• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkaderan Berbasis Seni dan Olahraga

Dalam dokumen Buku Menjadi Pelajar Berkemajuan (Halaman 61-69)

––Hamdan Nugroho

9

Dalam menjalankan tugas yang diemban di manapun dan dalam suasana apapun, setiap kader dan sumber daya insani Muhammadiyah hendaknya mempunyai cara berpikir, keahlian,

dan keikhlasan.

Dr. Syamsul Hidayat M.Ag.,

Tafsir Dakwah Muhammadiyah

9

Ketua PP IPM bidang Apresisasi Seni Budaya dan Olahraga (ASBO) periode 2012-2014

Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) harus mempu- nyai konsep dan aksi yang jelas, terencana, dan sistematis dalam menyiapkan dan mengembangkan satu sistem yang menjamin keberlangsungan transformasi dan regenerasi kader. Ada banyak teori perkaderan yang kesemuanya merupakan proses, cara, perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader. Dalam proses pembinaan kader itulah ada dua cara yang harus dilakukan dan ditekuni.

Pertama pelatihan. Tidaklah disebut pelatihan bila hanya pemberian teori atau informasi. Memberikan ketela- danan dan melibatkan (mengikutsertakan atau menugas- kan) adalah bagian dari pelatihan. Kasus Hasan dan Hussein berdakwah amaliyah ketika melihat seorang kakek tua salah dalam berwudlu adalah contoh bentuk pelatih- an.

Kedua supervisi. Kader-kader yang sudah diberi pengarahan dan diikutsertakan dalam pelatihan (berupa pembiasaan dan penugasan) kemudian diikuti perkem- bangannya lewat pemantauan dan evaluasi. Ada pelatihan khusus, yaitu Taruna Melati yang dikelola melalui jenjang struktural yang sudah menerapkan konsep monitoring, tetapi selama ini masih belum menjadi dasar analisis kader untuk pengembangan selanjutnya.

Supervisi akan sangat bermanfaat untuk tercapainya pembentukan kader yang berkualitas tinggi. Memasuki era globalisasi, kader-kader kita harus dibiasakan dengan

dinamika kelompok agar mereka lebih dewasa dalam menyikapi berbagai qadhaya (tidak over reaktif = kaget- kagetan, ora gumunan). Menjadi tugas para tim fasilitator- pendampinglah untuk memantau sepak terjang mereka, menegur, meluruskan dan memberi penilaian (kritik, masukan juga penghargaan) atas aktivitas sehari-hari mereka.

Dalam proses kaderisasi itu merupakan upaya untuk menumbuhkan kesadaran berorganisasi, mengakui bahwa IPM sebagai organisasi adalah merupakan wadah dan alat perjuangan semata untuk mengamalkan dan memperjuangan tegaknya nilai-nilai ajaran Islam, dan bukan merupakan tujuan dari perjuangan itu sendiri. Lalu menumbuhkan keahlian atau berkemampuan sebagai subyek dakwah, yang memiliki wawasan luas, menguasai teknologi informasi sebagai media dan bagian dari strategi dakwah. Hingga akhirnya terbentuk kader IPM yang memiliki ruh (spirit) serta mempunyai integritas dan kompetensi untuk berperan di Ikatan, dalam kehidupan pelajar dan dinamika bangsa serta konteks global. Namun, memiliki benteng kokoh, dan skill.

Pengembangan Seni untuk Pencitraan

Di dalam IPM saat ini belumlah memiliki ruh jelas tentang konsep seni yang akan diusung, atau setidaknya ada yang menjadi isu massal pelajar Muhammadiyah se-

Indonesia yang itu bersifat sederhana namun bisa booming.

Untukitu sepertinya perlu pengkajian dan pengembangan konsep seni budaya menurut visi misi IPM untuk mengha- silkan langkah-langkah strategis pengembangan dakwah seni yang lebih diterima.

Perlu ditekankan, keberadaan seni di lingkungan Muhammadiyah bukanlah suatu hal yang kosong tetapi, kurang sentuhan manajemen dan promosi. Hal ini mengakibatkan keberadaannya lebih sering ditelan waktu daripada ditelan pasar seni. Banyak sekali potensi yang dimiliki, namun hal itu belumlah milik IPM karena IPM belum mampu memberikan apa-apa di sana. Wajar saja kemudian para pelaku seni di lingkungan Muhammadiyah tidak kenal dan mengenalkan IPM padahal mereka sudah terkenal.

Untuk itu, sangat dibutuhkan optimalisasi kegiatan yang bertujuan untuk mengapresiasikan kreatifitas para kader dalam bidang seni dan budaya sehingga terwujud kader kreatif. IPM di tingkatan daerah dan wilayah tidaklah harus mengembangkan seni pada taraf mikro, sudah luar biasa jika sudah bisa mengkoordinasikan potensi dalam daerah masing-masing. Jadi, dari potensi yang tersebar itu kemudian IPM daerah bersama dengan ranting setempat memberikan kontribusi aktif dalam pengelolaan dan pengembangannya. Akhirnya, akan muncul grup teater besar menghasilkan Rendra Muhammadiyah, komunitas pelukis handal melahirkan

Affandi yang Muhammadiyah, satrawan Chairil Anwar Muhammadiyah, dan tak lupa Andrea Hirata muda dari amal usaha Muhammadiyah yang terbatas pula?!

Pengembangan Olahraga sebagai Penguatan Emosional

Ada satu hal lagi yang juga menyedot perhatian, minat, dan bakat pelajar Muhammadiyah: olah raga. Padahal, potensi yang kita miliki sangatlah banyak dengan kemampuan yang kadang mencapai profesional. Kita tidaklah terlalu berharap sampai seberapa profesional pelajar kita. Namun, kita cukup memaksimalkan pengem- bangan olah raga ini sebagai wahana pengenalan IPM dan proses interaksi pimpinan dengan anggota saja, itu suda syukur.

Walau tidak boleh dikesampingkan, pengoptimalan kegiatan yang diarahkan pada penyaluran dan pembinaan minat dan bakat remaja di bidang olah raga haruslah diprioritaskan. Remaja sebagai masa peralihan tentunya membutuhkan pilihan yang tak cukup hanya tiga untuk menentukan sampai seberapa tepatkah minat yang dimiliki dengan apa yang ditekuni. Makanya itu, pemberian wadah minat inilah yang bisa menampung segala rupa minat kader yang tentunya tidak semuanya memiliki pengetahuan dan kemampuan tentang mengem- bangkan IPM. Sekali lagi, itu tidak masalah. Yang penting para peminat bakat-bakat tertentu ini mengenal labih dekat IPM melalui pencitraan generasi pelajar cinta seni dan olah raga.

Yang paling disukai dari peminat olah raga sampai olahragawan adalah kompetisi yang di dalamnya ada bentuk apresiasi terhadap prestasi-prestasi. Karena selain termotivasi untuk lebih mengembangkan kemampuan, peningkatan kualitas mental bertanding, tentunya apresiasi juga sangat penting bagi penumbuhan minat pelajar yang aktif dalam bidang olh raga.

Tak ayal lagi, even olah raga harus ada dalam setiap level! Dari ranting sampai pusat, karena perlombaan seperti ini juga mengenal penjenjangan sehingga akan muncul the real choosen people dari pelajar Muhammadiyah di Indonesia ini. Pelaksanaan evennya pun haruslah periodik, misalnya setiap tahun sekali, dimulai dari ranting hingga pusat secara berurutan dan berjenjang tentunya. Sehingga pencitraan yang dilakukan lebih massif dan pembinannya pun lebih tertata karena adanya kontinyuitas program baik itu dari ranting sampai pusat dan dilaksanakan setiap tahun.

Nah, aktifitas seni dan olahraga merupakan aktifitas

”luar ruangan” yang penuh dengan tawa dan canda dalam pelaksanaannya, menjadikan pelakunya sehat dan segar baik badan maupun pikirannya. Tak perlulah mengernyit- kan dahi hanya untuk mengingat-ingat rumus nada lagu, tak perlu hafalan semalam untuk pertandingan final futsal beok pagi, dan yang pasti hemat biaya namun sangat menguntungkan.

Perlu diingat dan ditekankan, aktifitas-aktifitas kaderisasi banyak sekali di ruangan. Misalnya Taruna Melati miliknya perkaderan, penelitian maupun jurnalistik miliknya PIP, apalagi kajian miliknya bidang KDI. Hal ini cukup menjadikan momok paling menybalkan dan penolak minat paling efektif bagi para penikmat pemula IPM. Apalagi saat ini Taruna Melati lebih bayak dijadikan sebagai gerbang welcome, padalah seharusnya Taruna

Melati menjadi gerbang ”selamat berjuang”. Kegiatan

”dalam ruangan” ini ya wajar jika kekurangan peserta.

Makanya, untuk meningkatkan minat dan julah peserta sebaiknya IPM lebih mendekatkan terlebih dahulu

aktifitas ”luar ruangan” untuk memikt labih anyak dan

lebih baik.

Mungkin sekali ikut aktifitas seni maupun olah raga, biasanya muncul keinginan mencoba lagi kemudian lama-lama kenal dekat dengan IPM baik secara struktural maupun personalia pimpinan IPM. Sehingga akan lebih mudah mengajak mengikuti aktifitas-aktifitas ”ruangan”

yang notebene menjemukan. Kondisi ini menunjukkan perbedaan, dimana kondisi pertama lebih menitik beratkan pada ideologisasi kemudian pemberian keahlian berorganisasi khususnya dalam bidang seni dan olah raga, sedangkan posisi satunya lagi lebih mengedepankan tingkat kebernyaman dalam beraktifitas berorganisasi dengan meningkatkan ikatan emosional dengan aktifitas- aktifitas seni dan olah raga, sehingga memunculnya rasa

cinta IPM, siap menerima ilmu dan pengalaman dari IPM serta siap mengajarkan apa-apa yang didapat di IPM.

Hal inilah yang sering IPM lupakan, lebih sering ideologisasi tanpa memaslahat- kan keberadaannya dengan menampung aktifitas dakwah dari minat dan bakat yang sebegitu luasnya, yaitu seni dan olahraga.

[Perlu diingat dan ditekankan, aktifitas-aktifitas kaderisasi banyak sekali di ruangan. Misalnya Taruna Melati miliknya perkaderan, penelitian maupun jurnalistik miliknya PIP, apalagi Kajian miliknya bidang KDI. Hal ini cukup menjadikan momok paling menybalkan dan penolak minat paling efektif bagi para penikmat pemula IPM. Apalagi saat ini Taruna Melati lebih bayak dijadikan sebagai gerbang welcome, padalah seharusnya Taruna Melati menjadi gerbang ”selamat berjuang”.]

Pelajar Berkemajuan:

Dalam dokumen Buku Menjadi Pelajar Berkemajuan (Halaman 61-69)