• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembagian Giliran Dan Nusyuz

Dalam dokumen Agama (Halaman 197-200)

Kerangka Agama Islam

9.5 Pembagian Giliran Dan Nusyuz

Wajib Membagi Giliran Di Antara Para Istri

Wajib melakukan giliran di antara para istri, jika si suami men- ginap pada salah seorang di antara mereka, naik dengan cara undian ataupun dengan cara lain. Si suami diwajibkan melakukan giliran pada istri yang lain, sekalipun si istri sedang dalam keadaan uzur, seumpa- manya sedang sakit atau haid. Disunatkan baginya membagi rata gili- rannya di antara sesama mereka (istri-istrinya) dalam berbagai istimta‘ (bersenang-senang).

Akan tetapi, suami tidak berdosa jika dalam hatinya ada kecen- derungan yang lebih kepada salah seorang di antara mereka (terutama istrinya yang termuda). Dikatakan demikian karena hal ini merupakan sesuatu yang tak dapat dihindarkan. Oleh sebab itulah Nabi saw, per- nah bersabda:

Ya Allah, inilah penggiliran yang kulakukan terhadap apa yang aku miliki. Dan janganlah Engkau mencelaku terhadap apa yang Engkau miliki, sedangkan aku tidak memilikinya.

Yang dimaksud ialah kecenderungan hati kepada salah seorang di antara itri-istri beliau. Janganlah seseorang menelantarkan mereka, melainkan hendaklah dia menginap di antara sesama mereka (dengan cara yang adil)

Tidak Wajib Adil Dalam Melakukan Giliran Pada Budak Perempuan Tidak wajib mengadakan giliran (dengan cara yang adil) di anta- ra sesama budak perempuan, dan tidak pula antara budak perempuan dan istri (wanita merdeka yang menjadi istrinya).

Suami Istri Wajib Membina Hidup Dengan Cara Yangf Makruf

Diwajibkan atas suami istri membina hidup bersama dengan cara yang makruf, yakni masing-masing pihak menjauhkan diri dari apa yang tidak disukai teman hidupnya, dan menunaikan haknya ma- sing-masing dengan penuh kerelaan dan wajah yang berseri-seri tanpa memakai biaya dan keterpaksaan dalam melakukannya.

Istri-Istri Yang Tidak Wajib Digilir

Menggilir istri hukumnya wajib, selain istri yang berada dalam iddah karena wathi‘ syubhat, sebab seorang suami tidak boleh melaku- kan khalwat dengan istri yang keadaannya demikian. Tidak wajib menggilir istri yang belum balig karena masih belum kuat untuk diajak bersenggama.

Tidak pula terhadap istri yang membangkang tidak mau taat, umpamanya ia keluar dari rumah suami tanpa seizinnya, atau dia menolak diajak bersenang-senang, atau menutup pintu di hadapan suami, sekalipun dia gila. Dan (tidak wajib pula menggilir) istri yang tengah berpergian sendirian untuk keperluannya, sekalipun dengan seizing suami. Terhadap istri yang tergolong di antara mereka, tidak wajib menggilir mereka, sebagaimana tidak wajib pula memberinya nafkah.

Halal Menghentikan Giliran

Al-Adzru‘I dalam nukilannya yang bersumber dari kitab Tajzi‘ah

Ar-Rauyani mengatakan bahwa seandainya seorang suami merasa jelas atas perbuatan zina istrinya, dihalalkan baginya menghentikan giliran dan hak-haknya, agar ia meminta khulu‘ (minta cerai dengan mem-

bayar tebusan) kepadanya. Demikian yang disebutkan di dalam kitab Al-Umm, salah satu di antara dua pendapatnya yang paling sahid. Suami Boleh Mendatangi Rumah Istrinya Yang Lain Walaupun Bukan Pada Gilirannya

Suami diperbolehkan masuk ke dalam rumah salah seorang istrinya pada malam hari dalam giliran istri yang lain, karena keadaan darurat, bukan karena alasan lainnya, misalnya istri yang ditengoknya itu sedang sakit keras, sekalipun hanya menurut dugaan si suami sen- diri.

Boleh pula seorang suami masuk ke dalam rumahnya di siang hari karena ada keperluan, seperti meletakkan barang atau mengam- bilnya, menjenguk yang sakit, menyerahkan uang belanja, dan me- nyampaikan suatu berita, tetapi boleh lama-lama tinggalnya menurut ukuran tradisi, dan hanya seperlunya.

Apabila ternyata seorang suami tinggal terlalu lama lebih lama lebih dari seperlunya, berarti dia berbuat durhaka karena sikapnya yang kelewatan batas itu. Ia wajib mengqadha (membayar)nya terha- dap istri yang sedang digilirnya sesuai dengan waktu yang ia habiskan di dalam rumah istri lain yang dimasukinya itu. Demikian pendapat dalam kitab Muhadzdzab dan lain-lainnya.

Yang tersimpul dari pendapat kitab Al-Minhaj dan kitab Ar- Raudhah serta mantan dari masing-masing, terdapat perbedaan dalam masalah bila si suami masuk ke dalam rumah istri lainnya di siang hari karena ada keperluan, sekalipun menghabiskan waktu yang cu- kup lama. Dalam keadaan demikian si suami tidak wajib melakukan pemerataan dalam ber-iqamah (tinggal) di waktu yang bukan pokok, yaitu di siang hari. Yakni si suami tidak wajib membayarnya sesuai dengan kadar waktu yang ia habiskan, mengingat siang hari adalah waktu kesibukan, yang adakalanya dia mempunyai kesibukan banyak dan adakalanya pula sedikit kesibukannya (yakni tetap).

Suami Boleh Bersenang-Senang, Tetapi Haram Bersetubuh, Dengan Istri Bukan Pada Saat Gilirannya

Di saat boleh bagi seorang suami masuk ke dalam rumah istri yang lain, diperbolehkan pula baginya bersenang-senang dengannya, tetapi haram melakukan senggama. Keharamannya ini bukan karena persetubuhan yang dilakukannya, mealinkan karena faktor lain (yaitu karena dia sedang pada giliran istri yang lainnya).

Apabila si suami terlanjur melakukan senggama dengan istri yang bukan gilirannya, tidak diharuskan baginya membayar persetubuhan kepada istri yang ada dalam gilirannya mengingat masalah persetu- buhan ini erat kaitannya dengan gairah dan semangat, melainkan dia harus membayar dengan waktu selama dia berada di rumah istri yang disetubuhinya itu, sekalipun menurut ukuran tradisi cukup lama. Batas Masa Giliran

Ketahuilah, batas minimal waktu giliran ialah satu malam untuk seorang istri, mulai dari matahari terbenam hingga fajar (waktu subuh). Batas maksimal menggilir ialah tiga hari. Untuk itu, seorang suami ti- dak boleh melakukan giliran lebih dari tiga hari, sekalipun istri-istrinya bertempat tinggal terpencar di berbagai kota, kecuali dengan kerelaan dari pihak mereka.

Berdasarkan ulasan di atas, perkataan �mam Syafii di dalam kitab Al-Umm diinterprestasikan, yaitu: ―Seorang suami (dapat saja) melakukan giliran perbulan dan pertahun‖. Waktu asal (pokok) un- tuk melakukan giliran bagi seorang lelaki yang kerjanya di siang hari adalah malam hari, sedangkan siang hari sebelum dan sesudahnya mengikutinya. Demikian menurut yang lebih utama.

Masa Giliran Bagi Wanita Merdeka Dan Budak Perempuan

Giliran bagi wanita yang merdeka adalah dua malam, sedang- kan bagi budak perempuan yang menyerahkan diri kepadanya adalah

Dalam dokumen Agama (Halaman 197-200)