsul perak muncul di
depanku begitu saja.
Ada
belalai yang keluar dari kapsul. Belalai itu yang mengeruk jendelaku.Ali. Siapa lagi kalau bukan si biang kerok itu. Kepalanya muncul dari balik pintu kapsul terbang yang sekarang terbuka.
"Ikut denganku. Ra!
Ada
yang hendak kutunjukkan.'’ Ali berteriak, berusaha mengalahkan suara hujan."Astaga, Ali! Ini baru pukul tujuh malam. Banyak orang
melintas di jalan raya. Kapsul ini bisa dilihat semua orang!” aku
berseru. Tidakkah si genius ini
mau
berhati-hati.Apa
reaksite-tangga sebelah jika mereka tidak sengaja melihat ada benda
ter-bang berbentuk kapsul bulat di halaman
rumah
kami? Mereka akan menyangka adaUFO
datang ke bumi."Berhenti protes. Segera naik, Ra! Semakin cepat
kamu
naikke kapsul, semakin cepat aku bisa mengaktifkan posisi menghilangnya.”
Aku
melotot. Tabiat Ali yang suka menyuruh-nyuruh tidakpemah
hilang. Baiklah, aku mengalah, bergegas melewati jendela kamar, dan melompat ke dalam kapsul.Aku
sedikit terpeleset, tapi belalai kapsul menangkap bahuku,membantu
berdiri.Begitu aku berada di dalam kapsul. Ali menekan tombol di
37
papan kemudi. Desing pelan terdengar. Kapsul itu kembali menghilang. Pintunya menutup.
"Selamat datang di ILV versi 3.0. Ra. Ini pertama kali aku
membawanya
terbang."Aku
menepuk-nepuk ujung rambut yang basah."Duduk, Ra. Kenakan sabuk pengaman. Kita menuju tujuan berikutnya."
Tanpa
menunggu
akududuk
mantap. Ali mendorong tuas kemudi. Seperti peluru, kapsul perak itu melesat cepat me-nembus langit gelap.Aku
berseru jengkel, hampir tet^atuh. Ali nyengir.Tujuan berikutnya adalah
rumah
Seli. Sahabatku itu sudahmenunggu
di teras belakang, seperti tahu akan dijemput. Seli naik ke dalam kapsul tanpa masalah."Aku sudah menelepon Seli. Jadi dia tahu akan dijemput.” Ali menjelaskan santai.
"Lantas kenapa
kamu
tidak memberitahuku lebih dulu juga?'"Buat apa?
Kamu
paling mengajakku bertengkar, menyuruhkulangan menjemput dengan kapsul perak, nanti dilihat orang lain.
Atau bilang besok-besok saja,jangan
malam
ini. Iya. kan? Lebih baik aku langsung muncul di depan jendela kamarmu,me-maksamu
segera naik,” Ali menjawab santai.Seli tertawa melihat wajah masamku. Dia
memasang
sabuk pengaman.Kapsul perak kembali melesat
menembus
hujan deras. Gerak-annya lincah. Suaranya lebih senyap. Ini generasi lebih canggih dibanding kapsul perak ILY versi 2.0 sebelumnya.Aku
tahu, -.cbulan terakhir, Alimembuat
kapsul perak ini,menambahkan
teknologi baru yang dia pelajari di Klan Bintang. Interior kapsul
terasa lebih lapang.
Ada
banyak rombol baru di papan kemudi.Layar kaca besar terlihat jernih.
Kami
bisa menatap leluasa keluar, menyaksikan rumah-rumah, bangunan di kota kami, juga jalan raya yang dipadati kendaraan, perempatan. Kapsul perak terbang lima belas meter di atasnya, meliuk tidak terlihat,melewati gedung-gedung, menara