• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Multiplier Sektor Pertanian terhadap Perekonomian

Memandang pembangunan pertanian hanya berdasarkan pertumbuhan

sektor pertanian dibandingkan dengan pertumbuhan sektor-sektor yang lain telah

membuat sektor pertanian menjadi tersisihkan dalam proses pengambilan

keputusan pembangunan. Oleh karena disini pertumbuhan pertanian hanya

diharapkan sebagai sektor pendukung saja. Akibatnya bisa kita lihat selama ini

bahwa kebijakan moneter dan fiskal, serta perdagangan dan industri yang

dikeluarkan sering tidak sejalan dengan tujuan pembangunan sektor pertanian.

Sektor pertanian selain sebagai penghasil makanan yang dapat dikonsumsi

secara langsung, juga sebagai sumber bahan baku industri makanan dan

serat-seratan untuk diolah menjadi bahan jadi maupun setengah jadi. Disamping itu

usaha pertanian dan industrinya pada umumnya mempunyai kandungan impor

yang rendah, sehingga kegiatan pertanian dapat menghemat devisa. Sektor

pertanian mempunyai efek multiplier (pengganda) yang tinggi sebagaimana hasil

olah data disertasi ini. Di tengah-tengah krisis kenaikan harga BBM yang diluar

kendali terkait dengan menipisnya cadangan minyak bumi, sektor pertanian dapat

sebagai penyedia bahan bakar alternatif (biofuel).

Arti penting pertanian akan makin terasa dengan adanya perubahan

kondisi global sehubungan dengan adanya kenaikan harga minyak bumi dunia

yang telah melewati angka psikologis 100 US $ per barrel menyebabkan bahan

bakar alternatif (biofuel) menjadi pilihan yang ekonomis dan masuk akal, sehingga meningkatkan perluasan areal tanam untuk menghasilkan biofuel

tersebut yang akan menggeser luasan areal tanam untuk pangan. Meningkanya

konsumsi daging perkapita di beberapa negara seiring dengan meningkatnya

pendapatan perkapita negara tersebut seperti China, konsumsi perkapita hanya 20

kg pada tahun 1985 meningkat menjadi 50 kg per kapita pada tahun 2005.

Demikian pula dengan adanya perubahan iklim dunia sebagai dampak dari

pemananasan global (global warming) yang ditengarai telah menyebabkan kegagalan panen di beberapa negara, sehingga hal ini akan menyebabkan melambungnya harga produk pertanian di pasar dunia. Kondisi ini harus disikapi

dengan hati-hati mengingat beberapa kebutuhan pokok yang strategis seperti

beras, tepung, gula dan beberapa produk pertanian lainnya sebagian masih

diimpor, jika tidak stabilitas ekonomi politik dan keamanan negara Indonesia akan

terganggu (Daryanto, 2008).

Mengingat hal tersebut pemberdayaan dan pengembangan sektor pertanian

urntuk kedepannya harus ditempatkan secara proposional dalam suatu kebijakan

nasional yang komprehensif, dikarenakan pembangunan pertanian merupakan

pembangunan di sektor perokonomian yang strategis dan menyangkut

kelangsungan suatu bangsa. Pemberdayaan sektor pertanian tidak hanya terkait

dengan pertumbuhan sektor pertanian itu sendiri akan tetapi terkait juga dengan

sektor produksi lainnya dan juga dengan perubahan-perubahan indikator makro

ekonomi seperti pendapatan rumahtangga, nilai tambah, penerimaan upah, pajak,

dan lain-lain.

Berbagai alat analisis telah digunakan oleh para ahli untuk menunjukkan

keterkaitan di atas, dan salah satunya yang cukup baik serta mampu memaparkan

(SNSE) yaitu suatu model yang menerapkan analisis dengan menggunakan

prinsip keseimbangan umum (general equilibrium analysis) dimana perubahan terhadap suatu sektor akan menyebabkan perubahan pada sektor lainnya, berbeda

dengan analisis keseimbangan parsial (partial equilibrium analysis) yang menganggap sektor lainnya dalam keadaan ceteris paribus. Melalui analisis SNSE akan diperoleh berbagai angka pengganda yang dapat menjabarkan peranan dan

dampak pembangunan pertanian secara menyeluruh, seperti dampaknya terhadap

perubahan nilai tambah, produksi, perusahaan dan pendapatan rumahtangga.

Dengan mengetahui berbagai dampak pembangunan pertanian dalam

perekonomian melalui analisis angka pengganda yang diperoleh dari olahan data

SNSE, maka dapat dijelaskan arti penting sektor pertanian, sehingga penentuan

prioritas pembangunan nasional khususnya sektor pertanian kedepannya dapat

lebih diberdayakan dan dilaksanakan dengan lebih baik.

Berikut ini akan disajikan hasil perhitungan angka pengganda SNSE

secara lengkap untuk menjelaskan bagaimana peranan dan dampak sektor

pertanian dalam perekonomian Indonesia. Angka pengganda yang dijabarkan

meliputi angka pengganda nilai tambah atau value added multiplier (VM), angka pengganda pendapatan rumah tangga atau household induced income multiplier

(HM), angka pengganda pendapatan perusahaan atau firm income multiplier (FM), angka pengganda pendapatan sektor lain/other sector income multiplier (OSM), angka pengganda produksi atau production multiplier (PM) dan gross output multiplier (GM). Adapun sektor pertanian yang dimaksudkan dalam ulasan ini adalah mencakup subsektor tanaman pangan, subsektor perkebunan, subsektor

Tabel 24. Angka Multiplier Sektoral Berdasarkan SNSE Tahun 2003

Sektor Produksi VM HM FM OSM PM GM

Padi 2.4309 2.1742 0.3570 3.3715 4.5406 9.5027

Jagung 2.1832 1.9021 0.3660 3.1866 4.2760 8.7273

Pertanian tanaman pangan lainnya 2.2112 1.9550 0.3450 3.0874 4.2876 8.7988

Tebu 2.3065 2.0359 0.3630 3.5036 4.5620 9.2674

Kelapa sawit 1.7037 1.3606 0.3968 2.5113 3.5346 6.9957

Pertanian perkebunan lainnya 2.0622 1.8000 0.3426 3.0340 4.1462 8.3510 Industri pemotongan ternak 2.0333 1.7096 0.3964 3.6249 4.6693 8.8085 Peternakan dan hasil-hasilnya 1.9854 1.6721 0.3845 3.2179 4.3539 8.3959 Kehutanan dan perburuan 1.9659 15556 0.4708 2.7598 3.7734 7.7657

Perikanan 1.9838 1.5903 0.4567 2.8364 3.9613 7.9921

Pertamb batubara, bijih logam, minyak gas bumi 1.5110 1.0492 0.4935 1.6781 2.8153 5.8692 Pertamb dan penggalian lainnya 1.8750 1.5836 0.3581 2.8336 3.8418 7.6585 Ind makanan, minuman dan tembakau 1.7977 1.5242 0.3391 2.8873 4.2553 7.9163 Ind minyak dan lemak 1.7780 1.3491 0.4777 2.8137 4.0394 7.6442 Ind penggilingan padi 2.3191 2.0460 0.3658 4.0314 5.1515 9.8824 Ind tepung segala jenis 1.8972 1.5022 0.4534 2.9385 4.5037 8.3566

Ind gula 1.6478 1.4328 0.2786 2.9918 4.0132 7.3724

Ind pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit 1.7328 1.4031 0.3863 2.6567 4.3126 7.8348 Ind kayu, barang dari kayu 1.9526 1.5783 0.4372 3.1499 4.3507 8.3188 Ind kertas, percetakan; alat angk; barang logam 1.2730 1.0132 0.2996 2.0630 3.4379 6.0237 Ind kimia, pupuk; hsl dr tanah liat&semen; lgm dsr 1.3844 1.0622 0.3614 1.9004 3.4119 6.2199

Konstruksi 1.6944 1.3640 0.3847 3.2348 4.2511 7.6943

Listrik, gas dan air minum 1.7378 1.2375 0.5400 2.7822 3.9904 7.5057 Perdagangan, hotel dan restoran 1.9647 1.6693 0.3673 3.0182 3.5285 7.5298 Pengangkutan dan komunikasi 1.4625 1.1245 0.3797 2.3441 3.5065 6.4731 Keuangan, jasa perusahaan, real estate 1.5759 1.1621 0.4539 1.9212 3,2116 6.4035

Jasa-jasa 1.9740 1.6817 0.3652 2.8787 4,3613 8.3822

Sumber : data diolah

Kontribusi sektor pertanian terhadap penciptaan nilai tambah (value added) dalam perekonomian Indonesia paling tinggi disumbangkan oleh komoditi padi, yang diindikasikan melalui angka VM terbesar yaitu 2.4309. Angka ini

memberi suatu petunjuk bahwa jika neraca eksogen (investasi, subsidi atau

ekspor) komoditi padi diinjeksi sebanyak 1 milyar rupiah maka pertambahan nilai

tambah (penerimaan upah dan modal) yang dapat diciptakan dalam perekonomian

adalah sebesar 2.4309 milyar rupiah. Sesudah padi, berikutnya yang paling besar

penggilingan padi yang memiliki angka VM sebesar 2.3191. Setelah itu komoditi

tebu dengan angka VM sebesar 2.3065. Di luar sektor pertanian, yang paling besar

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 VM HM FM OSM PM GM VM 2.0866 1.693 1.875 1.5224 1.7443 HM 1.7755 1.3164 1.548 1.1692 1.4094 FM 0.3879 0.4258 0.3912 0.3964 0.3915 OSM 3.1133 2.2559 3.067 2.4951 2.5406 PM 4.2105 3.3286 4.3752 3.7728 3.652 GM 8.4605 6.7639 8.1894 6.8609 7.1972

pertanian pertambangan agroindustri manufaktur jasa

Gambar 11. Peranan Sektor-Sektor Produksi dalam Perekonomian Berdasarkan Nilai Multiplier dan Kelompok Sektor

kontribusinya terhadap penciptaan nilai tambah perekonomian Indonesia adalah

sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai multiplier sebesar 1.9647.

Bila diamati berdasarkan nilai rata-rata multiplier, tampak peranan sektor

ekonomi berbasis pertanian (pertanian primer dan agroindustri) terhadap

komposisi nilai tambah perekonomian Indonesia mengungguli sektor-sektor

ekonomi lainnya. Sebagaimana yang disajikan dalam Gambar 11 angka value added multiplier (VM) sektor pertanian rata-rata berkisar 2.0866, sementara sektor agroindustri mencapai 1.8751. Di luar kedua kelompok sektor ini, terlihat

sektor pertambangan memiliki peranan yang cukup tinggi, dengan nilai multiplier

sebesar 1.6930, setelah itu menyusul sektor manufaktur sebesar 1.5224 dan

Oleh karena padi menjadi sektor produksi yang paling tinggi memberikan

dampaknya terhadap nilai tambah, sudah tentu peranannya terhadap peningkatan

pendapatan rumahtangga menjadi paling besar dalam perekonomian.

Sebagaimana yang tercantum pada Tabel 24, dampak multiplier komoditi ini

terhadap perubahan pendapatan rumahtangga paling tinggi diantara semua sektor

pertanian. Indikatornya dapat diperhatikan pada angka HM subsektor padi (13)

yaitu sebesar 2.1742, yang dapat diartikan bila neraca eksogen komoditi padi

diinjeksi sebanyak 1 milyar rupiah maka pendapatan rumahtangga secara

keseluruhan akan naik sebesar 2.1742 milyar rupiah. Dan searah dengan analisis

multiplier VM sebelumnya, subsektor industri penggilingan padi (27) juga

menempati urutan kedua setelah padi yang memberi dampak terbesar terhadap

perubahan pendapatan rumahtangga, dengan angka HM sebesar 2.0460. Disusul

kemudian dengan subsektor tebu (16) yang memiliki angka HM sebesar 2.0359.

Selanjutnya, jika diperhatikan dalam Gambar 11, terlihat jelas bahwa peranan

sektor-sektor ekonomi yang berbasis pertanian (pertanian primer dan agroindustri)

terhadap pendapatan rumahtangga paling besar dibandingkan sektor-sektor

ekonomi yang lain. Secara rata-rata peranan sektor pertanian primer terhadap

perubahan pendapatan rumahtangga yang ditunjukkan dengan angka HM adalah

sebesar 1.7756, kemudian untuk agroindustri sebesar 1.5480. Sedangkan sektor

pertambangan, industri lain, dan jasa-jasa masing-masing mempunyai angka HM

sebesar 1.3164, 1.1692 dan 1.4094.

Keadaan menjadi berubah ketika dampak multiplier sektor pertanian

dilihat pada penerimaan perusahaan. Berdasarkan serangkaian angka FM yang

terhadap pendapatan perusahaan ternyata industri minyak dan lemak yang

memiliki angka FM sebesar 0.4777, dengan demikian untuk setiap injeksi sebesar

1 milyar rupiah pada neraca eksogen industri minyak dan lemak diperkirakan

dapat menaikkan pendapatan perusahaan sebesar 0.4777 milyar rupiah. Angka ini

sekaligus juga menggambarkan bahwa industri minyak dan lemak menjadi bidang

produksi pertanian yang paling menguntungkan dalam usaha agribisnis di

Indonesia. Setelah industri ini, sektor berikutnya yang juga menonjol dalam

memberi dampak multiplier terhadap penerimaan perusahaan adalah subsektor

kehutanan dan perburuan (21) yang mempunyai angka FM sebesar 0.4708.

Kemudian subsektor industri tepung segala jenis (28), dengan angka FM sebesar

0.4534. Dalam hal penerimaan perusahaan ini, peranan sektor pertanian jika

dibandingkan dengan sektor-sektor non pertanian terlihat lebih kecil dari sektor

pertambangan dan sektor jasa. Sektor pertambangan mampu memberi kontribusi

nilai multiplier terhadap penerimaan perusahaan sebesar 0.4258, sedangkan sektor

jasa sebesar 0.3915 sebagaimana ditampilkan pada Gambar 11.

Adanya integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di

antara semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan

pembangunan ekonomi. Dalam ekonomi pasar, integrasi ekonomi dapat dilihat

jelas ketika terjadi interaksi antara pelaku ekonomi yang saling melakukan

transaksi input produksi. Analisis multiplier SNSE mampu menunjukkan seberapa

besar kegiatan ekonomi yang terintegrasi tersebut berjalan. Untuk keperluan ini

kita bisa menelusurinya melalui angka OSM.

Berdasarkan angka OSM yang disajikan pada Tabel 24, sektor produksi

perekonomian adalah industri penggilingan padi. Hal ini digambarkan dengan

OSM industri penggilingan padi yang paling tinggi dari semua sektor pertanian

yakni sebesar 4.0314. Artinya bila ada injeksi sebanyak 1 milyar rupiah pada

neraca eksogen industri penggilingan padi, maka produksi pada sektor-sektor

produksi lain secara keseluruhan akan meningkat sebesar 4.0314 milyar rupiah.

Dengan angka OSM yang paling besar ini, bisa dikatakan bahwa industri

penggilingan padi dalam perekonomian Indonesia merupakan sektor produksi

yang paling terbuka dibandingkan seluruh sektor pertanian. Oleh karena itu bila

pembangunan ekonomi lebih diutamakan secara sektoral, maka industri

penggilingan padi harus diprioritaskan paling utama. Dampaknya dalam

perekonomian bukan hanya dirasakan oleh pertumbuhan sektor-sektor produksi

lain, namun juga memberi dampak terbesar terhadap pendapatan tenaga kerja,

modal dan rumahtangga sebagaimana yang telah dijelaskan melalui angka VM

dan HM di atas. Sesudah industri penggilingan padi, sektor produksi pertanian

berikutnya yang ikut membawa pengaruh besar terhadap perubahan nilai produksi

sektor lain adalah sektor industri pemotongan ternak dan komoditi tebu.

Masing-masing memiliki angka OSM sebesar 3.6249 dan 3.5036. Secara keseluruhan,

dalam perekonomian Indonesia peranan sektor pertanian dan agroindustri

terhadap penerimaan sektor-sektor produksi yang lain adalah paling besar

dibandingkan sektor pertambangan, industri nonpertanian, dan jasa-jasa. Seperti

yang terlihat pada Gambar 11, angka OSM sektor pertanian 3.1133, sektor

agroindustri 3.0670 sedangkan sektor pertambangan hanya sebesar 2.2559,

Setelah pemaparan angka OSM, analisis multiplier berikutnya yang masih

terkait erat dengan kegiatan produksi adalah analisis multiplier produksi (PM).

Melalui angka PM dapat ditunjukkan seberapa besar pengaruh atau dampak dari

kegiatan suatu sektor pertanian terhadap penerimaan produksi secara menyeluruh,

baik itu pada dirinya sendiri maupun pada sektor-sektor yang lain. Dalam konteks

ini, sektor yang paling besar dampaknya terhadap kegiatan produksi secara

menyeluruh dalam perekonomian masih dipegang oleh subsektor industri

penggilingan padi yang mempunyai angka PM terbesar yakni 5.1515. Angka ini

mengandung arti jika ada injeksi sebanyak 1 milyar rupiah pada neraca eksogen

industri penggilingan padi maka diperkirakan penerimaan total produksi dalam

perekonomian akan bertambah sebesar 5.1515 milyar rupiah yang terdistribusi

pada perubahan pendapatan sektornya sendiri sebesar 1.1201 milyar rupiah dan

pendapatan sektor-sektor produksi lain sebesar 4.0314 milyar rupiah. Setelah

industri penggilingan, subsektor berikutnya yang juga menonjol dalam memberi

efek terbesar terhadap perubahan pendapatan sektor-sektor produksi adalah

industri pemotongan ternak yang memiliki angka PM sebesar 4.6693, dan

subsektor tebu sebesar 4.5620. Seperti halnya dengan angka multiplier

sebelumnya, untuk sektor-sektor produksi yang bukan berbasis pertanian tampak

lebih rendah peranannya terhadap kegiatan produksi dalam perekonomian secara

menyeluruh. Indikasinya dapat diperhatikan pada besaran PM sektor-sektor

tersebut yang lebih kecil dibandingkan sektor produksi berbasis pertanian. Untuk

sektor pertanian dan agroindustri masing-masing angka PM sebesar 4.2105 dan

4.3752 sedangkan sektor pertambangan memiliki angka PM sebesar 3.3286,

Berdasarkan angka multiplier total (GM) yang menggambarkan dampak

suatu sektor terhadap perekonomian secara keseluruhan, maka sektor produksi

yang paling tinggi dampaknya terhadap perekonomian Indonesia saat ini adalah

industri penggilingan padi yang mempunyai angka GM sebesar 9.8824, dimana

dampaknya paling besar terlihat pada perubahan pendapatan sektor-sektor

produksi. Kemudian komoditi padi yang memiliki angka GM sebesar 9,5027,

yang mana pengaruhnya dalam perekonomian paling banyak terasa dalam

perubahan nilai tambah dan pendapatan rumahtangga. Pengaruh dari sektor-sektor

pertanian yang lain dalam perekonomian Indonesia juga terlihat cukup baik,

terkecuali komoditi kelapa sawit yang terlihat paling rendah. Subsektor ini

membawa pengaruh terhadap total perekonomian Indonesia hanya sebesar angka

multiplier 6.9957, dengan kata lain dampak injeksi neraca eksogen sebesar 1

milyar rupiah pada komoditi kelapa sawit hanya bisa membawa perubahan

pendapatan total perekonomian sebesar 6.9957 milyar rupiah, sementara sektor

pertanian yang lain bisa memberi dampaknya diantara 7.3724 – 9.8824 milyar

rupiah.

Jika dilihat berdasarkan angka total angka pengganda/multiplier (GM), secara rata-rata peranan sektor pertanian dan agroindustri dalam perekonomian

Indonesia masih jauh lebih besar dibandingkan sektor pertambangan, industri non

pertanian dan jasa. Seperti yang disajikan pada Gambar 11, angka GM sektor

pertanian dan agroindustri masing-masing sebesar 8.4605 dan 8.1894. Sementara

untuk sektor pertambangan sebesar 6.7638, sektor industri nonpertanian sebesar

6.8609, dan terakhir sektor jasa sebesar 7.1972.

dapat dilakukan juga dengan membuat peringkat atau ranking terhadap

masing-masing subsektor berdasarkan angka multiplier sebagaimana yang disajikan pada

tabel 23, dimana angka multiplier yang paling besar pertama diberi nomor urut 1,

kemudian terbesar kedua diberi nomor urut 2, terbesar ketiga nomor urut 3, dan

seterusnya hingga multiplier yang paling kecil dengan nomor urut 27, maka dapat

ditentukan sektor-sektor mana saja yang paling berperan dalam perekonomian

Indonesia, baik itu dilihat dari nilai tambah, pendapatan rumahtangga, keterkaitan

antarsektor maupun perekonomian secara menyeluruh. Perhatikan Tabel 25

berikut ini.

Tabel 25. Ranking Sektor-Sektor Ekonomi Berdasarkan Multiplier SNSE

Sektor Produksi VM HM FM OSM PM GM VM Total Rank

Padi 1 1 22 4 4 2 1 35 2

Jagung 5 5 16 7 11 6 5 55 5

Pertanian tanaman pangan lainnya 4 4 23 9 10 5 4 59 7

Tebu 3 3 19 3 3 3 3 37 3

Kelapa sawit 20 20 9 22 21 22 20 134 21

Pertanian perkebunan lainnya 6 6 24 10 14 10 6 76 10

Industri pemotongan ternak 7 7 10 2 2 4 7 39 4

Peternakan dan hasil-hasilnya 8 9 13 6 7 7 8 58 6

Kehutanan dan perburuan 11 14 4 20 20 15 11 95 13

Perikanan 9 11 5 16 18 12 9 80 12

Pertamb batubara, bijih logam, minyak gas bumi 24 26 2 27 27 27 24 157 24

Pertamb dan penggalian lainnya 15 12 21 17 19 17 15 116 20

Ind makanan, minuman dan tembakau 16 15 25 14 12 13 16 111 17

Ind minyak dan lemak 17 21 3 18 15 18 17 109 16

Ind penggilingan padi 2 2 17 1 1 1 2 26 1

Ind tepung segala jenis 14 16 7 13 5 9 14 78 11

Ind gula 22 17 27 12 16 21 22 137 22

Ind pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit 19 18 11 21 9 14 19 111 18

Ind kayu, barang dari kayu 13 13 8 8 8 11 13 74 8

Ind kertas, percetakan; alat angk; barang logam 27 27 26 24 24 26 27 181 27

Ind kimia, pupuk; hsl dr tanah liat&semen; lgm dsr 26 25 20 26 25 25 26 173 26

Konstruksi 21 19 12 5 13 16 21 107 15

Listrik, gas dan air minum 18 22 1 19 17 20 18 115 19

Perdagangan, hotel dan restoran 12 10 15 11 22 19 12 101 14

Pengangkutan dan komunikasi 25 24 14 23 23 23 25 157 25

Keuangan, jasa perusahaan, real estate 23 23 6 25 26 24 23 150 23

Berdasarkan ranking multiplier yang dipaparkan pada Tabel 25, terlihat jelas bahwa peranan sektor-sektor pertanian dan agroindustri dalam perekonomian

Indonesia saat ini masih lebih besar dibandingkan sektor-sektor non pertanian.

Sebagai indikatornya dapat dilihat bahwa ada 9 subsektor berbasis pertanian yang

mempunyai ranking 10 terbaik, yakni padi dengan nilai 35 berada pada rank 2, Jagung nilai 55 rank 5, pertanian tanaman pangan lainnya nilai 59 rank 7, tebu

nilai 37 rank 3, pertanian perkebunan lainnya nilai 76 rank 10, Industri

pemotongan ternak nilai 39 rank 4, peternakan dan hasil-hasilnya nilai 58 rank 6,

industri penggilingan padi nilai 26 rank 1, dan industri kayu, barang dari kayu

nilai 74 rank 8 dan hanya satu subsektor di luar basis pertanian yang masuk

dalam 10 besar yaitu subsektor jasa-jasa berada pada rank 9. Berdasarkan temuan

ini maka sudah sepatutnya pemerintah lebih memfokuskan pembangunan

ekonomi tersebut kepada pengembangan Agriculture and Agro-industry Based Development (AABD). Penting sekali bagi pemerintah untuk mempromosikan AABD ini sebagai motor penggerak perekonomian nasional baik itu kepada DPR

maupun masyarakat secara menyeluruh. Alasan obyektif yang melandasi gagasan

AABD, karena model pembangunan ini memiliki fungsi yang luas dan besar yang

mampu berperan sebagai mesin pengerak pembangunan yang tangguh dan

dinamis, yaitu mampu meningkatkan pendapatan rumahtangga, nilai tambah

perekonomian, integrasi sektoral dan produksi dalam perekonomian. Analisis

multiplier SNSE telah menunjukkan bukti-bukti tersebut.

Pembangunan ekonomi dengan model AABD merupakan pembangunan

yang bersifat menyeluruh, ini artinya pelaku AABD tidak bisa hanya pemerintah

juga pelaksanaannya harus bersifat lintas sektoral, sehingga keterlibatan dan

keterkaitan antar wilayah sangat dibutuhkan guna menunjang keberhasilan

pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berbasis pertanian dan agroindustri.

6.2. Dampak Sektor Pertanian terhadap Pendapatan Tenaga Kerja dan