• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Menjadi Pelajar Berkemajuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Buku Menjadi Pelajar Berkemajuan"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Menjadi Pelajar Berkemajuan

© Fida ‘Afif, dkk., 2013

–––––––––––––––––––––––––––––––––––––– Hak cipta dilindungi undang-undang

All rights reserved

–––––––––––––––––––––––––––––––––––––– Cetakan Pertama, Juli 2013

–––––––––––––––––––––––––––––––––––––– Editor

Azaki Khoirudin Proofreader Fathur Rochman Lay Out & Design Cover

IlmiPublisher.com

–––––––––––––––––––––––––––––––––––––– Diterbitkan oleh

PP IPM

Gedoeng Moehammadijah Jl. KHA. Dahlan 103 Yogyakarta sekretariat@ipm.or.id

www.ipm.or.id

–––––––––––––––––––––––––––––––––––––– xix+148 hlm; 13x20 cm

(3)

P e n g a n t a r

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, akhirnya buah karya

baru Ikatan Pelajar Muhammadiyah di usianya yang ke-52 ini telah terbit. Setelah setengah abad lebih Ikatan Pelajar Muhammadiyah berkarya untuk negeri ini, dan memer-oleh berbagai prestasinya, tiada hentinya IPM terus memaksimalkan dan mengembangkan prestasi-prestasinya. Buku Menjadi Pelajar Berkemajuan ini hadir di tengah-tengah pembaca sekalian tentunya berkat limpahan rahmat dari Allah Swt.

Buku ini hadir atas kegelisahan dari pelajar Muhammadiyah akan kondisi bangsa Indonesia saat ini.

Maha karya berupa gagasan “menjadi pelajar berkema

(4)

Muhammadiyah terus bergerak dan ikut aktif memberikan baktinya untuk Indonesia. Gagasan besar tersebut selain sebagai reorientasi gerakan pelajar juga memacu pelajar Indonesia agar memasang posisi kuda-kuda yang kuat untuk menggapai masa depan bangsa Indonesia, karena di tangan pelajarlah nasib bangsa ini kelak akan ditentukan.

Pelajar itu, ya belajar. Pelajar itu, ya menuntut ilmu. Berarti, kegiatan seperti membaca, menulis, riset, dan apapun kegiatan belajar itu baik di ranah akademik maupun nonakademik sudah menjadi agenda utama pelajar. Maka dari itu, sebagai sebuah sajian kajian tentang dunia pelajar kontemporer, sekiranya buku ini menjadi referensi dan dibaca oleh pelajar-pelajar Indonesia agar tidak kehilangan arah kemana seharusnya pelajar itu melangkah.

Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah sangat bangga atas terbitnya buku ini. Maka, rasa syukur kepada Allah Swt, ucapan terima kasih kepada para penulis, personalia pimpinan, dan semua pihak yang turut perperan aktif dalam rangka menerbitkan buku ini.

Selamat Milad ke-52 untuk Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Selalu jaya dan siap menjadi penerus bangsa.

(5)

D a f t a r I s i

Pengantar ... i Daftar Isi ... iii

Prolog

REAKTUALISASI ISLAM BERKEMAJUAN: Agenda Strategis Gerakan Keilmuan di Era Kontemporer

Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah ... v

Meluruskan Kiblat Pelajar Indonesia

Fida ‘Afif ... 1

Memaknai Cita-Cita Pergerakan

Achmad Rosyidi ... 7

Sekolah: Poros Gerakan Pelajar Berkemajuan

Lesti Kaslati Siregar ... 15

Road Map Gerakan Keilmuan IPM

Hery Wawan ... 20

Pelajar Berilmu, Manifestasi Manusia Rabbaniyah

(6)

Perkaderan Berbasis Seni dan Olahraga

Hamdan Nugroho ... 39

Pelajar Berkemajuan: Pelajar Melek Teknologi dan Informasi

Daeng Muhammad Feisal ... 47

Budaya Menulis untuk Pelajar Berkemajuan

Lufki Laila Nur Hidayati ... 55

Gerakan Ilmu, untuk Visi Kemanusiaan Kader

Azaki Khoirudin ... 66

Sekilas Lalu Tentang Pelajar

Dinil Abrar Sulthani ... 83

Kesadaran Sejarah, untuk Pelajar Berkemajuan dan Berperadaban

Muhammad Hanif ... 94

Pelajar Indonesia adalah Buruh Bangsa

Mustiawan ... 99

Ber-IPM Perlu Perencanaan

Dinil Abrar Sulthani ... 107

IPM dan Suara Hati Pelajar (Catatan Hati Pelajar)

Labib Ulinnuha ... 116

Pelajar Setara, Pelajar Berdaulat, Pelajar Bermartabat

Imam Ahmad Amin A.R. ... 124

Epilog

MENJADI PELAJAR BERKEMAJUAN:

(7)

P r o l o g

––

Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah

“Islam berkemajuan menyemaikan benih-benih kebenaran, kebaikan, kedamaian, keadilan, kemaslahatan, kemakmuran, dan keutamaan hidup secara dinamis bagi seluruh umat manusia, Islam

yang menjunjung tinggi kemuliaan manusia baik laki-laki maupun perempuan tanpa diskriminasi. Islam yang menggelorakan misi antiperang, antiterorisme, antikekerasan, antipenindasan, anti-keterbelakangan, dan anti terhadap segala bentuk pengrusakan di muka bumi, seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, kejahatan

kemanusiaan, eksploitasi alam, serta berbagai kemunkaran yang menghancurkan kehidupan. Islam yang secara positif melahirkan keutamaan yang memayungi kemajemukan suku, bangsa, ras,

golongan dan kebudayaan umat manusia di muka bumi.”

(8)

Istilah “Islam yang Berkemajoean” yang digunakan oleh Muhammadiyah di awal abad ke 20 (1912) memang terasa lebih nyaman digunakan dari pada istilah Islam

“modern”. Istilah “modern” yang dilekatkan kepada Muhammadiyah sebagai timbangan dari Islam “tradisi

-onal” tidak terasa nyaman digunakan, karena dalam

perjalanan waktu apa yang disebut para pengamat dan

peneliti sebagai Islam “tradisional” mengandung elemen -elemen pikiran keagamaan modern, dan apa yang

dikate-gorikan sebagai Islam “modern”, ternyata mengandung

elemen-elemen pikiran keagamaan tradisional. Dugaan saya, klasifikasi atau kategorisasi “modern” dan “tradisi

-onal” tersebut berasal dari para pengamat, analis, peneliti

gerakan sosial-keagamaan dan sosial ke-Islaman, tapi bukan dari kalangan pendiri Persyarikatan sendiri.

Akan menarik dan mungkin akan lebih tajam, jika

istilah “Islam Berkemajoean” awal abad ke 20 disandingkan dengan istilah “Islam Progressive” (Islam yang Maju atau

(9)

Progressive yang dirumuskan beberapa pemikir Muslim kontemporer.

Respons Intelektual Muslim Terhadap Perubahan Sosial

Kontemporer

Tidak ada yang dapat menyangkal jika dikatakan bahwa dalam 150 sampai 200 tahun terakhir, sejarah umat manusia mengalami perubahan yang luar biasa. Perubahan yang dahsyat dalam perkembangan ilmu pengetahuan, tatanan sosial-politik dan sosial-ekonomi, demografi, hukum, tata kota, lingkungan hidup dan begitu seterus-nya. Perubah-an dahsyat tersebut, menurut Abdullah Saeed, antara lain terkait dengan globalisasi, migrasi penduduk, kemajuan sains dan teknologi, eksplorasi ruang angkasa, penemuan-penemu-an arkeologis, evolusi dan genetika, pendidikan umum dan tingkat literasi.

(10)

ling-kungan umat Islam maupun umat beragama yang lain. Perubahan dimaksud tidak mesti bermakna positif, tetapi juga negatif. Kerusakan ekologi, climate change, dehuman-isasi, tindak kekerasan (violence) atas nama negara, agama, etnis, dan begitu seterusnya.

Dalam khazanah pemikiran keagamaan Islam, khususnya dalam pendekatan Usul al Fiqih, dikenal istilah

al-Tsawabit (hal-hal yang diyakini atau dianggap “tetap”,

tidak berubah) wa al-Mutaghayyirat (hal-hal yang diyakini atau dianggap “berubah-ubah”, tidak tetap). Belakangan di ling-kungan khazanah keilmuan antropologi (agama), khususnya dalam lingkup kajian penomenologi, dikembang-kan analisis pola pikir yang biasa disebut General Pattern

dan Particular Pattern. Seringkali kedua atau ketiga alat analisis entitas berpikir dalam dua tradisi khazanah keilmuan yang berbeda ini, yakni usul al Fiqih (wilayah agama; wilayah akidah dan ibadah) dan Falsafah (philosophy) (wilayah sains, sosial dan budaya). Belum lagi di tambah Antropologi, masih jauh dari upaya ke arah perkembangan menuju ke dialog dan integrasi.

(11)

tidak bisa tidak harus “berubah”? Apakah yang dianggap

dan dipercayai sebagai qat’iy (yang pasti atau tetap) dalam

fiqh dan usul al-fiqh sama dengan apa yang dianggap al-tsabit

(yang tetap) dalam budaya dan ilmu pengetahuan? Begitu juga dalam hal yang dianggap, diyakini sebagai bersifat

dzanniy? Apakah dalam gerak perubahan tidak ada lagi menyisakan hal-hal yang tetap?

Dalam praktiknya, tidak mudah mengoperasionali-sasikannya di lapangan pendidikan, dakwah, komunikasi, hukum dan begitu seterusnya, karena masing-masing orang dan kelompok telah terkurung dalam

preunderstanding yang telah dimiliki, membudaya, mendarah-mendaging dan dalam batas-batas tertentu bahkan membelenggu. Oleh karenanya, jika persoalan cara berpikir ini tidak dijelaskan dengan baik, meskipun tidak memuaskan seluruhnya, akan muncul banyak keraguan dan benturan di sana-sini. Mengikuti bahasa

(12)

Reaktualisasi Islam Berkemajuan di Tengah Arus

Globalisasi

Mengangkat tema “Reaktualisasi Islam

Berkemaju-an” dalam satu keutuhan pembahasan mempersyaratkan

adanya kesediaan para pencetus, pemilik, pendukung dan penggemarnya untuk mempertemukan dan mendialogkan antara kedua model entitas berpikir yang sulit di atas. Tidak bisa membicarakan yang satu dan meninggalkan yang lain. Tidak bisa hanya membahas yang tetap-tetap saja (form; general pattern; al-tsawabit; qat’iyyat), tanpa sekaligus melibatkan pembicaraan tentang yang berubah (matter; particular pattern; al-mutahawwil; dzanniyyat). Kecuali, kalau topik pembahasan diubah menjadi hanya membicarakan salah satu diantara kedua tema tersebut. Membicarakan (epistemologi) Islam secara parsial, yakni hanya dalam tradisi Fiqh dan Usul al- Fiqh pada wilayah

Qath’iy dengan menepikan wilayah Dzanny atau hanya membahas Islam (Berkemajuan) saja, yakni Islam yang sedang berhadapan dengan isu-isu baru atau al-Mutaghayyirat, dengan mengetepikan wilayah Al-T sawabit).

(13)

negosiasi. Tidak boleh ada pemaksaan kehendak atas nama apapun. Tidak boleh ada pula ada perasaan ditinggal. Oleh karenanya, kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan adalah mempersentuhkan, mempertemukan dan mendialogkan antara kedua entitas pola pikir tersebut, yaitu antara struktur bangunan dasar yang melan-dasi cara berpikir dan pengalaman umat manusia secara umum (universal) dan struktur bangunan dasar cara berpikir keagamaan Islam secara khusus (particular).

Dalam bingkai payung besar perspektif seperti itu, dalam tulisan ini, saya akan membawa peta percaturan dunia epistemologi Islam dalam menghadapi dunia global lewat prisma model berpikir dua pemikir Muslim kontemporer. Yaitu, Abdullah Saeed dari Australia, Jasser Auda dari London. Pertama, adalah karena mereka hidup di tengah-tengah era kontemporer, di tengah-tengah arus deras era perubahan sosial yang mengglobal seperti saat sekarang ini. Sebutlah era Berkemajuan, menggunakan terma dokumen persyarikatan yang dikutip diatas. Kedua,

mereka datang dari berbagai belahan dunia dan benua yang berbeda, yaitu Australia dan Eropa, namun keduanya menguasai khazanah intelektual Islam klasik-tengah-modern-posmodern dan mempunyai basis pendidikan Islam di Timur Tengah (Saudi Arabia dan Mesir).

Ketiga, mereka sengaja dipilih untuk mewakili suara

‘intelektual’ minoritas Muslim yang hidup di dunia baru,

(14)

mereka tinggal dan hidup sehari- hari bekerja, berpikir, melakukan penelitian, berkontemplasi, berkomunitas, bergaul, berinter-aksi, berperilaku, bertindak, mengambil keputusan. Mereka hidup di tempat yang sama sekali berbeda dari tempat mayoritas Muslim dimanapun mereka berada. Apa arti Berkemajuan bagi mereka? Kedua-duanya mengalami sendiri bagaimana mereka harus berpikir, mencari penghidupan, berijtihad, berinteraksi dengan negara dan warga setempat, bertindak dan berperilaku dalam dunia global, tanpa harus menunggu petunjuk dan fatwa-fatwa keagamaan dari dunia mayoritas Muslim.

Keempat, kedua pemikir, penulis, dan peneliti tersebut dalam kadar yang berbeda-beda, mereka mempunyai kemampuan untuk mendialogkan dan mempertautkan antara paradigma Ulum Din, Fikr al-Islamiy dan Dirasat al-Islamiyyah kontemporer dengan baik. Yakni, Ulum al Din (Kalam, Fiqh, Tafsir, Ulum Al-Qur’an, Hadits) yang telah didialogkan, dipertemukan dengan sungguh-sungguh dengan Dirasat Islamiyyah yang meng-gunakan metode sains modern, social sciences dan humanities kontemporer sebagai pisau analisis-nya dan cara berpikir keagamaannya.

Dengan kata lain, Islam yang Berkemajuan adalah

(15)

belum masuk dalam wilayah praktik. Yaitu dunia global seperti yang benar-benar dialami dan dirasakan sendiri oleh para pelakunya di lapangan, yang sehari-hari memang tinggal dan hidup di negara- negara sumber dari globalisasi itu sendiri, baik dari segi transportasi, komunikasi, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan begitu seterusnya. Bukan globalisasi yang diteoritisasikan dan dibayangkan oleh para intelektual Muslim yang tinggal dan hidup di negara-negara berpendu-duk mayoritas Muslim, dan tidak atau belum merasakan bagaimana tinggal dan hidup sehari-hari di negara-negara non-Muslim, pencetus, dan penggerak roda globalisasi.”

Lewat lensa pandang seperti itu, ada hal lain yang hendak ditegaskan pula di sini bahwa manusia Muslim yang hidup saat sekarang ini di mana pun mereka berada adalah warga dunia (global citizenship), untuk tidak menga-takan hanya terbatas sebagai warga lokal (local citizenship). Sudah barang tentu, dalam perjumpaaan antara local dan

(16)

Menjadi Pelajar (Muslim) Berkemajuan

Sebelum mengetahui, karakteristik pelajar (Muslim) yang berkemajuan, akan saya sandingkan Islam berkemaju-an dengberkemaju-an Islam Progressif. Islam progressif adalah merupakan upaya untuk mengaktifkan kembali dimensi progressifitas Islam yang dalam kurun waktu yang cukup lama mati suri ditindas oleh dominasi teks yang dibaca secara literal ,tanpa pemahaman kontekstual. Dominasi teks ini oleh Mohammad Abid al-Jabiry disebut sebagai dominasi epistemologi atau nalar Bayani dalam pemikiran Islam. Metode berpikir yang digunakan oleh Muslim Progressif inilah yang disebutnya dengan istilah progressif- ijtihadi.

Karakteristik pemikiran Muslim progressif-ijtihadis, dijelaskan oleh Saeed dalam bukunya Islamic Thought

(17)

direfleksikan dalam hukum Islam; (5) mereka tidak mengikutkan dirinya pada dogmatism atau madzhab hukum dan teologi tertentu dalam pendekatan kajiannya; dan (6) mereka meletakkan titik tekan pemikirannya pada keadilan sosial, keadilan gender, HAM, dan relasi yang harmonis antara Muslim dan non-Muslim.

(18)

Islam yang Berkemajuan Sebagai Paradigma Menafsir

Zaman

Hal-hal yang masih perlu diolah, didiskusikan, dan dicari titik temu antara konsep Islam Progressive dan Islam yang Berkemajuan Muhammadiyah adalah sebagai berikut: Adalah tugas para pakar di lingkungan Muhammadiyah, baik di lingkungan Pimpinan Pusat, Wilayah, Daerah dengan berbagai Majelis, Badan, Ortom, terutama Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) untuk membuat check list sejauh mana kriteria Islam yang Berkemajuan yang termaktub dalam Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua, produk Muktamar ke-46 (2010) tersebut parallel, sehaluan, berbeda atau berse-berangan dengan apa yang disebut-sebut sebagai Islam Progressif dalam dunia akademik kajian ke-Islaman kontemporer.

Dalam dunia pergerakan keagamaan, sosial, terma-suk kepelajaran seperti IPM, tidakada memang yang dapat dika-takan sama seratus persen, atau berbeda seratus persen, mi’ah min mi’ah, antara yang satu komunitas dan lainnya. Tetapi barometer dan kompas petunjuk arah adalah perlu. Apalagi, jika tidak salah, dokumen pernyataan atau statement organ-isasi hanyalah dokumen umum, sebagai petunjuk umum anggotan dan basis masanya, tetapi belum memerinci bagaimana pendekatan (approach) dan metode (method), apalagi sampai ke

(19)

untuk membaca dan menafsirkan fenomena sosial jika ingin diaplikasikan dalam mengubah untuk melakukan rekayasa sosial menggunakan Al-Qur’an dengan pema-haman yang berkemajuan dan progresif sebagai paradigma untuk menafsir zaman.

“Reaktualisasi Islam Berkemajuan” di lapangan perlu dibarengi dan diikuti cara kerja keilmuan studi ke-Islaman yang sistimatis, tekun dan berkesinambungan agar dalam penerapannya di lapangan tidak salah arah. Tanpa upaya seperti itu, dokumen sejarah yang sangat penting dalam perguliran Muhammadiyah memasuki abad kedua dikhawa-tirkan akan berbelok arah, mengambil jalan sendiri dalam penerapannya, menyalip dalam tikungan kepentingan para aktor dan aplikator di lapangan. Karena dalam realitas di lapangan setidaknya memang tidak menutup kemungkinan aplikator di lapangan malah mengambil jalan lain, untuk tidak menyebutnya terbalik arah, tidak seperti yang diharap-kan dalam Pernyataan

Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua yang ‘disepakati’

oleh muktamirin dan Pimpinan Pusat Persyarikatan serta masuk dalam dokumen resmi Muktamar ke 46 di Yogyakarta.

Yang perlu dicermati adalah kenyataan bahwa

Persyarikatan Muhammadiyah sudah “gemuk”, baik dari

(20)

mudah ‘lemak’ menempel di badan, lembaga dan amal

usaha yang telah terlanjur gemuk. Tahu-tahu, dalam praktik, aplikasi dan reaktualisasinya di lapangan ditemui kejanggalan dan keanehan-keanehan dalam ber-Muhammadiyah, dengan cara menyelipkan ‘ideologi’ lain

yang tidak sejalan dengan penyataan di atas. Akibatnya, sebagian aktivis Muhammadiyah tidak lagi dapat

menyandang predikat “Berkemajuan”, karena istilah “berkemajoean” memang dulunya pada tahun 1912 sangat

asing (bada’a ghariban) dan istilah itu sekarang pun kembali menjadi terasa asing (ya’udu ghariban) pada awal abad ke 21 ini, karena Muhammadiyah tidak hidup dalam

ruang kosong. Semoga dalam buku “Menjadi Pelajar

Berkemajuan” karya Ikatan Pelajar Muhammadiyah ini,

menjadi pembuka “jalan lurus” Muhammadiyah dalam

usaha mereaktualisasikan Islam yang berkemajuan di tengah arus globalisasi.

(21)

Islam yang Berkemajuan adalah “Islam yang berada di

tengah-tengah arus putaran Globalisasi dalam Praxis,

globalisasi dan perubahan sosial dalam praktik hidup

sehari-hari, dan bukannya globalisasi dalam Theory,

globalisasi yang masih dalam tarap teori, belum masuk

dalam wilayah praktik. Yaitu dunia global seperti yang

benar-benar dialami dan dirasakan sendiri oleh para

pelakunya di lapangan, yang sehari-hari memang tinggal

dan hidup di negara- negara sumber dari globalisasi itu

sendiri, baik dari segi transportasi, komunikasi, ekonomi,

ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan begitu

seterusnya. Bukan globalisasi yang diteoritisasikan dan

dibayangkan oleh para intelektual Muslim yang tinggal

dan hidup di negara-negara berpenduduk mayoritas

Muslim, dan tidak atau belum merasakan bagaimana

tinggal dan hidup sehari-hari di negara-negara

(22)
(23)

Meluruskan Kiblat

Pelajar Indonesia

––

Fida ‘Afif

1

“Pada abad pertama, Muhammadiyah telah meluruskan kiblat umat Islam dalam shalat. Pada abad kedua, (Muhammadiyah) harus bertekad untuk meluruskan kiblat bangsa. Yaitu meluruskan

penyimpangan terhadap cita-cita nasional yang diletakkan

thefounding fathers.”

Prof. Din Syamsudin, M.A.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah

1

(24)

Jika kita mengenal ungkapan umum bahwasanya pelajar adalah tiang negara (baik pelajarnya, baik pula negaranya), maka potensi pelajar sangat didambakan oleh suatu negara. Tinggal potensi pelajar hari ini akan membanggakan bangsa dan negara, atau justru sebaliknya. Jumlah pelajar Indonesia yang lebih dari 58 juta itulah potensi harapan Indonesia.

Melihat kondisi pelajar yang beraneka ragam dengan bebagai macam karakter, harusnya menjadi catatan tersendiri. Dari pelajar yang berprestasi hingga pelajar yang belum memiliki arah hidup pada dasarnya mereka berusia remaja. Artinya potensi pelajar dalam menentukan arah hidupnya ke depan berada dalam masa transisi yang tidak luput dari kerentanan.

Di mana pelajar itu tinggal, dengan siapa, bergaul dengan siapa, bagaimana kondisi lingkungannya, serta bagaimana kondisi pendidikan hingga ekonominya sangat berpengaruh pada karakter yang terbentuk dalam diri pelajar itu sendiri. Memang banyak pelajar Indonesia yang memiliki segudang prestasi, tapi tidak sedikit pula yang terjerumus dalam lembah yang lain. Kenakalan pelajar misalnya, dapat berdampak buruk dalam kehidupan pelajar tersebut.

(25)

remaja memiliki gelar pelajar, dalam arti yang sederhana pelajar berarti orang yang belajar.

Bagaimana seorang pelajar itu belajar, menjadi titik awal gerbang pengetahuan maupun pemikiran yang masuk ke dalam wahana pembelajaran pelajar itu. Guru, teman-teman, buku-buku yang dibaca, maupun lingkungan sangat erat dalam membentuk karakter pelajar. Pelajar yang memiliki tekat kuat belajar serta memiliki cita-cita dan berkomitmen menggapai cita-cita tersebut, merupakan harapan dari orang tua agar berproses menuju prestasi.

Dari permasalahan pelajar yang ada di tanah air ini, seperti: tawuran, seks bebas, narkoba, kekerasan, dan lain sebagainya merupakan salah satu wujud dari aktualisasi dalam pencarian jati dirinya dalam fase usia remaja. Inilah yang perlu diadvokasi atau didampingi agar dalam fase remaja ini, para pelajar dapat sadar, kritis, dan terbuka akan peran penting yang sedang mereka jalani.

Wujud penanaman nilai maupun norma bukanlah tanggungjawab guru di sekolah saja. Orang tua, lingkung-an, mapun aktivis pelajar juga memiliki peran yang sama dalam membentuk karakter pelajar Indonesia.

(26)

melakukan tindakan-tindakan negatif yang mengarah pada kenakalan pelajar.

Memaksimalkan Potensi Pelajar

Kaum pelajar sampai saat ini sebagian besar masih termarginalkan. Belum ada kepercayaan penuh bagi pelajar itu sendiri dalam mengambil langkah-langkah yang akan mereka jalani. Orang tua, guru, maupun elemen masyarakat beranggapan bahwa kaum pelajar tidak memiliki peran yang berarti selain mesti belajar, menimba ilmu, serta melakukan aktivitas-aktivitas dalam hal kegiatan pelajar.

Komunitas pelajar yang ada di sekitar kita, seperti: komunitas menulis, olah raga, sains, fotografi, komunitas berbasis hobi, bahkan komunitas di dunia maya, serta komunitas-komunitas yang lain adalah wujud dari aksistensi pelajar itu sendiri agar mereka merasa

“dianggap” ada di dunia ini, minimal dalam ko munitas-nya. Potensi pelajar yang demikianlah yang patut mendapatkan pengakuan dan penghargaan. Dan pemerin-tah idealnya wajib memfasilitasi keberadaan mereka dalam komunitas-komunitas tersebut.

(27)

sehingga tidak disorientasi akan perannya yang lebih besar di masa yang akan datang.

Potensi yang ada dalam pelajar-pelajar itu baiknya tidak hanya dimaksimalkan oleh kaum pelajar saja, tetapi semua pihak bertanggung jawab untuk turut ambil bagian mendampingi segala potensi yang ada dalam pelajar, karena pelajar adalah aset sumber daya manusia yang jauh lebih besar potensinya bagi bangsa ke depan.

Reorientasi Gerakan Pelajar

Dunia hari ini tentu jauh berbeda dengan dunia di masa lalu. Begitupun dunia pelajar. Teknologi canggih, informasi yang cepat, serta pergaulan global menjadikan konteks keduniaan yang baru berada di tengah-tengah kita. Dunia tersebut yang juga dihadapai kaum pelajar hari ini.

(28)

demikian, apapun gerakan pelajar yang diusung akan tetap memegang teguh nilai dan norma yang ada.

Selain itu, pelajar sebagai basis kaum berilmu harusnya memiliki gagasan, karya, serta aktualisasi keilmuan. Budaya membaca, menulis, penelitian, survey, maupun budaya keintelektualan yang lain benar-benar diusung dan dibudayakan. Harapan besar bangsa ini dari pelajar Indonesia adalah bisa menawarkan gagasan, mengeluarkan keterpurukan bangsa dan menempatkan bangsa ini setara dengan bangsa-bangsa yang memiliki peradaban tinggi.

(29)

Memaknai

Cita-Cita Pergerakan

––

Achmad Rosyidi

2

“Melangkah ke depan dalam perjalanan bangsa, umat Islam

haruslah menjadi jama’ah yang membentuk konvoi. Berjalan bersama dan maju bersama. Jika ada sebagian yang berjalan terlalu cepat, atau sebagian lain terlalu lamban, maka konvoi

itu akan berantakan. Maka, sangat penting bagi umat Islam untuk saling mendorong supaya maju bersama, dan tidak ada

yang tertinggal dan menjadi beban sejarah.”

Prof. Dr. Syafiq A. Mughni, M.A.

2

Ketua PP IPM bidang Organisasi periode 2012-2014, Sarjana Hukum

(30)

Cita-cita, sesuatu yang tidak nyata dan tempatnya sangat jauh. Jauh karena tidak ada yang tahu kapan bisa bertemu. Cita-cita selalu indah karena ia adalah gambaran masa datang yang diinginkan setiap orang, indah bagi satu orang, sang pembawa cita-cita, belum tentu indah pula bagi yang lain.

Cita-cita bukan hanya untuk dimiliki, ia ingin kita kejar, bagaimanapun caranya harus tertangkap. Pertaruhan bukan hanya dalam gengsi tetapi hidup itu sendiri. Manusia yang tidak sampai pada cita-citanya akan tiba pada dua pilihan: berhasil dengan cita-cita lain, atau larut dalam penyesalan yang berkepanjangan. Kemungkinan kedua ini bisa saja berujung maut, tentu bila cadangan iman sudah kalah wibawa dengan beratnya beban hidup. Iman itu mundur dengan sendirinya bila mencapai taraf klimaks manusia tidak lagi merasa ada yang pantas diperjuangkan. Tidak ada yang pantas diambil selain mengakhiri hidup yang sudah tidak ada gunanya.

(31)

dapat nilai bagus untuk mata pelajaran Al-Islam Ke-Muhammadiyahan-nya, atau macam-macamlah. Baik, memang pada titik tertentu adakalanya terpaksa, lalu dalam keterpaksaan itu, ia mencari hakekat. Lalu ia menemukannya. Tidak jadi persoalan, jika seperti ini kasusnya.

Jadi ber-IPM pun harus memiliki cita-cita, yang mampu mendorong kita bergerak melaksanakan dakwah dan pencerahan di masyarakat. Tanpa ada cita-cita, kita akan stagnan. Atau karena merasa cita-cita sudah tergapai, sehingga kita tidak lagi memiliki motivasi, boleh jadi karena kita abai dalam memberikan makna terhadap cita-cita Ikatan yaitu: terbentuknya pelajar Muslim yang berilmu, berahlaq mulia dan terampil dalam rangka menegakkan dan

menjunjung tinggi nilai-nilai Islam sehingga terwujud

masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Momentum transformasi IPM, harus menjadi pelatuk bagi revitalisasi cita-cita itu. Kader IPM harus memaknai dan menafsirkan cita-citanya. Bermimpilah. Seperti ketika anak-anak itu ditanya mengenai cita-citanya.

(32)

sangkaan-sangkaan yang penuh di kepala kita. bagaimana kehidupan manusia dulu pada zaman purba. mulai dari zaman

paleolitikum, mesolitukum bahkan sampai megalitikum yang penuh dengan pergerakan-peregakan yang mengiringi setiap zaman.

Begitu juga kehidupan manusia pada zaman sejarah mulai ditemukan suatu tulisan dan bahasa selalu menga-lami perubahan dan pergerakan. Pergerakan yang paling dirasakan oleh kehidupan manusia adalah ditemukannya mesin uap oleh seorang ilmuan dari Inggris bernama James Watt, selain itu pergerakan di penjara Bastille di Perancis dan masih banyak lagi suatu pergerakan yang merubah kehidupan manusia.

Bila kita lihat bahwa IPM sebagai pergerakan adalah langkah awal dari sebuah perjuangan misi kenabian yang akan menuju suatu keadaan yang lebih baik. Gerakan IPM merupakan suatu arti usaha terus menerus untuk pindah atau merubah sesuatu dari tempat ke tempat dan dari masa ke masa yang lain yang berulang-ulang. Artinya pergerakan IPM akan memberikan suatu perubahan ketika dilakukan dalam suatu kegiatan yang continue bukan kegiatan yang dilakukan sekali dalam seumur hidup.

Dari OKP Terbaik, Menuju Gerakan Terbaik

(33)

ilmu dan pengetahuan dilakukan dalam waktu yang begitu lama mulai dari suatu penelitian yang menghabiskan waktu berhari-hari dan bahkan sampai bertahun-tahun. Para ilmuawan melakukan suatu pergerakan untuk masyarkat luas dengan penuh kesabaran dan keihlasan sehingga hasil yang dilakukan begitu memuaskan dan sangat bermanfaat bagi manusia. kita lihat bagaimana suatu ilmuan melakukan pergerakan agar manusia bisa terbang keangkasa seperti burung butuh waktu bertahun-tahun bahkan puluhan bertahun-tahun untuk menemukan hasil yang maksimal bahkan tidak sedikit pengorbanan yang mereka berikan.

Akan tetapi pergerakan IPM saat ini adalah sangatlah bertentangan dengan kehidupan masa lalu, saat ini pergerakan IPM seakan-akan hanya dilakukan ketika memberikan suatu manfaat bagi internal, bahkan saat ini pergerakan IPM yang dilakukan hanya sebatas pergerakan yang insidental dan hanya dilakukan sesaat saja. Sehingga hasil yang dirasakan kurang maksimal dan bahkan hasilnya tidak ada, yang ada hanyalah seremonial semata.

(34)

dikorbankan. kita lihat bagaimana suatu pahlawan melakukan pergerakan kemerdekaan untuk membebaskan suatu penjajah dari tanah Indonesia ini dengan penuh keyakinan, penuh pengorbanan bahkan sampai nyawapun rela dikorbankan. itu merupakan suatu contoh pergerakan yang begitu mahal dan begitu berharga untuk melakukan perubahan-perubahan dalam kehidupan.

Kini, IPM sudah menjadi Organisasi Kepemudaan (OKP) terbaik, kini saatnya menjadi pergerakan terbaik. Begitu juga dengan pergerakan-pergerakan yang dilakukan oleh pelajar lain haruslah continue tidak hanya sebatas waktu saja, melainkan harus terus dan terus menerus untuk mencapai hasil yang diingkan dan dilakukan dengan penuh keyakinan, kerjasama dan bahkan dengan penuh pengorbanan. Itulah makna dari suatu cita-cita pergerakan. Sebuah gerakan pelajar masa kini harus memiliki kesadaran untuk memilih ideologinya sendiri agar dapat memperjelas makna dan tujuan perjuangan dari eksistensinya.

(35)

Kini IPM berada dalam tantangan perjuangan yang luar biasa kompleks. Di lingkungan sendiri berhadapan dengan masalah dan agenda Muhammadiyah yang tidak ringan, ketika gerakan Islam berkemajuan terbesar ini memasuki abad kedua pasca Muktamar Satu Abad Muhammadiyah di Yogyakarta tahun 2010 yang lalu, IPM dituntut untuk menjadi bagian dari gerakan dakwah dan tajdid Muhammadiyah. Seiring dengan perubahan sosial yang menyertai masyarakat yang melahirkannya, tengah dihadapkan pada berbagai masalah yang tidak ringan seperti ancaman tawuran, narkoba, dan virus-virus lainnya yang dapat merusak potensi dan martabat pelajar selaku pewaris peradaban bangsa. Pada posisi demikian menantang untuk menjadi kekuatan pencerah (problem solver).

Menjadi Aksentuator Gerakan

(36)

yakni sebagai aksentuator gerakan Muhammadiyah. Hal ini memiliki peran aksiologis bagi Muhammadiyah. Sebagai aksentuator gerakan Muhammadiyah, IPM bertang-gung jawab mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. IPM memiliki tugas sebagai penggerak, penekan atau pemukul bunyi irama dakwah dan tajdid Muhammadiyah, artinya ketika gerakan Muhammadiyah kurang terdengar di telinga masyarakat, maka tugas IPM ialah membantu Muhammadiyah supaya terdengar untuk umat, bangsa, dan kemanusiaan.

(37)

Sekolah: Poros Gerakan

Pelajar Berkemajuan

––

Lesti Kaslati Siregar

3

“Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang.

Karena manusia juga bisa membikin kenyataan-kenyataan baru. Kalau tak ada orang mau membikin kenyataan-kenyataan baru, maka “kemajuan” sebagai kata dan makna sepatutnya dihapuskan

dari kamus umat manusia.”

Rumah Kaca, Pramoedya Ananta Toer

3

(38)

Sejarah perjalanan bangsa Indonesia telah mencatat banyak kisah. Salah satunya sejarah tentang perjuangan seluruh elemen bangsa ini dalam menegakan hak merde-ka, hak berbangsa, dan hak berkemajuan. Sebuah perju-angan yang tidak ringan, perjuperju-angan untuk merdeka dari penjajahan, perjuangan untuk berdiri sebagai bangsa, dan perjuangan untuk maju, yang lebih baik dan lebih bermartabat. Perjuangan yang keras dan panjang tersebut, telah dilakukan dengan berbagai macam jalan, baik perjuangan dengan jalan perang senjata, perang intelek-tual, maupun perang diplomasi.

Kaum pelajar pada masa perjuangan tersebut memberikan angina segar dalam perjalanan perjuangan kala itu, rata-rata kaum pelajar ini merupakan kaum muda Indonesia yang mendapatkan kesempatan untuk belajar di sekolah-sekolah yang didirikan di Indonesia oleh negara-negara penjajah maupun sekolah-sekolah di negara-negara-negara-negara lain pada masa itu.

(39)

Sisi lain sekolah menjadi laboratorium sosial, dimana sekolah digunakan untuk melihat dan mengamati sebuah gejala dan fenomena sosial yang terjadi. Komponen-komponen sosial di dalamnya bias diamati secara jelas adanya gejala sosial yang mungkin ditimbul-kan. Fenomena pelajar, gejala sosial dan segala dunianya dapat diamati melalui sekolah, maka tidak lain sekolah menjadi poros dari gerakan pelajar.

Berkemajuan dari Sekolah

“Semakin tinggi sekolah bukan berarti semakin menghabiskan makanan orang lain. Harus semakin mengenal

batas.” (Bumi Manusia, h. 138) ―Pramoedya Ananta Toer. IPM yang saat ini mencoba mengusung Gerakan Pelajar Berkemajuan (GPB), sesungguhnya adalah sebuah keniscayaan, sudah menjadi keharusan ketika IPM memang bergerak di ranah pelajar, di ranah-ranah kaum terpelajar (intelektual) untuk menjadi roda gerakan berkemajuan. Maka IPM tidak bisa tidak, harus memulai gerakan pelajar berkemajuan melalui poros sekolah, kembali merespon gejala-gejala sosial yang terjadi dengan pelajar dan dunianya di sekolah-sekolah.

(40)

lembaga sosial yang memiliki manfaat tidak hanya bagi kelompok sosial yang ada di dalam sekolah tersebut, tetapi juga bagi kelompok sosial di luar sekolah yang ada di sekitarnya.

Sekolah memiliki fungsisosial, sekolah menjadi wahana sosialisasi dan transmisi nilai, budaya, pola, ide sosial yang ada di masyarakat melalui sebuah proses yang disebut dengan belajar. Akan tetapi sekolah tidak hanya berfungsi sebagai sosialisasi dan transmisi nilai, budaya dan ide saja, akan tetapi sekolah harus menjadi transfor-masi nilai, budaya, dan ide. Artinya sekolah mampu melakukan perubahan yang maju sesuai dengan perkem-bangan zaman yang ada, agar kehidupan masyarakat tidak asing dan tertinggal.

(41)
(42)

Road Map

Gerakan Keilmuan IPM

––

Hery Wawan

4

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.

Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

Pramoedya Ananta Toer

4

(43)

Gerakan ilmu. Istilah ini kembali populer setelah

Buya Syafi’i Maarif melontarkannya dalam Pengajian Ramadhan PP Muhammadiyah tahun 2009/1430 Hijriyah

di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Buya Syafi’i

berpesan agar Muhammadiyah perlu mendeklarasikan diri sebagai sebuah gerakan ilmu dan gagasan peradaban untuk membentuk masyarakat Islam. Dengan kesediaan Muhammadiyah tampil sebagai gerakan ilmu, diharapkan muncul kelompok yang dapat diandalkan sebagai rujukan dalam memahami masalah besar yang menyangkut pemahaman agama, ilmu pengetahuan sosial dan alam, kemanusiaan, kebudayaan, dan peradaban.

Buya Syafi’i mengatakan dengan jumlah umat Islam

pada 2009 sebanyak 1,82 miliar orang yang tersebar di 183 negara, dari sisi kuantitas memang tidak ada yang perlu dirisaukan. Namun, jumlah besar tersebut dinilai masih minus kualitas yang tidak mempunyai banyak makna

strategis secara global. Buya Syafi’i menyatakan bahwa

umat Islam masih belum berdaya dalam untuk mengawal gerak peradaban karena persyaratan untuk itu belum dimiliki. Umat Islam masih kurang ilmu dan wawasannya terbatas.

(44)

kuburan kemerdekaan berpikir yang sangat diperlukan dalam upaya kemajuan.

Belajar dari Sejarah

Kondisi umat Islam hari ini sangat kontras dengan sejarah puncak peradaban yang pernah dicapai umat Islam adalah ketika pada masa kekhalifahan Harun al-Rasyid (786-809) dan putranya al-Makmun (813-833). Dalam ulasan Tafsir5, Sekretaris PW Muhammadiyah Jawa

Tengah, kunci pencapaian masa keemasan itu diraih dengan menguasai ilmu pengetahuan. Khalifah Harun al-Rasyid dan al-Makmun adalah dua pemimpin yang sangat gandrung ilmu pengetahuan. Dengan kekuasaan yang dimilikinya mereka gunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Dunia kedokteran, filsafat, arsitektur, astronomi, dan seni berkembang dengan sangat pesat.

Tafsir melanjutkan bahwa kejayaan itu diraih salah satunya melalui sebuah lembaga Bait al-Hikmah yang tidak hanya berfungsi sebagai pusat penerjemahan buku-buku asing, khususnya Yunani, tetapi juga sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan yang setara dengan lembaga perguruan tinggi. Kehebatan inilah yang telah

5

Tafsir “Muhammadiyah sebagai Gerakan Ilmu”, Mungkinkah? http://maarifinstitute.org/id

(45)

membawa Baghdad sebagai pusat kekuasaan Abbasiyah

menjadi ’kota yang tiada bandingnya di seluruh dunia’

kala itu. Lembaran sejarah dunia abad ke-9 ini menampilkan dua nama besar dalam percaturan dunia, Harun al-Rasyid di Timur dan Charlemagne di Barat. Dari dua nama itu, Harun al-Rasyid jelas lebih berkuasa dan menampilkan budaya yang lebih tinggi.

Kegemilangan peradaban yang diraih pada masa ini dilatarbelakangi, sambung tafsir, disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, keterbukaan menerima ilmu pengetahuan dari manapun datangnya tanpa melihat latar belakang nara sumber pengetahuan. Sadar bahwa Abbasiyah yang Arab belum memiliki pengetahuan yang memadai untuk membangun peradaban, dengan lapang

dada belajar ke negeri “kafir” Yunani yang Kristen.

Bahkan juga dari India yang Hindu dan Persia yang Majusi. Kedua, penerjemahan buku asing yang dapat dipakai untuk mendukung pembangunan peradaban. Di sini, penguasaan bahasa sebagai sumber pengetahuan menjadi sangat mutlak dikuasai.

(46)

itu adalah seorang Suriah Kristen yang bernama Yuhanna ibn Masawayh (w. 857) yang banyak menterjemahkan manuskrip kedokteran untuk Harun al-Rasyid. Tokoh terpenting dan sering disebut sebagai ’Ketua Para Penerjemah’ adalah Hunayn ibn Ishaq (809-873), seorang penganut Kristen Nestor dari Hirah yang dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh anaknya yang bernama Ishaq. Hunayn ibn Ishaq menterjemahkan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Suriah, kemudian anaknya-lah yang menterjemahkan dari bahasa Suriah ke Bahasa Arab. Al-ma’mun membayar Hunayn dengan emas sebesar buku yang diterjemahkannya.

IPM Sebagai Gerakan Ilmu

Sebenarnya istilah ini bukan terma baru di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), dalam istilah Paradigma Gerakan IPM––Hasil Muktamar 2000––ditegaskan bahwa IPM (saat itu masih IRM) adalah gerakan yang memiliki

visi keilmuan”. Visi tersebut dijelaskan sebagai berikut:6

“Visi keilmuan IRM didasari pada pandangan mendasar Ikatan Remaja Muhammadiyah terhadap Ilmu Pengetahuan. Pandangan tersebut berakar pada keyakinan bahwa pada hakikatnya sumber ilmu di dunia ini adalah Allah Swt. Konsekuensinya

6

(47)

adalah perkembangan ilmu pengetahuan harus berawal dan mendapat kontrol dari sikap pasrah

dan tunduk kepada Allah Swt.”

Visi di atas lalu diterjemahkan kedalam Misi

“Membangun Tradisi Keilmuan”. Dalam Dasar-dasar Gerakan IPM tersebut dijelaskan bahwa IPM membawa misi keilmuannya kepada tatanan kehidupan yang manusiawi dan beradab serta jauh dari tatanan kehidupan yang sekularistik, hedonistik dan mekanistik (merupakan implikasi serius dari perkembangan IPTEK sekarang ini). Remaja muslim sebagai objek dan subjek dalam gerakan IPM dalam mengembangkan potensi keilmuannya harus selalu berorientasi kepada kemaslahatan masyarakat, bangsa dan negara. Dan potensi keilmuan remaja dapat dikembangkan dalam komunitas yang memiliki tradisi keilmuan.

Dalam membangun tradisi keilmuan tersebut, IPM berangkat dari asumsi dan prinsip antara lain:

1. Ilmu pengetahuan harus dikuasai untuk mendapatkan kedudukan sebagai manusia terhormat dan berkualitas dihadapan Allah Swt.

(48)

3. Dengan ilmu pengetahuan perspektif remaja tentang realitas sosial menyatu dengan perspektifnya tentang Tuhan/agama.

Gambaran visi dan misi keilmuan IPM di atas senada dengan ulasan Buya Syafii Ma’arif tentang The Unity of Knowledge.7 Dalam konsep ini, apa yang dikenal

dengan konsep pendidikan sekuler dan konsep pendi-dikan agama, telah kehilangan relevansinya. Seluruh cabang ilmu pengetahuan dalam konsep ini bertujuan membawa manusia mendekati Allah, sebagai sumber tertinggi dari segala-galanya.

Jika seluruh kegiatan ilmu pengetahuan adalah untuk mencari dan mendekati Allah dengan membaca tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan-Nya, lanjut Syafi’i

Maarif, maka atribut-atribut serba-Islam yang ditempelkan kepada berbagai ilmu pengetahuan tidak diperlukan lagi, seperti kedokteran Islam, psikologi Islam, dan sebagainya. Jika kita masih juga mau berbicara tentang Islamisasi, maka yang perlu diislamisasi adalah pusat kesadaran manusia yang terdapat di otak dan hati. Seyogyanya demikian pulalah IPM memandang tradisi keilmuan, tidak terjebak pada sekat ilmu agama atau ilmu sekuler. Ilmu Islam atau Ilmu Barat.

7Ahmad Syafi’i Ma’arif,

Islam dalam Bingkai Kemanusiaan dan

(49)

Road Map Gerakan Keilmuan IPM

Menurut saya, setidaknya ada beberapa langkah untuk memperkuat gerakan ilmu di IPM. Pertama, “revitalisasi perkaderan”. Artinya,

fasilitator yang akan mengelola perkaderan IPM harus memiliki kompetensi dan kualifikasi keilmuan. Bahkan, jika diperlukan, diadakan

“refreshing fasilitator secara massif”.

Konten refreshingnya diarahkan pada penguatan kapasitas intelektual para fasilitator ini. Tak kalah pentingnya, tentu saja adalah meninjau kembali Sistem Perkaderan IPM (SPI). Apakah SPI ini telah menghantarkan kader-kader IPM memiliki etos keilmuan? Atau menumbuhkan kader-kader yang hanya berorientasi

kepemimpinan dan keorganisa-sian semata? Revitalisasi etos kelimuan pada ranah kaderisasi ini menjadi penting, sebab saat ini, inilah ruang tarbiyah yang paling massif di seluruh jenjang pimpinan IPM se-nusantara.

Kedua, mengembangkan tradisi mem-baca. Kita tidak boleh sekadar menyerukan pentingnya membaca, namun tidak menyediakan wahana seperti buku atau akses

(50)

internet. Minimal setiap jenjang pimpinan menyediakan wadah berupa taman baca. Disamping itu, IPM juga harus proaktif mendesak pemerintah atau pimpinan persyarikatan agar mau menyediakan fasilitas perpus-takaan atau taman baca ini. Potensi internal persyarikatan sebenarnya luar biasa jika dapat dimobilisasi mendukung gerakan ini. Bisa kita bayangkan, kalau di setiap amal usaha Muhammadiyah tersedia “Taman Bacaan Masyarakat”. Berapa banyak sekolah dan masjid yang kita miliki? Muhammadiyah akan menjadi lokomotif gerakan ilmu bagi bangsa ini.

Ketiga, membangun tradisi menulis. Demikian pula halnya dengan tradisi menulis. Kita tak boleh berhenti sekadar pada tataran slogan, “Mari Menulis!” Tapi, IPM harus menyediakan wadah bagi para pelajar untuk menempa kemampuan menulisnya, ruang seperti Kelompok Ilmiah Pelajar (KIP), komunitas sastra, dan semacamnya perlu digencarkan kembali. Tak lupa, ruang untuk menulis pun perlu dipikirkan, misalnya menerbit-kan majalah, jurnal, atau buletin. Demikian pula menyediakan ruang-ruang virtual, seperti web atau blog di setiap jenjang pimpinan.

(51)

Bahkan kalau perlu, dibuatkan regulasi agar dalam setiap

ceremonial organisasi, aktivitas semacam ini selalu menyertainya. Tradisi ini harus ditopang oleh dua tradisi sebelumnya, yaitu tradisi membaca dan menulis, jika tidak maka tradisi ini akan menjadi ring debat kusir, tidak

bernuansa ilmiah. “Tong kosong nyaring bunyinya”, kata pepatah.

Kelima, penguasaan teknologi informasi. Teknologi informasi, khususnya internet, dengan jumlah pengguna yang semakin besar di Indonesia bisa menjadi satu alternatif teknologi pendukung pergerakan IPM. Gerakan kita di era dunia datar harus lebih cerdas, lebih efektif, sehingga energi dan biaya yang kita miliki tidak mubadzir dan bisa dialokasikan untuk berbagai kegiatan lain yang lebih bermanfaat. Kemampuan teknologi informasi adalah kemampuan tak terelakkan bagi kader-kader IPM.

Keenam, strategi yang tak kalah pentingnya adalah penguasaan bahasa asing. Idealnya, minimal kemampuan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, dimiliki oleh kader IPM. Pimpinan di setiap jenjang seyogyanya memfasilitasi kursus untuk meningkatkan kapasitas penguasaan bahasa asing ini. Kemampuan ini diperlukan agar kader-kader IPM memiliki akses untuk menyelami khazanah kelilmuan klasik maupun kontemporer.

(52)

kumandangkan, namun belum menjadi tradisi yang hidup dalam gerakan kita. Pertanyaan yang sampai saat ini masih menggelisahkan, kalau memang benar kita adalah

“Gerakan Pelajar” Berkemajuan, tradisi keunggulan apa

(53)

Pelajar Berilmu, Manifestasi

Manusia Rabbaniyah

––

Aman Nurrahman Kahfi

8

Pertama-tama, kita beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Iman itu melahirkan tata nilai berdasarkan Katuhanan Yang

Maha Esa (Rabbaniyah), yaitu tata nilai yang dijiwai oleh kesadaran bahwa hidup ini berasal dari Tuhan dan menuju kepada Tuhan (innaa lillaah wa innaa ilayhi raaji’un, sesungguhnya kita

berasal dari Tuhan dan kita akan kembali kepada-Nya). Maka, Tuhan adalah “sangkan paran” (asal dan tujuan) hurip” (hidup), “dumadi” (bahkan seluruh makhluk).

Nurcholish Madjid

8

(54)

Manusia diciptakan oleh Allah dengan konstruksi fisik dan psikis (mental) yang sempurna, yang dengannya memungkinkan untuk menjadi makhluk yang bertang-gung jawab (khalifah) di dunia ini (QS. 2:30) atau sebaliknya, akan menjadi perusak (QS. 30:42). Manusia juga dibekali akal yang berfungsi untuk merenungkan dan memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah secara objektif setelah melalui proses melihat, mendengar, dan lain-lain.

Akal juga yang memungkinkan manusia untuk menganalisis dan memahami antara benar dan salah atau baik dan buruk, sehingga dengan fungsi akal Allah pun membebankan kewajiban-kewajiban syariat kepada manusia. Orang yang belum baligh, tidak waras, pingsan, atau tidur, bagi mereka tidak dibebankan hukum taklifi. Apabila manusia menggunakan akalnya dengan optimal, maka derajat manusia melebihi malaikat karena ketaatan-nya melalui proses kesadaran (QS. 2:33). Sebalikketaatan-nya, Allah Swt mengumpamakan manusia akan sama halnya dengan binatang atau lebih buruk dari itu kala dominasi nafsunya mengalahkan akal (QS. 7:179).

(55)

potensi akalnya untuk berpikirlah yang akan menguasai segala.

Dalam beribadah, Allah menggariskan agar apa yang kita lakukan sebagai wujud dari implementasi penghambaan kita pada Allah harus dibarengi dengan kesadaran dan mengetahui dasar hukum pelaksanaannya. Orang yang menjalankan amalan tanpa disertai dengan ilmu, maka dia termasuk muqallid (the real follower), sedang-kan bentuk ibadahnya ini termasuk golongan yang paling bawah.

Pandangan Islam Tentang Ilmu

Islam satu-satunya agama samawi yang sesuai dengan fitrah manusia (QS. 30:30). Maka semua yang ada di dalam ajaran Islam ini pasti sejalan dengan fitrah manusia. Termasuk ilmu yang menjadi bagian dalam perkembangan Islam. Banyak ayat di dalam Al-Qur’an

yang berakhiran dengan kalimat Allah untuk mengajak manusia berpikir dan mengedepankan logika dalam mengambil pelajaran (ibrah).

(56)

(QS. 23:14), perhitungan tahun (QS. 9:36), proses terbentuknya hujan (QS. 24:43), dan masih banyak lagi. Ini adalah tanda modernitas Al-Qur’an yang semakin digali, semakin banyak ilmu pengetahuan yang kita dapatkan (QS. 31:27), karena teks Al-Qur’an universal yang sesuai di manapun dan kapanpun (ash-shahihu fiy kulli makan wa fiy kulli zaman).

Semua orang yang beriman kepada Allah dengan dibekali ilmu sudah dijamin oleh Allah mendapatkan kedudukan yang tinggi (QS. 58:11). Sebagaimana Rasulullah Saw juga memberikan isyarat kepada kita apabila kita ingin sukses dunia dan akhirat, maka jalan satu-satunya adalah dengan ilmu, bukan dengan harta atau tahta. Hal ini dibuktikan dengan majunya peradaban Islam sampai ke negara-negara Asia, Eropa, dan Afrika. Corak Islam terasa pada semua aspek kehidupan, baik perdagangan, pengobatan, arsitektur, serta berbagai keilmuan yang lainnya.

Penjajahan Itu Bernama Modernisme

(57)

dibumihangus-kan dari Eropa. Dalam perkembangannya, ilmu (sains) dalam peradaban Barat menjadi dominan dan mengalah-kan otoritas gereja (agama). Dinamika yang terjadi adalah karena agama Kristen tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan saintis dan filosof berkaitan dengan logika agama.

Kita tahu, ajaran dalam Kristen satu dengan yang lainnya tidak sinkron. Akhirnya terbangunlah nalar Barat yang berkembang dengan meninggalkan otoritas Tuhan (Kristen). Akal (logika) yang kehilangan dimensi humanis dan dimensi ketuhanan dan telah berubah menjadi dimensi individual yang berujung pada hegemoni, dominasi, dan penindasan. Akal bukan lagi menjadi motivasi untuk pengembangan sains tetapi sains dijadikan alat untuk menguasai subjek lain di luar dirinya. Inilah kondisi Barat memasuki Era Renaissance, Barat Modern di abad ke-16.

Jurgen Habermas menjelaskan bahwa modern adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suatu era baru (new age) yang berfungsi untuk membedakan dengan masa lalu (the ancient), sedangkan Bertrand Russel mengungkapkan ada dua hal penting yang menandai sejarah modern, yakni runtuhnya otoritas gereja dan menguatnya otoritas sains.

(58)

humanisme atau ketuhanan. Mereka membedakan antara sains dan agama. Akhirnya samai saat ini, Barat berkembang pesat meninggalkan peradaban Islam.

Dalam perkembangan yang cepat, Barat menjelma menjadi kekuatan yang mampu mendominasi di semua pelosok dunia dengan menggaungkan semangat pencerah-an (aufklarung). Namun, jauh dari apa yang kita harapkan, ternyata secara tidak sadar kita menjadi robot-robot yang menghamba pada arus modernisme Barat yang sejatinya untuk kepentingan mereka. Semua aspek epistemologis, onttologis dan aksiologis dipengaruhi oleh Barat.

Tidak sedikit, pelajar dan mahasiswa yang ikut-ikutan selalu update mengganti barang yang dikenakannya hanya karena menyesuaikan dengan peralihan model. Banyak orang yang bekerja, sebagai guru, PNS, pejabat pemerintah, karyawan swasta hanya mampu memenuhi tuntutan lapangan kerja yang tidak lain hanyalah sebagai manusia berotak administrasi total. Atau sebutan Immanuel Kant adalah manusia yang berrasio perkakas. Semua hanya mengejar kesenangan pragmatis. Ini semua karena nalar modernisme yang berawal dari paradigma ilmu positivistik, dan rasionalitas instrumental.

Manifestasi Manusia Rabbaniyah

(59)

kesadarannya untuk mencari ilmu yang sebanyak-banyaknya. Kesadaran akan kebutuhan dirinya terhadap ilmu tidak hanya sebatas pada pengguguran kewajiban atau meninggikan status sosial di masyarakat, akan tetapi kebutuhan untuk melakukan transformasi sosial ke arah yang lebih baik.

Allah Swt menegaskan di dalam QS. Al-Hujurat: 11,

“Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu

diantara kalian beberapa derajat”. Orang-orang yang beriman sebagai dasar pengakuan terhadap eksistensi Tuhan, bahwa Allah Swt sebagai supreme being yang kita kenal dalam konsep tauhid. Keilmuan adalah alat untuk mengetahui eksistensi Allah Swt dengan akal dan pengetahuan. Maka semakin tinggi ilmu seseorang maka semakin kuatlah keimanan dia terhadap eksistensi Allah.

Murtadha Muthahari menjelaskan bahwa pandang-an dunia tauhid adalah alam semesta ini bersifat unipolar

(60)

Ketika keimanan dan keilmuan berpadu menjadi satu, tidak lagi ada paradigma kosong. Dengan demikian pelajar kita bukan lagi menjadi pelajar yang ikut-ikutan hanya karena kepuasan sesaat. Akan tetapi pelajar yang mempunyai prinsip hidup dan visioner.

Pelajar dalam semboyan yang

diperkenalkan oleh IPM adalah tiang

negara. Tiang adalah pilar penyangga yang

berfungsi menjaga eksistensi, kekuatan dan

penghidupan. Lalu IPM melanjutkan istilah

itu “apabila kuat dan kokoh pelajarnya

maka kuat pula negaranya, apabila lemah

(61)

Perkaderan Berbasis

Seni dan Olahraga

––

Hamdan Nugroho

9

Dalam menjalankan tugas yang diemban di manapun dan dalam suasana apapun, setiap kader dan sumber daya insani Muhammadiyah hendaknya mempunyai cara berpikir, keahlian,

dan keikhlasan.

Dr. Syamsul Hidayat M.Ag.,

Tafsir Dakwah Muhammadiyah

9

(62)

Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) harus mempu-nyai konsep dan aksi yang jelas, terencana, dan sistematis dalam menyiapkan dan mengembangkan satu sistem yang menjamin keberlangsungan transformasi dan regenerasi kader. Ada banyak teori perkaderan yang kesemuanya merupakan proses, cara, perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader. Dalam proses pembinaan kader itulah ada dua cara yang harus dilakukan dan ditekuni.

Pertama pelatihan. Tidaklah disebut pelatihan bila hanya pemberian teori atau informasi. Memberikan ketela-danan dan melibatkan (mengikutsertakan atau menugas-kan) adalah bagian dari pelatihan. Kasus Hasan dan Hussein berdakwah amaliyah ketika melihat seorang kakek tua salah dalam berwudlu adalah contoh bentuk pelatih-an.

Kedua supervisi. Kader-kader yang sudah diberi pengarahan dan diikutsertakan dalam pelatihan (berupa pembiasaan dan penugasan) kemudian diikuti perkem-bangannya lewat pemantauan dan evaluasi. Ada pelatihan khusus, yaitu Taruna Melati yang dikelola melalui jenjang struktural yang sudah menerapkan konsep monitoring, tetapi selama ini masih belum menjadi dasar analisis kader untuk pengembangan selanjutnya.

(63)

dinamika kelompok agar mereka lebih dewasa dalam menyikapi berbagai qadhaya (tidak over reaktif = kaget-kagetan, ora gumunan). Menjadi tugas para tim fasilitator-pendampinglah untuk memantau sepak terjang mereka, menegur, meluruskan dan memberi penilaian (kritik, masukan juga penghargaan) atas aktivitas sehari-hari mereka.

Dalam proses kaderisasi itu merupakan upaya untuk menumbuhkan kesadaran berorganisasi, mengakui bahwa IPM sebagai organisasi adalah merupakan wadah dan alat perjuangan semata untuk mengamalkan dan memperjuangan tegaknya nilai-nilai ajaran Islam, dan bukan merupakan tujuan dari perjuangan itu sendiri. Lalu menumbuhkan keahlian atau berkemampuan sebagai subyek dakwah, yang memiliki wawasan luas, menguasai teknologi informasi sebagai media dan bagian dari strategi dakwah. Hingga akhirnya terbentuk kader IPM yang memiliki ruh (spirit) serta mempunyai integritas dan kompetensi untuk berperan di Ikatan, dalam kehidupan pelajar dan dinamika bangsa serta konteks global. Namun, memiliki benteng kokoh, dan skill.

Pengembangan Seni untuk Pencitraan

(64)

se-Indonesia yang itu bersifat sederhana namun bisa booming.

Untukitu sepertinya perlu pengkajian dan pengembangan konsep seni budaya menurut visi misi IPM untuk mengha-silkan langkah-langkah strategis pengembangan dakwah seni yang lebih diterima.

Perlu ditekankan, keberadaan seni di lingkungan Muhammadiyah bukanlah suatu hal yang kosong tetapi, kurang sentuhan manajemen dan promosi. Hal ini mengakibatkan keberadaannya lebih sering ditelan waktu daripada ditelan pasar seni. Banyak sekali potensi yang dimiliki, namun hal itu belumlah milik IPM karena IPM belum mampu memberikan apa-apa di sana. Wajar saja kemudian para pelaku seni di lingkungan Muhammadiyah tidak kenal dan mengenalkan IPM padahal mereka sudah terkenal.

(65)

Affandi yang Muhammadiyah, satrawan Chairil Anwar Muhammadiyah, dan tak lupa Andrea Hirata muda dari amal usaha Muhammadiyah yang terbatas pula?!

Pengembangan Olahraga sebagai Penguatan Emosional

Ada satu hal lagi yang juga menyedot perhatian, minat, dan bakat pelajar Muhammadiyah: olah raga. Padahal, potensi yang kita miliki sangatlah banyak dengan kemampuan yang kadang mencapai profesional. Kita tidaklah terlalu berharap sampai seberapa profesional pelajar kita. Namun, kita cukup memaksimalkan pengem-bangan olah raga ini sebagai wahana pengenalan IPM dan proses interaksi pimpinan dengan anggota saja, itu suda syukur.

(66)

Yang paling disukai dari peminat olah raga sampai olahragawan adalah kompetisi yang di dalamnya ada bentuk apresiasi terhadap prestasi-prestasi. Karena selain termotivasi untuk lebih mengembangkan kemampuan, peningkatan kualitas mental bertanding, tentunya apresiasi juga sangat penting bagi penumbuhan minat pelajar yang aktif dalam bidang olh raga.

Tak ayal lagi, even olah raga harus ada dalam setiap level! Dari ranting sampai pusat, karena perlombaan seperti ini juga mengenal penjenjangan sehingga akan muncul the real choosen people dari pelajar Muhammadiyah di Indonesia ini. Pelaksanaan evennya pun haruslah periodik, misalnya setiap tahun sekali, dimulai dari ranting hingga pusat secara berurutan dan berjenjang tentunya. Sehingga pencitraan yang dilakukan lebih massif dan pembinannya pun lebih tertata karena adanya kontinyuitas program baik itu dari ranting sampai pusat dan dilaksanakan setiap tahun.

Nah, aktifitas seni dan olahraga merupakan aktifitas

(67)

Perlu diingat dan ditekankan, aktifitas-aktifitas kaderisasi banyak sekali di ruangan. Misalnya Taruna Melati miliknya perkaderan, penelitian maupun jurnalistik miliknya PIP, apalagi kajian miliknya bidang KDI. Hal ini cukup menjadikan momok paling menybalkan dan penolak minat paling efektif bagi para penikmat pemula IPM. Apalagi saat ini Taruna Melati lebih bayak dijadikan sebagai gerbang welcome, padalah seharusnya Taruna

Melati menjadi gerbang ”selamat berjuang”. Kegiatan

”dalam ruangan” ini ya wajar jika kekurangan peserta.

Makanya, untuk meningkatkan minat dan julah peserta sebaiknya IPM lebih mendekatkan terlebih dahulu

aktifitas ”luar ruangan” untuk memikt labih anyak dan

lebih baik.

Mungkin sekali ikut aktifitas seni maupun olah raga, biasanya muncul keinginan mencoba lagi kemudian lama-lama kenal dekat dengan IPM baik secara struktural maupun personalia pimpinan IPM. Sehingga akan lebih mudah mengajak mengikuti aktifitas-aktifitas ”ruangan”

(68)

cinta IPM, siap menerima ilmu dan pengalaman dari IPM serta siap mengajarkan apa-apa yang didapat di IPM.

(69)

Pelajar Berkemajuan:

Pelajar Melek Teknologi

dan Informasi

––

Daeng Muhammad Feisal

10

Peristiwa “Future Shock”(Kejutan Masa Depan) memberikan informasi pada kita akan adanya akselerasi (percepatan) perubahan

social dan tehnologi yang semakin sulit dihadapi baik oleh individu maupun organisasi. Kita harus kreatif dan proaktif menyesuaikan

diri tidak hanya kepada perubahan-perubahan, tetapi juga terhadap akselerasi tersebut.

Alvin Tofler

10

(70)

Pada awal tulisan ini, saya akan mengutarakan beberapa poin ‘kajian’ yang akan akan saya bahas pada tulisan ini. Yang pertama adalah terkait Rekonstruksi Gerakan IPM yang sampai saat ini ada 2 paradigma, yaitu 3T dan GPK (Gerakan Pelajar Kreatif) ditambah arah strategi gerakan yaitu GPK (Gerakan Pelajar Kreatif) dan Gerakan Pelajar Berkemajuan. Lalu poin kedua adalah terkait tema esai, yaitu Membumikan Gerakan Ilmu untuk Pelajar Berkemajuan, akan saya bahas secara lateral. Lalu poin terakhir saya akan meramunya menjadi rangkaian

‘racikan’ yang saya sebut sebagai ‘embrio solutif’ Gerakan IPM di masa yang akan datang, yaitu penjabaran dari judul esai ini sendiri, “Pelajar Berkemajuan; Pelajar yang Melek Teknologi dan Informasi”.

(71)

Ambil contoh dalam aspek transportasi, perjalanan dari tanah air menuju tanah suci (Arab Saudi) sekarang bisa ditempuh hanya dalam hitungan jam menggunakan pesawat terbang, zaman nenek-buyut kita dulu membutuh-kan perjalanan rata-rata 1 bulan perjalanan laut meng-gunakan kapal. Atau kita ambil contoh, dulu kita membutuhkan waktu yang sangat lama ketka berkores-pondensi antarpimpinan organisasi (termasuk di IPM), mengirim surat menggunakan perangko paling cepat 3 hari kalau dalam satu kota, kalau sekarang? Kita bisa berkorespondensi menggunakan fasilitas surel (surat elektronik/e-mail), hitungan detk sudah terkirim walau berbeda benua sekalipun.

Pada paragraf di atas saya mengemukakan fakta yang telah kita alami (selaku manusia dan selaku anggota IPM) bahwa zaman ini sudah sangat maju, dikarenakan teknologi berkembang pesat. Adanya moda transportasi massal yang makin sini makin cepat waktu tempuhnya, penggunaan telepon (tele, jauh) dan handphone yang meniadakan jarak dalam menyampaikan informasi secara

(72)

Jika kita membuka kembali lembaran sejarah Ikatan Pelajar Muhammadiyah, kita acap kali mengernyit-kan dahi ketka mendengar dan membaca istlah-istilah aneh tentang gerakan IPM, bukan karena bobotnya saja yang dirasa sangat ‘berat’, bahkan jika ditinjau dari aspek sejarah IPM, wajarlah IPM memiliki paradigma gerakan, falsafah gerakan dan arah strategi gerakan yang (senantasa) mengalami perubahan-penyempurnaan dari masa ke masa. Bahasa kerennya, IPM mengalami proses rekonstruksi gerakan yang berkepanjangan, sehingga ada muncul kategorisasi masa IPM, yang, katanya sekarang (tahun 2013––IPM periode Muktamar 18 Palembang)

dikategorikan “Masa Anomali” (masa yang tdak jelas;

aneh) oleh Masmulyadi, alumni PP IPM periode 2008-2010.

Kita tahu bahwa di IPM ada istilah paradigma gerakan, falsafah gerakan , dan arah strategi gerakan (dan sebagainya), yang pada masa-masa tertentu muncul istilah keren seperti 3T (Tertib Ibadah, Tertib Belajar dan Tertib Organisasi), GKT (Gerakan Krits Transformatf) dan GPK (Gerakan Pelajar Kreatif) dan sampai sekarang muncul wacana Gerakan Pelajar Berkemajuan. Saya ingin mengistilahkan beberapa istilah di atas sebagai “Bahasa(n)

(73)

paham dan mau paham terkait defnisi, alur, dan penjabar-an tentpenjabar-ang bahasa tinggi IPM itu.

Saya menarik kesimpulan bahwa kenapa bahasa tinggi IPM ini terus mengalami rekonstruksi dari masa ke masa, karena para penggagas, para pemikirnya tidak (atau belum) ber-role-play sebagai pelajar dan remaja, mereka malah secara sporadis memaksakan pengetahuan (yang terkontaminasi oleh gaya ayahanda-Muhammadiyah dan dunia ke-mahasiswa-annya) serta pengalaman mereka sebagai orang yang berumur. Dan rekonstruksi gerakan keniscayaan, karena waktu dan zaman pun berubah.

Membumikan Gerakan Ilmu untuk Pelajar

Berkemajuan

Berangkat dari tema besar Muktamar IPM ke-18 di Palembang, saya (sedikit) setuju terkait diksinya. Menggunakan istilah ‘membumikan’ lalu ‘gerakan ilmu’

(74)

berdirinya IPM, hal ini dibuktikan oleh semboyan IPM

Al-Qur’an surat Al-Qalam ayat 1 dan logo IPM yang memiliki makna filosof pengejawantahan ilmu.

Lalu ada frase bawahan (kata) ‘gerakan’ yang memiliki kesan dan makna setelah membumikan (menyederhanakan-mengaplikasikan) kita harus senanti-asa bergerak-berproses-tidak diam dalam artian konsisten-istqamah dalam ber-IPM.

Penggunaan diksi ‘Pelajar Berkemajuan’ menurut

saya terkesan latah, dan menyadur istilah yang digunakan pada buku Muhammadiyah Progresif: Manifesto Pemikiran Kaum Muda yang ditulis oleh JIMM (Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah) pada tahun 2007 silam. Berkema-juan, menurut saya merupakan penyederhanaan bahasa dari progresif. Sebenarnya tdak masalah jika orientasinya benar ke arah kemajuan-lebih baik, yaitu dengan memberi-kan penememberi-kanan pada pengembangan ilmu pengetahuan, diskursus keadilan, keterbukaan, sikap toleransi, dan pelajar yang berintegritas. Dan semoga tidak dimaksudkan progresif dalam artian berpikir dan bertindak secara liberal tanpa arahan.

Referensi

Dokumen terkait

On the other hand, it could be said that teaching vocabulary by using o f picture in the theme animals for the seventh grade students o f Islamic Junior High School ( M T S

2. Mengetahui tingkat kelayakan modul pembelajaran tema peristiwa dalam kehidupan terintegrasi dengan ayat- ayat Al Qur’an kelas V... Mengetahui penilaian pendidik terhadap

Secara umum kinerja dari pelayanan medis tersebut dapat memenuhi harapan yang diinginkan para pasien, dengan kata lain pasien puas (meskipun pada limit bawah) terhadap pelayanan

menyindir (morau), menyarankan (morau), komplain atau rasa kesal (kureru), rasa memahami (kureru), dan onkei atas permintaan penutur (morau), dan (3) Berdasarkan

5 Penelitian lainnya menyebutkan bahwa pasien DM tipe 2 yang mengkonsumsi metformin, lebih berisiko 4,72 kali untuk mengalami defisiensi vitamin B12 dibandingkan

Inti bias menjadi lebih padat (piknotik) yang dapat hancur berdemen – segmen (karioreksis) dan kemudian sel menjadi eosinofilik (kariolisis). Sel hepar yang mengalami nekrosis

Data ini dipakai pada pengolahan data yang selanjutnya digunakan untuk membuat blok model dan penampang cross section agar mengetahui arah sebaran endapan nikel

Lebih lanjut dijelaskan dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa: “pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang