• Tidak ada hasil yang ditemukan

TIPOLOGI PEMIKIRAN ISLAM, TOLERANSI DAN DEMOKRASI A. Tipologi Pemikiran Islam

2. Karakteristik Islam Liberal

Adapun karakteristik pemikiran Islam liberal yaitu:

1. Islam liberal berangkat dari preposisi bahwa kebenaran adalah relatif, terbuka dan plural. Oleh karena itu, Islam liberal berusaha melakukan dekonstruksi atas segala bentuk teks dan penafsiran atasnya yang sebelumnya telah dianggap final. Islam liberal berangkat dari keyakinan bahwa kebenaran tidaklah tunggal. Selalu tersedia ruang untuk melakukan tafsir ulang terhadap seluruh bahasa Alqur’an yang berkaitan erat dengan esensi pewahyuan. Karena, isi dan makna dari

wahyu itu sendiri tidaklah verbal secara esensial. Kata-kata Alqur’an tidak menjelaskan secara mendalam makna yang dikandung oleh wahyu, maka dibutuhkan usaha untuk mencari makna yang diwahyukan oleh Alqur’an dan Hadis sekalipun. Menurut mereka, penafsiran tunggal akan mematikan kreativitas akal budi manusia yang semestinya mendapatkan tempat terhormat dalam jagad pemikiran. (Zuhdi, 2014: 181)

2. Paralel dengan kecenderungan pertama di atas, Islam liberal menggugat ortodoksi keagamaan yang dianggap mapan dan melakukan dekonstruksi terhadapnya. Dalam berbagai kesempatan, para pendukung Islam liberal sering melontarkan gugatan terhadap pendapat para ulama yang dianggap mapan (established) dan dianggap sebagai sumber ke-jumûd-an Islam. (Zuhdi, 2014: 181)

3. Para pendukung kelompok liberal sering menyuarakan teologi pembebasan, yaitu satu bentuk teologi yang menolak segala bentuk penindasan terhadap kebebasan manusia, seperti kebebasan beragama atau kebebasan untuk tidak beragama, kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat. Mereka juga mengklaim berpihak kepada kalangan minoritas. Oleh karenanya, dalam kasus-kasus tertentu seperti tuntutan pembubaran Jamaah Ahmadiyah oleh mayoritas umat Islam, kalangan liberal berdiri di barisan paling depan untuk menentang pembubaran tersebut. (Zuhdi, 2014: 181-182)

4. Kelompok liberal mengusung paham sekularisme yaitu satu bentuk ideologi yang mengusung pemisahan otoritas duniawi dan ukhrawi, serta otoritas keagamaan dan politik. Bagi pendukungnya, agama tidak mempunyai hak untuk menentukan segala bentuk kebijakan publik. Dalam bidang politik misalnya, Islam liberal meyakini bahwa bentuk negara yang sehat adalah negara yang kehidupan agama dan politik terpisah. (Zuhdi, 2014: 182) Sehingga dengan demikian, tidak heran jika kaum liberal berada pada garda terdepan mendukung kepemimpinan non muslim dengan alasan keadilan dan anti diskriminatif.

Adapun karakteristik Islam liberal menurut Azra yaitu memiliki kecenderungan untuk mendukung pemisahan agama dan politik, karena bagi mereka Islam hanya terbatas pada masalah moral dan pribadi. Senada dengan Azra menurut Halid Alkaf, kaum liberal memiliki karakteristik yaitu mendukung upaya pemisahan agama dan negara, menolak pandangan bahwa Tuhan melaknat kebebasan berkehendak manusia dan Tuhan tidak mengurus hal-hal khusus. (Alkaf, 2011: 17)

Dalam konteks Islam, pemikiran liberal pada hakikatnya merupakan pengaruh pandangan hidup barat dan hasil perpaduan antara paham modernisasi yang menafsirkan Islam sesuai dengan modernitas dan paham postmodernisme yang anti kemapanan. Upaya merombak segala yang sudah mapan kerap dilakukan termasuk memanfaatkan modal murah dan ekstrimisme yang terjadi di sebagian kecil kaum muslimin dan sekaligus tidak segan mengambil ajaran HAM versi humanisme barat, falsafah sekularisme dan paham lainnya yang bertentangan dengan Islam. (Salim, 2013: 182-183)

3. Faktor-faktor Penyebab Berkembangnya Pemikiran Islam Liberal

Menurut Charles Kruzman, Islam liberal muncul sebagai bentuk perlawanan akibat berkembangnya paham radikal. Adapun menurut Khalimi, sekitar abad ke 18 dikala kerajaan Turki Utsmani, Dinasti Safawi dan Dinasti Mughal berada di ambang kehancuran. Pada saat itu, tampillah gerakan pemurniaan agama

yang dipelopori para ulama. Untuk menandingi hak tersebut maka lahirlah gerakan Islam liberal.

Menurut Zuly Qadir, ada beberapa faktor-faktor penyebab berkembangnya pemikiran Islam liberal di Indonesia yaitu:

1. Faktor Internasional (konteks global)

Kemunculan Islam liberal di Indonesia tidak lepas dari perkembangan yang terjadi di negara-negara lain yang secara umum menuntut adanya perubahan besar terkait masalah-masalah demokrasi politik, persamaan hak, dan kesetaraan gender. Maraknya gelombang gerakan demokratisasi di barat ikut mendorong kalangan intelektual Islam untuk ikut memperjuangkan hak-hak minoritas yang selama ini kurang diperhatikan, mengusung demokrasi politik dan kesetaraan gender hingga mendiskusikan isu-isu liberalisme seperti plernikahan beda agama dan sesama jenis. (Qadir, 2010: 89-92)

2. Faktor regional dan nasional

Di tingkat regional, beberapa isu penting turut mempengaruhi laju pertumbuhan dan perkembangan pemikiran Islam liberal. Seperti isu liberalisme yang melanda Filipina, China, Korea, India, Thailand, dan Malaysia menjadi bagian tak terpisahkan dari gelombang perubahan yang terjadi di Asia. Apa yang terjadi di beberapa negara Asia dan Asia Tenggara secara tidak langsung berpengaruh terhadap perkembangan pemikiran Islam liberal di Indonesia. Seperti adanya isu pelegalan dan penolakan LGBT di beberapa wilayah di Asia. Gerakan penolakan LGBT di Malaysia, pelegalan pernikahan sesama jenis di Thailand. Peristiwa-peristiwa ini ikut memberikan gejolak penolakan di kalangan mayoritas masyarakat Indonesia, meski tidak dipungkiri ada pula pihak-pihak yang mendukung bahkan ikut-ikutan mengadakan seminar-seminar tentang LGBT.

Dalam konteks internal Islam di Indonesia, ada beberapa faktor yang menyebabkan lahirnya pemikiran Islam liberal yaitu:

a. Islam liberal muncul sebagai respon dari para intelektual Islam Indonesia. Kalangan intelektual muslim Indonesia memandang bahwa Islam sebagai agama rahmat. Oleh karena itu, Islam harus bersifat rasional, harus mampu mengimbangi materialisme ilmu pengetahuan dan teknologi, mampu mengimbangi relativisme barat, mampu menghidupkan nilai-nilai spiritualisme di hati masyarakat modern, serta tidak ketinggalan zaman.

b. Pemikiran Islam liberal merupakan refleksi kritis atas kekebalan teologi Islam dalam menjawab masalah-masalah modern yang terus berkembang. Seperti mengimbangi munculnya semangat fundamentalisme Islam yang mengusung semangat pemberlakuan syariat Islam, kurang mengapresiasi hak-hak minoritas, dan wacana teologis yang tidak pluralis.

c. Maraknya wacana globalisasi, demokrasi, pluralisme dan kesetaraan gender mendorong para intelektual Islam untuk melakukan perubahan pemikiran dalam negara dan agama sehingga masyarakat memiliki pemahaman agama yang lebih inklusif terhadap perubahan.

d. Pemikiran Islam liberal tidak lepas dari terjadinya mobilitas sosial akibat pengaruh pendidikan ataupun lingkungan pergaulan. (Qodir, 2010: 89-114)

Adapun faktor-faktor penyebab munculnya gerakan Islam liberal di Indonesia yaitu modernisasi pendidikan Islam yang mengadopsi model pendidikan

barat, terjadinya proses sekularisasi pendidikan Islam serta kebuntuan Islam dalam merespon berbagai masalah yang terjadi dalam masyarakat. (Qodir, 2010: 115) Berbeda dengan Qodir, menurut Khalimi, munculnya gerakan Islam liberal sebagai rekasi atas bangkitnya Islam radikal, fundamentalis, atau ekstrimis yang anti barat dan masih memegang teguh ajaran dakwah dan jihad. (Khalimi, 2010: 213)

Pembaharuan pemikiran Islam liberal terus berkembang termasuk di Indonesia, adapun beberapa nama intelektual Islam liberal di Indonesia yaitu Nurcholis Majid, Ulil Abshar Abdalla, Musdah Mulia, Ratna Megawangi dan lain-lain. Sebagai tokoh dan pemikir Islam, kehadiran mereka ikut memberikan kontribusi besar terhadap berkembangnya pemikiran Islam liberal di Indonesia. Adapun wacana-wacana yang mereka usung yaitu pluralisme, toleransi, kesetaraan gender dan lain-lain. Meski wacana yang mereka usung baik akan tetapi tidak sedikit yang menuduh mereka sebagai antek-antek barat hal ini disebabkan karena gerakan demokratisasi merupakan bagian dari kampanye Amerika kepada negara-negara di dunia termasuk Indonesia. (Qodir, 2010: 114-120)