• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lingkungan Persaingan Usaha Jasa

Dalam dokumen Untaian Pemikiran Sewindu Hukum Persaing (Halaman 58-61)

Bab IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Lingkungan Persaingan Usaha Jasa

Terdapat tiga kekuatan pada sektor ekonomi di Indonesia, yaitu pemerintah (BUMN), swasta dan koperasi. Fakta menunjukkan bahwa 70% dari perekonomian Indonesia ternyata dikuasai oleh segelintir pengusaha yang mendapat kemudahan dari penguasa dan 86% output nasional dikontrol oleh pelaku usaha besar. Sedangkan usaha kecil meski jumlahnya 94% dari seluruh sektor pengolahan ternyata hanya menghasilkan output sebesar 9%. Sektor koperasi hanya memberikan sumbangan sebesar 3% lebih bagi output nasional tetapi justru menghidupi 80% dari masyarakat Indonesia. Usaha kecil yang jumlahnya 38 juta unit merupakan 99,85% dari total unit usaha di Indonesia dan dalam hal penyediaan lapangan kerja.

Dengan melihat pada angka dan kondisi di atas maka kondisi tersebut menunjukkan adanya dominasi pelaku usaha tertentu terhadap pelaku usaha lainnya dan cenderung menciptakan iklim persaingan usaha yang tidak sehat sehingga adanya suatu regulasi yang sama diantara pelaku usaha merupakan suatu hal yang sifatnya sangat essensial sehingga baik pelaku usaha besar maupun kecil akan diberikan peluang yang sama untuk bersaing.

Di lain pihak, dalam kenyataannya perkembangan dan peranan sektor jasa di Indonesia selama 20 tahun terakhir mengalami kemajuan yang sangat pesat. Pada tahun 1970 sektor jasa hanya memberikan kontribusi kurang dari 10% terhadap pendapatan nasional dan jumlah tenaga kerja yang bekerja di bidang jasa kurang dari 10%. Pada tahun 1996 sektor jasa di Indonesia sudah menyumbang sebesar 40% sampai 60% dari pendapatan nasional (BPS, 2001 dalam Jasfar, 2005). Dengan jumlah penduduk kurang lebih 210 juta dan jumlah pekerja sebanyak 59 juta jiwa, 43,4% bekerja pada sektor jasa, sisanya yaitu 44% bekerja di bidang pertanian dan 12,6% bekerja dibidang industri (Peters, 1999 dalam Jasfar, 2005). Dengan jumlah penduduk yang demikian besar dan adanya perkembangan perekonomian secara global, maka kemungkinan besar sektor jasa akan semakin berkembang pesat dan semakin bersaing di Indonesia.

Dengan melihat pada perkembangan kontribusi sektor jasa tersebut diatas baik pada masa lalu dan sekarang ini belum jelasnya pelaksanaan penerapan rambu-rambu persaingan bagi pelaku usaha jasa dan tentunya diharapkan pada masa yang akan datang perlindungan bagi setiap pelaku usaha untuk bersaing serta diharapkan dapat memberikan rambu-rambu bagi pelaku usaha untuk berlaku jujur dan sportif dalam berusaha. Dari persaingan yang sehat diharapkan akan tercapai hasil produksi dan jasa pelayanan yang efisien, efektif dan berkualitas tinggi.

Pengertian persaingan yang tidak sehat yang menjadi permasalahan adalah selalu diartikan sebagai tindakan individual yang hanya mementingkan diri sendiri, menghalalkan segala cara untuk memakmurkan atau memuaskan dirinya, cenderung melakukan tindakan untuk mematikan pesaingnya dengan tindakan yang tidak layak, menipu konsumen, mematikan pengusaha kecil, serta menekan kaum yang lemah dan miskin. Sedangkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 memberikan pengertian persaingan usaha tidak sehat

Ir. Dedie S. Martadisastra, SE., MM. adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi

dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Sebaliknya persaingan dalam pengertian yang sehat adalah persaingan yang akan menciptakan dan berperan dalam meningkatkan kinerja usaha masyarakat. Menciptakan kompetisi berarti menciptakan iklim persaingan. Dengan memiliki pesaing kita dapat mengetahui kinerja kita sudah optimal atau belum. Dengan pembanding kita akan dapat mencapai penilaian yang objektif dan akan mengetahui bahwa apa yang sudah kita lakukan adalah yang terbaik ataukah belum. Dengan adanya pesaing, masing-masing pihak dapat mengukur kinerja dibandingkan dengan pesaingnya. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa iklim persaingan usaha yang sehat akan mendorong peningkatan kinerja pelaku usaha.

Adanya iklim persaingan yang sehat merupakan suatu cara yang dapat mendorong terciptanya pendayagunaan sumber daya secara optimal dalam memenuhi kebutuhan masyarakat/ konsumen. Persaingan dalam dunia usaha cenderung menekan ongkos-ongkos sehingga harga menjadi lebih rendah, dan pelaku usaha pun dituntut untuk selalu berinovasi agar dapat menghasilkan produk dengan kualitas yang semakin meningkat. Selain itu, menurut Pakpahan persaingan dapat menghindarkan terjadinya konsentrasi kekuatan pasar (market power) pada satu atau beberapa perusahaan sehingga konsumen memiliki banyak alternative dalam memilih barang dan jasa yang dihasilkan produsen.

Porters Model (1980; 1998) mengemukakan lima faktor yang menjadi sumber persaingan dalam sektor usaha jasa yaitu:

1. Intra Industry Rivalry

Yaitu pesaing yang berasal dari industri atau bidang yang sama. Kompetitor yang paling mudah dikenali dan diingat cenderung akan selalu dibandingkan secara langsung oleh konsumen. Karena jasa diproduksi dan dikonsumsi secara simultan, maka terdapat kesulitan untuk menentukan jasa mana yang terlebih dahulu muncul. Selain itu, konsumen maupun calon konsumen akan sangat terpengaruh dengan reputasi dari perusahaan penyedia jasa, pengalaman sebelumnya dengan penyedia jasa maupun pengalaman konsumen lainnya yang sudah pernah menggunakan jasa yang bersangkutan.

Untuk bersaing dengan kompetitor yang berada dibidang yang sama, maka pelaku usaha jasa haruslah dapat mengidentifikasi para pesaingnya, kemudian mengenali penawaran, atribut-atribut dan harga mereka. Berdasarkan

penelitian pasar, harus ditemukan kriteria kunci yang digunakan oleh konsumen dalam memilih penyedia produk jasa yang tersedia dalam suatu sektor.

Upaya berikutnya adalah mencari tahu kesan konsumen terhadap jasa yang telah diberikan untuk memastikan bahwa konsumen merasa puas sehingga memberikan kesan yang baik terhadap reputasi perusahaan.

Persaingan dalam memasarkan jasa tidak sama dengan memasarkan benda berwujud dimana pesaingnya dapat terlihat secara nyata dalam rak yang sama di gerai-gerai perusahaan retailer. Keterbatasan waktu konsumen membuat mereka cenderung menghubungi satu perusahaan penyedia jasa saja sampai ada pilihan penyedia jasa lainnya yang bisa diterima. Konsekuensinya adalah harus dilakukan suatu strategi pemasaran yang agresif untuk mencapai calon konsumen yang potensial.

Tinjauan atas Persaingan dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Usaha Pada Sektor Jasa di Indonesia

2. New Entrants Into The Industry

Salah satu alasan bagi pelaku usaha untuk memasuki sektor usaha jasa, adalah karena biaya yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan sektor usaha manufaktur. Dalam penyediaan jasa tidak memerlukan space yang terlalu besar, bahkan terkadang bisa dilakukan dengan memanfaatkan bagian pojok rumah yang ada. Ketika memulai suatu usaha jasa, pelaku usaha baru biasanya menarik perhatian konsumen dengan menawarkan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan penyedia jasa yang telah ada sebelumnya agar mendapatkan pasarnya. Tindakan tersebut dapat mengganggu stabilitas industri jasa, menurunkan tingkat keuntungan dan menambah tingkat heterogenitas jasa.

Pada beberapa kasus persaingan juga disebabkan oleh rendahnya entry barriers dan tingginya exit barriers yang menyebabkan pelaku usaha pesaing tidak dapat dengan mudah keluar dari suatu usaha jasa.

3. Substitute Services

Tingginya layanan atau produk pengganti terhadap suatu usaha jasa, menuntut pelaku usaha jasa untuk melakukan persaingan secara ketat dan agresif untuk mencapai konsumen. Organisasi non profit dan Departemen Pemerintah merupakan pesaing yang cukup berpengaruh bagi pelaku usaha jasa komersil, misalnya jasa Rumah Sakit, Transportasi, Pendidikan, Tenaga Kerja dan lain sebagainya. Tantangan persaingan bagi pelaku usaha jasa komersil terhadap organisasi non profit adalah karena organisasi non profit biasanya mendapatkan subsidi maupun donasi dalam melaksanakan kegiatan usahanya, selain itu juga beberapa kemudahan yang tidak diperoleh oleh pelaku usaha jasa komersil seperti, akses mendapatkan barang secara gratis, fasilitas pengumuman iklan yang gratis, maupun tenaga kerja sukarelawan menyebabkan organisasi non profit maupun Pemerintah dapat menawarkan jasa dengan harga yang jauh lebih rendah kepada konsumen.

Untuk mengatasi kondisi yang tidak menguntungkan ini, pelaku usaha jasa harus dapat memilih target pasarnya secara selektif agar penggunaan sumber dayanya dilakukan secara efisien.

4. Bargaining Power of Suppliers

Jasa dihadapkan pada dua macam tantangan yang berasal dari perusahaan manufaktur dan dari tenaga kerja. Produk manufaktur cenderung mendominasi pilihan konsumen ketika manfaat yang diperlukan konsumen berkaitan erat benda berwujud. Karena sifat jasa yang intangible menyebabkan sulit untuk menilai manfaat ataupun nilainya. Konsumen biasanya kan lebih memilih jasa untuk manfaat atau kegunaan yang sifatnya tidak berwujud seperti jasa diagnosa.

Pelaku usaha jasa juga dapat menghadapi tantangan persaingan dari tenaga kerjanya. Karena jasa berkaitan erat dan berhubungan langsung dengan konsumen, maka bukan tidak mungkin tenaga kerja dari perusahaan jasa tertentu melakukan ‘pencurian’ konsumen ketika tenaga kerja yang bersangkutan keluar dari perusahaannya. Tenaga kerja yang sudah mengetahui seluk beluk dan rahasia perusahaan bisa menjadi ancaman tersendiri bagi keberadaan perusahaan jasa tempat dia bekerja karena produk jasa tidak dapat di patenkan dan sangat mudah ditiru.

Ir. Dedie S. Martadisastra, SE., MM.

5. Buyers

Tantangan persaingan bagi pelaku usaha jasa yang kelima adalah berasal dari konsumen mereka sendiri. Tingginya tingkat kemandirian konsumen suatu usaha jasa dapat menyebabkan usaha jasa yang bersangkutan mengalami penurunan keuntungan. Suatu penelitian menemukan bahwa prinsip do it yourself telah menjadi suatu tantangan yang berat bagi pelaku usaha jasa personal (Larson, 1993). Misalnya pada jasa laundry dan dry clean, prinsip do it yourself yang dipegang oleh konsumen akan menyebabkan sepinya order bagi penyedia jasa.

Dalam dokumen Untaian Pemikiran Sewindu Hukum Persaing (Halaman 58-61)