• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Dari Nilai - Nilai Utama Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) terhadap Siswa Setelah Penerapan Metode “maskeran”

Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Manajemen Kelas Melalui Metode “Maskeran”(Memasang Absen Kejujuran)

3.3 Dampak Dari Nilai - Nilai Utama Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) terhadap Siswa Setelah Penerapan Metode “maskeran”

Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat dampak dari nilai-nilai pendidikan karakter setelah pelaksanaan metode “maskeran”. Nilai-nilai utama tersebut adalah nilai religius, nilai karakter nasionalis, mandiri, gotong royong dan integritas

a. Religius

Metode “maskeran” ini ternyata tak hanya membuat siswa tepat waktu datang ke sekolah tetapi membuat siswa tepat waktu dalam beribadah khususnya yang beragama Islam. Karena siswa bangun lebih pagi, maka dengan sendirinya siswa melaksanakan shalat subuh tepat waktu pula. Hal tersebut diketahui dari hasil wawancara terhadap beberapa orang tua siswa. Bahkan ada yang berkata “bu guru, anak saya yang asalnya jam 05.30 baru bangun sekarang jam segitu anak saya sudah berangkat sekolah dan alhamdulilah shalat subuhnya jadi tidak pernah terlewat”.

Dampak positif lain dari metode “maskeran”juga terlihat pada saat siswa berdoa sebelum melaksanakan pembelajaran. Tidak ada lagi siswa yang tidak ikut berdoa karena kesiangan. Begitu pula pada pembiasaan sekolah (budaya sekolah) hari Jumat yaitu jumaah nyucikeun diri ( Juamat mensucikan diri) melalui kegiatan baca Al-quran dan shalat dhuha, peneliti tidak melihat ada siswa kelas VI B yang tidak ikut kegiatan karena terlambat atau yang ikut kegiatan di tengah acara berlangsung.

Hal tersebut mencerminkan bahwa metode “maskeran” dapat menguatkan nilai karakter religius pada diri siswa. Seperti yang halnya yang tersurat dalam Konsep Dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan (2017:8) yang menyatakan bahwa nilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhanyang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut.

126

Tepat waktu merupakan salah satu wujud dari kedisiplinan diri. Disiplin adalah nilai karakter dapat mencerminkan sikap atau karakter nasionlis seorang individu. Hal ini berdasarkan Konsep Dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan (2017:) Subnilai nasionalis antara lain apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan,taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku dan agama.

Dari hasil pengamatan dan wawancara terhadap siswa kelas VI B SD Negeri 8 Ciseureuh melalui metode “maskeran” siswa kelas VI B tidak ada lagi yang terlambat ke sekolah. Hal ini membuktikan bahwa metode “maskeran” dapat menguatkan karakter nasional pada siswa kelas VI B SD Negeri 8 Ciseureuh.

Jiwa nasionalis juga akan tumbuh perlahan dengan cara siswa melakukan upcara bendera dengan rutin, menyanyilakn lagu-lagu kebangsaan serta melakukan baris berbaris. Kegiatan yang membangun jiwa nasionalis tersebut dilakukan pada awal pembelajaran dimulai, sehingga jika masih ada bahkan masih banyak siswa yang terlambat dan tidak mengikuti kegiatan tersebut berarti siswa tersebut melewatkan okegiatan yang dapat menumbuhkan jiwa nasiaonalisnya. Berdasarkan hasil pengamatan, setelah diberlakukannya metode “maskeran” siswa yang terlambat masuk sekolah berkurang bahkan tidak ada lagi. Hal ini membuktikan bahwa metode maskeran dapat menguatkan nilai karakter nasionalis pada diri siswa.

c. Mandiri

Mengapa metode maskeran dapat menjadikan siswa mandiri? karena penguatan pendidikan karakter berbasis manajemen kelas ini dibuat berdasarkan kesepakatan guru dan siswa tanpa paksaan dari pihak manapun. Papan absen kejujurannya dibuat oleh siswa dengan arahan guru. Selain itu, pada praktek pelaksanaanya siswa memasang kartu absen sendiri dengan penuh tanggung jawab. membereskan kembali kartu absen setelah pulang sekolah menulis rekap nma hasil absen kejujuran dilakukan oleh siswa sesuai jadwal piket kebersihan tiap harinya, dilakukan serta ketika ada paku kartu yang hilangpun, siswa langsung menggantinya sendiri tanpa bergantung kepada guru.

Kegiatan-kegiatan tersebut akhirnya mendorong siswa untuk melakukan suatu kegiatan dengan mandiri tanpa harus selalu diingatkan atau dibantu oleh guru. Hal tersebut apabila dilakukan secara terus menerus akan menjadi suatu kebiasaan dan budaya bagi mereka. Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan

127

mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita (Konsep Dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, 2017:9).

d. Gotong royong

Berdasarkan hasil wawancara terhadap siswa 93% dari mereka mengatakan bahwa menjadi lebih solid dan bersahabat satu sama lain karena semenjak diberlakukan absen kejujuran semua siswa mengerjakan piket kelas sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. tidak ada lagi siswa yang beralasan tidak piket kareena terlambat masuk kelas. Selain itu, siswa belajar komitmen melaksanakan metode “maskeran” sesuai dengan keputusan bersama. Berkomitmen terhadap hasil keputusan bersama adalah subnilai daripada sikap gotong royong sebagaimana yang tercantum dalam Konsep Dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan (2017:9) bahwa Subnilai gotong royong antara lain menghargai, kerja sama, inklusif, komitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong-menolong, solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan.

Menerapkan metode “maskeran” berarti tidak melakukan hukuman fisik sehingga secara tidak langsung mengajarkan kepada siswa tentang anti kekerasan. Ketika seorang guru menghukum siswanya dengan hukuman fisik maka, guru tersebut telah mengajarkan kepada siswa tentang kekerasan. Hal tersebut akan sangat mudah dicerna oleh siswa karena siswa usia SD cenderung mencontoh perbuatan disekitarnya terutama orang terdekat. Anti kekerasan adalah subnilai dari gotong royong.

e. Integritas

Nama dari metode ini adalah “maskeran” yang berarti memasang absen kejujuran. Dari namanya sudah terlihat jelas bahwa bahwa metode ini menguatkan nilai karakter anak mengenai kejujuran. Kejujuran merupakan subnilai dari integritas, sebagai mana yang tercantum dalam Konsep Dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, (2017:9) yaitu subnilai integritas antara lain kejujuran, cinta pada kebenaran, setia, komitmen moral, anti korupsi, keadilan, tanggung jawab, keteladanan, dan menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas).

Pada awal minggu pertama dan kedua berdasarkan hasil pengamatan masih ada siswa yang berusaha memindahkan kartu absennya. kartu absen dipindahkan dari urutan 21- 30 ke urutan 11 – 20. Ada pula yang memindahkan dari urutan 11-20 ke urutan 1-10. Namun, setelah

128

ditegur oleh guru, iswa tersebut mengakui keslahannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Mereka melakukan perbuatan seperti itu dengan alasan hanya iseng saja.

3.4 Pembahasan

Membangun suatu karakter adalah bukan hal yang mudah, diperlukan strategi yang baik serta komitmen yang kuat dalam melaksanakannya. Siswa pun tidak secara instan dapat mengalami perubahan, perlu waktu yang sangat panjang untuk menanamkan nilai-nilai karakter kepada siswa. Oleh karena itu, perlu ada kesabaran dan inovasi yang terus menerus dari seorang guru dalam menerapkannya.

Untuk mendapatkan keberhasilan dalam menerapkan pendidikan karakter, sejumlah pemikir pendidikan telah mengeluarkan konsep - konsep pendidikan karakter. Seperti Kohlberg (1978), yang menyatakan bahwa perkembangan karakter siswa terjadi tiga tahapan, yaitu pre

-conventional reasioning, -conventional reasioning, dan post - -conventional reasioning. Berbeda

dengan Kohlberg, pemikir lainnya yaitu Lockheed and Verspoor (1991) yang menyatakan bahwa pendidikan karakter dilakukan melalui empat tahapan, yaitu tahap initial stage, formal stage,

transitional stage, dan tahap the stage of meaning. Perbedaan dari kedua konsep tersebut adalah

Kohlberg menekankan pada kematangan kognitif siswa, sementara Lockheed and Verspoor menekankan pada kematangan siswa untuk meresapi dan memahami perilakunya serta untuk melembagakan perilakunya.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap nilai - nilai utama pengatan pendidikan karakter di kelas VI B setelah diterapkannya metode “maskeran”, maka dapat teridentifikasi bahwa mayoritas siswa sudah memiliki perilaku sebagaimana diharapkan. seperti seperti tidak bangun kesiangan, tepat waktu dalam beribadah, tepat waktu datang ke sekolah serta memiliki rasa tanggung jawab dan komitmen yang kuat terhadap apa yang telah disepakati bersama. Selain itu, siswa lebih menghargai arti kejujuran dan pentingnya bergotong-royong.

Penelitian ini diperkuat oleh Fauzi, Zainuddin , Al Atok (2017) dalam penelitiannya yang berjudul penguatan karakter rasa ingin tahu dan peduli sosial melalui discovery learning. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa penguatan karakter sangat efektif dan efisien dilakukan dengan menerapkan model Discovery Learning. Melalui langkah penelitian tersebut siswa akan membuka rasa ingin tahunya untuk memecahkan permasalahan yang diberikan. Rasa peduli sosial akan timbul saat mencari solusi dari pemasalahan yang didapatkan.

129

Peneliti lain yang meneliti tentang penguatan pendidikan karakter berbasis kelas adalah Dwiyana Putra ( 2016) dengan hasil penelitian yaitu pendidikan karakter yang dujabarkan melalui nilai-nilai karakter yang yang kompleks dapat ditrasformasikan kedalam sebuah kegiatan yang sangat menarik, holistik dan bermanfaat bagi siswa, mengaplikasikan suatu metode pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning).

Penelitian Judiani (2010) menegaskan bahwa Implementasi pendidikan karakter di sekolah tidak merupakan mata pelajaran tersendiri, tetapi dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang sudah ada, erta muatan lokal.

Dari ketiga penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter sangat efektif diterapkan dikelas dengan pilihan pendidikan karakter dapat diterapkan melalui pengembangan kurikulum, pengembangan model pembelajaran atau manajemen kelas.

Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa metode “maskeran” adalah metode yang dilakukan untuk tujuan penguatan pendidikan karakter berbasis kelas dengan pengintegrasian pada manajemen kelas di kelas VI B SD Negeri 8 Ciseureuh. “maskeran” sendiri adalah sebuah akronim dari memasang absen kejujuran.

Metode “maskeran” adalah sebuah metode dengan memanfaatkan media papan berupa absen kejujuran dimana setiap peserta yang datang langsung mengambil kartu absen masing-masing dan memasangnya di urutan kedatangan pada papan absen kejujuran.

Nilai - nilai utama pengatan pendidikan karakter di kelas VI B setelah diterapkannya metode “maskeran”, mengalami perubahan, mayoritas siswa sudah memiliki perilaku sebagaimana diharapkan. seperti seperti tidak bangun kesiangan, tepat waktudalam beribadah, tepat waktu datang ke sekolah serta memiliki rasa tanggungjawab dan komitmen yang kuat terhadap apa yang telah disepakati bersama. Selain itu, siswa lebih menghargai arti kejujuran dan pentingnyabergotong royong.

Membangun suatu karakter, diperlukan strategi yang baik serta komitmen yang kuat dalam melaksanakannya. Siswa pun tidak secara instan dapat mengalami perubahan, perlu waktu yang sangat anjang untuk menanamkan nilai-nilai karakter kepada siswa. Terdapat berbagai hambatan yang dialami, oleh karena itu, perlu ada kesabaran dan inovasi yang terus menerus dari

130

seorang guru dalam menerapkannya. Langkah-langkah penerapan metode “maskeran” telah dimusyawarahkan dengan seluruh siswa dan telah disepakati bersama. Kemudian, dikomunikasikan kepada orang tua supaya apa yang menjadi tujuan dari penerapn metode ini tercapai.

Daftar Pustaka

Creswell, John W,.2017. Research Design Pendekatan metode kualitatif, kuantitatif dan

campuran. Pustaka Pelajar Yogyakarta

Dwiyana, I Gede,. (2010). Trasformasi Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Berbasis

Proyek (Project-Based Learning) Di Sekolah Dasar. Prossiding Seminar Nasional Institut

Hindu Dharma Negeri Denpasar, Vol I, No.6. Hlm. 198-210

Fauzi, Zainuddin , Al Atok ,. (2017) . penguatan karakter rasa ingin tahu dan peduli sosial

melalui discovery learning. Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS,

http://journal2.um.ac.id/index.php/jtppips/ , diunduh di Purwakarta, 8 September 2018 Frye, mike., at all. (ed) 2002. Character education: informational handbook and guide for

support and implementation of the student citizent act of 2001. North Carolina: public

schools of north carolina.

Judiani, Sri,. (2010),. Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Melalui Penguatan

Pelaksanaan Kurikulum,. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol . 16, No. 9, Hlm

280-289

Samami, muchlas & hariyanto.2016. Pendidikan karakter. Bandung. Pt remaja rosdakarya Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung, Alfabeta Winton, sue., 2010. Character education: implications for critical democracy, international

131

PENGGUNAAN MEDIA LIDI AJAIB DALAM PEMBELAJARAN OPERASI