• Tidak ada hasil yang ditemukan

Commerce dalam Perspektif

Dalam dokumen Untaian Pemikiran Sewindu Hukum Persaing (Halaman 111-115)

PERSAINGAN USAHA

E- Commerce dalam Perspektif

Persaingan Usaha

Dr. Sukarmi, S.H.,M.H.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

P

embangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan atau jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan/atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen. Semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari proses globalisasi ekonomi harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan/ atau jasa yang diperolehnya di pasar.

Sementara itu persaingan antar pelaku usaha di dunia bisnis dan ekonomi adalah sebuah keharusan. Persaingan usaha dapat diamati dari dua sisi, yaitu sisi pelaku usaha atau produsen dan sisi konsumen. Dari sisi produsen, persaingan usaha berbicara mengenai bagaimana perusahaan menentukan strategi bersaing, apakah dilakukan secara sehat atau saling mematikan. Dari sisi konsumen, persaingan usaha terkait dengan seberapa tinggi harga yang ditawarkan dan seberapa banyak ketersediaan pilihan. Kedua faktor tersebut akan menentukan tingkat kesejahteraan konsumen atau masyarakat. Oleh

E-Commerce dalam Perspektif Persaingan Usaha

karena itu, salah satu tujuan dari kebijakan persaingan usaha (competition policy) adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan kesejahteraan konsumen dan produsen.

Tuntutan pasar bebas dan globalisasi dan dalam upaya menciptakan

perekonomian yang efisien, pada tahun 1999 Indonesia memberlakukan Undang- undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pemberlakuan UU tersebut tentunya akan mempengaruhi praktik perdagangan internal maupun eksternal Indonesia sehingga mampu menciptakan praktik usaha yang semakin sehat dan meningkatkan efisiensi perekonomian. Terdapat dua efisiensi yang hendak dicapai oleh UU tersebut yaitu efisiensi bagi produsen dan efisiensi bagi masyarakat.

Kegiatan bisnis terdapat hubungan yang saling membutuhkan antara pelaku usaha dengan konsumen (pemakai barang dan atau jasa) dan antara sesama pelaku usaha.1 Kepentingan pelaku usaha adalah memperoleh laba dari transaksi dengan konsumen, sedangkan kepentingan konsumen adalah memperoleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk barang dan /atau jasa tertentu. Kemudian hubungan antara pelaku usaha dengan pelaku usaha dalam hal adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga Negara. Dalam hubungan demikian seringkali terdapat ketidaksetaraan antara keduanya. Konsumen2 biasanya berada pada posisi tawar-menawar yang lemah dan karenanya dapat menjadi sasaran eksploitasi dari pelaku usaha yang secara sosial dan ekonomi memiliki posisi yang kuat.

Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksii barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Media pemasaran dan transaksi yang digunakan dalam memasarkan atau melakukan sebuah persaingan, tidak hanya dilakukan secara konvensional tetapi telah menggunakan media internet atau yang biasa dikenal dengan e-commerce. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi dan informasi tersebut sangat mempengaruhi juga perkembangan dalam transaksi bisnis.

John Nielson, salah seorang pimpinan perusahaan Microsoft, menyatakan bahwa dalam kurun waktu tiga puluh tahun, 30 % dari transaksi penjualan kepada konsumen akan dilakukan melalui e-commerce.3 E-commerce saat ini berkembang sangat pesat, dilihat dari nilai investasinya di dunia sudah sangat tinggi. Sebagai gambaran, menurut studi yang dilakukan oleh University of Texas, harga pasar e-commerce di Amerika Utara mencapai 301 miliar dolar AS. Di Eropa

1. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara RI, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi, lihat Pasal 1 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen. Jo Pasal 1 ayat (5) UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 2. Konsumen dalam konteks ini adalah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen yaitu : “setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”, Pengertian konsumen dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir.

3. Abu Bakar Munir, Cyber Law : Policies and Challenges, (Malaysia, Singapore, Hong Kong, Butterworths Asia), dalam Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 161.

Dr. Sukarmi, S.H.,M.H. Barat menurut Data Monitor, harga pasar untuk e-commerce telah mencapai

775 juta dolar AS dan akan meningkat menjadi 8,6 miliar dolar AS pada tahun 2003. Untuk Asia, yaitu Jepang menurut Daily Yomiuri diperkirakan pada tahun 2003 pendapatan dari e-commerce bisnis ke konsumen mencapai 1 trilyun yen, sekitar 8,2 miliar dolar AS, sedangkan Korea pada tahun 1998 sudah memiliki pasar e-commerce seharga 20,8 miliar dolar Amerika.4 Sedangkan kaitannya dengan perkembangan e-commerce di Indonesia, transaksi e-commerce sendiri akan diprediksikan terus mengalami peningkatan. Diperkirakan nilai transaksi di Indonesia akan mencapai US $ 100 juta pada tahun 2000 dan akan naik menjadi US $ 200 juta pada tahun 2001. Melihat data tersebut di atas, maka pasar pada e-commerce sangat kompetitif. Persaingan semakin ketat dan jumlah pelaku bisnis dari hari ke hari selalu bertambah.

Ada masalah serius yang tidak banyak memperoleh perhatian dengan serius. Masalah itu adalah hukum. Sangat menarik apa yang dikemukakan oleh Karim Benyekhlef berikut ini:

“…Yet, one cannot claim to fully comprehend and understand this phenomenon if one reduces it to only its technical component. Obviously the latter might seem much more spectacular than its legal counterpart. However regardless of how impressive electronic highways may become, it remains undeniable that their integration and acceptance in the social and economic fabric will be dependent notably on the legal guarantees they can provide. In other words, the consumer will only be inclined to use these new services if they can offer a degree of legal security comparable to that provided in the framework of traditional operations….”

Karim Benyekhlef berpendapat, bahwa seorang tidak dapat dikatakan sudah memahami betul fenomena mengenai dunia maya apabila pemahamannya hanya terbatas pada unsur-unsur teknik saja dari dunia maya itu, dan belum menyadari tentang masalah-masalah hukum dari dunia maya itu.

Berbelanja atau melakukan transaksi di dunia maya melalui internet sangat berbeda dengan berbelanja atau melakukan transaksi di dunia nyata. Keragu- raguan mengenai hukum dan yurisdiksi hukum yang mengikat para pihak yang melakukan transaksi tersebut. Dalam bidang hukum perdata-bisnis, kegiatan di alam maya ini terjadi dalam bentuk kontrak dagang elektronik (e-commerce). Kontrak dagang tidak lagi merupakan paper-based economy, tetapi digital electronic economy. Dalam hukum persaingan akan terjadi bentuk persaingan pada dunia maya, baik yang dilakukan secara sehat maupun tidak sehat.

Dalam perkembangannya dunia bisnis dewasa ini, tidak lagi membutuhkan suatu pertemuan antar pelaku bisnis (faceless nature). Kemajuan teknologi telah memungkinkan untuk dilakukannya hubungan-hubungan bisnis melalui perangkat teknologi yang disebut dengan internet. Pelaku usaha tidak lagi face to face harus melakukan transaksi usaha melainkan hanya dengan jalan melakukan permintaan ataupun penawarannya melalui perangkat lunak yang ada untuk melakukan kegiatan usaha di cyberworld tersebut.

Isu persaingan usaha dalam e-commerce meliputi (1). Isu infrastruktur dan (2) Isu transaksi. Kedua isu tersebut tentunya akan memberikan dampak positif

E-Commerce dalam Perspektif Persaingan Usaha

maupun negatif dalam persaingan usaha. Sementara aspek hukum persaingan di Indonesia yang diformulasikan dalam UU No. 5 Tahun 1999 belum memiliki paradigma yang berbasis pada transaksi di dunia maya. Namun praktek di lapangan sudah cukup banyak transaksi bisnis yang dilakukan dengan menggunakan media internet (e-commerce), berbagai pertanyaan muncul apakah hukum positif yang ada sudah mampu menjawab perkembangan/isu baru tersebut, bagaimana menyelesaikan kasus persaingan dalam e-commerce, dan sebagainya. Mengingat E-Commerce ini cukup komplek, banyak pihak yang terlibat tidak hanya B to C (Business to Consumer) melainkan juga B to B (Business to Business) maka tidak menutup kemungkinan terjadinya persaingan bahkan adanya potensi untuk melakukan pelanggaran terhadap UU No. 5 tahun 1999 dengan berbagai bentuknya. Kondisi inilah kiranya yang mendorong penulis untuk mengkaji isu persaingan dalam e-commerce.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka masalah yang akan dikaji pada kertas kerja ini adalah, sebagai berikut:

1. Isu persaingan apa sajakah yang ada dalam e-commerce?

2. Permasalahan apa saja yang dihadapi oleh lembaga persaingan (KPPU) terhadap isu persaingan dalam e-commerce ?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis isu-isu persaingan yang ada dalam e-Commerce.

2. Untuk mengetahui dan menganalisi permasalahan yang dihadapi oleh lembaga persaingan (KPPU) terhadap isu persaingan dalam e-commerce.

1.4 Manfaat Penulisan

Tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Secara teoritis: dapat dijdikan sebagai wacana pengembangan keilmuan dan wawasan mengenai hukum persaingan khususnya mengenai isu persaingan dalam e-commerce baik bagi para komisioner maupun bagi sekretariat KPPU.

2. Secara praktis dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi KPPU dalam menangani perkara yang terkait dengan masalah e-commerce dan dapat dijadikan sebagai masukan dalam amandemen UU No. 5 Tahun 1999.

1.5 Sistematika Penulisan

Tulisan ini terdiri dari 4 Bab. Bab I: Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan. Bab II tentang Tinjauan Literatur/Kerangka Teori dan Metode Penelitian berisi tentang Teori E-Commerce, teori-teori dalam persaingan, dll. Bab III , berisi pembahasan hasil penelitian yang berisi. Isu-isu persaingan usaha dalam E-Commerce dan potensi-potensi pelanggaran terhadap UU NO. 5 Tahun 1999 dalam e-commerce. Dan Bab IV berisi kesimpulan dan saran.

Dr. Sukarmi, S.H.,M.H.

BAB II

TINJAUAN LITERATUR/KERANGKA TEORI DAN

Dalam dokumen Untaian Pemikiran Sewindu Hukum Persaing (Halaman 111-115)