• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Muatan Radikalisme Dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam (PAI) SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Muatan Radikalisme Dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam (PAI) SMA"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

iii

Latar belakang penelitian ini adalah pemberitaan di media massa dan riset-riset yang menyebutkan bahwa buku teks PAI SMA mengandung muatan radikalisme, intoleransi dan kekerasan. Penelitian memiliki dua tujuan. Pertama: untuk mengetahui teks-teks yang bermuatan radikal, toleransi dan demokrasi. Kedua: untuk melakukan perbandingan proporsi antara teks yang bermuatan radikal dengan teks yang bermuatan toleransi dan demokrasi. Penelitian ini menggunakan metode analisis isi dan analisis wacana. Obyek penelitian ialah buku teks PAI SMA terbitan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Erlangga, dan Yudistira.

Penelitian ini menemukan bahwa ketiga buku teks mengandung pesan yang berlawanan. Pada satu sisi, buku teks mengandung stigma negatif terhadap kelompok agama yang berbeda, membid’ahkan pandangan yang berbeda dan mengklaim diri paling benar, mengusung khilafah Islamiyah, menolak demokrasi, dan memiliki stigma negatif terhadap Barat. Pada sisi lain, ketiga buku teks menekankan kedamaian, mengutamakan persatuan, mengedepankan sikap saling menghargai dan saling menghormati, mengutamakan musyawarah, menekankan kebebasan berpendapat dan beragama. Yang penting dicatat bahwa buku teks terbitan Erlangga mengandung banyak muatan toleransi dan demokrasi. Sedangkan buku teks terbitan pemerintah mengandung banyak muatan radikalisme.

Penelitian ini menguatkan riset Abu Rochmad tahun 2012 yang menyatakan bahwa buku rujukan dan lembar kerja siswa (LKS) PAI SMA mengandung pemahaman yang dapat mendorong siswa untuk membenci agama ataupun bangsa lain. Penelitian ini juga selaras dengan hasil Riset PPIM tahun 2016 yang menyebutkan bahwa buku teks PAI SMA mengandung pesan ambigu dan kontradiktif. Hal tersebut terlihat dari adanya teks-teks radikal, intoleran, anti demokrasi di samping teks-teks-teks-teks toleransi dan demokrasi. Selanjutnya, tesis ini membantah pendapat Syarif Abdurrahmanul Hakim tahun 2014 yang menyatakan bahwa tidak terdapat unsur-unsur radikalisme dalam kurikulum PAI.

(6)

iv

The background of this research is the news in media and researh which the says that Islamic Religious Studies (PAI) textbook of Senior High School are radicalism, intolerance and violence content. The research has two goals. Firstly, to understand the texts radicalism, tolerance and democracy. Secondly, to compare proportion of texts that radicalism, tolerance and democracy content. This research uses content analysis and discourse analysis. And, the object of this research is Islamic Religious Studies (PAI) textbook of Senior High School that is published by The Ministry of Education and Culture of Republic Indonesian.

This research found contradiction massage in the three books. In other hand, there is negative stigma in the different religion in the text book, justifying a different view and claimed self-righteous, carrying the Caliphate Islamiyah, refused to democracy, and having negative stigma to Western. In other hand, the three books presses peacefull and prioritying unity. Priority of unitalism, priority deliberation, promoting mutual respect and mutual respect, pressing liberalism opinion and religion. It’s so importand to noted that book from Erlangga, so much tolerance and democracy content in the book. While, the book is published by Goverment are a lot of radicalism content.

This research will be strengthent Abu Rocmad, 2012 which the says that book reference and student worksheet (LKS) Islamic Religious Studies (PAI) textbook contains idealism that motivating the student for hating of religion and other nation. This research suitabel with PPIM research on 2016. It mentioned that text book of Islamic Religious Studies (PAI) of Senior High School contains ambiguism massages and contradiction. It is seen from radicalism, un-tolerance, un-democracy, in other hand tolerance and democracy content. So, this research denies syrif Abdurrahmanul Hakim’s arguments on 2014. That arguements say that is not radicalism unsures in the Islamic Religious Studies (PAI) curriculum.

(7)

v

بتكلا نأ ىلع ص ت يلا ثوحبلاو ماعإا لئاسو ي ريراقت يه ثحبلا اذه ةيفلخ ىلع

مهفن نأ :اوأ .نفده ةساردلا تناكو .ف علاو بصعتلاو فرطتلا ةمه يأ ي يوتح ةيلاع ةيسردما

ندا نب بس لا نب ةنراقم ا :اينا .ةيطارقمدلاو حماستلاو نفرطتما مها صوص لا

حماستلا عم ص لا

ثوح نم نئاك .باط ا ليلحو ىوتحا ليلح ةساردلا ذه مدختست .ندا ص لا يرذ ا يطارقمدلا

ةيروهم ةفاقثلاو ميلعتلاو ةيبرلا ةرازو لبق نم ترشن ةيلاع ةيسردما بتكلا د ع يماسإا ييدلا ميلعتلا

بعالا ،ايسينودنا

Erlangga و

Yudistira

.

بلا صلخو

اهيدل ةيسردما بتكلاو ، سكاعما ةيحا نم ةلاسر اه ةثاثلا بتكلا نأ ىإ ثح

،ن اصلا ياذلا تعداو ةفلتخ ةرظن ةهج نم ةعدب رعو ،ةفلتخما ةي يدلا تاعام ا دض ةيبلسلا ةمصولا

رخأ ةيحا نم .برغلا دض يلس راع ةمصو اهو ،ةيطارقمدلا ضفرو ،ةيماسإا ةفا ا لمحو

بتكلاو ،ى

زيكرلا عم ،ةيولوأا رواشتلاو لدابتما مارحااو لدابتما مارحاا زيزعتو ،ةدحولا زيزعتو ،ماسلا دكؤت ةثاثلا

ام يب .ةيطارقمدلاو اهومضم حماستلا ىإ باتك ح م نأ ظحان نأ مهما نم .نيدلاو ربعتلا ةيرح ىلع

لا ةمه ءاوتحا ةموك ا اهرشن يلا بتكلا

.فرطت

ماع ي دمر وبأ ةيثحبلا ةساردلا ذه ززعت

2102

ةيعجرما بتكلا نأ ىلع ص ت يلا

بلاطو

لمعلا ةقرو

(LKS) PAI SMA

.ىرخأ ةلود يأ وأ ةي يدلا ةيهاركلا ىلع باطلا عيجشتل مهافت يوط ي

ذه

اضيأ يه ةساردلا

جئاتن عم ةقستم

PPIM

ماع ي ثوحبلا

2102

ي نأ ىلع ص ي يذلا

باتك يأ

سرادما يسردم

يوتح ةيوناثلا

،حماستم رغ ،ةفرطتم صوصن نم ودبيو .ةضقا تمو ةضماغ لئاسر ىلع

ةفاضإا ةيطارقمدلل ةيداعم

حماستلا صوصن ىإ

دبع فيرش ضحد ،كلذ ىلع ةواعو .ةيطارقمدلاو

ةيضرفلا ذه ميك ا نمرلا

ىإ ارشم

ي رصا ع دوجو نأ

سإا فرطتلا جه م

.يما

ةيسردما بتكلا :ثحبلا تاملك

PAI

(8)

vi

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa tertuju keharibaan junjungan Nabiyullah Muhammad SAW, Nabi yang telah mengajarkan manusia prinsip-prinsip perdamaian dan kemaslahatan dalam menjalani kehidupan masyarakat yang diwarnai dengan berbagai perbedaan melalui sebuah undang-undang konstitusi pertama dunia yaitu Piagam Madinah. Mengiringi ucapan syukur penulis, Ucapan terima kasih yang tak terhingga Penulis sampaikan kepada kedua orang tua Penulis yaitu Abba (Badawi) dan Emma (Mujjiza) yang telah begitu sabar mendidik dan membesarkan penulis selama ini sekaligus memberikan dorongan moril maupun materil demi selesainya studi Penulis.

Penulis sadar bahwa menulis tesis tidaklah mudah,, karena pertolongan Allah serta bantuan dari beberapa pihaklah maka tesis ini dapat Penulis selesaikan. Oleh karena itu, dalam hal ini, Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Prof. Dr. Thib Raya MA Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. H.Sapiudin Shidiq., M.Ag. Ketua prodi magister PAI FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Didin Syafruddin, Ph.D, Pembimbing dalam penelitian ini, yang dengan penuh kesabaran dan perhatian telah membimbing dan memberikan petunjuk-petunjuk kepada Penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Kepala dan staf perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas kesabarannya melayani Penulis mencari dan meminjam buku-buku perpustakaan. 6. Kepala dan staf perpustakaan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas

kesabarannya melayani Penulis mencari dan meminjam buku-buku perpustakaan. 7. Kepala dan staf perpustakaan sekolah pasca sarjana Syarif Hidayatullah Jakarta,

atas kesabarannya melayani Penulis mencari dan meminjam buku-buku perpustakaan.

8. Saudara-saudaraku yaitu Alimuddin dan Istri Muspida, Muliati, S.H.I dan suami Matturiang, S,Pd., Sinarwati, S.Pd.I dan suami Wardiman, Basir, S.Pd dan Mulchoiri, S.Ag., S.Pd dan suami Dr. Alimin Mesra, MA yang telah memberikan bantuan moril maupun materil guna penyelesaian tesis ini.

9. Muh. Abrar Amiruddin., S.Hum, M.Hum yang telah membantu Penulis dalam penyelesaian tesis ini.

10. Rohillah, S.E dan Roni, S.H.I yang memberikan dorongan moril demi selesainya tesis ini.

11. Teman-teman magister FITK prodi PAI angkatan 2014 yang menjadi teman seperjuangan Penulis. Terima kasih atas dukungan morilnya selama ini.

12. Semua Pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian dengan pahala yang berlimpah. Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat menambah wawasan pembaca tentang kajian radikalisme, toleransi dan demokrasi.

(9)

vii

Lembar Persetujuan Penguji ... i

Lembar Pernyataan Keaslian Skripsi ... ii

Abstrak ... iii

Kata Pengantar... vi

Daftar Isi ... vii

Pedoman Transliterasi ... ix

BAB I Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 4

1. Identifikasi Masalah ... 4

2. Pembatasan Masalah ... 4

3. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Kerangka Konseptual ... 5

F. Metodologi Penelitian ... 6

G. Penelitian-penelitian Terdahulu yang Relevan ... 7

BAB II Tipologi Pemikiran Islam, Toleransi dan Demokrasi ... 11

A. Tipologi Pemikiran Islam ... 11

1. Islam Radikal ... 11

a. Konsep Islam Radikal ... 11

b. Karakteristik Islam Radikal ... 15

c. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Radikalisme ... 20

B. Islam Moderat ... 24

1. Konsep Islam Moderat ... 24

2. Karakteristik Islam Moderat ... 25

C. Islam Liberal ... 29

1. Konsep Islam Liberal ... 29

2. Karakteristik Islam Liberal ... 31

3. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Liberalisme ... 32

D. Toleransi dan Demokrasi ... 34

BAB III Muatan Radikalisme, Toleransi dan Demokrasi dalam Buku Teks PAI SMA ... 39

A. Materi Buku Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Atas (SMA) ... 39

1. Buku PAI Terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia ... 39

2. Buku PAI Terbitan Erlangga ... 47

3. Buku PAI Terbitan Yudistira ... 54

B. Muatan Radikalisme, Toleransi dan Demokrasi dalam Buku PAI SMA ... 61

1. Buku PAI Terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia ... 61

2. Buku PAI Terbitan Erlangga ... 76

(10)

viii

dalam Buku Teks Pendidikan agama Islam (PAI) SMA ... 93

A. Analisis Komparasi Muatan Radikalisme dengan Muatan Toleransi, Demokrasi Dalam Buku Pendidikan Agama Islam SMA Terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Erlangga dan Yudistira ... 93

B. Analisis Komparasi Riset Buku Teks PAI SMA ... 109

C. Deradikalisasi Paham Islam Radikal di Sekolah ... 115

BAB V Penutup... 119

A. Kesimpulan ... 119

B. Saran ... 119

(11)

ix 1. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا Tidak dilambangkan

b be

ت t te

ث ts te dan es

ج j je

ح h h dengan garis dibawah

خ kh ka dan ha

د d de

dz de dan zet

ر r er

z zet

س s es

ش sy es dan ye

ص s es dengan garis bawah

ض d de dengan garis bawah

ط t te dengan garis bawah

ظ z zet dengan garis bawah

ع ‘ koma terbalik di atas, menghadap ke kanan

غ gh ge dan ha

ف f ef

ق q ki

ك k ka

ل l el

م n em

ن n en

و w we

ه h ha

ء , apostrog

ي y ye

2. Vokal

a. Vokal Tunggal

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

__ a fathah

__ i kasrah

____ u dammah

b. Vokal Rangkap

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي __ ai a dan i

(12)

x

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ى â a dengan topi di atas

يى î i dengan topi di atas

وى û u dengan topi di atas

3. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: ل ج لا = al- rijâl bukan ar-rijâl.

ناو ي لا = al-dîwân bukan ad-dîwân.

(13)

1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jauh sebelum Indonesia merdeka, agama telah menjadi bagian terpenting dalam perjalanan bangsa Indonesia. Oleh karena itu tidak heran jika agama akhirnya diakomodasi oleh konstitusi negara sebagai bagian yang tidak terpisah dari sektor pendidikan. Komitmen bahwa agama merupakan elemen penting pendidikan dapat dilihat dari undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 3 tentang sistem pendidikan nasional yang berbunyi: pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UU No.20 Tahun 2003)

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dalam sistem pendidikan nasional, keberagamaan dan kebangsaan harus diarahkan untuk saling menguatkan, bukan malah sebaliknya justru saling menyalahkan. Kompatibilitas itu harus tercermin pada setiap komponen yang ada baik kurikulum, buku teks, guru, kepala sekolah, dan lingkungan pendidikan. karena setiap komponen pendidikan Islam memiliki misi dan tanggung jawab untuk membentuk pribadi yang taat ibadah, toleran, adil dan demokratis. (PPIM, 2016)

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu dengan memasukkan agama sebagai salah satu mata pelajaran yang harus ada dalam setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan. Adapun salah satu mata pelajaran yang harus diajarkan dalam setiap jenis, jenjang dan jalur pendidikan yaitu pendidikan agama Islam. Namun sangat disayangkan bahwa keberadaan pendidikan agama Islam kini kembali dipertanyakan. Belakangan banyak orang yang menggugat bahwa pendidikan agama Islam justru mengajarkan intoleransi, anti demokrasi dan kekerasan.

Gugatan-gugatan yang dilayangkan sebenarnya bukanlah tanpa sebab karena berdasarkan beberapa temuan di beberapa daerah di Indonesia, menunjukkan bahwa pendidikan agama Islam mengalami berbagai masalah mulai dari lingkungan sekolah, kurikulum, guru dan buku ajar hingga buku LKS itu sendiri.

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Maarif Institute pada tahun 2001 tentang pemetaan problem radikalisme di kalangan sekolah menengah umum (SMU) negeri yaitu di empat daerah Pandeglang, Cianjur, Yogyakarta dan Solo (Gaus AF: 2012: 175) menunjukkan bagaimana sekolah dapat menjadi tempat masuknya paham radikalisme. Keberadaan sekolah dan lembaga pendidikan sebagai ruang terbuka bagi semua organisasi-organisasi keagamaan seringkali dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk memasukkan paham-paham keagamaan mereka mulai dari paham yang moderat hingga paham keagamaan yang radikal. Kondisi seperti ini mempunyai konsekuensi makin banyaknya siswa yang terpengaruh pada paham-paham radikal keagamaan.

(14)

Berbeda dengan Abu Rochmad, Maarif Institute menurut hasil riset Syarif Abrurrahmanul Hakim, Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bahwa penyebaran paham radikal bukan semata karena faktor kurikulum pendidikan agama Islam, guru ataupun buku teks akan tetapi faktor lingkungan tempat tinggal justru menjadi faktor utama penyebab seseorang menganut paham radikal. Sebagai contoh, meskipun dalam kurikulum pendidikan agama Islam di SMA tempat dani permana sekolah tidak mengandung radikalisme, akan tetapi karena adanya pengaruh lingkungan menyebabkan dani menjadi pelaku aksi radikalisme dan terorisme.

Sementara itu, Berdasarkan hasil riset terbaru dari PPIM tahun 2016 tentang diseminasi paham eksklusif dalam buku ajar pendidikan agama Islam SD sampai SMA menunjukkan bahwa beberapa teks dalam buku PAI memang mengandung unsur radikalisme dan intoleransi. Hal tersebut tercermin dalam bunyi teks yang senang menyalahkan pendapat atau praktik ibadah yang berbeda, mempromosikan pendapat yang satu tanpa menghadirkan pendapat lainnya, memuat pandangan negatif tentang umat lain tanpa menegaskan Islam menghormati kebebasan berkeyakinan dan tanpa menegaskan bahwa antar umat beragama harus rukun dan secara sosial harus bahu membahu sebagaimana Islam ajarkan.

Selaras dengan riset PPIM. Beberapa pengaduan tentang buku PAI menunjukkan bahwa buku PAI memang bermasalah. Di tahun 2014, buku SMK terbitan Erlangga di gugat karena disinyalir mengandung muatan syi’ah. Selanjutnya di tahun 2015, buku PAI SMA terbitan kementerian pendidikan dan kebudayaan RI juga dilaporkan oleh berbagai kalangan karena di anggap mengandung muatan radikal. Di tahun yang sama buku SMP juga dilaporkan karena dianggap memuat konten yang salah dimana menyebutkan sholat jum’at sebagai sholat sunnah. Selanjutnya buku SD pun dilaporkan karena dianggap melakukan pembodohan publik sebab menempatkan Nabi Muhammad dalam urutan 13 sementara Nabi Isa diurutan terakhir. Tidak sampai disitu, di tahun 2016, masyarakat kembali dihebohkan dengan berita ditemukannya konten radikal dalam buku TK.

Berdasarkan laporan dan beberapa pemberitaan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan dalam PAI begitu kompleks mulai dari lingkungan, guru, buku ajar hingga lembar kerja siswa (LKS). Untuk itu penulis merasa tertarik untuk meneliti buku ajar PAI karena pemberitaan dan riset menyebutkan bahwa buku PAI telah terkontaminasi paham radikal,intoleransi dan kekerasan. Untuk itu, penulis ingin membuktikan benarkah buku pendidikan agama Islam SMA mengajarkan paham radikal, intolerasi seperti yang diberitakan di media cetak, online, TV Nasional pada tahun 2015 dan riset yang dilakukan oleh Abu Rochmad dan PPIM tahun 2016. Jika dibandingkan dengan teks-teks toleransi dan demokrasi, yang manakah yang lebih banyak: Apakah teks yang bermuatan radikal ataukah toleransi demokrasi?

Berbagai kasus dan riset di atas menjadi alasan terbesar mengapa peneliti mengangkat judul tersebut. Materi buku PAI di samping mengajarkan toleransi dan demokrasi, sebagian kalangan menganggap bahwa buku PAI juga mengajarkan radikalisme dan intoleransi. Oleh karena itu, Penulis dalam hal ini ingin teks-teks yang dikatakan radikal itu seperti apa dan penulis juga ingin membandingkan muatan yang lebih banyak dalam buku teks PAI: radikalisme atau toleransi demokrasi.

(15)

SMA lebih rendah dibanding siswa MA ataupun pesantren. Sehingga dengan demikian lebih mudah terpengaruh ideologi yang mengatasnamakan agama.

Adapun buku teks PAI SMA yang penulis pilih untuk di analisis yaitu buku pendidikan agama Islam untuk SMA terbitan Kementrian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia, buku pendidikan agama Islam untuk SMA terbitan Erlangga dan buku pendidikan agama Islam terbitan Yudistira. Ada beberapa alasan penulis memilih buku teks ini untuk digunakan sebagai obyek penelitian penulisan tesis yaitu karena ketiga penerbit ini merupakan penerbit yang sama-sama bukunya pernah digugat karena mengajarkan paham radikal. Untuk buku pendidikan agama Islam SMA kelas XI terbitan Kementrian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia di tahun 2015 sempat santer diberitakan karena mengandung paham Wahabi. Sementara itu, buku pendidikan agama Islam SMK/MAK terbitan Erlangga sebelumnya juga pernah digugat karena dianggap menyebarkan paham Syiah. Begitupun dengan Yudistira, buku SMP terbitan Yudistira juga pernah digugat karena dianggap mengajarkan paham Syi’ah. Berikut ini gambar buku-buku yang menuai kontroversi di kalangan masyarakat.

Gambar. 1

(16)

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas, penulis memetakan beberapa masalah yang berhubungan dengan buku pendidikan agama Islam yaitu:

a. Pada tahun 2014 buku pendidikan agama Islam kelas XI terbitan Erlangga dilaporkan karena dianggap menyebarkan paham syi’ah.

b. Pada tahun 2015 buku pendidikan agama Islam untuk SMP terbitan Yudistira dilaporkan karena dianggap melakukan pembodohan dan penyesatan dengan menyebutkan sholat jum’at sebagai sholat sunnah.

c. Pada tahun 2015 buku pendidikan agama Islam untuk SD dilaporkan karena dianggap melakukan pembodohan dan penyesatan publik karena menempatkan Nabi Muhammad pada urutan ke 13 dan Nabi Isa pada urutan terakhir.

d. Pada awal Maret 2015 lalu buku pendidikan agama Islam kelas XI terbitan kemendikbud dilaporkan karena dianggap memuat paham radikal, intoleransi dan kekerasan.

2. Batasan Masalah

Kajian tentang buku yang bermuatan radikalisme sangat luas. Karena itu penulis ingin membatasi hanya pada buku teks PAI SMA. Adapun buku PAI SMA yang akan penulis teliti ada tiga penerbit. Pertama: Buku PAI SMA terbitan Kementrian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia (RI) yang digunakan SMA Negeri 9 Tangerang Selatan. Kedua: Buku PAI SMA terbitan Erlangga yang digunakan di SMA Islam Terpadu Al-Qur’aniyyah. Ketiga: Buku PAI SMA terbitan Yudistira yang digunakan di SMA Adzkia Islamic School.

Adapun yang dimaksud dengan buku PAI SMA yaitu buku PAI kelas X, XI dan XII yang digunakan di sekolah menengah umum (SMA). Sementara yang dimaksud paham radikal dalam buku PAI SMA yaitu teks yang bersifat tersurat maupun tersirat yang menunjukkan penolakan terhadap demokrasi dan toleransi seperti pembauran antar umat beragama, kepemimpinan non muslim dan perempuan, pluralisme, kekerasan hingga dukungan terhadap pemberlakuan syariat Islam dan khilafah Islamiyah.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, maka adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana teks-teks radikal, toleran dan demokrasi dalam buku pendidikan agama Islam SMA terbitan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Erlangga dan Yudistira?

2. Bagaimana analisis komparasi muatan radikal, toleran dan demokrasi dalam buku pendidikan agama Islam SMA terbitan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Erlangga dan Yudistira?

C. Tujuan Penelitian

(17)

D. Manfaat Penelitian

Adapun hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Penulis: Secara formal-akademis, sebagai syarat untuk meraih gelar “Magister” pada Program Magister FITK UIN Jakarta di bidang pendidikan agama Islam. 2. Secara langsung menambah wawasan peneliti terkait radikalisme, toleransi dan

demokrasi dalam buku PAI SMA.

3. Menjadi salah satu sumbangan untuk memperkaya khazanah ilmiah dalam kajian keilmuan Islam khususnya dalam bidang pengembangan buku ajar pendidikan agama Islam di sekolah menengah umum.

4. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dan lembaga pendidikan dalam menyusun dan mengembangkan buku teks pendidikan agama Islam sekolah menengah umum di masa mendatang.

E. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual pada dasarnya dapat dibuat dalam bentuk skema dan narasi. Dalam hal ini, penulis memilih membuat dalam bentuk skema. Adapun skema dari penelitian ini yaitu:

Skema 1.1 Kerangka Pikir

Berdasarkan skema tersebut di atas, maka dapat dijelaskan bahwa obyek penelitian ini yaitu buku PAI SMA yang diterbitkan oleh kementrian pendidikan dan kebudayaan republik Indonesia, Erlangga dan Yudistira. Dimana ketiga buku tersebut di samping mengandung muatan toleransi dan demokrasi, buku tersebut juga disinyalir mengandung muatan radikalisme. Adapun yang akan penulis teliti dalam buku tersebut yaitu perbandingan teks yang bermuatan radikal, toleransi dan demokrasi. Apakah buku PAI SMA lebih banyak memuat teks radikal, toleransi ataukah demokrasi. Hal ini penulis lakukan guna mematahkan atau sebaliknya justru memperkuat argumen yang

Buku PAI SMA

Kemendikbud Erlangga Yudistira

(18)

selama ini bergulir di tengah masyarakat bahwa buku teks PAI banyak memuat paham radikal, intoleransi dan kekerasan.

F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang tidak menggunakan prosedur matematik atau data statistic dalam melakukan analisis data.

Dilihat dari segi obyeknya, penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research). Library research dilakukan dengan menelaaah dokumen, arsip, koran, majalah, jurnal, maupun buku-buku yang berkaitan dengan topik yang dibahas.

2. Obyek dan fokus penelitian

Obyek penelitian ini adalah buku teks PAI SMA terbitan Kementrian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia, buku teks PAI SMA terbitan Erlangga dan buku teks PAI SMA terbitan Yudistira. Sedangkan fokus penelitiannya yaitu isi materi dalam buku pelajaran SMA terbitan Kementrian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia, Erlangga dan Yudistira yang berkaitan dengan radikalisme, toleransi dan demokrasi.

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah buku PAI SMA terbitan Erlangga yang digunakan di SMA Islam Terpadu Al-qur’aniyyah, buku PAI SMA terbitan Yudistira yang digunakan di SMA Adzkia Islamic School, buku PAI SMA terbitan Kementrian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia yang digunakan di SMA Negeri 9 Tangerang Selatan. Sedangkan sumber sekunder yaitu buku-buku, artikel, jurnal, koran, majalah dan tulisan-tulisan sebagai pendukung untuk menganalisa adanya teks yang bermuatan radikalisme, toleransi, demokrasi dalam buku PAI SMA.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu dokumentasi. Dokumentasi adalah proses pengumpulan data dengan cara memilih, memilah, menelaah dan menganalisis dokumen-dokumen seperti buku, jurnal, hasil riset sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini. 5. Metode Analisis Data

(19)

terbitan Kementrian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia, Erlangga dan Yudistira yang berkaitan dengan radikalisme, toleransi dan demokrasi.

G. Penelitian-penelitian Terdahulu yang Relevan

Adapun beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang radikalisme yaitu:

Tesis Syarif Abdurrahmanul Hakim yang berjudul Unsur Radikalisme Keislaman dalam Kurikulum pendidikan agama Islam (SMA Yadika 7 Kemang Kabupaten Bogor). Tesis Syarif Abrurrahmanul Hakim menyatakan bahwa kurikulum PAI SMA SMA Yadika 7 Kemang Bogor tidaklah mengandung unsur-unsur radikal. Adapun kasus terorisme yang melibatkan salah satu alumni SMA Yadika 7 Kemang Bogor, sesungguhnya itu murni perngaruh dari luar dan tidak ada sangkut pautnya dengan kurikulum PAI SMA Yadika 7 Kemang Bogor.

Kritik yang patut dilayangkan atas penelitian ini yaitu karena dalam pembahasan, Syarif hanya membahas buku teks pelajaran PAI sebagai bagian dari komponen kurikulum. Padahal kurikulum PAI itu tidak hanya terbatas pada buku ajar, guru dan lingkungan sekolah termasuk bagian dari kurikulum PAI. Di samping itu, penulis melihat bahwa analisis yang Syarif lakukan sangatlah minim hanya terbatas pada judul dan sub bab buku PAI dan tidak melakukan penelusuran mendalam terhadap teks-teks yang ada.

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Ma’arif Institute yang berjudul

Pemetaan Problem Radikalisme di sekolah menengah umum Negeri di 4 Daerah. Adapun fokus penelitian tersebut yaitu radikalisme di sekolah menengah umum SMU di 4 daerah di Indonesia. Penelitian ini menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa paham radikalisme telah menyusup di sekolah mengah umum. Salah satu hal yang menyebabkan sekolah rentan terhadap radikalisme karena sekolah sangat terbuka terhadap berbagai organisasi keagamaan.

Penelitian ini menjadi penting untuk diperhatikan karena hasilnya menunjukkan bahwa sekolah menjadi lahan empuk penyebaran paham radikal. Di samping itu, penelitian ini tidak hanya di fokuskan pada satu wilayah saja akan tetapi mengambil beberapa wilayah di Indonesia. Namun satu kritikan bagi Ma’arif Institute, seharusnya lokasi penelitian bukan hanya di wilayah Jawa saja akan tetapi sekolah-sekolah di daerah Timur dan Barat Indonesia seharusnya dijadikan sebagai lokasi penelitian agar peneliti bisa mendapatkan gambaran yang utuh tentang kemungkinan penyebaran paham radikal dalam lingkungan SMU.

Berdasarkan paparan di atas, maka jelas terlihat bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian Syarif Abdurrahmanul Hakim yang fokus penelitiannya kurikulum PAI. Penelitan ini juga berbeda dengan penelitian Ma’arif Institute yang fokus penelitiannya lebih kepada lembaga sebagai target penyebaran paham radikal. Adapun fokus penelitian ini yaitu buku PAI SMA yang diterbitkan oleh kementrian pendidikan dan kebudayaan, Erlangga dan Yudistira. Dengan objek kajian teks-teks yang bermuatan radikal, toleransi dan demokrasi.

(20)

Riset yang dilakukan oleh Abu Rocmad dengan judul Radikalisme Islam dan Upaya Deradikalisasi Paham Radikal. Meskipun riset ini judulnya bukan membahas tentang PAI akan tetapi salah satu poin penting dalam riset ini yaitu buku ajar PAI dan LKS yang dianggap sebagai salah satu elemen radikalisme. Berdasarkan hasil risetnya, Abu Rochmad menyebutkan bahwa ada tiga poin yang mengandung elemen radikalisme yaitu organisasi sekolah, guru dan buku dan LKS PAI. Oleh karena itu, penelitian ini menjadi penting karena menghasilkan sebuah temuan bahwa di samping sekolah, guru dan buku PAI, sesungguhnya LKS juga telah menjadi buku penyemai radikalisme. Namun satu kritikan bagi Abu Rochmad bahwa analisis yang dilakukan terkait elemen radikalisme dalam buku dan LKS masih sangat minim sehingga terkesan kurang serius dalam melakukan penelitian.

Penelitian berikutnya yaitu dari Diana Sulaisih dengan judul Pendidikan Agama Islam,berbasis pluralisme (analisis nilai-nilai pluralisme buku teks tahun 1994-2004) adapun fokus riset ini yaitu buku teks PAI tahun 1994-2004. Adapun fokus tesis ini yaitu nilai-nilai pluralisme dalam buku teks PAI SMA tahun 1994-2004. Tesis ini menyimpulkan bahwa buku-buku teks PAI tahun 1994-2004 banyak mengandung nilai-nilai pluralisme. Nilai-nilai-nilai pluralisme itu tercermin dalam materi PAI yang bercorak eksklusif pluralis. Kritikan untuk tesis ini adalah peneliti kurang gamblang dalam menjabarkan nilai-nilai pluralisme dalam buku teks dan lebih banyak memaparkan pendapat tokoh dibanding melakukan analisis pada buku PAI.

Melihat fokus dan objek penelitian, maka jelas bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Tesis ini fokus dan objek kajiannya yaitu nilai pluralisme dalam buku PAI SMA tahun 1994-2004 sementara fokus dan objek kajian penelitian yang akan penulis lakukan yaitu nilai radikalisme, toleransi dan demokrasi dalam buku PAI SMA dari tiga penerbit yaitu Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Erlangga dan Yudistira.

Selanjutnya, riset yang relevan dengan penelitian ini yaitu riset yang dilakukan oleh PPIM tahun 2016 dengan judul Diseminasi paham eksklusif dalam buku ajar SD sampai SMA. Riset ini menyoroti muatan radikalisme, intoleransi dan kekerasan dalam buku teks PAI SD-SMA yang sempat menuai kecaman di kalangan masyarakat. Sebagai kesimpulan dari penelitian ini bahwa buku PAI SD-SMA mengandung muatan radikalisme dan intoleransi. Kesan intoleransi pada buku teks PAI tercermin dalam bentuk teks yang sering menyalahkan pendapat atau praktik ibadah yang berbeda, mempromosikan pendapat yang satu tanpa menghadirkan pendapat yang lain. Adapun kritikan untuk riset PPIM yaitu riset ini hanya fokus pada muatan radikalisme saja, dan kurang menggali muatan toleransi dalam buku PAI. Hal tersebut terlihat dari beberapa teks-teks yang ditampilkan yang dianggap mengandung muatan radikal. Padahal teks-teks tersebut bisa jadi hanya sebagai contoh dari keragaman pendapat yang ada. Artinya teks-teks tersebut tidak boleh dipahami secara parsial akan tetapi harus dipahami secara komprehensif sebagai bagian dari penjelasan yang ada dalam buku PAI.

(21)

(22)
(23)

11

TIPOLOGI PEMIKIRAN ISLAM, TOLERANSI DAN DEMOKRASI A. Tipologi Pemikiran Islam

1. Islam Radikal

a. Konsep Islam Radikal

Dalam kamus bahasa Indonesia, radikalisme berasal dari dua kata yakni radikal dan isme. Radikal berarti akar, pangkal dan dasar. (KBBI, 1995: 808) Sedangkan isme berarti paham. Dengan demikian, maka radikal dapat diartikan paham yang mendasar. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, radikalisme diartikan sebagai paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; serta sikap ekstrim dalam aliran politik. (KBBI, 1995: 808)

Radikalisme dalam bahasa arab, disebut tatharruf yang artinya tidak ada keseimbangan karena tindakan melebih-lebihkan atau mengurangi. Disamping kata

tatharruf, radikalisme sering pula disebut ghuluw. Ghuluw dalam beragama berarti sikap kasar dan kaku dalam melewati batasan yang diperintahkan dan ditentukan dalam syari’at.(Yusuf Qardhawy, 2001: 11)

Menurut Azyumardi Azra, radikal adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan perubahan sosial maupun politik dengan cepat dan menyeluruh dengan menggunakan cara-cara kekerasan dan tanpa kompromi. (Azra, 2002: 112) Sedangkan menurut Agus SB, radikalisme merupakan paham politik yang menghendaki perubahan ekstrim sesuai dengan pengejawantahan ideologi yang mereka anut. (Agus SB, 2016: 47) Melihat perkembangan radikalisme saat ini, maka dapat dikatakan bahwa pendapat Azra dan Agus tidak sepenuhnya benar. Radikalisme tidak sepenuhnya dapat diartikan sebagai paham yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan perubahan sosial maupun politik dengan cepat dan menyeluruh, ataupun dikatakan sebagai paham yang menggunakan cara-cara kekerasan. Karena dalam perkembangannya, kelompok radikal memilih cara-cara lain seperti melalui jalur dakwah ataupun jalur politik untuk menanamkan ideologinya. Perubahan-perubahan yang terjadipun tidak cepat dan menyeluruh akan tetapi bertahap.

Menurut Simon Tormey sebagaimana dikutip Najib Azca, radikalisme adalah ideologi yang mempersoalkan atau menggugat sesuatu (atau segala sesuatu) yang dianggap mapan, diterima, atau menjadi pandangan umum. (Azca, 2012: 24-25). Seperti mempersoalkan ideologi Pancasila sebagai ideologi negara karena dipandang tidak sesuai dengan syari’at Islam. Padahal jika ditelisik lebih jauh tidak satupun isi dari Pancasila yang bisa dianggap bertentangan dengan syari’at Islam. Menurut Penulis, Pancasila jelas merupakan cerminan dari syari’at Islam. Pendapat penulis sejalan dengan pendapat Soetrino Hadi bahwa Pancasila sejalan dengan syari’at Islam. Kesesuaian Pancasila dengan syari’at Islam dapat dilihat dari sila pertama yang mencerminkan aqidah Islam. Sedangkan sila kedua hingga sila kelima adalah cerminan dari akhlak dan syari’ah. Dengan demikian, kita tidak perlu memilih untuk menggunakan atau meninggalkan salah satu dari keduanya karena keduanya sejalan satu sama lain. (Hadi, 2014: 231)

(24)

aksi pemberontakan yang dilakukan oleh tentara Islam Indonesia di bawah Kartosuwiryo ataupun aksi pemberontakan yang dilakukan oleh tentara GAM di Aceh sebagai bentuk tuntutan agar pemerintah mengganti sistem demokrasi Pancasila dan menerapkan syari’at Islam di Indonesia.

Dalam bukunya Radical Islam: Medieval Theology and Modern Politics,

Emmanuel Sivan menggunakan istilah Radical Islam untuk menggambarkan kelompok Islam ekstrim. (Sivan, 1985) Istilah Islam radikal juga digunakan oleh Wildan untuk menggambarkan kelompok garis keras yang menggunakan isu-isu agama untuk memperjuangkan ideologinya. (Wildan, 2013)

Kelompok Islam radikal adalah sebuah gerakan politik ekstrim yang berusaha membentuk negara Islam melalui perjuangan bersenjata. Di mana terdapat doktrin-doktrin pada kelompok untuk membenarkan tindakan kekerasan untuk menghilangkan rezim di dunia yang dianggap kafir saat ini. (Cavatorta, 2005:11) Contohnya: ISIS. ISIS merupakan sebuah kelompok radikal yang ingin membentuk daulah Islamiyah di seluruh dunia. Untuk mencapai tujuannya, ISIS berusaha menduduki wilayah-wilayah di bagian Timur Tengah melalui perjuangan bersenjata. Tidak sampai disitu, ISIS juga melakukan teror bom pada rezim kafir melalui anggota-anggotanya yang menjadi calon pengantin/ pelaku pengeboman.

Berbeda dengan Cavatorta, menurut Mubarok, Gerakan kelompok Islam radikal dapat diartikan sebagai tindakan yang secara sadar dilakukan oleh kelompok Islam radikal, baik berupa aksi, reaksi maupun tanggapan yang dilandasi oleh ideologi yang dianutnya. Adapun bentuk dari gerakan kelompok ini yaitu bersifat kolektif dan terorganisir dengan tujuan untuk melakukan perubahan tatanan lama yang bersifat sekular menjadi bersifat islami. (Mubarok, 2008: 53) Dalam mencapai tujuan, kelompok ini melakukan proses rekruitmen anggota mulai dari tingkat sekolah hingga universitas. Umumnya proses indoktrinasi ini dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler agama yang ada di sekolah maupun perguruan tinggi.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti lebih cenderung pada pendapat Simon Tormey dan Yusuf Qardhawy bahwa radikalisme adalah suatu ideologi yang berangkat dari sikap fanatisme berlebihan dan intoleransi yang memiliki kecenderungan untuk menolak dan menggugat kondisi maupun sistem yang sudah mapan dan menjadi pandangan umum.

Dalam sejumlah literatur, istilah Islam radikal sering kali diganti dengan istilah Islam fundamentalis dan Islam ekstrim.Untuk memberikan penjelasan yang mendalam mengenai alasan mengapa kedua istilah tersebut sering kali digunakan secara bergantian, maka penulis merasa perlu menguaraikan berbagai makna dari istilah-istilah Islam fundamentalisme dan Islam ekstrim.

a) Islam Fundamentalisme

(25)

Istilah fundamentalis pada dasarnya disematkan kepada gerakan Protestan yang tumbuh di Amerika pada abad 19 M yang menafsirkan melakukan penafsiran secara harfiah terhadap kitab injil dan teks-teks agama. Sedangkan dalam kacamata Islam, istilah fundamentalis disamakan dengan kata ussuliyah. Ushuliyyah berasal dari kata al-ashl yang berarti paling dasar dari suatu bilangan/hitungan. Adapun jamak dari kata al-ashl yaitu ushul. Istilah ushul sendiri banyak digunakan dalam istilah bidang ilmu agama seperti ushul ad-din, ushul fiqh. (Imarah, 1998: 67-71)

Lanjut Imarah, pada dasarnya istilah fundamentalis yang dipahami oleh barat dan Islam tidaklah sama. Jika dalam pengertian Kristen, istilah fundamentalisme disematkan pada kaum yang statis dan didominasi oleh sikap

taklid yang memusuhi ilmu pengetahuan, teks alegoris, ta’wil, penalaran akal, menarik diri dari modernitas, serta berpegang pada penafsiran harfiah terhadap teks-teks agama. Maka dalam Islam, istilah ushuliyyah disematkan kepada para ulama ushul fiqh yang mewakili bidang kajian ilmu-ilmu akal, menggunakan dalil melalui isyarat teks agama (istidlal), ijtihad dan pembaruan (tajdid).

(Imarah, 1998: 71) dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa fundamentalisme Islam memiliki makna yang lebih baik dari fundamentalisme Kristen. Pendapat Imarah akan sulit dipahami apabila istilah fundamentalisme Islam disematkan kepada gerakan Islam politik, karena sebagaimana dipahami bahwa mayoritas gerakan mereka kerap diwarnai oleh kekerasan dan aksi teror. (Syu’aibi, 2004: 167)

Menurut Misrawi, ada dua karakteristik fundamentalisme agama yaitu: fundamentalisme positif dan fundamentalisme negatif. Fundamentalisme positif yaitu fundamentalisme yang menjadikan teks dan tradisi keagamaan sebagai sumber moral dan etika kemaslahatan publik. Fundamentalisme positif mempunyai visi dan misi untuk menjadikan doktrin keagamaan sebagai elan vital bagi etika sosial dan pemberdayaan masyarakat. Sementara itu, fundamentalisme negatif adalah fundamentalisme yang menjadikan teks dan tradisi sebagai sumber dan justifikasi atas kekerasan. (Misrawi, 2007: 189-190)

b) Islam Ekstrim

Kata ekstrim sebenarnya berasal dari bahasa Inggris yaitu dari kata

extreme yang berarti perbedaan yang besar, berbuat keterlaluan, pergi dari ujung ke ujung, berbalik memutar, mengambil tindakan/jalan sebaliknya. (Kementerian Agama RI, 2012: 14) Sementara dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) edisi kedua, ekstrem berarti sangat keras dan fanatik. (KBBI, 1995: 225) Dalam bahasa arab, ekstrem disebut dengan istilah tatharruf yang berarti berdiri di tepi, jauh dari tengah. Dengan demikian, sikap, pemikiran maupun tindakan yang dikategorikan ekstrim selalu bermakna negatif. (Kementerian Agama, 2012: 14)

(26)





























































Artinya:

“Wahai ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari Ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang Maha Esa, Maha suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. cukuplah Allah menjadi Pemelihara” (Q.S.An-Nisa:171)

Menurut Quraish Shihab dalam bukunya tafsir Al-Misbah bahwa kata

la taglu di atas meski secara eksplisit ditujukan bagi kaum Nabi Isa agar tidak berlebih-lebihan dalam beragama, akan tetapi secara implisit mengandung sebuah pelajaran bagi umat Islam untuk tidak berbuat serupa yakni berlebih-lebihan dalam agama. Lebih lanjut Quraish Shihab menyatakan bahwa al-ghuluw

mengandung makna melampaui batas dalam kepercayaan, ucapan ataupun perbuatan. (Shihab, 2000: 646) Sedangkan menurut Buya Hamka dalam tafsir al-Azhar, ghuluw mengandung makna berlebih-lebihan atau keterlaluan. Kata

ghuluw dalam ayat di atas, ditujukan kepada orang Nasrani yang berlebih-lebihan dalam memuliakan Nabi Isa alaihissalam, Isa bahkan dikatakan sebagai Tuhan dan disebut dengan nama Tuhan Yesus. (Hamka, 1984:81)

(27)

Berdasarkan pemaparan di atas, terlihat bahwa istilah radikal memiliki makna yang sejalan dengan istilah fundamentalisme maupun ekstrimisme. Karena itu, tidak heran jika ketiga istilah tersebut sering digunakan secara bergantian.

2. Karakteristik Radikalisme

Radikalisme dan praktek kekerasan yang mengatasnamakan agama merupakan ancaman serius bagi kehidupan manusia dewasa ini. Bukan hanya itu, radikalisme yang dibalut dengan pandangan-pandangan sempit keagamaan yang kemudian menjelma menjadi sebuah teror bahkan akan mengancam keberadaan agama itu sendiri. Tidak jarang, orang menjadi skeptik bahkan kehilangan keyakinan pada agama bahkan Tuhan disebabkan adanya segelintir orang yang menjadikan agama sebagai alat pembenaran atas tindakan teror maupun kekerasan yang ia lakukan.

Berikut ini, penulis akan memaparkan karakteristik radikalisme menurut para ahli. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan penulis dalam mencari dan menentukan indikator-indikator radikalisme dalam buku teks PAI tingkat SMA.

Adapun karakteristik radikalisme atau ekstrimisme agama menurut Yusuf al-Qordhowi, adalah sebagai berikut:

a) Fanatisme berlebihan.

Fanatik secara bahasa berasal dari kata ashaba al-aqumu bir rajuli ashban yang artinya mengepungnya untuk melidunginya. Kata al-ashabah

berarti kelompok yang mengikuti seseorang. Fanatik artinya meliputi dan menarik. (Az-zuhail, 2012: 139-141) Sikap fanatik pada dasarnya bisa menjadi filter untuk menangkal aliran sesat maupun berbagai upaya pemurtadan. Akan tetapi, sikap fanatik akan menjadi momok menakutkan apabila dibarengi sikap intoleransi yakni tidak menghargai keberadaan kelompok maupun umat agama lain serta berusaha mengeliminir kelompok maupun penganut agama yang berbeda.

Perbedaan agama pada hakikatnya telah dijelaskan oleh Allah dalam Alqur’an karena itu, tidak pantas rasanya jika kita sebagai hambanya memaksakan kehendak kita kepada yang lainnya karena Allah saja sebagai pencipta manusia memberikan kebebasan kepada manusia untuk menganut suatu agama.

b) Memaksakan kehendak

Adapun karakteristik radikalisme yang kedua yaitu memaksakan kehendak maksudnya memaksakan kepada orang lain untuk melakukan seperti yang dia inginkan. Contohnya memaksakan membentuk negara Islam dengan cara merubah ideologi negara seperti yang dilakukan oleh kelompok DI/TII, memaksa seseorang untuk memeluk agama Islam, memaksa orang untuk memiliki paham yang sama dengannya seperti yang dilakukan oleh kelompok wahabi. (Qardhawi, 2001: 34-36)

(28)



























Artinya:

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya

telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”( Q. S Al-Baqarah: 256)

c) Menganut ideologi kekerasan

Diantara tanda-tanda radikalisme yang ke tiga yaitu memperlakukan orang secara zalim, melakukan pendekatan dengan kekerasan, serta kaku dalam menganjak orang untuk masuk dalam Islam. Padahal Allah memerintahkan untuk mengajak kepada agamanya dengan jalan hikmah bukan dengan jalan kekerasan, dengan pengajaran yang baik bukan dengan ungkapan yang kasar. (Qardhawi, 2001: 36) sebagaimana firmannya dalam Q.S An-Nahl: 125 yang berbunyi:













Artinya:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan

pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang

mendapat petunjuk.” (Q.S An-Nahl: 125)

(29)

d) Negative Thinking terhadap yang lain

Buruk sangka terhadap orang lain serta memandang mereka sebagai orang jahat, dan menyembunyikan kebaikan dan membesar-besarkan keburukan mereka adalah karakteristik radikalisme yang berikutnya. Umumnya kaum radikal memiliki kebiasaan burukkan orang. Kebiasaan memburuk-burukkan orang tersebut tidak hanya berlaku pada orang awam akan tetapi mereka tidak segan untuk menuduh ulama, tokoh agama ataupun bahkan imam mazhab sebagai pelaku bid’ah apabila mereka menemukan fatwa yang berbeda dengan paham ataupun pendapat mereka. (Qardhawi, 2001: 41-45)

e) Terjerumus dalam jurang pengkafiran (takfiri)

Puncak dari sikap ekstrim adalah pentakfiran. Perbuatan mentakfirkan seseorang adalah suatu hal yang sangat krusial sebab pentakfiran bukan hanya berakibat pemutusan hubungan rumah tangga, pemutusan hubungan waris serta wali nikah akibat perbedaan agama. Akan tetapi, berakibat penghalalan darah seperti yang dilakukan oleh kaum wahabi yang menghalalkan darah orang yang kafir seperti musyrik serta non muslim.

Menurut Muhammad Zuhdi sebagaimana dikutip Nurlena rifa’i bahwa radikalisme memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Klaim kebenaran.

Setiap pemeluk agama percaya bahwa kitab suci dan doktrin agama mereka adalah yang paling murni dan paling benar. Sementara itu, kitab suci, sekte maupun agama lain adalah sesat dan salah.

2) Taklid buta dan setia kepada pemimpin mereka.

Umumnya penganut radikalisme memiliki loyalitas dan kesetiaan yang besar terhadap pemimpin mereka.

3) Memiliki tujuan untuk mendirikan negara dan pemerintahan yang ideal.

Penganut percaya dalam membangun/ menegakkan aturan tuhan di bumi dengan cara memperbaiki moral serta teologi masyarakat.

4) Memiliki kecenderungan untuk main hakim sendiri. (Muh. Zuhdi dalam Nurlena Rifai, 2016:3)

Tabel. 2.1

Karakteristik radikalisme menurut para ahli

No Nama Karakteristik Radikalisme

1 John L. Esposito

1. Menganggap Islam sebagai sebuah pandangan hidup yang komprehensif dan bersifat total. Karena itu, Islam tidak dapat dipisahkan dari kehidupan politik, hukum dan masyarakat.

2. Menolak ideologi masyarakat Barat karena menganggap sekuler dan materialistik.

3. Cenderung mengajak pengikutnya untuk kembali kepada Islam sebagai bentuk usaha untuk perubahan sosial.

(30)

peraturan-peraturan yang lahir dari tradisi barat. 5. Memiliki keyakinan bahwa islamisasi

pada masyarakat muslim tidak akan berhasil tanpa menekankan pada aspek pengorganisasian atau pembentukan sebuah kelompok yang kuat. (John L. Esposito, 1992: 207)

2 Abuddin Nata 1. Memiliki sikap rigid dan literlis dari segi keyakinan.

Kaum radikal lebih menekankan simbol-simbol agama dari pada substansinya. Berbeda dengan kaum moderat yang bukan hanya mementingkan simbol semata akan tetapi lebih dari itu yaitu bagaimana supaya prinsip-prinsip Islam dapat menjadi roh dalam setiap lini kehidupan masyarakat. (Nata, 2001: 25)

2. Memiliki sikap dan pandangan yang eksklusif.

Kaum radikal memiliki pandangan dan keyakinan yang ekstrem, mereka menganggap hanya pandangan merekalah yang benar sementara yang tidak sejalan dengannya adalah salah. Karena itu, kaum ini sangat tertutup dan tidak mau menerima pandangan orang lain. (Nata: 2001, 24)

3. Menolak modernisasi

Kehidupan kaum radikal cenderung kaku dan kolot mereka cenderung menolak berbagai produk budaya modern. (Nata, 2001: 25)

4. Dari segi gerakan cenderung menggunakan kekerasan.

Kelompok ini cenderung keras dalam setiap gerakannya seperti dalam setiap propaganda dan teror hingga aksi pembunuhan yang mereka lakukan. (Nata, 2001: 25)

3 Syukron Kamil 1.Cenderung menafsirkan teks-teks keagamaan secara rigid, literalis, absolut, dan dogmatis.

(31)

sesat.

3. Melakukan perekrutasan secara agresif serta berusaha mengeliminasi orang lain dan kelompok lain yang dianggap sebagai kelompok sesat dan musuh Islam.

4. Meyakini penyatuan agama dan negara dan menolak sekularisme

5. Memiliki stigma negatif terhadap Barat. Barat dipandang sebagai monster imprealis yang mengancam akidah dan eksistensi umat Islam.

6. Mendeklarisasikan perang terhadap sekularisme, pluralisme, hedonisme serta liberalisme.

7.Cenderung radikal dalam memperjuangkan ideologinya. (Kamil, 2013: 251-252) Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa setidaknya tokoh-tokoh di atas memiliki beberapa pandangan yang sama dengan orang-orang barat tentang karakteristik orang maupun kelompok yang berpaham radikal. Radikalisme umumnya dilukiskan sebagai paham yang intoleran, fanatik berlebihan, mengklaim diri paling benar, memiliki stigma buruk terhadap barat, mengusung khilafah Islamiyah serta syari’at Islam, menolak modernisasi, cenderung anarkis dalam memperjuangkan ideologinya, terkesan rigid dan tekstual dalam menafsirkan ayat maupun hadits.

Karakteristik yang disampaikan oleh para tokoh di atas bisa jadi tidak sepenuhnya benar. Terutama dalam beberapa hal seperti: Pertama, klaim kebenaran. Menyatakan bahwa klaim kebenaran sebagai karakter radikalisme adalah sesuatu yang tidak benar. Karena seseorang yang memeluk agama tertentu haruslah meyakini kebenaran agamanya dan sebaliknya meyakini bahwa yang bertentangan dengannya adalah sesuatu yang salah. Meyakini kebenaran mutlak agama adalah syarat dari keimanan. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa klaim kebenaran bisa menjadi pemicu bibit-bibit radikalisme manakala klaim kebenaran diikuti kecenderungan untuk menafikkan keberadaan pemeluk agama lain serta memaksakan kepada pemeluk agama yang berbeda untuk mengikuti agamannya.

Kedua, menolak modernisasi. Mengeneralisasi kaum radikal sekarang seperti kaum radikal masa lalu sebagai kaum kolot tak berpendidikan serta menolak modernisasi adalah pernyataan yang kurang tepat. Karena dalam perkembangannya, kelompok radikal sekarang sangat terbuka dalam penggunaan produk modern termasuk penggunaan IT. Bahkan dalam sistem perekrutan dan sebagainya kini mereka lebih banyak memanfaatkan media yang ada.

(32)

politik barat terhadap sebagian wilayah Islam akan tetapi mereka tetap bijak dalam menjalin interaksi dengan orang-orang maupun dunia barat.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kriteria orang atau kelompok radikal tidak berdiri sendiri. Artinya seorang/ kelompok tidak serta merta dapat dinyatakan radikal hanya karena memiliki salah satu dari karakteristik yang dipaparkan oleh tokoh di atas. Karena pada dasarnya, indikator radikalisme saling terkait satu sama lain. Namun demikian, kepemilikan atas satu karakteristik menunjukkan bahwa seseorang memiliki bibit-bibit radikalisme dalam dirinya. Bibit-bibit radikalisme tersebutlah yang harus dan dikelola dengan bijak agar tidak berubah menjadi radical action.

Terlepas dari perdebatan tentang pengklasifikasian orang maupun kelompok yang dapat disebut radikal dan tidak, maka penulis lebih cenderung sepakat pada karakteristik radikalisme yang dipaparkan oleh Yusuf Qordhowi dan Syukron Kamil. Karena karakteristik tersebutlah yang bisa mewakili pengelompokan orang-orang radikal masa kini.

3). Faktor-faktor Penyebab Berkembangnya Radikalisme.

Persoalan radikalisme tidak boleh dipandangan dari sudut internal agama saja tetapi memerlukan kajian literatur yang mendalam untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kemunculannya. (Sirry, 2003: 28) Radikalisme tidak hadir dalam ruang kosong. Setidaknya ada beberapa konteks dan keadaan yang turut melahirkan fenomena radikalisme seperti, kondisi ekonomi yang tidak adil, kondisi sosial yang penuh dengan ketidakpastian, kondisi hukum yang penuh dengan penyimpangan, kekumuhan politik yang terus dibayangi dengan penyakit korupsi, kesalahan dalam penanaman pendidikan agama pada masyarakat menyebabkan masyarakat rentan terhadap pengaruh paham radikal. (Darraz, 2013; 155)

Menurut Saeed Rahnema, munculnya gerakan-gerakan Islam radikal dipengaruhi oleh beberapa yaitu faktor sosial, ekonomi dan politik seperti pertumbuhan penduduk yang cepat, persoalan gaji kelas menengah, kesenjangan antara kaya dan miskin, kegagalan program modernisasi dan kebijakan pembangunan, pemerintahan yang korup, rezim yang diktator dan tidak demokratis, gerakan-gerakan sekuler dan liberal, gagalnya gerakan nasionalis, serta adanya dorongan langsung dari imprealisme dan kekuatan asing. Karena itu, gerakan radikal hanya dapat dikalahkan jika faktor-faktor sosial, ekonomi dan politik yang menimbulkan lahirnya gerakan ini dapat di eliminasi. (Rahnema, 2008: 2).

Berbeda dengan Rahnema, menurut Hilmy ada dua faktor yang menyebabkan munculnya ideologi Islam radikal yakni:

1. Faktor internal

Adanya pandangan yang berbeda dalam persoalan ideologi jihad. Kalangan Islam moderat menilai bahwa makna jihad tidak terbatas dalam arti perang fisik. Perang melawan hawa nafsu juga dapat dikategorikan jihad, perang melawan kebodohan juga termasuk dalam kategori jihad. Berbeda dengan kalangan Islam radikal yang memiliki pandangan sempit terkait makna jihad. Kalangan radikal cenderung memaknai jihad sebatas perang fisik.

2. Faktor eksternal

(33)

negara Israel. Perbuatan Israel ini telah melahirkan kelompok Islam militan di Palestina yang berusaha untuk memperjuangkan tanah mereka.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa dalam pandangan Hilmy, kelompok Islam yang muncul sebagai reaksi atas kolonialisme dan hegemoni politik negara barat disebut kelompok radikal. Termasuk para pejuang Palestina. Namun dalam pandangan penulis, istilah kelompok Islam radikal tidaklah tepat disematkan terhadap kelompok Islam yang muncul untuk melawan kolonialisme seperti pejuang Palestina. Karena pada hakikatnya kelompok Islam radikal mengandung makna negatif sebagai kelompok militan. Sementara itu, pejuang palestina mengandung makna positif sebagai pembela negara Palestina dari penjajahan Israel.

Pendapat Hilmy ini, sejalan dengan Abuddin Nata, bahwa menguatnya ideologi radikalisme Islam di Indonesia dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:

1. Faktor eksternal

a. Adanya konflik primordial antar suku maupun umat beragama seperti: pengusiran kelompok Islam Syi’ah oleh kelompok Islam Sunni di Sampang, Madura. Pembakaran serta pembunuhan umat Islam oleh umat Kristen di Ambon.

b. Adanya konstalasi politik Amerika yang menyudutkan Islam sebagai agama terorisme.

2. Faktor internal a. Doktrin ajaran

Timbulnya sikap radikal tidak lepas dari faktor doktrin agama. Setiap agama pada dasarnya mengklaim dirinya sebagai agama yang paling benar dan setiap agamapun memiliki doktrin ajaran masing-masing. (Nata, 2001:56) Dalam ajaran Islam disebutkan bahwa Allah itu satu dan Islam tidak mengenal istilah trinitas seperti ajaran Kristen. Sebagaimana disebutkan dalam Q.S al-Maidah: 73 yang artinya: “Sungguh telah kafir orang-orang yang menyatakan bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga, padahal tidak ada (Tuhan yang berhak disembah) selain Tuhan yang Maha Esa.” (Q.S al-Maidah: 73)

b. Kurangnya ilmu pengetahuan

Kurangnya pemahaman ilmu agama seringkali menyebabkan seseorang dengan gampang mengkafirkan saudara sesama muslim. (Nata, 2001:56) Seperti ajaran wahabi yang begitu mudah mengkafirkan orang atau kelompok yang tidak sama dengannya.

c. Sejarah

(34)

Menurut Wasisto Raharjo Jati, ada tiga cara yang dapat ditempuh untuk menganalisis munculnya gerakan Islam radikal di Indonesia yakni:

a) Dalam konteks historis. Islam radikal di Indonesia memiliki hubungan dengan kolonialisme pada masa lalu serta gerakan islamisme kontemporer di Timur Tengah.

Gerakan-gerakan radikal yang muncul dewasa ini tak lain bersumber dan tertular dari gerakan radikalisme yang ada di timur tengah. Ide gerakan diimpor dari kalangan Islam radikal Indonesia yang selama dekade 1980 dan 1990 telah berhubungan dengan para radikalis di Timur Tengah melalui jalur studi. Mereka kemudian terpengaruh dengan pemikiran gerakan ikhwan al-muslimin dan al-qaeda. (Darraz, 2013: 156)

b) Kebangkitan gerakan jihad dalam konteks yang lebih besar.

Ideologi Islam radikal pada dasarnya berasal dari adanya konflik yang terjadi di Timur Tengah yaitu konflik antara Palestina dan Israel.

c) Implementasi syariat Islam sebagai ideologi negara dianggap sebagai alat dalam mengatasi berbagai bencana dan berbagai krisis di Indonesia.( Jati, 2013: 283) Para penganut paham radikal meyakini bahwa berbagai persoalan yang terjadi di Indonesia dapat di atasi apabila sistem pemerintahan di Indonesia menerapkan syariat Islam oleh karena itu tidak heran jika berbagai gerakan radikal di Indonesia menginginkan syariat Islam diterapkan di Indonesia.

[image:34.516.81.466.308.669.2]

Menurut Khamami Zada ada dua faktor yang menyebabkan hadirnya Islam radikal. Pertama: Faktor internal yaitu terkait dengan carut marutnya persoalan bangsa yang mendorong mereka menawarkan alternatif yaitu urgensi sosialisasi dan penerapan syariat Islam secara totalitas (kaffah). Kedua: Faktor eksternal yaitu terkait dengan tantangan yang datang dari barat. Segala bentuk produk budaya barat yang sekuler harus dilawan dan ditentang. (Zada, 2002)

Table 2.2

Faktor-faktor Penyebab Berkembangnya Radikalisme

Faktor Internal Faktor Eksternal

1. Doktrin Agama

Timbulnya paham radikal pada dasarnya disebabkan oleh pemahaman terhadap doktrin agama yang terlalu rigid dan literal. Sebagaimana dipahami bahwa setiap agama mempunyai klaim kebenaran

(claim truth). Oleh kalangan radikal, doktrin Islam sebagai agama paling benar dan sempurna membuat kaum radikal beranggapan menyalahkan dan menafikkan keberadaan agama lain. Bahkan tidak sampai disitu, umat Islam yang lain mazhab serta organisasipun bahkan sering dianggap sebagai kelompok yang sesat dan telah menyimpang dari ajaran Islam. 2. Situasi politik Indonesia

Terbukanya kran kebebasan

1. Adanya kontalasi politik Amerika yang seringkali menyudutkan Islam sebagai agama teroris ikut andil terhadap pertumbuhan paham radikal. Di samping itu, Adanya sentimen terhadap Amerika yang dianggap berusaha menghancurkan Islam dengan berbagai agendanya seperti menyudutkan Islam, menyerang dan menaklukkan negara-negara Islam serta menebar paham sekularisme, hedonisme mendorong sebagian umat Islam berpaham keras untuk melakukan perlawanan terhadap Amerika dan negara sekutunya. 2. Adanya pengaruh dari Timur Tengah.

(35)

sejak tumbangnya rezim Soeharto telah membuka peluang bagi berkembangnya radikalisme serta terorisme di Indonesia. Hal tersebut dapat kita lihat dari begitu banyaknya tindak terorisme yang terjadi 15 tahun belakangan ini. Mulai dari peristiwa Bom Bali hingga penemuan bom di Tangerang

Gambar

Gambar. 1 Buku PAI SMA/SMK yang menuai kontroversi
Tabel. 2.1
Table 2.2 Faktor-faktor Penyebab Berkembangnya Radikalisme
Tabel 3.1 Materi Buku Pendidikan Agama Islam Kelas X
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemaparan Bising Industri dan Kurang Pendengaran, Buku Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok Kepala dan Leher, Ed 13, Jilid 2, hlm: 305 – 329, Jakarta Binarupa Aksara..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecemasan terhadap status lajang pada perempuan dewasa awal ditinjau dari harga diri. Jenis metode yang

Akan tetapi, isi buku yang beredar tersebut masih ada yang tidak sesuai dengan kurikulum yang diterapkan mulai tahun 2006, yaitu Kurikulum Tingkat

Setelah parameter hasil pengolahan citra didapat, data tersebut digunakan sebagai masukan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) untuk menentukan tingkat kematangan dengan menggunakan

Tepung biji nangka memiliki kandungan nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan jamur terutama karbohidrat.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tepung biji nangka

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan, maka sebaiknya AHASS Brahma Motor meningkatkan kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan, kegiatan itu antara lain

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek analgetik infusa daun cocor bebek ( Kalanchoe pinnata (Lam.)Pers.) terhadap mencit jantan galur swiss yang