• Tidak ada hasil yang ditemukan

TENTANG BLASTING RODI (KERJA PAKSA) TAHUN 1908 DI LINTAU BUO TANAH DATAR

Tahun 1908 Pemerintah Belanda Menjalankan Peraturan/Undang – Undang, Dimana Para Rakyat Harus Membayar Belasting Tersebut, Maka Dikenakan Sanksi Untuk Bekerja Rodi.

Lintau Buo Adalah Kantor Pusatb Dari Sembilan Koto/Negeri Itu Adalah : 1. Kepala Negeri : Taluk

2. Kepala Negeri : Tigo Jangko 3. Kepala Negeri : Pangian 4. Kepala Negeri : Buo

5. Kepala Negeri : Lubuk Jantan 6. Kepala Negeri : Tapi Selo 7. Kepala Negeri : Balai Tengah 8. Kepala Negeri : Batu Bulat 9. Kepala Negeri : Tanjung Bonai

Dengan Keputusan Pemerintah Belanda Yang Mengharuskan Untuk Membayar Belasting Dan Jika Tidak Membayar Dikenakan Sanksi Kerja Rodi Tersebut, Maka Rakyat Menenteng Keras Peraturan Itu, Tetapi Pemerintah Belanda Tetap Menjalankan Peraturan Tersebut. Pemerintah Belanda Waktu Berkantor Di Buo. Kepala Pemerintahan Dibuo Pada Waktu Itu Adalah Seorang Belanda Yaitu Js.Bastian Sebagai Asisten Controleur Mempunyai Staf Dan Pasukan Militer Sebanyak 20 Orang Beserta Opasnya Yang Tinggal Di Komplek Kantor Tersebut.

Untuk Memperlancar Tugas Soal Belasting, Staf Dan Pengawalnya Mendatangi Kepala Negeri – Kepala Negri Supaya Mereka Mematuhi Aturan – Aturan Yang Dibuat Olehnya, Tetapi Kepala Negri Tersebut Tidak Ada Satupun Yang Mau Menjalankan/Mematuhi Peraturan Itu. Sehingga Kepala Pemerintahan Buo Js.Bastian Memerintahkan Staf Dan Pengawalnya Untuk Menagih Belasting Dan Bagi Yang Tidak Sanggup Membayar Belasting, Maka Dikenakan Sanksi Rodi (Kerja Paksa) Di Buo.

53 Karena Rakyat Pada Masa Itu Banyak Yang Tidak Mampu Membayar Belasting, Maka Dengan Terpaksa Mereka Harus Menjalani Kerja Rodi (Kerja Paksa) Di Buo. Kerja Rodi Yang Diterapkan Pemerintah Belanda Saat Itu Kejam. Mereka Manyiksa, Menindas Dan Mempekerjakan Rakyat Tanpa Mengubris Waktu Dan Lama Mereka Di Pekerjakan Sehingga Para Pekerja Rodi (Pekerja Paksa) Tidak Tahan Dan Melarikan Diri. Tetapi Mereka Yang Melarikan Diri Ditangkap Kembali Dan Dimasukkan Kedalam Bui Buo. Maka Mereka Disiksa Dengan Sangat Kejam Tanpa Perikemanusian.

Rakyat Menjadi Sangat Gelisah Karena Setiap Laki – Laki Yang Terlihat Dipinggiran Jalan Ditangkap Dan Dimasukkan Ke Bui Buo Dan Juga Para Pekerja Rodi Yang Berada Di Bui Buo Tidak Dapat Dibesuk Oleh Keluarganya, Ini Membuat Rakyat Semakin Gelisah.

Dengan Kejadian – Kejadian Tersebut, Kepala – Kepala Negri Sembilan Koto Mendatangi Asisten Controleur, Mereka Meminta Agar Para Pekerjaridi Dilepaskan. Mengingat Keluarganya Yang Cukup Resah Karena Tidak Kembali. Dengan Kedatangan Kepala Negeri Asisten Controleur Marah Besar Dan Menagkap Lagi Rakyat Yang Belum Bayar Belasting.

Dari Berbagai Macam Permasalahan Diatas, Yang Sangat Menggelisahkan Rakyat, Maka Sebagian Orang Berkeinginan Untuk Menyelamatkan Para Pekerja Rodi. Salah Satunya Orang Yang Berasal Dari Negri Lubuk Jantan, Tepatnya Didusun Talang, Di Seberang Sungai Negri Lubuk Jantan Tersebut Adalah Sebuah Sungai, Bernama Sungai Sinamar. Dibelakang Sungai Tersebut Bernama Kampung Talang . Dikampung Talang, Ada Sebuah Dusun Yaitu Dusun Suleka.

Didusun Tersbut Tinggal Seorang Wanita Berumur 48 Tahun Bernama Siti Hajir Dan Suaminya Bernama Ibrahim Berumur 46 Tahun, Bekerja Sebagai Pedagang. Pada Suatu Hari Ibrahim Berniat Membawa Barang Dagangannya Ke Payakumbuh, Dan Berencana Bermalam Di Rumah Siti Maryam (Kakak Siti Hajir). Akan Tetapi Diperjalanan Kerumah Siti Maryam, Ibrahim Ditangkap Tentara Belanda. Setelah Beberapa Hari Siti Maryam Mendapat Kabar Dan Menceritaknnya Pada Siti Hajir. Kemudian Siti Hajir Memberi Tahukan Kepada Kepala Desa, Orang Kampung, Ninik Mamak, Cerdik Pandai. Dan Mereka Memutuskan Untuk Berangkat Kebuo Denga

54 Senjata Lengkap. Sebelum Berangkat Siti Hajir Melakukan Ibadah Dulu, Dan Mengenakkan Pakaian Suaminya, Rambutnya Disanggul Dan Memakai Peci. Dengan Begitu Siti Hajir Telah Menyerupai Seorang Pria Yang Siap Untuk Berperang.

Maka Berangkatlah Mereka Bersama Menuju Lubuk Jantan, Lalu Bermusyawarah Dengan Ninik Mamak Dan Cerdik Pandai Lubuk Jantan. Hasil Musyawarah Tersebut Diberitahukan Kepada Kepala Negri Tapi Selo, Balai Tangah, Tanjung Bonai, Yang Turut Kebuo.

Dengan Menyebut Asma Allah (Allahuakbar) Mereka Berangkat Kekantor Asisten Controleur, Yang Dipimpin Oleh Siti Hajir Dan Tuanku Imam. Setiba Dibuo Mereka Menghadap Controleur Untuk Meminta Melepaskan Semua Orang Yang Ditahan. Mendengar Permintaan Tersebut Controleur Menjawab Dengan Tegas “Tidak Bisa Di Bebaskan.”

Rombongan Siti Hajir Tidak Sabar Lagi, Mereka Berteriak, Akhirnya Controleur Marah Sekali Dan Memanggil Tentaranya Dan Juga Opas-Opas Kantor, Agar Mereka Di Tembak Dan Di Usir. Rombongan Siti Hajir Mendengar Perintah Tersebut Dengan Geram Dan Semangat Yang Membara, Mereka Menyerang, Maka Terjadilah Pertempuran Rakyat Di Kantor Pemerintahan Belanda Di Buo. Pertempuranpun Tidak Bisa Dihindarkan Lagi, Mereka Membakar Rumah Dan Kantor Controleur.

Tentara Beanda Menembak Siti Hajir Berkali-Kali, Tetapi Siti Hajir Tidak Mati, Hanya Baju Dan Celana Saja Yang Kena Tembak. Siti Hajir Dan Rombongan Semakin Panas. Akhirnya Tentara Belanda Yang Berjumlah 20 Orang Tersebut Mati. Lalu Siti Hajir Dan Tuanku Imam Menangkap Asst. Controleur / Js. Bastian. Kemudian Diseret Bersama Oleh Rakyat Ke Jalan Besar Yang Di Depannya Ada Empang, Dan Di Empang Tersebut Asst. Controleur Di Bunuh. Setelah Rombongan Siti Hajir Membunuh Asst. Controleur, Mereka Segera Ke Bui, Namun Tidak Satu Orang Pun Tahanan Yang Hidup, Termasuk Suami Siti Hajir.

Dua Hari Kemudian Tentara Belanda Marsose Dengan Mengendarai Kuda Datang Dari Batusangkar Menuju Buo, Setelah Mendapat Kabar Dari Istri Js. Bastian Yang Ber4hasil Kabur Saat Pertempuran Terjadi Di Buo. Lalu Tentara Belanda Menyerang Belanda, Rakyat Lemah Karena Keletihan Pada Pertempuran Dua Hari

55 Yang Lalu. Akan Tetapi Siti Hajir Dan Tuanku Imam Masih Kuat Dan Melawan Tentara Belanda. Lagi-Lagi Siti Hajir Tidak Mempan Oleh Peluru, Tanpa Sengaja Tentara Menembak Sanggul Siti Hajir Dan Sanggulnya Terlepas, Maka Terurailah Rambutnya. Dengan Terperangah Tentara Marsose Kaget, Tidak Menyangka Pasukan Tersebut Di Pimpin Oleh Wanita.

Maka Dengan Sangat Geram, Tentara Marsose Menembak Tuanku Imam Dan Akhirnya Ia Mati. Dan Siti Hajir Akhirnya Tertangkap Dan Di Bawa Ke Buo, Lalu Dimasukkan Ke Dalam Bui. Dalam Sel Kaki Siti Hajir Dirantai. Beberapa Hari Kemudian Siti Maryam Dan Anak Perempuannya Yang Bernama Tinur Mengantarkan Nasi Dan Pakaian Untuk Siti Hajir. Mereka Diperbolehkan Masuk Ke Dalam Sel, Tetapi Hanya Sebentar Saja. Pada Waktu Itulah Siti Hajir Berpesan Kepada Kakaknya, Apabila Ia Mati, Dia Minta Dikuburkan Di Rumahnya Di Lubuk Jantan. Setelah Lebih Seminggu Hukuman Cambuk Yang Terus Menerus Dan Makan Yang Kurang, Akhirnya Siti Hajir Meninggal. Itupun Karena Di Racun Oleh Tentara Belanda.

Demikianlah Kisah Siti Hajir Dari Lubuk Jantan Lintau Buo Tanah Datar Melawan Pemerintah Belanda Tahun 1908.

56

ALASAN MONUMEN PEMANCAR YBJ-6