• Tidak ada hasil yang ditemukan

sebuah keharusan

Dalam dokumen Untaian Pemikiran Sewindu Hukum Persaing (Halaman 30-33)

Meskipun dalam banyak hal merger berdampak positif, akan tetapi transaksi merger juga mempunyai dampak negatif terhadap persaingan dan konsumen. Hal ini dapat terjadi ketika trasaksi merger dilakukan untuk melahirkan atau menambah kekuatan perusahaan di pasar (market power). Dengan kekuatan tersebut, perusahaan dapat menaikkan harga diatas harga kompetisi dan menurunkan jumlah dan kualitas produknya. Hal ini sangat merugikan konsumen.

Dr. Syamsul Maarif, SH, LL.M. Selain itu, kekuatan atau penguasaannya dalam pasar bersangkutan

tersebut membuat perusahaan tidak lagi mempunyai insentif untuk

meningkatkan kualitas teknologi dan menambah inovasinya. Bahkan dengan kekuatan dan penguasaannya perusahaan hasil merger dapat menciptakan atau meningkatkan hambatan masuk bagi pendatang baru untuk masuk ke pasar.11 Oleh karena itu analisa aspek persaingan terhadap transaksi merger harus dilakukan untuk menghindari dampak negatif sebagaimana diuraikan di atas.

Berdasarkan pertimbangan ekonomi itulah maka peraturan perundang- undangan yang mengatur perseroan mewajibkan kepada perusahaan untuk melakukan analisa aspek persaingan terhadap transaksi merger yang hendak mereka lakukan. Ketentuan mengenai merger perseroan diatur dalam beberapa ketentuan.12 Khusus mengenai aspek persaingan setidak- tidaknya terdapat dua ketentuan utama yaitu pasal 126 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta pasal 28 dan 29 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Ketentuan Pasal 126 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 pada intinya mewajibkan diadakannya analisa aspek persaingan usaha terhadap transaksi merger. Bahkan ketentuan pasal 126 memperluas berlakunya kewajiban tersebut, yaitu bukan hanya terhadap transaksi merger sebagaimana diatur sebelumnya dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995, akan tetapi juga pemisahan perusahaan.13

Kewajiban yang sama juga tercantum dalam undang- undang yang mengatur kegiatan perdagangan dan bisnis, yaitu ketentuan pasal 28 dan 29, Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pada intinya kedua ketentuan tersebut melarang transaksi merger apabila transaksi tersebut berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap persaingan maupun konsumen.14 Untuk mencegah hal tersebut maka transaksi merger besar, yang dapat dilihat dari nilai aset

11. Ibid.

12. Lihat, Pasal 102- 109, UU No. 1 Than 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang kemudian diganti dengan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, PP No. 27 Tahun 1999 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas, PP No. 28 Tahun 1999 tentang merger, konsolidasi dan akuisisi Bank, Keputusan Ketua Bapepam No. KEP-52/ PM/1997 tentang Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha Perusahaan Publik atau Emiten, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/52/Kep/Dir, tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum, dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/53/Kep/Dir., tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, konsolidasi dan Akuisisi Bank Perkreditan Rakyat.

13. Bunyi lengkap pasal 126 menyatakan; “(1)Perubuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib memperhatikan kepentingan: a. ... ; b. ... ; c. ... persaingan sehat dalam melakukan usaha.” Dalam Penjelasan ayat (1) Pasal 126 dinyatakan “… dalam Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan harus juga dicegah kemungkinan terjadinya monopoli atau monopsoni dalam berbagai bentuk yang merugikan masyarakat.” 14. Pasal 28, UU No. 5 Tahun 1999 secara lengkap berbunyi sebagai berikut:

(1) Pelaku usaha dilarang melakukan Penggabungan, atau Peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2) Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dana ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.”

Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan dan Pemisahan Perseroan Terbatas Berdasarkan UU No.40/2007 dalam Hubungannya dengan Hukum Persaingan Usaha

dan atau penjualannnya, wajib diberitahukan kepada KPPU untuk dilakukan review.15

Kedua ketentuan tersebut sangat singkat sehingga menyisakan beberapa pertanyaan. Pertanyaan tersebut diantaranya adalah, pertama, siapa yang mempunyai kewajiban untuk melakukan analisa, apakah pelaku usaha yang hendak merger, Menteri Hukum dan HAM, atau otoritas persaingan (dalam hal ini adalah KPPU)? Menurut Pandangan Penulis, pelaku usaha atau perusahaan yang hendak merger-lah yang mempunyai kewajiban untuk menilai aspek persaingan terhadap transaksi mergernya. Hasil analisa atau review tersebut kemudian diserahkan kepada Menteri Hukum dan HAM sebagai persyaratan pengesahan perubahan akta pendirian perseroan.16

Proses demikian dapat dibenarkan sebelum diundangkannya UU No. 5 Tahun 1999 karena sesudah masa tersebut lembaga yang mempunyai otoritas menilai aspek persaingan dari sebuat transaksi merger adalah KPPU. Dengan kata lain, sesudah berlakunya UU No. 5 Tahun 1999 hasil analisa perseroan diserahkan kepada KPPU untuk mendapatkan penilaian terutama terhadap transaksi merger besar yang dilihat dari nilai aset dan atau omsetnya. Seperti halnya ketentuan UU tentang Perseroan Terbatas, ketentuan pasal 28 dan 29 UU No. 5 Tahun 1999 juga mewajibkan perseroan untuk melakukan penilaian apakah transaksi yang merger hendak dilakukan akan menimbulkan dampak negatif terhadap persaingan maupun konsumen.

Ketentuan pasal 126 UU No. 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa transaksi merger yang dapat menimbulkan monopoli atau monopsoni wajib dicegah. Pertanyaannya siapa yang mempunyai kewajiban untuk mencegah. Menurut pandangan penulis, banyak pihak mempunyai kewajiban untuk mencegah sesuai dengan peran dan otoritasnya masing- masing yaitu perseroan yang hendak melakukan merger, Notaris, Menteri Hukum dan HAM, KPPU dan bahkan anggota masyarakat. Perseroan wajib melakukan upaya maksimal untuk mencegah terjadinya merger yang berdampak negatif. Alasanya adalah bahwa baik UU No. 5 Tahun 1999 maupun UU No. 40 Tahun 2007 menegaskan pelarangan terhadap transaksi merger yang menimbulkan dampak negatif terhadap persaingan maupun konsumen.

Pejabat pembuat akta Notaris juga berkewajiban untuk memastikan bahwa perseroan telah memenuhi semua kewajiban sebagaimana diatur dalam UU yang berlaku, dan berhak menolak untuk melakukan legalisasi transaksi merger apabila transaksi tersebut belum diizinkan oleh KPPU. Menteri Hukum dan HAM juga merupakan pihak yang mempunyai kewajiban untuk mencegah terjadinya merger yang anti-persaingan. Kewajiban tersebut dapat dipenuhi ketika

15. Pasal 29, UU No. 5 Tahun 1999 secara lengkap berbunyi sebgai berikut:

1) Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannyay melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan tersebut. 2) Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta tata cara pemberitahuan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

16. Dalam UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang kemudian diganti dengan UU No. 40 Tahun 2007 juga disebutkan bahwa transaksi merger dapat dilangsungkan apabila memperhatikan beberapa hal diantaranya bahwa merger tersebut tidak akan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Perlu dilakukan penelitian sejauhmana hasil review terhadap aspek persaingan ini telah disampaikan dengan baik kepada Menteri sebagai kelengkapan persyaratan pengesahan perubahan akta pendirian perseroan.

Dr. Syamsul Maarif, SH, LL.M. perseroan mengajukan permohonan pengesahan perubahan akta pendirian

perseroan. Pada tahap ini Menteri Hukum dan HAM berwenang, misalnya untuk menolak permohonan tersebut apabila pemohon belum melengkapi dokumennya dengan perizinan dari otoritas persaingan yaitu KPPU.

Sebagai lembaga otoritas persaingan KPPU, mempunyai kewajiban untuk mencegah terjadinya transaksi merger yang anti-persaingan. Kewajiban tersebut dapat dipenuhi melalui analisa pendalaman terhadap data dan hasil analisa yang disampaikan oleh perseroan sebelum transaksi merger benar- benar dilakukan. Sesuai dengan ketentuan pasal 47 ayat (2) huruf f, KPPU berwenang membatalkan transaksi merger apabila hal tersebut berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap persaingan. Anggota masyarakat juga berpeluang untuk ikut serta mengawasi transaksi merger. Berdasarkan ketentuan UU No. 5 Tahun 1999, anggota masyarakat berhak menyampaikan laporan dugaan pelanggaran termasuk dugaan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 28 dan 29 mengenai merger.

Menurut Penulis, hal-hal yang belum jelas sebagaimana disinggung diatas serta kemungkinan pertanyaan-pertanyaan lain dapat dijelaskan lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan mengenai transaki merger. Untuk itu, setidak- tidaknya diperlukan dua macam peraturan pelaksanaan, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) serta Pedoman Analisa Aspek Persaingan Transaksi Merger. Keberadaan PP secara tegas diamanatkan oleh pasal 28 dan 29 UU No. 5 Tahun 1999, sedangkan Pedoman Analisa Merger diperlukan bagi pelaku usaha untuk menilai apakah transaksi mergernya berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap persaingan maupun konsumen. Di banyak negara, Pedoman Analisa Merger (Merger Guideline) disusun oleh Lembaga atau Otoritas Persaingan seperti Federal Trade Commission (FTC) di Amerika Serikat, Japan Fair Trade Commission (JFTC) di Jepang, Korean Fair Trade Commission (KFTC) di Korea, Australian Competition and Consumer Commission (ACCC) di Australia. Berdasarkan ketentuan pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999, KPPU berkwajiban menyusun Pedoman Merger di Indonesia.17

17. Tidak kurang dari 50 negara yang telah mempunyai implementing regulations on merger. Pedoman singkat tentang ketentuan merger worldwide, periksa, Global Competition Review, supra note no.6. Sampai dengan saat penulisan makalah ini PP tentang Merger masih dibahas oleh Pemerintah. Merger Guideline juga masih disusun oleh KPPU. Sebagai Ketua Tim penyusunan Guideline di KPPU Penulis berharap agar Pedoman / Guideline dimaksud dapat selesai padah akhir Tahun 2008.

Dalam dokumen Untaian Pemikiran Sewindu Hukum Persaing (Halaman 30-33)