• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelajar Berilmu, Manifestasi Manusia Rabbaniyah

Dalam dokumen Buku Menjadi Pelajar Berkemajuan (Halaman 53-60)

––Aman Nurrahman Kahfi

8

Pertama-tama, kita beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Iman itu melahirkan tata nilai berdasarkan Katuhanan Yang

Maha Esa (Rabbaniyah), yaitu tata nilai yang dijiwai oleh kesadaran bahwa hidup ini berasal dari Tuhan dan menuju kepada Tuhan (innaa lillaah wa innaa ilayhi raaji’un, sesungguhnya kita

berasal dari Tuhan dan kita akan kembali kepada-Nya). Maka, Tuhan adalah “sangkan paran” (asal dan tujuan) hurip” (hidup), “dumadi” (bahkan seluruh makhluk).

Nurcholish Madjid

8

Manusia diciptakan oleh Allah dengan konstruksi fisik dan psikis (mental) yang sempurna, yang dengannya memungkinkan untuk menjadi makhluk yang bertang- gung jawab (khalifah) di dunia ini (QS. 2:30) atau sebaliknya, akan menjadi perusak (QS. 30:42). Manusia juga dibekali akal yang berfungsi untuk merenungkan dan memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah secara objektif setelah melalui proses melihat, mendengar, dan lain-lain.

Akal juga yang memungkinkan manusia untuk menganalisis dan memahami antara benar dan salah atau baik dan buruk, sehingga dengan fungsi akal Allah pun membebankan kewajiban-kewajiban syariat kepada manusia. Orang yang belum baligh, tidak waras, pingsan, atau tidur, bagi mereka tidak dibebankan hukum taklifi. Apabila manusia menggunakan akalnya dengan optimal, maka derajat manusia melebihi malaikat karena ketaatan- nya melalui proses kesadaran (QS. 2:33). Sebaliknya, Allah Swt mengumpamakan manusia akan sama halnya dengan binatang atau lebih buruk dari itu kala dominasi nafsunya mengalahkan akal (QS. 7:179).

Modal fisik, psikis, dan akal telah Allah berikan kepada manusia untuk menjadi pemimpin (khalifah) di bumi ini dengan tidak mengurangi tugas wajib bagi semua makhluk-Nya yaitu beribadah. Manusia tidak mungkin menjadi khalifah ketika pandangannya sempit dan pengua- saannya terbatas. Hanya manusia yang menggunakan

potensi akalnya untuk berpikirlah yang akan menguasai segala.

Dalam beribadah, Allah menggariskan agar apa yang kita lakukan sebagai wujud dari implementasi penghambaan kita pada Allah harus dibarengi dengan kesadaran dan mengetahui dasar hukum pelaksanaannya. Orang yang menjalankan amalan tanpa disertai dengan ilmu, maka dia termasuk muqallid (the real follower), sedang- kan bentuk ibadahnya ini termasuk golongan yang paling bawah.

Pandangan Islam Tentang Ilmu

Islam satu-satunya agama samawi yang sesuai dengan fitrah manusia (QS. 30:30). Maka semua yang ada di dalam ajaran Islam ini pasti sejalan dengan fitrah manusia. Termasuk ilmu yang menjadi bagian dalam perkembangan Islam. Banyak ayat di dalam Al-Qur’an

yang berakhiran dengan kalimat Allah untuk mengajak manusia berpikir dan mengedepankan logika dalam mengambil pelajaran (ibrah).

Proses berpikirnya manusia pasti didasarkan pada akal yang logis dan saintifik, sehingga dari proses berpikir itulah muncul pengetahuan yang mungkin menjadi penemuan baru. Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah 1450-an tahun lalu mengilami banyak ilmu yang baru tersibak di abad pembaruan ini. Proses kejadian manusia

(QS. 23:14), perhitungan tahun (QS. 9:36), proses terbentuknya hujan (QS. 24:43), dan masih banyak lagi. Ini adalah tanda modernitas Al-Qur’an yang semakin digali, semakin banyak ilmu pengetahuan yang kita dapatkan (QS. 31:27), karena teks Al-Qur’an universal yang sesuai di manapun dan kapanpun (ash-shahihu fiy kulli makan wa fiy kulli zaman).

Semua orang yang beriman kepada Allah dengan dibekali ilmu sudah dijamin oleh Allah mendapatkan kedudukan yang tinggi (QS. 58:11). Sebagaimana Rasulullah Saw juga memberikan isyarat kepada kita apabila kita ingin sukses dunia dan akhirat, maka jalan satu-satunya adalah dengan ilmu, bukan dengan harta atau tahta. Hal ini dibuktikan dengan majunya peradaban Islam sampai ke negara-negara Asia, Eropa, dan Afrika. Corak Islam terasa pada semua aspek kehidupan, baik perdagangan, pengobatan, arsitektur, serta berbagai keilmuan yang lainnya.

Penjajahan Itu Bernama Modernisme

Pada saat banyak orang Islam hanya menyelesaikan ritual agama dan mengesampingkan ilmu, peradaban Islam mengalami kondisi stagnan (status quo) dan kejumudan. Pada saat yang sama, Barat banyak belajar tentang ilmu pengetahuan yang dimiliki Islam, sehingga akhirnya keadaan terbalik. Islam diusir dan dibumihangus-

kan dari Eropa. Dalam perkembangannya, ilmu (sains) dalam peradaban Barat menjadi dominan dan mengalah- kan otoritas gereja (agama). Dinamika yang terjadi adalah karena agama Kristen tidak bisa menjawab pertanyaan- pertanyaan saintis dan filosof berkaitan dengan logika agama.

Kita tahu, ajaran dalam Kristen satu dengan yang lainnya tidak sinkron. Akhirnya terbangunlah nalar Barat yang berkembang dengan meninggalkan otoritas Tuhan (Kristen). Akal (logika) yang kehilangan dimensi humanis dan dimensi ketuhanan dan telah berubah menjadi dimensi individual yang berujung pada hegemoni, dominasi, dan penindasan. Akal bukan lagi menjadi motivasi untuk pengembangan sains tetapi sains dijadikan alat untuk menguasai subjek lain di luar dirinya. Inilah kondisi Barat memasuki Era Renaissance, Barat Modern di abad ke-16.

Jurgen Habermas menjelaskan bahwa modern adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suatu era baru (new age) yang berfungsi untuk membedakan dengan masa lalu (the ancient), sedangkan Bertrand Russel mengungkapkan ada dua hal penting yang menandai sejarah modern, yakni runtuhnya otoritas gereja dan menguatnya otoritas sains.

Akal atau rasio menjadi basis epistemologi yang digunakan oleh Barat, sehingga tidak sedikit ilmu pengetahuan mereka tidak ditopang dengan prinsip

humanisme atau ketuhanan. Mereka membedakan antara sains dan agama. Akhirnya samai saat ini, Barat berkembang pesat meninggalkan peradaban Islam.

Dalam perkembangan yang cepat, Barat menjelma menjadi kekuatan yang mampu mendominasi di semua pelosok dunia dengan menggaungkan semangat pencerah- an (aufklarung). Namun, jauh dari apa yang kita harapkan, ternyata secara tidak sadar kita menjadi robot-robot yang menghamba pada arus modernisme Barat yang sejatinya untuk kepentingan mereka. Semua aspek epistemologis, onttologis dan aksiologis dipengaruhi oleh Barat.

Tidak sedikit, pelajar dan mahasiswa yang ikut- ikutan selalu update mengganti barang yang dikenakannya hanya karena menyesuaikan dengan peralihan model. Banyak orang yang bekerja, sebagai guru, PNS, pejabat pemerintah, karyawan swasta hanya mampu memenuhi tuntutan lapangan kerja yang tidak lain hanyalah sebagai manusia berotak administrasi total. Atau sebutan Immanuel Kant adalah manusia yang berrasio perkakas. Semua hanya mengejar kesenangan pragmatis. Ini semua karena nalar modernisme yang berawal dari paradigma ilmu positivistik, dan rasionalitas instrumental.

Manifestasi Manusia Rabbaniyah

Kekuatan pelajar sebagai orang yang belajar atau sedang dalam proses pembelajaran (formal) terletak pada

kesadarannya untuk mencari ilmu yang sebanyak- banyaknya. Kesadaran akan kebutuhan dirinya terhadap ilmu tidak hanya sebatas pada pengguguran kewajiban atau meninggikan status sosial di masyarakat, akan tetapi kebutuhan untuk melakukan transformasi sosial ke arah yang lebih baik.

Allah Swt menegaskan di dalam QS. Al-Hujurat: 11,

“Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu

diantara kalian beberapa derajat”. Orang-orang yang beriman sebagai dasar pengakuan terhadap eksistensi Tuhan, bahwa Allah Swt sebagai supreme being yang kita kenal dalam konsep tauhid. Keilmuan adalah alat untuk mengetahui eksistensi Allah Swt dengan akal dan pengetahuan. Maka semakin tinggi ilmu seseorang maka semakin kuatlah keimanan dia terhadap eksistensi Allah.

Murtadha Muthahari menjelaskan bahwa pandang- an dunia tauhid adalah alam semesta ini bersifat unipolar

dan uniaxial. Kerangka teologi yang ada dalam Islam tidak hanya selesai pada keyakinan (iman) saja, melainkan juga bagaimana keimanan itu berimplikasi pada munculnya kesadaran yang ada dalam dirinya untuk melakukan perubahan dalam lingkungannya. Maka, tidak akan mungkin seseorang yang dalam dan kuat imannya kepada Allah Swt hanya beribadah saja dan mencari keuntungan dunia untuk dirinya sendiri dengan mengabaikan kondisi lingkungan sekitarnya. Yang ada adalah sebaliknya, the more someone believe in Allah, the more someone for others.

Ketika keimanan dan keilmuan berpadu menjadi satu, tidak lagi ada paradigma kosong. Dengan demikian pelajar kita bukan lagi menjadi pelajar yang ikut-ikutan hanya karena kepuasan sesaat. Akan tetapi pelajar yang mempunyai prinsip hidup dan visioner.

Pelajar dalam semboyan yang

Dalam dokumen Buku Menjadi Pelajar Berkemajuan (Halaman 53-60)