• Tidak ada hasil yang ditemukan

DASAR HUKUM

Dalam dokumen Administrasi-Pajak (Halaman 141-158)

SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN

DASAR HUKUM

Pengertian Surat Pemberitahuan Pasal 1 angka 10 KUP mengatakan:

“ Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, obyek pajak dan atau bukan obyek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Pasal 1 ayat (12) KUP mengatakan:

“Surat Pemberitahuan Tahunan adalah surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak”.

Pembahasan pengertian Surat Pemberitahuan:

Definisi Surat Pemberitahuan ini telah mengalami perubahan dari bunyi aslinya yaitu dengan ditambahkannya redaksi “dan atau” serta redaksi “obyek dan bukan obyek pajak” yang akibatnya merubah total pengertian dasar dari Surat Pemberitahuan, dan yang menjadi pertanyaan adalah dengan alasan apa bukan obyek pajak dilaporkan serta apa akibatnya apabila bukan obyek tersebut tidak dilaporkan? Dari pengertian umum sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan tersebut maka Surat Pemberitahuan adalah Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan:

a. Penghitungan dan atau pembayaran pajak. Sejalan dengan sistem self assessment maka setiap Wajib Pajak oleh undang-undang diminta untuk menghitung sendiri jumlah pajak yang terutang dan membayarnya sendiri serta melaporkan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) KUP. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan maka perhitungan pajak tersebut adalah perhitungan pajak terutang tahunan, atau Bagian Tahun Pajak bagi Wajib Pajak yang mengenal Bagian Tahun Pajak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 ayat (3) huruf a UU Pajak Penghasilan. b. Pembayaran saja. Adakalanya ada pembayaran pajak yang tidak

memerlukan perhitungan sebelumnya misalnya pembayaran PPh. Pasal 25, pembayaran atas utang pajak dalam surat ketetapan pajak, dan inipun harus dilaporkan menurut ketentuan undang-undang;

c. Obyek pajak dan atau bukan obyek pajak. Pengertian bukan obyek pajak adalah juga termasuk didalamnya penghasilan yang telah dikenakan pajak final, sekalipun tidak ditambahkan dalam perhitungan penghasilan kena pajak namun tetap harus dilaporkan untuk mengantisipasi pembuktian ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf p UU. PPh. Demikian pula dalam kasus Surat Pemberitahuan Pajak ada kemungkinan penyerahan atau perolehan barang atau jasa yang bukan merupakan barang kena pajak atau jasa kena pajak yang tercampur dalam satu kegiatan usaha;

d. Bukan obyek pajak. Suatu pertanyaan timbul yaitu mengapa bukan obyek pajak harus dilaporkan? Pelaporan bukan obyek pajak ini ada dalam Surat Pemberitahuan PPN yang seharusnya tidak perlu dilaporkan karena tidak ada kaitannya dengan jumlah pajak yang terutang. Permintaan pelaporan ini timbul ada kemungkinan karena pihak Direktorat Jenderal Pajak sebagai yang melaksanakan penanganan pajak hanya menerima data bersih untuk dapat dilaksanakan konfirmasi antara Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan dengan Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai. Dan ini pun sebenarnya sangat sulit dilakukan karena dua hal yaitu:

• Pajak Pertambahan Nilai tidak mengenal Surat Pemberitahuan Tahunan;

• Pengertian saat terutangnya pajak adalah berbeda antara pengaturan di dalam Pajak Pertambahan Nilai dengan Pajak Penghasilan;

• Dalam kasus tertentu ada penyerahan barang kena pajak yang menurut UU PPN adalah terutang pajak, sedangkan menurut ketentuan Pajak Penghasilan adalah bukan sebagai penyerahan atau penjualan atau omset misalnya penyerahan untuk dijual atau konsinyasi.

Pelaporan bukan obyek pajak dalam Surat Pemberitahuan PPN ini sebenarnya selain tidak bermanfaat untuk kepentingan Pajak Pertambahan

Nilai juga hanya akan memberatkan administrasi Wajib Pajak saja. Berbeda dengan Pajak Pertambahan Nilai dalam hal menyangkut Pajak Penghasilan memang ada bentuk penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak yang dalam pembukuan atau pencatatan tidak dapat dipisahkan begitu saja dari penghasilan usaha yang dijalankannya. Misalnya adalah penghasilan dari

hibah, bantuan atau sumbangan, iuran dan penghasilan tertentu yang diterima dana pensiun, dividen/pembagian laba yang diterima oleh Perseroan Terbatas tertentu, bunga obligasi yang diterima perusahaan reksadana, bagian laba yang diterima perusahaan Modal Ventura dan masih ada yang lain sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4 ayat (3) PPh.

e. Harta dan kewajiban. Pelaporan ini adalah hal wajar karena setiap penghasilan selalu akan terlihat di pengeluaran konsumsi dan pertambahan harta (dalam istilah ekonomi Investasi) dan juga utang yang membebani harta tersebut;

Pelaporan kegiatan menghitung sendiri, membayar pajak yang terutang dari hasil perhitungannya adalah sebagai tuntutan lebih lanjut dari ketentuan Pasal 12 ayat (1) KUP yaitu bahwa setiap Wajib Pajak wajib menghitung dan membayar pajak yang terutang dengan tidak menggantungkan adanya surat ketetapan pajak. Perhitungan yang dilaksanakan oleh Wajib Pajak tersebut haruslah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Jadi filosofi yang mendasari kewajiban menyampaikan pelaporan dari hasil perhitungan pajak yang terutang dan membayar pajak yang terutang tersebut adalah ketentuan pasal 12 ayat (3) KUP yaitu Direktur Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan dan pembinaan maka dapat menetapkan jumlah pajak yang semestinya terutang apabila perhitungan pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan adalah tidak benar.

Catatan:

Pengertian Pasal 12 ayat (3) KUP tersebut jangan di mengerti sebagai suatu keharusan bagi Direktur Jendral Pajak untuk melakukan pemeriksaan. Redaksi ”apabila” yang mendahului ayat ini memberikan pengertian bahwa kasus pemeriksaan penghitungan pajak sendiri yang dilakukan oleh Wajib Pajak adalah suatu bentuk kasualitas yang dilandaskan pada adanya dugaan bahwa Surat Pemberitahuan adalah tidak benar, bukan suatu tugas rutin dari Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan pemeriksaan atas setiap Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan Wajib Pajak. Penafsiran yang salah dari ketentuan ini akan bertabrakan dengan pengertian sebagaimana dikandung dalam Pasal 29 ayat (1) KUP.

Ketentuan yang Mengatur

Dalam rangka menampung pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) KUP tersebut ditentukan kewajiban

penyampaian Surat Pemberitahuan bagi setiap Wajib Pajak yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) KUP, kurang lebih menyatakan bahwa Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan.

Kembali lagi di sini undang-undang mengatakan ”setiap Wajib Pajak” apabila ketentuan ini kita kaitkan dengan ketentuan pasal 2 ayat (1) tentang pendaftaran maka pengertiannya dapat berupa Wajib Pajak baik yang telah terdaftar maupun yang belum terdaftar. Namun demikian bukan berarti bahwa setiap Wajib Pajak dengan bebasnya melaksanakan pelaporan dengan modelnya sendiri-sendiri dan dengan bentuk-bentuk pelaporan sebagaimana yang dikehendakinya. Apabila kondisi ini dibiarkan maka dapat dibayangkan bagaimana kacaunya sistem kearsipan Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menampung atau mengarsipkan Laporan Wajib Pajak yang beragam tadi.

Berkaitan dengan uraian tersebut, ketentuan formal perpajakan sebagaimana dalam Pasal 3 ayat (6) yang menyatakan bahwa bentuk dan isi Surat Pemberitahuan serta keterangan dan atau dokumen yang harus dilampirkan

ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dan setiap Wajib Pajak

diwajibkan mengambil sendiri formulir Surat Pemberitahuan yang telah ditentukan bentuk dan isinya tersebut – Pasal 3 ayat (2) KUP.

Namun demikian bukan berarti bahwa Menteri Keuangan dapat menentukan bentuk dan isi yang harus dilaporkan tersebut secara bebas lepas dari konteks kemauan peraturan perundang-undangan, bentuk pelaporan melalui Surat Pemberitahuan harus sesederhana mungkin dengan tidak banyak faktor kesulitan apalagi bernuansa jebakan. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Menteri Keuangan dalam menentukan bentuk dan isi Surat Pemberitahuan serta yang harus dilampirkan adalah:

a. Ketidaklengkapan Wajib Pajak dalam menyampaikan laporan melalui Surat Pemberitahuan yang karena kurang atau tidak lengkapnya formulir Surat Pemberitahuan adalah bukan kesalahan Wajib Pajak dan tidak dapat ditimpakan kesalahan tersebut kepada Wajib Pajak;

b. Undang-undang pajak sekalipun dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (1) PPh mengenal tiga macam bentuk Subyek Pajak yaitu bentuk Orang pribadi, bentuk Badan dan Bentuk Usaha Tetap, namun dari sudut pandang pelaksanaan kewajiban perpajakan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan hanya mengenal dua bentuk yaitu Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan dan Wajib Pajak yang menggunakan Norma

Penghitungan Penghasilan Neto, dan apabila ini diperluas maka ditambah dengan Wajib Pajak yang memiliki penghasilan dari pemberi kerja dan penghasilan tidak tetap lainnya serta ”apabila masih diperlukan” adalah Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 (pemberi kerja);

c. Surat Pemberitahuan harus disampaikan oleh Wajib Pajak yaitu subyek pajak yang padanya melekat obyek pajak dengan tidak memasalahkan apakah dia sudah terdaftar atau belum terdaftar dan dengan karakteristik ciri-ciri penghasilan yang diterima atau diperoleh dari masing-masing jenis subyek yang tidak sama antara satu dan lainnya dan tidak dapat di generalisir begitu saja. Oleh karena itu kenyataan ini harus dapat di tampung dalam penyusunan formulir Surat Pemberitahuan. Sebagai contoh adalah penghasilan antara Wajib Pajak orang pribadi atau badan dengan Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap;

d. Tata cara perhitungan besarnya pajak penghasilan yang terutang secara self assessment system sebagaimana diatur dalam mekanisme pelaksanaan Undang-undang Pajak Penghasilan adalah antara lain:

• Berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) PPh, yaitu dengan cara membandingkan penghasilan dengan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh biaya tersebut atau matching revenue and cost. Kemudian dari itu pengertian dari:

- Revenue adalah sebagaimana disebut dalam Pasal 4 ayat (1) PPh (kecuali sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 4 ayat (3) PPh) untuk Wajib Pajak orang pribadi dan badan dalam negeri dan ditambah dengan pengertian Pasal 5 ayat (1) UU.PPh untuk Bentuk Usaha Tetap (BUT);

- cost adalah cost sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d dan huruf e, dan Pasal 5 ayat (3) huruf a UU. PPh untuk Bentuk Usaha Tetap;

• Berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (2) PPh, yaitu bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menghitung besarnya penghasilan neto dengan Norma Penghasilan penghasilan neto;

• Berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (3) UU. PPh bagi Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT);

• Khusus untuk Wajib Pajak orang pribadi tertentu yaitu yang mengenal Bagian Tahun Pajak maka perhitungan penghasilan kena pajak tahunan harus diperhatikan pengertian Pasal 16 ayat (4) jo Pasal 17 ayat (5) dan ayat (6) UU. Pajak Penghasilan.

e. Dalam kasus Wajib Pajak tertentu maka harus diperhatikan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) UU.PPh yaitu pemberian kompensasi kerugian dan atau Pasal 7 ayat (1) UU. PPh yaitu Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP);

f. Dalam perhitungan pajak tahunan juga harus dilampirkan perhitungan kredit pajak yaitu pembayaran PPh Pasal 25 dan atau jumlah besarnya pemotongan dan atau pemungutan dalam tahun pajak yang bersangkutan; g. Surat Pemberitahuan Tahunan juga harus dinyatakan besarnya pembayaran

Pajak Penghasilan Pasal 25 ayat (1) dan sekaligus dilampirkan perhitungan PPh Pasal 21 menurut Wajib Pajak;

h. Ada ketentuan lain yang sebenarnya bukan kemauan undang-undang namun wajib atau pantas dilaporkan sebagai pendukung laporan yang diwajibkan menurut ketentuan undang-undang, dan dapat dimasukkan sebagai lampiran Surat Pemberitahuan atau dokumen yang harus dilampirkan; i. Dilaporkan pula dalam Surat Pemberitahuan Tahunan antara lain:

• Stelsel yang dipakai dalam pembukuan (Acrual atau Kas);

• Bahasa yang dipakai dalam pembukuan (Bahasa Indonesia atau Asing yang diizinkan). Penafsiran dari ketentuan ini seharusnya juga dilaporkan bahasa program yang dipergunakan serta dokumentasi program seandainya Wajib Pajak menyelenggarakan pembukuan dengan komputer;

• Sistem pembukuan yang dipergunakan (Manual atau Komputer), berikut dengan dokumentasi programnya;

• Mata uang yang dipergunakan dalam pembukuan (Rp atau US $); • Cara penilaian persediaan barang dagangan (Rata-rata atau Fifo); • Metode penyusutan dan amortisasi (Garis lurus atau saldo menurun); • Dokumen-dokumen yang dianggap penting untuk dilaporkan.

Rekaan Formulir Surat Pemberitahuan Yang Ditetapkan Oleh Menteri Keuangan RI

Kemudian dari Surat Pemberitahuan Induk tersebut disertakan lampiran untuk di isi antara lain:

1. Lampiran 1770-I yaitu lampiran penghitungan neto dalam negeri, yang terdiri dari kolom-kolom:

a. Penghasilan Neto dalam negeri dari usaha atau pekerjaan bebas bagi yang menggunakan pembukuan- pelaksanaan Pasal 16 ayat (1) UU.PPh; b. Penghasilan neto dari dalam negeri dari usaha atau pekerjaan bebas

yang menggunakan norma penghitungan penghasilan neto – pelaksanaan Pasal 14 ayat (2) UU.PPh;

c. Penghasilan Neto dari dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan – penghasilan dari hubungan kerja;

d. Penghasilan neto dalam negeri lainnya;

2. Lampiran 1770-II yaitu daftar pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain, PPh yang ditanggung pemerintah, penghasilan neto dan pajak penghasilan yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri, yang terdiri dari: a. Daftar pemotongan/pemungutan oleh pihak lain dan PPh yang

ditanggung pemerintah;

b. Penghasilan neto dan pajak penghasilan yang dibayar/dipotong/ terutang di luar negeri.

3. Lampiran1770-III yaitu penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final, dikenakan pajak tersendiri, penghasilan pengusaha tertentu serta penghasilan yang tidak termasuk obyek pajak, yang terdiri dari:

a. Penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final, dikenakan pajak tersendiri dan penghasilan pengusaha tertentu; dan

b. Penghasilan yang tidak termasuk obyek pajak.

4. Daftar harta dan kewajiban Wajib Pajak akhir tahun, yang terdiri dari daftar harta dan daftar kewajiban.

Penjelasan:

a. Dalam rekaan Formulir Surat Pemberitahuan untuk Wajib Pajak orang pribadi tersebut seolah-olah dilupakan bahwa sebenarnya ada Wajib Pajak orang pribadi Bentuk Usaha Tetap, sehingga hal-hal yang menyangkut penghasilan dalam kaitannya dengan Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c UU.PPh yang tidak tertampung dalam Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut, demikian pula dengan biaya yang berkaitan dengan penghasilan tersebut. Ada baiknya keadaan ini dipikirkan kembali demi perbaikan dan sekaligus

upaya menghindarkan Wajib Pajak untuk tidak melakukan pelaporan yang benar;

b. Demikian pula dalam Surat Pemberitahuan Tahunan ini juga tidak ditampung bagaimana tata cara penghitungan dan melaporkan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang mengenal “Bagian Tahun Pajak” sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2A ayat (6) jo Pasal 16 ayat (4) jo Pasal 17 ayat (5) dan ayat (6) UU.PPh. Dengan tidak ditampungnya perhitungan dari Wajib Pajak yang mengenal Bagian Tahun Pajak ini dengan sendirinya akan menyebabkan sebagian Wajib Pajak melaporkan penghasilan dalam Surat Pemberitahuannya dengan tidak benar atau bahkan tidak melaporkan sama sekali apabila akhir dari Bagian Tahun Pajak adalah dalam tahun berjalan. Ada baiknya keadaan ini dipikirkan kembali demi perbaikan dan sekaligus pelayanan yang baik kepada masyarakat pembayar pajak, serta menghindarkan upaya Wajib Pajak untuk tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik;

c. Dalam Lampiran 1770-I selain melaporkan penghasilan neto juga melaporkan rekonsiliasi pajak yaitu penyesuaian fiskal yang bersifat positif dan penyesuaian fiskal yang bersifat negatif sehingga diperoleh penghasilan dari dalam negeri setelah penyesuaian fiskal;

d. Pengertian Penghasilan neto dalam negeri lainnya (tersebut lampiran 1770-I huruf D) yang antara lain adalah: Bunga, Dividen, Royalti, Sewa, Penghargaan, Keuntungan penjualan/pengalihan harta dan penghasilan lainnya (tidak termasuk yang dikenakan PPh Final);

Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Badan

Dari Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak badan (kode formulir 1771) tersebut disertakan beberapa bentuk lampiran yaitu:

1. Lampiran 1771-I tentang rincian penghasilan neto dalam negeri dari luar negeri yang teridir dari:

a. Bagian A –penghasilan dari usaha; b. Bagian B – penghasilan dari luar usaha; c. Bagian C – pengurangan pengasilan bruto; d. Bagian D – penghasilan neto yaitu A + B - C

2. Lampiran 1771-II yaitu tentang daftar pemotongan/pemungutan PPh oleh pihak lain dan PPh yang ditanggung pemerintah;

3. Lampiran 1771-III yaitu tentang penghasilan neto dan pajak atas penghasilan yang dibayar/terutang di luar negeri;

4. Lampiran 1771-IV yaitu tentang daftar penerimaaan dividen, bonus, tantiem dan gratifikasi;

5. Lampiran 1771-V yaitu tentang daftar susunan pengurus/komisaris/badan pemeriksa koperasi dan daftar pemegang saham/ pemilik modal, daftar cabang/ badan anggota koperasi; dan

6. Lampiran 1771-VI tentang penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final dan pengasilan yang tidak termasuk obyek pajak.

SPT TAHUNAN

PAJAK PENGHASILAN WP BADAN

* BACA BUKU PETUNJUK PENGISIAN * ISI DENGAN HURUF CETAK/ KETIK * ISI DENGAN LENGKAP, BENAR, DAN

JELAS

BERI TANDA X DALAM KOTAK YANG SESUAI

TAHUN TAKWIM TAHUN BUKU

FORMULIR 1771

TAHUN PAJAK

DISI OLEH DINAS

Tgl.disampaikan ……… Status SPT ……… Klasifikasi badan ……… Alat Pemb ……….. N/K/L ……….. Permohonan atas Lb …… Lampiran ………… Kode KLU ………….. A. NPWP :

B. NAMA WAJIB PAJAK : C. ALAMAT : D. KELURAHAN/KEC. : E. KOTA/ KODE POS : F. JENIS USAHA : G. NAMA PIMPINAN : ALAMAT RUMAH :

NOMOR TELEPON : RUMAH: KANTOR:

H. KLASIFIKASI BADAN : PT. YAY. KOPERASI DN..PENS. M.V. BANK REKSADANA LAINNYA

I. PEMBUKUAN :KAS MANUAL PENILAIAN PERS.: RATA2 AKRUAL KOMP. FIFO

BHS.INDON RUPIAH METODE PENY.: GR.LURUS BHS.INGGRIS DOLLAR AS So. TURUN

Penjelasan:

a. Dalam rekaan Formulir Surat Pemberitahuan Tahunan untuk Wajib Pajak Badan tersebut seolah-olah dilupakan bahwa sebenarnya ada Wajib Pajak Badan Bentuk Usaha Tetap, sehingga hal-hal yang menyangkut penghasilan dalam kaitannya dengan Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c UU.PPh yang tidak tertampung dalam Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut, demikian pula dengan biaya yang berkaitan dengan penghasilan tersebut - Pasal 5 ayat (2) PPh. Dengan tidak dicantumkannya dalam kolom tersendiri atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c serta pembebanan biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) maka sudah dengan sendirinya pihak aparatur pajak yang bertugas melakukan pengawasan dan juga pembinaan akan sulit menjalankan tugasnya dengan baik dan benar. Ada baiknya keadaan ini dipikirkan kembali demi perbaikan dan sekaligus upaya menghindarkan Wajib Pajak untuk tidak melakukan pelaporan yang benar;

b. Berbeda dengan 1770-I dari Surat Pemberitahuan Tahunan orang pribadi yang menjalankan usaha dan atau pekerjaan bebas dimana jelas harus dilaporkan penyesuaian fiskal positif dan penyesuaian fiskal negatif, dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Badan ini tidak demikian yaitu tidak jelas penyesuaian laporan keuangan fiskal positif dan negatifnya. Dalam lampiran hanya dinyatakan daftar pengurangan penghasilan bruto sebanyak delapan butir (termasuk lain-lain yang tidak terbatas), namun tidak jelas dimana penyesuaian pengertian pengeluaran biaya komersial dengan pengeluarkan biaya fiskal. Keadaan demikian ini hanya akan mendorong Wajib Pajak untuk tidak dapat melaksanakan kewajiban penghitungan pajaknya dengan baik;

c. Khusus untuk bentuk Perseroan Terbatas khususnya PT Terbuka juga tidak dijelaskan Laporan Keuangan bagaimana yang harus dilampirkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan dan juga yang menjadi dasar dari dilaksanakan rekonsiliasi pajak (penyesuaian pajak). Seharusnya pelaksanaan hukum pajak tidak meninggalkan suatu ketentuan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan badan usaha bentuk Perseroan Terbatas yaitu UU. Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Dalam kaitannya dengan bentuk Perseroan Terbatas Terbuka maka Laporan yang harus dilampirkan dalam Laporan Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Laporan Keuangan yang ditandatangani oleh semua pengurus perusahaan (para dewan direksi dan para dewan komisasris perushaan), dan telah disahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham bahkan di dalam Undang-undang PT dinyatakan bahwa apabila ada

salah seorang pengurus yang tidak menandatangani Laporan Keuangan harus dinyatakan hal-hal yang menjadi penyebabnya. Dengan berlandaskan kepada ketentuan tersebut maka seharusnya yang menjadi dasar penyesuaian dalam Laporan Keuangan Fiskal adalah Laporan Keuangan Komersial yang telah ditandatangani oleh semua pengurus dan telah disahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham;

d. Dalam kolom Q atau Lampiran, tentang Neraca dan laporan Keuangan Laba Rugi Tahun Pajak yang bersangkutan haruslah mengacu pada pengertian Pasal 4 ayat (4) KUP yaitu laporan keuangan dan keterangan-keterangan lain yang diperlukan guna menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. Ketentuan ini harus dimengerti bahwa dalam Laporan Keuangan tersebut termasuk didalamnya lembar penyesuaian laba komersial dengan laba fiskal;

e. Kolom K angka 4 tentang kompensasi kerugian (pelaksanaan Pasal 6 ayat (2) UU.PPh) dalam kaitannya dengan kolom Q tentang lampiran, tidak menimbulkan masalah apabila kerugian tersebut hanya menyangkut satu Tahun Pajak, namun apabila telah beberapa Tahun Pajak dengan sendirinya akan menimbulkan masalah dan khususnya kerugian yang bersifat initial loss dari beberapa tahun sejak percobaan sampai dengan produksi komersial. Oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan sebagai lampiran jumlah yang dapat dikreditkan serta sumber dari kerugian dimaksud apakah surat ketetetapan pajak nomor: ... atau dari suatu kerugian dalam Laporan Keuangan yang belum ditetapkan besarnya;

f. Dalam kaitannya dengan kredit pajak PPh Pasal 24 sebagaimana dimaksud dengan kolom L angka 7, dalam kaitannya dengan kolom Q tentang lampiran, seyogyanya perhitungan pengkreditan PPh Pasal 24 harus dijelaskan mengacu kepada ketentuan PPh pasal 24 ayat (2) dan perhitungannya sekaligus dinyatakan dalam kolom dimaksud dan bukti pembayaran/utang pajak di luar negeri dilampirkan.

PROSEDUR KERJA PENGELOLAAN SURAT PEMBERITAHUAN

Dalam dokumen Administrasi-Pajak (Halaman 141-158)