• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 Cempa, Campa, tanah asal Raden Rahmat, legenda dan sejarah

Dalam dokumen Kerajaan Kerajaan Islam di Jawa (Halaman 31-34)

Permulaan Penyebaran Agama Islam di Jawa

I- 2 Cempa, Campa, tanah asal Raden Rahmat, legenda dan sejarah

Mengenai letak Cempa dalam cerita-cerita Jawa yang menyangkut tempat asal para penyebar agama Islam pertama di Jawa Timur, telah diajukan dua pendapat. Dr. Rouffaer (Rouffaer, "Sumatera") berdasarkan dugaan-dugaan telah mengidentihkasikan

Cempa atau Campa ini dengan Jeumpa di Aceh, di perbatasan antara Samalangan (Simelungan) dan Pasangan. Dr. Cowan memperkuat hipotesa ini dalam resensinya (Cowan "Kern") mengenai karya R.A. Kern (Kern, "Verbreiding").

9 Pecat tandha, semula panca tandha, ialah suatu jabatan dalam tata negara Kerajaan Majapahit. Jabatan itu ada hubungannya dengan pekerjaan menguasai tempat-tempat jual-beli dan pusat-pusat hubungan lalu lintas, seperti tempat tambangan sungai (Pigeaud, Java, jil. V, hlm. 217 dan juga Bab XII-2 dan cat. 27 dan 212 berikut ini).

Pendapat yang mengidentifikasikan Cempa dengan Jeumpa di Aceh. kelihatannya diperkuat juga oleh rute perjalanan (lihat Valentijn, Dud en Nieuw, jil. IV, hal.124-125) yang telah ditempuh oleh orang-orang suci Islam lain, seperti Syekh Ibnu Maulana, dari Tanah Arab ke Jawa, yaitu: Aceh, Pasai, Campa, Johor, Cirebon. Apabila Cempa (= Jeumpa) ditukar tempatnya dengan Pasai, maka rute perjalanannya lebih masuk akal.

Dalam sebuah petikan Kroniek van Banjarmasin tentang sejarah Jawa (Ras, Hikajat Bandjar, hal. 46; juga sudah disebut dalam TBG, jil. 24,1875, hal. 280-297) terdapat nama Pasai di tempat yang seharusnya menurut harapan orang adalah Cempa (bandingkan Djajadiningrat, Banten, hal. 255). Ini menimbulkan dugaan bahwa Cempa (Jeumpa) dan Kota Pasai yang jauh lebih terkenal itu saling berhubungan.

Keberatan pokok terhadap identifikasi Cempa dengan Jeumpa ialah bahwa Kota Jeumpa tidak berarti. Mungkin tempat itu pada abad ke-15 dan ke-16 lebih penting daripada sekarang sebagai pangkalan dalam perjalanan laut menyusur pantai timur Sumatera. Menurut ilmu bahasa, ada juga hubungan antara Jeumpa dan Cempa. Tetapi mungkin Cempa, daerah asal yang dimaksud dalam tambo-tambo Islam di Jawa, harus dicari di tempat yang lebih jauh lagi, di pantai timur Hindia-Belakang.

Pendapat kedua tentang letak Cempa ini diperkuat oleh sastra sejarah Melayu dan Jawa. Cerita Sajarah Melayu (bab 21) memuat riwayat singkat Kerajaan Campa. Di situ secara khusus diberitakan bahwa penduduknya tidak makan daging sapi dan tidak menyembelih sapi. (Ini mungkin juga menunjukkan bahwa mereka itu beragama Hindu atau Budha). Semula daerah itu wilayah taklukan Batara (Raja) Majapahit.

Menurut Sajarah Melayu, raja Campa yang terakhir adalah Pau Kubah, yang kawin dengan putri dari Lakiu. Raja Kerajaan Kuci meminang salah seorang putri mereka, tetapi pinangannya ditolak. Ini mengakibatkan pecah perang antara Campa dan Kuci. Dengan jalan pengkhianatan akhirnya para pejuang dari Kuci dapat merebut ibu kota Campa, yang bernama Bal; mereka berhasil memberi uang suap kepada bendahara raja, untuk membuka pintu gerbang. Pau Kubah gugur dalam perang ini. Dua orang putranya lolos. Yang seorang, Pau Liang, melarikan diri ke Aceh; di situ ia menjadi penegak dinasti baru.10 Yang lain, Indra Berma, minta suaka kepada Sultan Mansur dari Malaka. Indra Berma dan istrinya, Keni Mernam, memeluk agama Islam di Malaka. Di keraton kesultanan itu mereka menjadi orang ternama.

Berita Sajarah Melayu ini boleh dianggap dapat dipercaya, karena teksnya sudah disusun menjelang perempat kedua abad ke-16, tidak terlalu lama sesudah runtuhnya dinasti raja Campa yang lama. Dari sumber-sumber lain telah diketahui bahwa Campa pada tahun 1471 direbut oleh orang-orang Annam (Vietnam). Tarikh ini bertepatan

10 6 Bermukimnya seorang putra raja Campa di Aceh, yang disebutkan dalam Sajarah Melayu ini, dapat dihubungkan dengan berita-berita tentang Jeumpa (Cempa, Campa, dan Pasai); lihat sebelumnya.

dengan tahun-tahun pemerintahan Sultan Mansur di Malaka (1459 - 1477) yang telah memberi suaka kepada pangeran dari Campa yang melarikan diri itu.

Sajarah Melayu tidak menghubungkan Cempa dengan Jawa Timur. Namun, sejarah Cempa disebut juga dalam Hikayat Hasanuddin versi Banten. Dalam hikayat ini dikisahkan bahwa Kerajaan Campa ditaklukkan oleh raja dari Koci, waktu Raden Rahmat bermukim di Jawa. Jadi, Raden Rahmat bersama saudaranya tentunya sebelum tahun 1471 sudah berangkat dari Cempa ke Jawa Timur.

Hikayat Hasanuddin (Edel, Hasanuddin, hal. 162 dan 164) menimbulkan dugaan bahwa waktu menetapnya Raden Rahmat di Surabaya itu harus diletakkan dalam perempat ketiga abad ke-15. Ini akan sesuai benar dengan tarikh yang tercantum pada makam Putri Campa, 1448 Masehi.

Dari sejarah Campa masih ada tahun yang lebih awal, yang diketahui dari sumber- sumber lain, yaitu tahun 1446. Pada waktu itu seorang raja Annam, Le Nhantong, telah menduduki ibu kota Campa dan menawan rajanya.

Apabila peristiwa-peristiwa sejarah dan tahun-tahun kejadian di atas kita tinjau dan apabila kita ingin memberi nilai sejarah kepada cerita-cerita Jawa Timur mengenai Cempa, tempat asal beberapa .penyebar agama Islam mula-mula, kita dapat menyusun hipotesa berikut ini. Seorang raja Majapahit, atau seorang anggota keluarga raja, menjelang pertengahan abad ke-15 telah membawa gadis Islam dari keluarga baik-baik yang berasal dari Cempa ke istananya. (Sejak dahulu kala Majapahit selalu mempunyai hubungan dengan Cempa). Wanita Islam itu meninggal pada tahun 1448 dan dimakamkan secara Islam (= Putri Cempa).

Beberapa tahun sebelumnya, dua orang keluarga putri itu, kakak beradik, meninggalkan Cempa dan melawat ke Jawa. Mereka ini juga beragama Islam; ayah mereka adalah orang Barat yang kawin di Cempa dengan wanita dari keluarga bangsawan. Salah satu alasan kedua kakak-beradik itu pergi ke Jawa ialah karena ancaman orang-orang Annam untuk menyerang Cempa. (Pires, petualang Portugis itu menetapkan kedatangan orang-orang Islam pertama ke Jawa sekitar tahun 1443; pada tahun 1446 ibu kota Cempa diduduki oleh bangsa Annam). Dua orang kakak-beradik dengan darah campuran ini [Barat-Asia, Arab (?) dan Indocina (?)] telah berhasil menjadi pemuka kelompok-kelompok Islam yang masih baru di Gresik dan Surabaya. Dalam kedudukan itu mereka diakui oleh wakil-wakil maharaja Majapahit (pecat tanda di Terung). Tetapi keturunan mereka tidak mendapat kekuasaan duniawi di Gresik dan

Surabaya.11

11 Dalam Nagara Kertagama, nama-nama Campa dan Kamboja (Cambodia) disebutkan sampai dua kali secara berdampingan dalam sebuah urutan nama-nama (Pigeaud, Java, jil. V, hlm. 151). Kecuali kesaksian Nagara Kertagama dari abad XIV, masih ada pemberitaan-pemberitaan tentang Kamboja dalam buku cerita dari abad ke-17 (Pigeaud, Java, jil. III, h1m. 264) untuk menjelaskan, bahwa di Jawa nama-nama Campa (Cempa) dan Kamboja telah dikenal dengan baik secara berdampingan atau secara terpisah.

Demikianlah hipotesa tentang permulaan penyebaran agama Islam di Jawa Timur. Sejarah Gresik dan Surabaya akan diuraikan dalam bagian-bagian berikut ini.

I-3. Perdagangan, ekonomi, dan kehidupan masyarakat dalam Kerajaan

Dalam dokumen Kerajaan Kerajaan Islam di Jawa (Halaman 31-34)

Garis besar

Dokumen terkait