• Tidak ada hasil yang ditemukan

Av mengembuskan napas lega

Dalam dokumen / f Mv. f.. &S v " 5 m (Halaman 27-32)

Hana

tersenyum lembur. "Aku sudah tahu sejak pertama kali kalian mengetuk pondokku di

Udang

perdu berduri. Nak. Kalian adalah sahabat baik satu sama lain.

Ada

banyak sekali kekuatan besar di dunia paralel, salah satunya yang amar besar adalah kekuatan persahabatan. Berangkatlah dengan yakin.

Alam

sekitar

akan

membantu

kalian."

Pertemuan itu tiba di penghujungnya. Sisanya,

Av

menjelaskan rencana perjalanan, dua minggu lap. hari Sabtu. Segala sesuatu akan disiapkan. Miss Selena akan mengurus izin sekolah.

Kami

tidak bisa

menunggu

libur panjang seperti sebelumnya.

Av

me-nyuruhku dan Ali untuk memberitahu orangrua kami masing-masing. Perjalanan itu memiliki tenggat tujuh hari. Jika kami

gagal

menemukannya

dalam jangka waktu tersebut,

Av

meme-rintahkan Miss Selena

membawa

rombongan kembali ke Klan Bulan.

»**

Angkot akhirnya tiba di depan rumah.

Aku

beranjak turun,

melambaikan tangan pada Seli.

Si Putih, kucingku, berlari

menyambut

saat aku

membuka

pintu depan.

Aku

berjongkok, membiarkan kucing itu melompat ke

tangan-ku.

"Hei, Put.

kamu

sudah

makan

siang?"

Sebagai jawaban, si Putih mengeong sambil mengibaskan ekor-nya. Kucingku ini seakan bisa mengerti kalimatku.

Aku

meng-27

gendongnya

masuk

ke dalam rumah. Tidak ada

Mama

di ruang tengah.

Mungkin

ada di ruang

makan

atau dapur.

Aku

terus

melangkah. Juga tidak ada

Mama

di sana.

Kamu

tahu di

mana Mama.

Put?"

Kucing itu melompat dari tanganku, berlari menuju halaman

belakang. Si Putih mengeong, menunjuk

Mama

yang sedang berkutat memperbaiki mesin cuci.

"Eh, Ra?

Kamu

sudah pulang sekolah?"

Aku

mengangguk.

“Mama

sedang apa?"

'Mesin cuci ini ngadat lagi. Ra. Padahal usianya dua tahun juga belum."

Mama

menyeka dahi yang berpeluh dan cemong.

Tampilannya sudah seperti montir profesional,

membongkar

mesin cuci.

Aku

mendekat. "Apa tidak sebaiknya menggunakan jasa servis resmi. Ma?"

“Tidak perlu. Ra.

Mama

bisa memperbaikinya."

"Perlu Raib bantu?"

“Tidak usah. Eh.

kamu

sudah makan?

Mama

masak sup kesukaanmu.

Kamu

ganti baju dulu sana."

Mama

berseru dari

dalam tabung mesin cuci, kepalanya kembali masuk

meme-riksa.

Aku

mengangguk, menurut.

Tadinya aku berencana hendak memberirahu

Mama

soal peijalanan itu. Mungkin siang ini waktu yang tepat. Tapi melihat

Mama

yang berkutat dengan mesin cuci, itu bukan ide baik.

Mungkin menunggu

hingga sore.

Aku

hafal kebiasaan

Mama.

Beberapa jam lagi

Mama

akan terus berusaha, lalu mengomel

sendirian, kemudian

Mama

akan menyerah dan akhirnya menelepon teknisi.

Setelah

makan

siang, sambil

menunggu Mama

sibuk dengan

mesin cuci, aku

membaca

buku di sofa ruang tengah, membiar-kan si Putih bermain di ujung kakiku. Kucing itu mengejar-ngejar, bergulingan, mengejar-ngejar lagi gumpalan benang wol yang kuberikan.

Aku

memiliki kucing ini sejak ulang tahun ke-sembilan.

Ada

yang meletakkan kardus berwarna pink dengan talam lembut di depan pintu rumah, berisi dua ekor kucing.

Saru, dengan warna bulu hitam berbintik-bintik putih, aku

panggil si I litani. Satu lagi, dengan warna bulu putih berbintik-bintik hitam, aku panggil si Putih.

Aku

tidak pernah tahu siapa yang mengirimkan kardus itu.

Aku

mengira itu kado ulang tahun dari kerabat

Mama.

Kedua kucing ini sepertinya akan

baik-baik saja, hingga akhirnya aku bertemu

Tamus

dari Klan Bulan. Salah satu kucing itu. si Hitam, ternyata

hewan

Klan Bulan yang ditugaskan kamus untuk mengawasiku. Si

Hitam

kemudian kembali ke Klan Bulan. Kini kucingku tinggal satu, si

Putih.

"Mama

tidak habis pikir, Ra."

Aku

menoleh.

Mama

sedang berjalan gontai mendekatiku.

"Mama

sudah mengotak-atik semuanya, tetap tidak ketemu

di

mana

rusaknya."

Mama

menyeka anak rambut di dahi. Wajah-nya semakin cemong.

Aku

sebenarnya hampir tertawa melihat wajah

Mama.

“Panggil montir resmi saja. Ma.”

"Mama

belum menyerah, Ra. sebentar lagi."

Mama

meraih gelas kosong, menuangkan air putih. Setelah beristirahat bebe-rapa menit, menghabiskan minuman.

Mama

balik kanan dengan semangat baru, kembali menghadapi mesin cuci yang ngadat.

Aku

melanjutkan membaca. Si Putih mulai bosan dengan gulungan benang wol. Dia melompat ke atas sofa, meringkuk

nyaman di sampingku.

29

"Kamu

mengantuk. Put?"

Kucing itu mengeong sebagai jawaban.

Dua

kali lagi

Mama

bolak-balik mengambil air

minum

hingga akhirnya dia menyerah, mengomel, meraih telepon rumah, dan

menekan

nomor

pusat servis mesin cuci.

"Teknisinya bisa datang segera,

Ma?"

Mama

mengangguk, berjalan ke arahku, mengempaskan pung-gungnya di sofa, di sebelahku. "Tiga puluh menit lagi mereka

tiba."

Aku

menatap

Mama

lamat-lamat. Dia wanita usia empat puluh tahun, dengan rambut sebahu

yang sekarang diikat karet

gelang. Pakaian

Mama

kusut karena berjam-jam mengatasi mesin cuci tadi.

"Eh, ada apa, Ra?"

Mama

menyadari dia sedang diperhati-kan.

Aku

menggeleng. "Tidak ada apa-apa.”

"Kamu mau

bilang

Mama

terlihat berantakan, kan? Tidak

cantik lagi?"

Mama

menyelidik.

"Mama

selalu cantik kok."

Aku

tertawa.

"Lantas

kamu mau

bilang apa sih?"

"Di Klan Bintang, mereka tidak lagi mencuci pakaian, Ma."

aku berkata pelan. Setelah sebulan tidak bicara banyak, mungkin

ini

wakm

yang tepat memberitahu

Mama.

"Klan Bintang?"

Mama

berusaha mencerna kalimatku. "Oh.

dunia paralel itu. Mereka tidak mencuci baju? Bagaimana mereka membersihkan pakaian kotor mereka?"

"Mereka punya teknologi bahan pakaian yang bisa membersih-kan sendiri. Sekali dibeli, pakaian itu tidak perlu dicuci lagi. Jika terkena kotoran, bisa bersih sendiri."

Bola mara

Mama

membesar.

"Oh

ya? Membersihkan sendiri?

Itu pasti menyenangkan jika

Mama

punya pakaian seperti itu.

Mesin cuci menyebalkan ini bisa dipensiunkan.'

Aku

tertawa, meletakkan buku di atas meja.

Kami

diam sejenak.

"Seperti apa sebenarnya dunia paralel itu. Ra?"

Mama

ber-tanya

pertanyaan pertamanya.

' Kurang-lebih sama seperti kota kita, Ma."

"Sama?"

' Iya. lapi dengan teknologi yang lebih maju. Klan Bulan dengan rumah-rumah

sepem

balon di atas tiang-tiang tinggi.

Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain lewat kapsul terbang atau lorong berpindah. Klan Matahari dengan

rumah-rumah

kubus di lereng gunung. Ruangan-ruangan yang bisa melipat, menekuk. Mereka bisa berpindah lewat perapian.

Sementara Klan Bintang lebih maju lagi, berada di perut bumi, mereka menyukai bentuk simetris, kota mereka paling canggih dibanding yang lain.

Makanan

yang bisa menyesuaikan rasa se-suai keinginan, sofa yang bisa bicara, dan baju yang bisa berubah warna atau model seperti imajinasi pemakainya."

Bola mata

Mama

membesar. "Iru hebat sekali, Ra. Itu seperti

berada di luar negeri. Kota-kotanya jauh lebih maju dibanding kota kita."

Aku

mengangguk. Bedanya, dunia paralel tidak hanya berada

di luar negeri, tapi berada di dunia yang berbeda. Dunia paralel tidak bisa dicapai dengan pesawat terbang atau kapal laut, melintasinya harus melalui portal antarklan.

Hanya

ke Klan Bintang yang bisa didatangi dengan cara manual.

"Apakah semua warga dunia paralel punya kekuatan?

Meng-hilang?"

"Tidak semua. Lebih banyak yang seperti warga di kota kita.

Tapi mereka hidup hersama dengan para pemilik kekuatan."

'Apakah warga dunia paralel ramah-ramah. Ra?"

Dalam dokumen / f Mv. f.. &S v " 5 m (Halaman 27-32)