• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budaya Menulis untuk Pelajar Berkemajuan

Dalam dokumen Buku Menjadi Pelajar Berkemajuan (Halaman 77-87)

––Lufki Laila Nur Hidayati

11 “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan menjadi tinta, ditambahkannya tujuh lautan lagi setelah keringnya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan)

kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.”

QS. Luqman: 27

11

Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) sebagai salah satu Organisasi Kepemudaan (OKP) terbaik di nusantara dan terbaik se-ASEAN ini telah lahir pada 18 Juli 1961 M. Yang jika dihitung dalam hitungan kasar saja, umur IPM saat ini adalah 52 tahun. Lebih dari setengah abad organisasi yang merupakan sebuah pergerakan pelajar ini melewati masa-masa perjuangannya.

IPM yang bertujuan untuk “terbentuknya pelajar Muslim yang berakhlak mulia, berilmu, dan terampil dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilai- nilai ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” ini telah memiliki konsep perkaderan

dari masa ke masa yang di dalamnya ada model-model gerakan yang disusun guna menyelaraskan gerak perjuangan IPM. Melihat realita dari konsep atau model gerakan yang dihasilkan sebelumnya, IPM telah bisa dikatakan setengah berhasil mencetak kader kreatif, dengan landasan GPK-nya, mencetak kader yang kritis dan transformatif dengan GKT-nya, dan mencetak kadernya yang tertib dalam hal ibadah,tertib belajar dan tertib berorganisasi, dengan 3T-nya. Namun, apakah semua itu telah dapat menjawab pertanyaan: Apakah tujuan IPM telah terwujud?

Jika jawabannya belum, hal ini sangat dimaklumi karena proses pencapaian tujuan tidak akan begitu saja mudah untuk diraih. Namun sedikit mengambil evaluasi

(Membaca). Gerakan iqra’ yang telah dimassifkan sejak dulu ternyata belum bisa menjadi gerakan pembaharuan (tajdid) di dalam gerakan IPM. Goal yang dicapai adalah bagaimana kader-kader IPM banyak membaca dan melakukan perubahan, baik dalam dirinya, masyarakat sekitar, maupun sistem yang lebih luas dari itu. Belum ada langkah gerakan secara selaras dan massif yang diarahkan IPM untuk menjadi seorang pelajar yang berkemajuan.

Dalam essai ini, akan ditawarkan sebuah konsep sederhana untuk mencoba member masukan terhadap gerak perjuangan IPM yaitu dengan budaya menulis. Mengapa budaya menulis? Karena hemat penulis, menulis adalah satu langkah lebih maju dari budaya membaca. Jika

goal yang kita inginkan adalah suatu bentuk karya nyata (tulisan), maka proses sebelumnya pasti akan terlalui secara otomatis.

IPM sebagai organisasi yang telah tersebar diseluruh nusantara. IPM merupakan organisasi pelopor pelajar kritis yang mencoba melakukan penyadaran, pemberdaya- an terhadap kader, dan melakukan pembelaan atas ketidakadilan di kalangan pelajar. Potensi yang besar ini dirasa kurang digunakan secara maksimal. Selaras dengan tema Muktamar Muhammadiyah yaitu Muhammadiyah ingin membangun peradaban baru. Di zaman modern pada ini peradaban modern, artinya manusia yang ada adalah manusia yang cerdas, maju dan berbudaya. Dimana setiap manusia mampu berpartisipasi dalam semua

kegiatan kebudayaan, adat istiadat, seni, kebiasaan, perilaku yang ada sehingga dengan peradaban modern, manusia dapat memakmurkan dirinya, kehidupannya dan negaranya. Peradaban berkembang atau maju apabila sistem pemerintahan, sistem ekonomi dan ilmu pengetahuan dan teknologinya maju dan berkembang. Dan dalam peradaban modern ini sangat menjungjung tinggi budaya berpikir dan menulis.

Zaman dan peradaban memang modern, namun belum di Negara kita ini, peradaban kita masih terbilang kuno. Penerapan atau pelaksanaan yang ada masih kuno atau tidak hidup layaknya manusia modern. Sudah dijelaskan di atas bahwa peradaban sangat menjunjung tinggi budaya berfikir dan menulis, sedangkan kita cukup jauh dari realita itu. Manusia Indonesia banyak yang hanya mengandalkan tenaga atau ototnya, jarang yang mengedepankan pikirannya yang jernih seperti apabila ada masalah sedikit saja langsung berkelahi, saling memukul layaknya hokum rimba, yang paling kuat yang menang dan berkuasa. Seharusnya manusia sadar akan perannya dalam membentuk negara dan peradaban, bahwa peran mereka sangat penting untuk mendukung sebuah peradaban yang maju. Hal ini juga masih banyak terjadi pada kader IPM.

Menulis belum menjadi budaya, kesukaan, dan hobi bersama. Banyak manusia yang menganggap menulis adalah sebuah momok besar yang menakutkan dan merupakan kegiatan yang sia-sia atau menulis adalah

kegiatan iseng-iseng saja. Mereka tidak mengetahui bahwa menulis adalah kegiatan yang sangat mempengaruhi jalannya peradaban.

Menulis bisa menghasilkan sebuah buku yang dapat dipelajari generasi ke generasi berikutnya untuk menjadi sebuah pelajaran berharga bagi generasi penerus agar tidak jatuh ke lubang yang sama, yang telah dialami oleh generasi sebelumnya. Dan dengan mengembangkan budaya menulislah kita bisa menghela pemikiran- pemikiran negatif, lewat tulisanlah kita bisa melihat keadaan dunia, menciptakan karya-karya brilian, dan berinovasi yang akan menciptakan sebuah peradaban modern yang telah didambakan oleh semua manusia. Kita harus menciptakan tulisan-tulisan yang menakjubkan agar peradaban modern dapat cepat tercapai.

Ketika seseorang menulis, maka produk yang dihasilkan adalah tulisan. Tulisan, setidaknya mempunyai dua manfaat, yaitu: (1) dapat mengubah seseorang dan masyarakat, dan (2) sifatnya abadi sehingga dapat diwariskan kepada generasi berikutnya.

Pertama, tulisan dapat mengubah seseorang dan masyarakat. Berbagai karya tulis para ulama adalah salah satu bukti konkritnya. Karya-karya tulis mereka secara tidak langsung telah mengantarkan umat Islam pada kejayaannya. Dengan kata lain, karya tulis mereka mampu mengubah dan menggerakkan masyarakat kepada kehi- dupan yang lebih baik. Seorang perawi hadits misalnya, ia

adalah penulis yang sangat berjasa. Kegigihannya dalam mencari sanad dari sahabat yang paling terakhir mendapat hadits tersebut hingga langsung dari Nabi Muhammad Saw.

Tokoh-tokoh lainnya dalam hal tulis menulis yang dapat mengubah tatanan sosial misalnya: R.A. Kartini apa yang ia perbuat sehingga hari kelahirannya diperingati sebagai hari nasional, beliau merupakan satu-satunya penulis perempuan pertama saat itu dengan karyanya

“Habis Gelap Terbitlah Terang”. Yang berbeda beliau

dengan wanita lain pada saat itu adalah seorang Kartini menulis dan tulisannya itu dibaca oleh kalangan tertentu kemudian dapat merubah paradigma masyarakat saat itu.

Karl Marx dan Adolf Hitler, melalui tulisannya mereka mengubah sebagian dunia dan menimbulkan satu polemik yang mengguncangkan dunia (Komunis dan Naziisme). Satu lagi tokoh dari Prancis, seorang novelis terkenal bermana Emile Zoula, dia menulis dan mengirim- kan tulisannya kemudian dimuat di halaman utama surat kabar saat itu atas tindak protesnya kepada pengadilan yang telah member keputusan yang sewenang-wenang kepada Kapten Alferd Dreyfus dengan tuduhan pengin- taian.

Dengan tulisan dari Emile ini ternyata menghasil- kan polimik di kalangan penulis di masa itu. Ada yang pro-Dreyfus dan ada yang anti-Dreyfus. Sehingga dengan

pulkan bahwa kaum intelektual adalah mereka yang sadar secara realitas kemudian melakukan tindakan kritis-nyata.

Sebagai kaum intelektual kita memiliki peran sebagai pewaris nabi yaitu memiliki ilmu kemudian menebarkan kebaian menggunakan ilmu yang telah kita

miliki.Nabi bersabda, “Ulama adalah pewaris para Nabi”.

Dari sabda Nabi ini secara tidak langsung mengingatkan bahwa kita (sebagai ulama; ilmuwan/cendekiawan) harus meneruskan tradisi para Nabi, yaitu membawa misi kebaikan kepada dunia ini. Hal itu bisa dilakukan salah satunya adalah melalui tulis menulis (ad-dakwah bil qalam).

Di sisi lain, karya tulis (tulisan) mampu mengubah penulisnya sendiri. Beberapa penelitian dan pengalaman orang-orang telah membuktikannya, bahwa menulis benar- benar memberikan efek sugesti yang baik bagi diri kita, dari berbagai sisi, misalnya kesehatan dan melejitkan potensi.

Kedua, tulisan mempunyai sifat yang abadi dan dapat diwariskan kepada generasi berikutnya. Bukti konkrit dalam hal ini adalah Al-Qur’an. Bisa kita bayangkan bagaimana jadinya jika Al-Qur’an tidak ditulis, dengan jarak yang yang terbentang begitu jauh baik ruang dan waktu, apakah bisa sampai kepada kita saat ini?

Begitu juga dengan karya-karya tulis para ulama terdahulu, jika saja mereka tidak menulis dapatkah mereka mewariskan sesuatu yang abadi kepada generasi

mereka berikutnya, yaitu kita? Pun dengan tokoh-tokoh Indonesia, mereka tetap dikenang lantaran terrekam dalam buku-buku sejarah, apalagi mereka yang menulis karya tulis (baik fiksi, non-fiksi, maupun memoar/diary).

Mengapa moyang kita dan para pendahulu kita menuliskan sesuatu antara lain pasti adalah untuk menga- barkan apa yang terjadi, apa yang mereka alami, dan apa yang mereka ingini pada jamannya. Dengan membaca apa yang telah mereka tulis kita mengetahui tutur cerita dari jaman yang bahkan tak terbayangkan oleh khayalan kita yang paling tinggi sekalipun.

Dengan tulisan maka sesuatu pada sekali waktu bisa terbaca pada waktu yang lain. Seperti perkembangan proses peradaban dapat diukur melalui tulisan dari mulai pesan yang disampaikan melalui tulisan gambar, tulisan rumus, tulisan potongan, tulisan bunyi, hingga alphabetis. Hal ini merupakan gambaran dari perkembangan dari setiap peradaban manusia. Peradaban dapat diukur pula dengan tulisan-tulisan yang ada pada jamannya.

Menulis untuk meninggalkan jejak peradaban yang akan diwariskan bagi anak-cucu kita. Anak cucu kita dapat mengetahui semua perjuangan nenek moyangnya yang patut di hormati dan di ikuti dari segi positifnya. Maka tongkat estafet pun akan terus berlanjut, sehingga peradaban pun akan semakin berkembang dan tak akan berhenti pada satu generasi saja. Menulis juga bermanfaat untuk melintasi zaman dan mengenali zamannya sendiri.

Melintasi zaman moyang yang begitu jauh dan dapat mengenali zamannya sendiri yang telah ditulisakan.

Oleh karena itu, kita harus budayakan menulis. Dalam membudayakan menulis, kita perlu berlatih berinteraksi dengan ide dan harus terlatih menggali dan menggagas ide. Budaya menulis harus dipupuk terus menerus agar menjadi sebuah tradisi. Sebab, tradisi pada hakikatnya lahir karena dikerjakan secara konsisten dan mengalami proses panjang. Budaya menulis tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya semangat dari kitanya sendiri dan tidak adanya konsisten untuk menulis setiap saat.

Maka dari itu setetes tinta pena yang jatuh pada sebuah kertas maupun batu akan memberi dampak yang luar biasa bagi sebuah peradaban. Setetes pena itu akan memberikan pencerahan pembelajaran bagi peradaban baru yang lebih baik. Dikatakan juga oleh seseorang bahwa

“Sebuah pedang yang paling tajam hanya mampu untuk

memenggal berapa ratus kepala, namun setetes tinta

mampu mengubah segala yang ada” begitupun setetes

pena dapat mengubah peradaban.

Setetes tinta yang terjatuh dari pena memiliki kekuatan yang sangat unik, dia diam tapi menghentakkan pikiran dan menggerakkan perubahan, hingga opini bisa tergulingkan di tengah masayarakat. Efek kekuatan setetes tinta sangat terasa hingga berabad abad lamanya. Maka tidak salah jika setetes tinta akan menjadi setitik

perubahan dalam sebuah peradaban. Setetes tinta bisa menggerakan sejuta manusia untuk berpikir. Apalagi bila banyak tetesan tinta jatuh dari pena maka bukan hanya sebuah perubahan peradaban tetapi berbagai perubahan peradaban muncul dengan cepat dan dengan baik sesuai yang di inginkan.

Dengan penjelasan manfaat menulis di atas, maka tak menjadi soal bahwa IPM akan lebih menjadi gerakan yang kritis transformatif dengan tulisan-tulisan yang dihasilkan oleh para kader IPM. Jika Muhammadiyah dalam tema Muktamar kemarin adalah “Gerak Melintasi Zaman, Dakwah dan Tajdid Menuju Peradaban Utama”,

maka IPM sebagai ortom dengan budaya menulisnya siap menjadi pelopor dalam membangun peradaban utama seperti yang diinginkan.

Setetes tinta pena yang jatuh pada sebuah kertas

Dalam dokumen Buku Menjadi Pelajar Berkemajuan (Halaman 77-87)