• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Ajar Pendidikan Agama Islam SMA Terbitan Erlangga a) Radikalisme

TEKS-TEKS BERMUATAN RADIKALISME, TOLERANSI DAN DEMOKRASI DALAM BUKU AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SMA

B. Muatan Radikalisme, Toleransi dan Demokrasi dalam Buku PAI SMA

2. Buku Ajar Pendidikan Agama Islam SMA Terbitan Erlangga a) Radikalisme

Salah satu indikator radikalisme menurut Zuhdi adalah klaim kebenaran. Dengan demikian, maka secara implisit teks di atas, mengandung muatan radikalisme. Hal tersebut dapat dilihat dari Q.S. Ali-imran:19 dan Ali Imran: 85. Selaras dengan pendapat Zuhdi, menurut Muhammad Ali, Q.S. Ali-imran:19 dan Ali Imran: 85 apabila dipahami secara parsial dan tekstual maka akan menumbuhkan pemahaman radikal. Karena itu, lanjutnya, kegiatan misi agama yang penuh dengan prasangka teologis seperti pemberian label kufur pada agama lain dan ungkapan tidak ada penyelamatan selain agamanya perlu dibenahi dan kemudian dikembangkan sikap saling menghargai (mutual respect), saling mengakui eksistensi (mutual recognition) serta relatively absolute bahwa yang saya miliki memang benar, akan tetapi kebenaran itu sifatnya relative. perlu Indikatornya yaitu menganggap agamanya sebagai paling benar.

Berbeda dengan Zuhdi dan Ali, menurut Adian Husaini bahwa Q.S. Ali-imran:19 dan Ali Imran: 85 memang perlu dipahami secara eksklusif. Karena dalam tatara teologis, semestinya keyakinan eksklusif akan kebenaran agama harus dibangun. Karena apabila tidak maka akan sangat berbahaya. Orang yang meragukan kebenaran agamanya tentunya dengan mudah akan melepaskan diri dari aturan-aturan (syariat agamanya), sehingga dengan mudah akan melepaskan agamanya. (Husaini, 2002: 101-102)

Senada dengan Husaini, menurut penulis, klaim kebenaran sangat dibutuhkan sebagai upaya meneguhkan keimanan. Karena itu, tidak etis jika klaim kebenaran dimasukkan sebagai indikator radikalisme karena pada dasarnya setiap agama meyakini akan kebenaran agamanya. Meski demikian, tidak penulis pungkiri bahwa klaim kebenaran bisa berubah menjadi bibit radikalisme apabila diikuti dengan sifat yang berlebihan. Indikator berlebihan ditunjukkan dengan kecenderungan mengeliminir setiap agama, mazhab, aliran maupun organisasi yang berbeda dari diri dan kelompoknya adalah salah.

Dalam Buku PAI SMA Islam Terpadu Al-Qur’aniyyah kelas XI pada halaman 188 lembar biografi tokoh Sayyid Ahmad Khan dikemukan pandangan tokoh yang terkesan intoleran seperti:

Indikator intoleransi dalam teks ini jelas tergambar dari masuknya teks larangan pembauran umat beragama tanpa adanya penjelasan tentang alasan dan faktor penyebab larangan pembauran umat Hindu dan umat Islam di India. Karena sadar atau tidak, ketidak adanya pemaparan yang komprehensif bisa menimbulkan penafsiran yang salah bahwa umat Islam tidak boleh berbaur dengan penganut agama lainnya karena itu, umat Islam harus punya negara

sendiri. Penafsiran seperti ini tentunya bukan hanya menyebabkan perpecahan di kalangan umat beragama bahkan akan merusak kesatuan dan persatuan bangsa.

Sejatinya buku pelajaran agama bukan hanya dituntut untuk memupuk rasa keimanan akan tetapi buku pelajaran agama juga dituntut mengupayakan terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa. dengan demikian, buku pelajaran agama harus memberikan gambaran yang jelas bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, perbedaan adalah sebuah keniscayaan karena itu perbedaan harus diterima sebagai sebuah kekayaan bangsa. Melarang pembauran umat beragama tentunya akan bisa memecah bangsa. Jika konteks kalimat dibawa dalam kehidupan bangsa Indonesia tentunya teks ini akan bisa memicu perpecahan dikalangan umat beragama di Indonesia. Umat Islam tidak akan mau hidup berdampingan dengan rukun dengan umat Hindu bahkan dengan umat-umat beragama lainnya seperti Budha, Kristen Katolik, Protestan dan Konghuchu.

Bangsa Indonesia harus sadar betul bahwa Indonesia adalah negara multikultural terbesar dunia yang terdiri dari berbagai etnis, suku, bahasa, maupun agama. Oleh karena itu, guna menjaga kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia, setiap warga negara harus memiliki semangat toleransi yang tinggi.

Lanjutnya teks bermuatan radikal penulis juga temukan dalam buku kelas 3 halaman 174 yang berbunyi:

Teks di atas sesungguhnya sangat menarik, di satu sisi teks tersebut bisa menjadi filter bagi penyemaian aliran sesat di kalangan siswa. Namun disisi lain bisa menyemai sikap eksklusif, radikal dan intoleran dalam diri siswa. Pernyataan yang bernada menyudutkan, menyalahkan dengan menganggap sebagai aliran sesat sesungguhnya bisa menimbulkan sikap intoleransi terhadap kelompok Ahmadiyah. Namun sebaliknya, ketidak tegasan buku pelajaran dan guru dalam memaparkan tentang berbagai penyimpangan dalam agama Islam bis menyebabkan lemahnya tingkat pengetahuan dan keimanan siswa sehingga dengan mudah akan terpengaruh pada aliran-aliran sesat. Oleh karena itu, teks seperti ini sejatinya di jelaskan secara komprehensif dan kontekstual agar siswa dapat lebih bijak dalam menyikapi berbagai fenomena keberagamaan di sekitarnya. Hal ini penting dilakukan guna menghindari timbulnya pemahaman yang radikal hingga pemahaman yang sekuler

2. Toleransi Dan Demokrasi

Buku kelas X, halaman 37 yang berbunyi:

Hadits di atas dapat menjadi landasan teologis sekaligus sosiologis (Misrawi, 2007: 244) untuk menjalin interaksi sosial yang baik antar umat manusia. bahwa iman bukan semata habluminallah akan tetapi iman juga ditentukan oleh habluminannas. Hadits di atas menjadi landasan sosiologis untuk berperilaku baik kepada sesama manusia tanpa membedakan warna kulit, suku, bangsa dan agama.

Buku kelas X halaman 80:

Sikap toleransi merupakan fondasi utama dalam menjalin ukhuwah (persaudaraan) baik saudara sesama manusia, saudara sesama muslim maupun saudara sebangsa. Tanpa sikap toleransi, niscaya persaudaraan akan sulit diwujudkan. Begitupun dengan persatuan, karena landasan utama menjaga persatuan umat, bangsa dan negara adalah semangat persaudaraan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guna menumbuhkan semangat persaudaraan yaitu dengan menanamkan keyakinan bahwa manusia berasal dari satu nenek moyang

yang sama yaitu Nabi Adam as dan Siti Hawa. Oleh karena itu, sepatutnya manusia saling menyayangi dan menghormati satu sama lain.

Buku kelas XI, halaman 174:

Penyampaikan materi dakwah yang bernuansa politis yang menyudutkan tokoh maupun kelompok masyarakat sering kali kita jumpai dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Sebagai bangsa yang plural, tentunya materi dakwah yang bisa menyulut api kebencian dan permusuhan tentunya akan membawa pengaruh buruk bagi keberlangsungan hidup bangsa dan negara. Pernyataan yang bernuansa sara akan memicu perpecahan di tengah masyarakat.

Etika berdakwah telah dijelaskan secara gamblang dalam Q.S An-Nahl:125. Dalam surah tersebut dijelaskan bahwa dakwah tidak hanya cukup berbekal penampilan yang hanya mampu membangkitkan emosi kolektif umat. Sejatinya, dakwah menjadi media menyampaikan pesan-pesan universal agama sekaligus mengajak umat untuk memahami ajaran, tradisi dan konteks kehidupan beragama yang baik dan benar.

Tuhan telah menggaris bawahi sebuah landasan bahwa keimanan tidak dibangun di atas paksaan, melainkan atas dasar pengetahuan dan pertimbangan matang untuk memilih agama tertentu. (Misrawi, 2007: 253) Pentingnya ajaran tentang tidak adanya paksaaan dalam agama diperkuat oleh Q.S Yunus: 99. Secara eksplisit Q.S Yunus: 99 memperkuat dan meneguhkan larangan paksaan dalam agama, karena tidak sesuai dengan kehendak tuhan yang memberikan kebebasan kepada manusia untuk beriman dan tidak beriman. (Misrawi, 2007: 253) Senada dengan firman Allah dalam Q.S Yunus: 99, Deklarasi Cairo juga menegaskan tentang kebebasan beragama sebagai bagian dari hak asasi manusia yang harus dilindungi.

Buku kelas XII halaman 43 yang berbunyi:

Secara eksplisit, ayat ini menjelaskan bahwa setiap orang yang beriman harus berpegang teguh kepada ajaran-ajaran Tuhan, khususnya yang berkaitan dengan mewujudkan keseimbangan dan keadilan sosial. Tuhan menciptakan manusia bukan untuk memapankan kezaliman dan kediktatoran, melainkan sebagai khalifah yang mampu menegakkan kemanusiaan yang beriorientasi pada keadilan sosial. Karena itu, keharmonisan dan kelanggengan di tengah-tengah masyarakat yang plural tidak akan tercapai bilamana kezaliman dan ketidakadilan sosial masih tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat. (Misrawi, 2007: 322-323)

Buku kelas XII halaman 121 yang berbunyi:

Persatuan dan kerukunan merupakan landasan utama dalam menjalin interaksi sosial. Rasulullah telah memberikan contoh persatuan dan kesatuan umat dengan mampu menyatukan masyarakat Madinah yang memiliki latar belakang yang berbeda baik dari segi agama, sosial, politik, geografis maupun dari segi budaya. Oleh karena itu, sejatinya teladan yang ditunjukkan Rasulullah haruslah kita jadikan contoh dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. semboyan bhineka tunggal ika benar-benar harus kita wujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

Buku kelas XII halaman 125:

Indonesia dikenal sebagai bangsa yang plural bukan hanya dari segi suku, budaya, bahasa tapi juga dalam hal agama. Setidaknya ada enam agama yang diakui di Indonesia yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Budha, Hindu dan Konghuchu. Dari hal tersebut, menunjukkan bahwa Indonesia sangat menjunjung

tinggi prinsip kebebasan beragama. Hal tersebut juga diperkuat dengan adanya jaminan kebebasan beragama sebagimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2.

Namun sungguh sangat disayangkan bahwa jaminan kebebasan beragama yang tertuang dalam konstitusi negara seolah hanya peraturan yang tak memiliki kekuatan hukum sedikitpun karena pelanggaran-pelanggaran atas nama agama tetap saja terjadi. Perusakan tempat ibadah, penjarahan, hingga pembunuhan kerap dilakukan terhadap kelompok-kelompok agama yang dianggap sesat dan menyimpang. Padahal sejatinya, Rasulullah telah mencontohkan bagaimana menjalin hubungan antar umat manusia. bahkan dalam berdakwahpun Rasulullah sangat mengutamakan prinsip kasih sayang dan perdamaian. Adapun perang adalah alternatif terakhir untuk menjaga eksistensi diri.

3. Buku Teks Pendidikan Agama Islam SMA Terbitan Yudistira a) Radikalisme

Indikator radikalisme juga terdapat dalam buku kelas XI pada halaman 79:

Indikator intoleransi juga tampak dari pada terhadap tasawuf. Tasawuf dalam teks ini dimaknai secara negatif yaitu sebagai sebuah praktik-praktik mistik yang menyimpang dari al-Qur’an dan hadits. Teks seperti ini apabila dipahami secara literal dan parsial maka akan berada pada sebuah kesimpulan bahwa tasawuf adalah suatu perbuatan yang menyimpang. Padahal dalam sejarah Islam, tasawuf memiliki makna positif yaitu upaya mendekatkan diri kepada Allah. Pelaku tasawuf dikenal sebagai sufi/orang suci. Oleh karena itu, perlu pemaparan yang jelas dan komprehensif tentang makna dari tasawuf dan tarekat. Dengan demikian siswa dapat berpikir secara bijak mana tasawuf yang benar dan mana yang salah.

Muatan radikalisme juga ditemukan dalam buku PAI kelas XI pada halaman 122:

Indikator radikal dari teks di atas yaitu menampilkan teks secara tekstual sehingga bisa menimbulkan penafsiran yang parsial. Ketidak adanya penjelasan tentang pengklasifikasian musyrik pada teks di atas, bisa menimbulkan polemik ditengah masyarakat. Setiap orang yang dianggap musyrik akan dilarang untuk masuk ke dalam masjid bahkan bukan tidak mungkin dilarang masuk ke dalam rumah orang Islam karena dianggap najis sehingga apabila mereka masuk ke dalam rumah maka apa-apa saja yang disentuh dan didudukinya harus di bersihkan sebagaimana membersihkan kotoran maupun benda bekas kena ludah anjing.

Sadar atau tidak, Pelabelan najis kepada orang musyrik bukanlah sesuatu yang baik dan bisa berpotensi konflik. Oleh karena itu, teks yang terkesan ekstrim dan fundamental seperti ini hendaknya dihindari karena hanya akan menciptakan jarak antar umat beragama, bahkan bukan tidak mungkin akan memupuk bibit-bibit permusuhan diantara umat beragama. kalaupun hal tersebut tidak bisa dihindari, maka teks tersebut harus disikapi dan disajikan secara tepat dan komprehensif dengan memasukkan asbabun nuzul ayat sehingga konteks dari ayat tersebut tidak kabur. Karena tanpa menghadirkan asbabun nuzulnya ataupun menghadirkan pandangan para intelektual Islam tentang makna musyrik dalam ayat tersebut serta pandangan para intelektual dalam menyikapi larangan bagi orang musyri masuk kedalam tempat ibadah umat Islam.

Seperti dengan menghadirkan pandangan Imam Syafi tentang makna larangan ayat di atas. yang dikutip oleh Syaikh Ahmad bin Mustafa bahwa, orang musyrik boleh menginap di masjid manapun kecuali Masjidil Haram. (Mustafa, 2006: 28)

Teks berpotensi radikal juga ditemukan dalam buku PAI kelas XI pada halam 184:

Teks serupa juga ditemukan dalam buku teks PAI kelas XI terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Menurut penulis, adapun teks yang berpotensi radikal dalam teks di atas yaitu adanya pendapat yang suka menyalahkan praktek keberagamaan umat yang berbeda seperti praktek tasawul yang senantiasa dilakukan oleh golongan Nahdiyin.

Indikator radikalisme berikutnya terdapat dalam buku teks PAI SMA kelas 185:

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dinyatakan bahwa indikator intoleransi yang bisa memicu lahirnya radikalisme yaitu adanya stigma buruk pada barat, penolakan terhadap konsep nasionalisme serta nation-state. Pernyataan ini menunjukkan bahwa bukan hanya anti terhadap barat, akan tetapi anti terhadap nasionalisme serta nation-state. Dengan demikian, apabila paham seperti berkembang maka bisa menjadi ancaman bagi kesatuan bangsa dan negara, sebab negara nasional dianggap sebagai produk barat yang seharusnya di tolak.

2. Toleransi dan demokrasi Buku kelas X, halaman 118:

Indikator demokrasi pada teks ini tercermin jelas dari pemaparan akan makna demokrasi. Selama ini, makna demokrasi seolah mengalami pendangkalan sebab demokrasi cenderung hanya dimaknai sebagai kekuasaan memutus perkara atas dasar suara mayoritas. Dalam pemaknaan tersebut, demokrasi cenderung direduksi menjadi sekedar soal kuantitas diamana mekanisme pengambilan keputusan berdasarkan pada voting suara. Padahal, sejatinya demokrasi bermakna kekuatan dan kemampuan kolektif untuk mewujudkan kebaikan bersama dalam artian bahwa voting suara dilakukan untuk kemaslahatan bersama. Oleh karena demokrasi tidak seharusnya hanya dimaknai suara mayoritas melainkan pada kualitasnya. (Benget Silitonga, 2012: XIV-XV) Berdasarkan hal tersebut, maka jelas bahwa demokrasi memuat prinsip-prinsip musyawarah yaitu bukan hanya menetapkan keputusan berdasarkan suara mayoritas semata, akan tetapi memiliki makna yang dalam yaitu untuk mewujudkan kemaslahatan bersama.

Buku kelas X, halaman 164:

Indikator toleransi dan demokrasi dalam teks ini yaitu larangan berlaku diskriminatif. Perlakukan diskrimintif seringkali kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Tindakan diskriminasi bukan hanya terjadi dalam lingkungan kehidupan berbangsa, akan tetapi diskriminasi juga tidak jarang kita temukan dalam kehidupan keluarga, sekolah, bangsa dan negara. Terkadang tanpa sadar orang tua berlaku diskriminasi dengan lebih perhatian terhadap anaknya, terkadang guru berlaku diskriminasi dengan lebih sayang pada murid yang pintar dari pada murid yang terbelakang, tidak jarang pula kita melihat bahwa hukum berlaku berat sebelah, tajam kebawah dan tumpul ke atas. Intinya perlakuan diskriminasi bukan hal baru dalam kehidupan. Diskriminasi adalah suatu realitas nyata, buruknya perilaku manusia. Sebagai umat Islam sekaligus bangsa yang plural, kita harus menghindari perilaku diskriminatif, karena hal tersebut merupakan salah satu pemicu tumbuhnya kebencian yang bisa memicu perpecahan bangsa dan umat manusia.

Buku kelas XI halaman 2:

Selanjutnya, indikator toleransi dalam teks di atas yaitu anjuran untuk saling menghargai perbedaan yang ada. Sebagaimana penulis jelaskan sebelumnya bahwa perbedaan itu adalah sebuah sunnatullah yang harus diterima. al-Qur’an telah menjelaskan tentang berbagai perbedaan yang ada dalam diri manusia termasuk dalam perbedaan kiblat. Perbedaan kiblat bukan semata-mata bermakna arah sholat akan tetapi kiblat juga bisa bermakna syari’at bahkan agama. Jika kiblat diartikan sebagai arah sholat, maka jelas bahwa terdapat perbedaan arah sholat dalam umat manusia. Jika Islam, sholat dengan mengarah ke kiblat (Ka’bah), maka Yahudi dan Nasrani mengarah ke Yerussalam (Palestina). Pernyataan tersebut di atas, menunjukkan bahwa Allah telah

menjadikan perbedaan sebagai alat bagi manusia untuk berpacu dalam kebaikan. Bukan malah sebaliknya, menjadikan perbedaan sebagai sumber perpecahan.

Buku kelas XI halaman 34:

Indikator toleransi pada teks di atas yaitu penyebutan berbagai ayat-ayat yang mengandung muatan toleransi. Ayat-ayat di atas menarik untuk dieksplor lebih jauh, terutama dalam konteks yang berkaitan dengan upaya membangun toleransi. Menebar kebencian, mengolok-olok orang lain ataupun menghina Tuhan orang lain bukanlah perbuatan yang terpuji. karena sadar atau tidak, perbuatan tersebut akan menjadi pemicu tumbuhnya permusuhan.

Dari hal tersebut di atas, maka diketahui bahwa perbedaan dan keragaman sesungguhnya tidak hanya dalam hal pendapat, usaha, keadaan, pekerjaan, jenis kelamin, suku akan tetapi juga dalam hal agama. Dalam aspek agama kita mengenal agama Budha, Hindu, Kristen, Katolik, Konghuchu dan juga agama Islam. Dalam Islam sendiri, tercatat berbagai macam gerakan, aliran maupun mazhab seperti Syafi’i, Maliki, Hambali, Hanafi serta Ja’fari. Perbedaan dan keragaman tersebut, apabila dipahami secara bijak tentunya akan menjadi salah satu aspek yang akan memperkaya khazanah keislaman serta menjadi salah satu poin penting untuk menegaskan pentingnya berkompetisi dalam kebaikan. Sebaliknya apabila di sikapi negatif justru akan semakin memicu timbulnya pertikaian dan disintegrasi.

Buku kelas XII, halaman 10:

Pesan toleransi dalam Al-Qur’an begitu banyak, diantaranya Q.S.Al-Kafirun: 6, Yunus: 40-41, Al-Kahfi: 29, al-Baqarah: 256 dan masih banyak lainnya. Hal ini menjelaskan bahwa Al-Qur’an adalah kitab toleransi, kitab yang sangat mengedepankan perdamaian dan kasih sayang antar sesama manusia. (Misrawi, 2007: 229) oleh karena itu, umat Islam mempunyai tanggung jawab yang besar untuk menghadirkan ajaran cinta kasih sebagaimana di ajarkan dalam Al-Qur’an.

Buku kelas XII, halaman 127:

Salah satu indikator dari sikap toleransi adalah menjaga persatuan. Banyaknya menekankan pentingnya menjaga persatuan dan kerukunan menegaskan bahwa pemerintah mempunyai perhatian besar terhadap keberadaan buku PAI sebagai salah satu alat membangun karakter bangsa.

Buku kelas XII halaman 174 yang berbunyi:

Perbedaan paham/ aliran di kalangan umat Islam sangat banyak. Dalam ranah fikih saja, setidaknya kita mengenal lima macam mazhab yaitu mazhab Maliki, Hanafi, Syafi’i, Hambali serta Ja’fari. Kelima mazhab ini memiliki paradigma yang berbeda dalam memahami hukum Islam. Adanya fakta ini, seharusnya menjadikan kita sadar bahwa perbedaan itu adalah sebuah keniscayaan yang seharusnya dijadikan sebagai rahmat. Sebagaimana sabda Rasulullah bahwa “ Perbedaan di antara umatku itu adalah rahmat”.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa di samping mengandung muatan radikalisme, buku teks PAI juga mengandung muatan toleransi dan demokrasi. dengan demikian, hasil riset ini membuktikan kebenaran dari berbagai riset-riset sebelumnya yang menyatakan bahwa buku teks PAI mengandung muatan radikalisme, intoleransi dan kekerasan.

93

ANALISIS KOMPARASI MUATAN RADIKALISME, TOLERANSI DAN