• Tidak ada hasil yang ditemukan

Selain berhemat, Anda akan melatih bagian tangan dan perut. Mencuci mobil selama 30 menit dapat membakar 150 kalori. Satu lagi, tertawalah! Tertawa selama 10 hingga 15 menit setiap hari dapat membakar 40 kalori. Cukup banyak bukan? (Kevin Sanly Putera)

Berita 32 – Senin, 25 Agustus 2014 | 11:42 WIB

Benarkah Rokok Rendah Nikotin Bikin Lebih Sering Merokok?

KOMPAS.com - Nikotin, zat adiktif dalam rokok, diketahui bisa meningkatkan

risiko penyakit jantung. Karena itu belakangan ini semakin banyak produsen rokok yang memproduksi rokok dengan kadar nikotin rendah. Tetapi, rokok rendah nikotin ini ditakutkan justru membuat orang merokok lebih sering.

Rokok dengan nikotin yang rendah disebutkan membuat frekuensi merokok lebih sering karena perokok berusaha mencapai tingkat 'kenikmatan' yang sama dari rokok biasa. Padahal, hal itu sama saja dengan meningkatkan tingginya jumlah racun yang masuk ke tubuh perokok. Studi sebelumnya memang menemukan kaitan antara rokok rendah nikotin dengan peningkatan frekuensi merokok.

Studi terbaru yang dilakukan oleh tim dari Universitas Waterloo, Kanada, meneliti 72 perokok. Para perokok ini disurvei tentang kebiasaan merokoknya. Lalu mereka diperbolehkan merokok dengan rokok yang biasa mereka hisap selama seminggu.

Pada tiga minggu berikutnya, kadar nikotin dalam rokok mereka diturunkan secara bertahap. Selama dua minggu kadar nikotin rokok dikurangi 0,6 mg. Kemudian di minggu keempat, kadar nikotinnya tinggal 0,05 mg. Kadar ini sangat rendah bila dibanding dengan rokok biasa yang level nikotinnya seitar 1,2 mg per batang. Peneliti menemukan bahwa 72 perokok tersebut tidak menambah jumlah rokok yang dihisapnya selama empat minggu itu. "Studi kami menemukan sedikit sekali bukti bahwa rokok rendah nikotin menambah intensitas merokok. Tidak ada perbedaan signifikan," kata peneliti.

David Hammond, salah satu tim peneliti, mengatakan bahwa hasil penelitian ini bisa jadi bukti bahwa tak ada alasan bagi pembuat kebijakan untuk takut mengurangi kadar nikotin sebanyak mungkin dalam rokok. (Kevin Sanly

Berita 33 – Senin, 25 Agustus 2014 | 17:12 WIB

Mengapa Sel Kanker Sulit Dikalahkan?

KOMPAS.com - Kanker merupakan salah satu penyakit tertua dan paling tangguh

di dunia. Dunia kedokteran diperkirakan masih butuh waktu lama untuk bisa menemukan obat yang efektif untuk menghadapi sel pembunuh ini.

Sejauh ini terapi utama untuk melawan kanker adalah kemoterapi. Walau pengobatan ini bisa meningkatkan usia harapan hidup pasien, tapi peluang untuk sembuh total masih rendah. Ada sejumlah alasan mengapa para ilmuwan masih sulit menemukan obat untuk kanker. Miliaran dolar dana sudah dikucurkan untuk membiayai penelitian pengobatan kanker, tapi sebuah penelitian terbaru menyimpulkan bahwa kanker sulit disingkirkan.

Penemuan ini berarti bahwa pencarian obat kanker akan sangat sulit karena struktur kanker yang cepat berevolusi. Kemampuan sel tubuh untuk mengembangkan kanker diduga merupakan kemampuan yang hakiki dan sudah berevolusi jutaan tahun. Untuk menemukan senjata melawan kanker, tentu pertama-tama harus diketahui asal-usul kanker ini. Para peneliti dari Universitas Germany's Kiel dan Universitas Katolik Kroasia dalam beberapa tahun terakhir berupaya mencari penyebab awal penyakit ini. Ternyata mereka malah menemukannya di dua spesies hydra, hewan air tawar yang berstruktur sederhana.

Hydra merupakan hewan multisel pertama yang memiliki gen yang diduga menyebabkan kanker pada manusia. "Kami telah menemukan polip, pencetus tumor dalam dua jenis hidra yang berbeda. Organisme ini mirip dengan tanaman koral," kata Thomas. Bosch, peneliti.

Hal ini menjadi bukti bahwa tumor sudah ada sejak zaman purba dan hewan-hewan tua yang berevolusi. Sifat menyebar sel kanker ini pun sudah ada sejak lama, ungkap Prof. Bosch. Bila sel tumor bertemu dengan organisme yang sehat, maka sel itu dapat memicu pertumbuhan tumor pada hidra. Amerika Serikat diperkirakan telah menghabiskan lebih dari 500 miliar dollar AS untuk menyelidiki kanker pada 2012. Riset di seluruh dunia telah menghasilkan metode pencegahan, diagnosis, dan perawatan terhadap kanker. Metode tersebut terbukti efektif. Namun hingga hari ini orang yang menderita kanker masih belum bisa lepas dari penyakitnya.

Profesor Bosch menyimpulkan, "studi kami mendapati bahwa perang kanker yang dinyatakan sejak tahun1970-an tidak dapat dimenangkan." "Sel kanker memiliki sejarah evolusi yang panjang. Sel penting apapun dalam tubuh kita tetap dapat 'melakukan kesalahan'. Sejak lahir, tubuh kita sudah membawa bom kanker yang bisa meledak kapan saja, saat masih bayi, usia muda, atau ketika sudah tua," katanya.

Meski demikian, masih ada banyak hal yang bisa dilakukan terhadap penderita kanker. Teknologi medis memampukan kita untuk merawat pasien dan menyingkirkan sel-sel kanker. (Kevin Sanly Putera)

Berita 34 – Senin, 25 Agustus 2014 | 17:32 WIB

Kisah Patrick, 10 Tahun Berjuang Melawan Penyakit ALS

KOMPAS.com — Penyakit amyotrophic lateral sclerosis (ALS) kini semakin

dikenal orang setelah aksi Ice Bucket Challenge atau tantangan mandi es menjadi viral di seluruh dunia. Dengan menyiram badan menggunakan air es, kita diharapkan bisa merasakan sensasi beku seperti yang dialami pasien ALS.

Meski tubuh beku setelah disiram es mungkin tak bisa mewakili apa yang dirasakan para penderita ALS, tantangan mandi es tersebut sejauh ini telah berhasil mengumpulkan lebih dari 41 juta dollar AS. Dana itu akan dipakai untuk penelitian penyakit ini. Salah satu pasien ALS, Patrick O'Brien, membagikan pengalamannya selama hampir 10 tahun menderita ALS. Kisah hidupnya didokumentasikan menjadi film, yang akan ditayangkan dalam waktu dekat. Inilah pengalaman Patrick yang ia "tuliskan" untuk majalah Time.

Dalam beberapa minggu terakhir ini, dari tempat tidur, saya melihat penyakit yang perlahan-lahan membunuh saya ini telah menjadi tren dalam satu malam. Hampir setiap malam saya bermimpi tentang makanan. Saya menonton film Goodfellas hanya untuk melihat adegan makanannya. Big Mac tentu saja sangat menarik. Iklan Taco Bell juga tak kalah memprovokasi pikiran saya. Namun pada kenyataannya, saya tidak dapat makan, berjalan, dan berlari. Saya bahkan tidak bisa menggerakkan kaki atau tangan. Saya hanya bisa berbaring di kasur dan mengetik artikel ini dengan pupil mata saya. Pupil dan otak, hanya dua bagian tubuh inilah yang masih berfungsi. Saya divonis menderita ALS saat berumur 30 tahun. Sejak saat itu, saya telah mendokumentasikan perkembangan penyakit ini hingga hampir 10 tahun. Bulan Oktober nanti, saya akan berumur 40 tahun. Ke mana saja waktu yang saya lewatkan? Film yang saya buat adalah bentuk perlawanan saya terhadap ALS.

Sinematografer saya, Ian Dudley, menggunakan kamera Rusia 35 mm tua dengan lensa yang menakjubkan. Penting bagi saya untuk merekamnya karena ALS adalah penyakit yang sangat berhubungan dengan fisik. Dengan demikian, bila penyakit ini mengambil fisik saya, saya akan menggantinya dengan pita seluloid. Terlepas dari kerasnya situasi ini, sulit dipercaya bahwa saya masih hidup. Ketika saya melihat banyaknya orang di luar sana yang tidak mendapat dukungan, hati

saya hancur. Kadang-kadang, saya juga menangis. Saya beruntung karena bisa tinggal di salah satu permukiman ALS terbaik di sini, Leonard Florence Center for Living di Massachusetts. Yayasan ini menjadi rumah pertama di AS bagi penderita ALS. Bukan hanya keramahan dan pertolongan pegawai di sana yang membantu saya bertahan hidup hingga saat ini, melainkan dua hal, anak saya yang masih 6 tahun, yang tinggal jauh dari saya di Florida, dan saya harus menyelesaikan film dokumenter saya. Ada satu sisi baik dari ALS. Mungkin terdengar aneh, tetapi dalam cara tertentu, ALS justru menyelamatkan hidup saya. Mengidap penyakit parah bisa membuat apa yang telah kita lakukan seolah tidak ada artinya: apa hal buruk yang pernah kita lakukan atau pernah dilakukan terhadap kita. ALS adalah penyakit yang sempurna. Setiap orang seharusnya merasakan ALS setidaknya sehari saja, termasuk mereka yang ikut dalam #ALSicebucketchallenge di mana-mana. Saya menyebutnya "baptis kesadaran". Sungguh menakjubkan bahwa sebuah penyakit yang pelan-pelan membunuh Anda tiba-tiba terkenal dalam semalam. Ini adalah sebuah cara orang melihat sesuatu yang lebih besar dari diri mereka, untuk menghilangkan ketakutan bahwa siapa tahu yang terkena ALS selanjutnya adalah mereka sendiri.

Saya sudah tidak bisa melakukan apa pun. Saya memilih untuk tidak mengingat betapa mengerikannya statistik penyakit ALS. Belum ada obat yang ditemukan sejak 70 tahun lalu ketika Lou Gehrig menyampaikan pidatonya, "Orang Paling Beruntung di Dunia". Saya hanya bisa berbaring, menunggu ulang tahun ke-40, sambil memimpikan dunia luar. Pengidap ALS beberapa minggu ini akan menjadi "selebriti penyakit". Meskipun Anda didiagnosis punya penyakit fatal, tantangan ember es itu membuat Anda punya banyak tag dan notifikasi di Facebook. Untuk satu menit, ALS membuat semuanya jadi menyenangkan. Namun, kenapa saya masih merasa cemas? Mariyuana medis terkadang menjadi anti-depresan, tetapi saya tidak mengonsumsinya beberapa bulan belakangan karena kesulitan untuk memakainya. Saya takut bahwa gerakan ember es yang sukses tersebut akan segera berakhir. Ya, itu harus berakhir. Rentang kolektif perhatian Amerika mengatakan bahwa tren ini harus berakhir. Padahal, perhatian seperti ini sangat dibutuhkan. Setelah ini selesai, akan ada di manakah kami, para penderita ALS? (Kevin Sanly Putera)

Berita 35 – Selasa, 26 Agustus 2014 | 11:25 WIB

Kesehatan itu Sesederhana Melakukannya

KOMPAS.com - Jika ingin memiliki tubuh sehat sampai tua, Anda hanya perlu

lebih banyak bergerak, makan sayuran, mengurangi stres, gula, dan sederet kewajiban lainnya. Padahal, menjadi sehat tidak sesulit itu.

Konsep menjaga kesehatan sebenarnya sederhana dan mudah dipahami. Mari mulai mengakui bahwa yang dibutuhkan sekarang bukanlah lagi pengetahuan tentang kesehatan, tetapi lebih dari itu, aksi nyata. Sebagai konsumen, Anda bisa mulai mengatur pola nutrisi yang diasup. Selain itu, catat di kepala bahwa kesehatan itu sebenarnya simpel, dapat dilakukan, dan berdampak baik. Nah, apa saja yang perlu digaris bawahi?