• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa Jenis Barang Riba

Dalam dokumen Agama (Halaman 108-114)

Kerangka Agama Islam

8.4 Beberapa Jenis Barang Riba

Riba tidak berlaku, kecuali pada enam jenis barang yang sudah ditegaskan nash-nash syar‘i berikut:

Dari Ubaidah bin Shamir ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “(Boleh

menjual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan

gandum, sya‟ir (sejenis gandum) dengan sya‟ir, kurma dengan kurma,

jenis, maka juallah sesukamu, apabila tunai dengan tunai.” (Shahih: Mukhtashar Muslim no: 949, dan Muslim III: 1211 no: 81 dan 1587). Dengan demikian, apabila terjadi barter barang yang sejenis dari em- pat jenis barang ini, yaitu emas ditukar dengan emas, tamar dengan tamar, maka haram tambahannya baik secara riba fadhl maupun se- cara riba nasiah, harus sama baik dalam hal timbangan maupun ta- karannya, tanpa memperhatikan kualitasnya bermutu atau jelek, dan harus diserahterimakan dalam majlis.

Dari Abi Sa‘id al-Khudri ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Janganlah kamu menjual emas kecuali sama, janganlah kamu tam- bah sebagiannya atas sebagian yang lain, janganlah kamu menjual perak dengan perak kecuali sama, janganlah kamu tambah sebagi- annya atas sebagian yang lain, dan janganlah kamu menjual emas

dan perak yang barang-barangnya belum ada dengan kontan.”(Mutta-

faqun ‗alaih: Fathul Bari IV: 379 no: 2177, Muslim III: 1208 no: 1584,

Nasa‘i VII: 278 dan Tirmidzi II: 355 no: 1259 sema‘na).

Dari Umar bin Khattab ra bahwa Rasulullah saw bersabda. “Emas dengan emas adalah riba kecuali begini dengan begini (satu pihak mengambil barang, sedang yang lain menyerahkan) bur den-

gan bur (juga) riba kecuali begini dengan begini, sya‟ir dengan sya‟ir

riba kecuali begini dengan begini, dan tamar dengan tamar adalah

riba kecuali begini dengan begini.” (Muttafaqun‘alaih: Fathul Bahri IV: 347 no: 2134, dan lafadz ini bagi Imam Bukhari, Muslim III: 1209 no: 1586, Tirmidzi II: 357 no: 1261, Nasa‘i VII: 273 dan bagi mereka lafadz pertama memakai adz-dzahabu bil wariq (emas dengan perak) dan Aunul Ma‘bud IX: 197 no: 3332 dengan dua model lafadz).

Dari Abu Sa‘id ra, ia bertutur: Kami pada masa Rasulullah saw pernah mendapat rizki berupa tamar jama‘, yaitu satu jenis tamar, ke- mudian kami menukar dua sha‘ tamar dengan satu sha‘ tamar. Lalu kasus ini sampai kepada Rasulullah saw maka Beliau bersabda, “Tidak

sah (pertukaran) dua sha‟ tamar dengan satu sha‟ tamar, tidak sah

sah (juga) satu Dirham dengan dua Dirham.”(Muttafaqun ‘alaih: Mus- lim III: 1216 no: 1595 dan lafadz ini baginya, Fathul Bari IV: 311 no: 2080 secara ringkas dan Nasa‘i VII: 272). Manakala terjadi barter di antara enam jenis barang ini dengan lain jenis, seperti emas ditukar dengan perak, bur dengan sya‘ir, maka boleh ada kelebihan dengan syarat harus diserahterimakan di majlis.

Berdasar hadits Ubadah tadi “…tetapi jika berlainan jenis maka

juallah sesukamu, apabila tunai dengan tunai.” Dalam riwayat Imam

Abu Daud dan lainnya dari Ubadah ra Nabi saw bersabda: “Tidak

mengapa menjual emas dengan perak dan peraknya lebih besar jum- lahnya daripada emasnya secara kontan, dan adapun secara kredit,

maka tidak boleh; dan tidak mengapa menjual bur dengan sya‟ir dan

sya‟irnya lebih banyak daripada burnya secara kontan dan adapun

secara kredit, maka tidak boleh.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil V: 195 dan

‗Aunul Ma‘bud IX: 198 no: 3333).

Apabila salah satu jenis di antara enam jenis ini ditukar dengan barang yang berlain jenis dan „illah ‗sebab‘, seperti emas ditukar de- ngan bur, atau perak dengan garam, maka boleh ada kelebihan atau secara bertempo kredit. Dari Aisyah ra bahwa Nabi saw pernah mem- beli makanan dari seorang Yahudi secara bertempo, sedangkan Nabi saw menggadaikan sebuah baju besinya kepada Yahudi itu. (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 1393 dan Fathul Bari IV: 399 no: 2200). Dalam kitab Subulus Salam III: 38, al-Amir ash-Sha‘ani menyatakan. ―Keta- huilah bahwa para ulama‘ telah sepakat atas bolehnya barang ribawi ditukar dengan barang ribawi yang berlainan jenis, baik secara ber- tempo meskipun ada kelebihan jumlah atau berbeda beratnya, misal- nya emas ditukar dengan hinthah (gandum), perak dengan gandum, dan lain sebagainya yang termasuk barang yang bisa ditakar.‖ Namun, tidak boleh menjual ruthab (kurma basah) dengan kurma kering, kecu- ali para pemilik „ariyah, karena mereka adalah orang-orang yang faqir yang tidak mempunyai pohon kurma, yaitu mereka boleh membeli kurma basah dari petani kurma, kemudian mereka makan dalam ke-

adaan masih berada di pohonnya, yang mereka taksir, mereka menu- karnya dengan kurma kering.

Dari Abdullah bin Umar ra, bahwa Rasulullah saw melarang

muzabanah. Muzabanah ialah menjual buah-buahan dengan tamar

secara takaran, dan menjual anggur dengan kismis secara takaran. (Muttafaqun ‗alaih: Fathul Bari IV: 384 no: 2185, Muslim III: 1171 no: 1542 dan Nasa‘i VII: 266) Dari Zaid bin Tsabit ra bahwa Rasulullah saw memberi kelonggaran kepada pemilik „ariyyah agar menjualnya dengan tamar secara taksiran. (Muttafaqun‗alaih: Muslim III: 1169 no: 60 dan 1539 dan lafadz ini baginya dan sema‘na dalam Fathul Bari IV: 390 no: 2192, ‗Aunul Ma‘bud IX: 216 no: 3346, Nasa‘i VII: 267, Tirmidzi II: 383 no: 1218 dan Ibnu Majah II: 762 no: 2269).

Sesungguhnya Nabi saw melarang menjual kurma basah dengan tamar hanyalah karena kurma basah kalau kering pasti menyusut. Dari

Sa‘ad bin Abi Waqqash ra bahwa Nabi saw pernah ditanya perihal

menjual kurma basah dengan tamar. Maka Beliau (balik) bertanya, “Apakah kurma basah itu menyusut apabila telah kering?” Jawab para sahabat, ―Ya,menyusut.‖ Maka Beliaupun melarangnya. (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 1352, ‗AunulMa‘bud IX: 211 no: 3343, Ibnu Majah II: 761 no: 2264, Nasa‘i VII: 269 dan Tirmidzi II: 348 no: 1243). Dan, tidak sah jual beli barang ribawi dengan yang sejenisnya sementara keduanya atau salah satunya mengandung unsur lain. Riwayat Fad- halah bin Ubaid yang menjadi landasan kesimpulan ini dimuat juga dalam Mukhtashar Nailul Authar hadits no: 2904.

Imam Asy-Syaukani, memberi komentar sebagai berikut, ―Hadits ini menunjukkan bahwa tidak boleh menjual emas yang mengandung unsur lainnya dengan emas murni hingga unsur lain itu dipisahkan agar diketahui ukuran emasnya, demikian juga perak dan semua jenis barang ribawi lainnya, karena ada kesamaan illat, yaitu haram menjual satu jenis barang dengan sejenisnya secara berlebih.‖ Dari Fadhalah bin Ubaid ia berkata: ―Pada waktu perang Khaibar aku pernah mem- beli sebuah kalung seharga dua belas Dinar sedang dalam perhiasan

itu ada emas dan permata, kemudian aku pisahkan, lalu kudapatkan padanya lebih dari dua belas Dinar, kemudian hal itu kusampaikan kepada Nabi saw, Maka Beliau bersabda, „Kalung itu tidak boleh di-

jual hingga dipisahkan.‟‖ (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 1356, Muslim III:

1213 no: 90 dan 1591, Tirmidzi II: 363 no: 1273, ‗Aunul Ma‘bud IX: 202 no: 3336 dan Nasa‘i VII: 279).

-oo0oo-

BAB

9

Munakahat (nikah)

Dalam dokumen Agama (Halaman 108-114)