• Tidak ada hasil yang ditemukan

DASAR ILMIAH TERAPI LINTAH

Dalam dokumen Terapi Lintah (Halaman 164-184)

Pada bab ini, indikasi klinis akan dikelompokkan berdasarkan mekanisme utama yang terlibat. Tipe klasifikasinya murni teoritis. Lebih jauh, data terkini menunjukkan tindakan simultan dari mekanisme ganda mungkin bertanggung jawab pada keefektifan terapi lintah secara klinis dalam indikasi non bedah.

Mekanisme terapi lintah dan korelasi klinis

Anti pengentalan darah dan Hemodilusi

Ketika lintah menggigit, luka gigitannya segera mulai berdarah dan terus berdarah hingga beberapa jam. Perdarahan yang lama ini disebabkan oleh hirudin dan zat anti pengentalan darah lainnya dalam air liur lintah dan itu adalah mekanisme yang paling berhubungan dari terapi lintah dalam bedah plastik dan rekonstruktif. Terapi lintah meningkatkan pengaliran vena lokal secara ekstensif dan meningkatkan karakteristik perdarahan (hemoreologis), sehingga menghalangi secara efektif pelebaran vena pasca operasi dan kematian lokal jaringan yang dapat terjadi. Walaupun hirudin hanya menunjukkan injeksi jaringan lokal, efek sistemik dari hirudin juga dianggap terjadi.

Pada percobaan yang terdiri dari 23 pasien, pengurangan dari kecenderungan pengentalan dan elastisitas (viskoelastisitas) dan pengelompokan (agregasi) dari darah diteliti selama empat minggu setelah diterapi dengan satu lintah di area pinggang (lumbar), antara tulang rusuk dan pinggul, dimana nilai proporsi

(hematokrit)126 dan viskositas (kekentalan) plasma tidak berubah.

126

Proporsi volume sampel darah dengan sel darah merah yang padat diukur dalam ml per dl dari darah keseluruhan atau dalam persen

Dengan mempertimbangkan daur kehidupan plasma yang singkat dari hirudin, para ahli menyarankan rangsangan yang berbeda dilakukan pada pembuatan eritrosit di sum-sum tulang (erythropoiesis) yang bertanggungjawab sebagai parameter

modulasi jangka panjang dari terjadinya perdarahan

(hemoreoligis). Namun, efek sistemik seperti ini tidak begitu penting dalam indikasi bedah terapi lintah.

Terapi lintah tidak direkomendasikan lagi untuk mencegah dan mengobati pembekuan darah (thrombosis). Obat modern seperti heparin dan coumarin memiliki efek yang dapat dipercaya dan dapat dikontrol dan sekarang lebih disukai untuk indikasi ini.

Efek penghilang rasa nyeri (analgesik) dan Anti peradangan

Studi terkini mengenai hirudin dan anti-thrombin menghasilkan efek anti peradangan langsung pada zat ini ditambahkan pada efek anti pengentalan yang diketahui. Studi eksperimen di Universitas Lausanne mengundang banyak perhatian. Investigator awalnya memproduksi antigen yang diinduksi pada peradangan di daerah sambungan dalam percobaan pada hewan dan kemudian menerapi hewan pada subkutaneus dengan kombinasi ulang PEG hirudin

selama 13 hari. Pengurangan skintigrafik127 signifikan pada

peradangan dan reduksi struktur mikroskopik jaringan (histological)

penebalan synovial128 terjadi dalam 7 hari. Penemuan ini

membuktikan efek pencegahan dari hirudin tidak hanya bereaksi pada sistem thrombin tapi juga proses peradangan pada tingkat sel. Pada studi yang lain, mereka menunjukkan hirudin

127

Timbulnya bayangan dua dimensi distribusi radioaktivitas dalam jaringan setelah pemberian radionuklida internal, bayangan diperoleh dengan kamera skintilasi

128

Cairan kental transparan alkalis yang menyerupai putih telur, disekresi oleh membran sinovial dan terdapat di dalam rongga-rongga sendi, bursa, dan selubung tendo

menghambat sejumlah cytokine129 pro peradangan pada cairan synovial. Pada terapi lintah, penting untuk diingat gigitan lintah merepresentasikan hanya sekali injeksi hirudin dan separuh masa hidup hirudin alami lebih pendek dari kombinasi ulang hirudin PEG. Seperti telah dijelaskan, hirudin normal bekerja dalam kombinasi dengan banyak zat anti peradangan lain dalam air liur lintah. Efek aditif ini diasumsikan sangat sifnifikan.

Rahang lintah menyayat kulit, sehingga zat aktif biologi dapat masuk hingga ke jaringan yang lebih dalam. Hyaluronidase (faktor penyebar), enzim dalam air liur, kemudian memfasilitasi penetrasi dan difusi dari zat aktif farmakologi ke dalam jaringan. Data penelitian eksperimen pada penggunaan biasa obat anti radang

dan demam (antiflogistik topikal130) dapat digunakan untuk

menggambarkan kesimpulan umum tertentu mengenai akumulasi zat yang dihasilkan secara lokal dalam jaringan tubuh. Setelah aplikasi pada daerah tertentu (topical) dari gel diclofenac pada lutut pasien yang mengalami pengaliran cairan (efusi) pada sambungan lutut, maka obat dapat dideteksi dalam jaringan sekitar sendi (periartikular) dalam dan ruang tubuh.

Dengan tambahan efek menyebar (hyaluronidase), sangat mungkin zat anti radang (antiflogistik) dalam air liur lintah dapat masuk cukup dalam untuk menghasilkan efek signifikan dalam struktur

sekitar sendi yang berhubungan dengan jaringan otot

(myofascial131 periarticular), bahkan mungkin pada struktur di

dalam sendi (intra-articular). Studi terkini menunjukkan struktur sekitar sendi yang berhubungan dengan jaringan otot (myofascial periarticular) penting dalam pengembangan nyeri sambungan kronis dan gejala nyeri regional pada pasien dengan nyeri sendi

129

Protein nonantibodi yang dilepaskan oleh satu populasi sel ketika berkontak dengan antigen spesifik yang bertindak sebagai perantara antar sel seperti pada pembentukan respon imun

130

Mengatasi radang dan demam di daerah permukaan tertentu

131

karena menurunnya fungsi organ (osteoarthritis). Efek anti peradangan sistemik pada terapi lintah kurang masuk akal, terutama pada efek perdarahan yang lama dari satu gigitan lintah.

Efek Segmental dan Anti respon nyeri (antinosiseptif)

Sesuai aturan, setiap terapi yang menyebabkan iritasi pada kutis dan subkutis akan memicu pada efek lokal anti respon nyeri

(antinosiseptif132) dan segmental. Ini alasan rasional di belakang

penggunaan capsaicin (merica Spanyol) untuk menerapi rasa nyeri. Mekanisme ini juga terlibat dalam akupunktur dan teknik stimulasi kulit yang digunakan dalam pengobatan Eropa tradisional (Teknik Braunscheidt, bekam, dll). Tingkat dimana satu gigitan lintah dapat mengaktifkan mekanisme tersebut tidak diketahui dan sulit untuk ditentukan model eksperimennya. Namun, kelihatan masuk akal bahwa efek anti respon nyeri pada gigitan lintah meningkatkan mekanisme primer lain dalam terapi lintah.

Efek pada aliran limfe dan jaringan penghubung

Beberapa peneliti membuktikan terapi lintah meningkatkan aliran limfe. Data tersedia untuk studi ini tersebar dan berasal dari studi yang lebih tua. Tidak ada laporan empiris dari efek spesifik terapi lintah pada penyakit yang berkaitan dengan (concomittan)

pembengkakan (edema) satu atau dua sisi (lymphedema133).

Beberapa terapis mengatakan terapi lintah lokal secara khusus efektif untuk pasien dengan radang pada daerah jaringan penghubung. Namun, analisis lanjutan pada dua studi besar mengenai terapi lintah untuk nyeri karena menurunnya fungsi (osteoarthritis) lutut tidak menunjukkan korelasi antara tingkat

132

Menghalangi atau menurunkan sensitivitas terhadap stimulus nyeri

133

Edema unilateral atau bilateral kronis pada ekstremitas yang disebabkan oleh penimbunan cairan interstisial statis pada limfe sekunder, obstruksi pembuluh limfe atau gangguan kelenjar getah bening

zona jaringan penghubung lokal dan kemanjuran klinis dari terapi. Berdasarkan tingkat pengetahuan terkini, efek terapi lintah pada aliran limfe dan jaringan penghubung kelihatannya sedikit relevan dibandingkan rasa nyeri, tetapi perangsangan pada aliran limfe mungkin lebih penting pada terapi gejala varises. Penelitian klinis lanjutan dibutuhkan untuk menilai efek ini secara handal.

Konsep tradisional dan konstitusional kemujaraban

Dalam sistem pengobatan Eropa, Arab, juga di Ayurveda dan Cina tradisional (TCM), terapi lintah sangat berhubungan erat dengan teori konstitusional dan konsep penyakit. Pada sistem pengobatan tersebut, pernyataan sistemik dan lokal dari surplus dan defisit, panas dan dingin, dipertimbangkan jika menilai pasien. Semua sistem ini menjelaskan terapi yang melibatkan iritasi kulit lokal dan penyayatan vena (veneseksi) sebagai pengaliran kelebihan cairan. Secara teoritis, dengan menggunakan metodologi ini sulit untuk menganalisis pasien. Pertama-tama kecukupan standardisasi dari terminologi yang relevan dan klasifikasi klinis yang kurang. Kedua, analisis responden memerlukan sejumlah besar kasus dan desain studi yang memungkinkan untuk analisis.

Pada studi Rumah Sakit Essen-Mitte, para ahli tidak dapat mendemonstrasikan korelasi antara kemujaraban terapi lintah dan tingkat proporsi sampel darah (hematokrit) awal, tingkat darah yang dihisap lintah, atau indeks ukuran tubuh (Body Mass Index), yang digunakan sebagai parameter untuk pembentukan dasar pengobatan. Namun, tidak ada teknik spesifik dalam pengobatan dasar (misalnya diagnosis lidah) digunakan untuk mengevaluasi pasien. Jadi, tidak memungkinkan untuk menilai respon terapi lintah berdasarkan konsep tradisional dari pengobatan dasar pada saat ini. Walaupun konsep tradisional yang mendasari model saat ini memiliki kebijakan dalam mengekspresikan sesuatu dengan

menunjuk pada yang lain (metaforikal), lebih banyak yang tidak memenuhi konsep gangguan fungsi (patofiologis) modern dan prinsip tindakan, fakta bahwa pasien dilayani sebagai basis untuk terapi lintah yang lebih tepat dan sukses selama berabad-abad perlu ditekankan. Analisis ilmiah yang komprehensif untuk terapi lintah sebaiknya mempertimbangkan aspek tersebut jika memungkinkan.

Bukti keberhasilan dalam indikasi klinis tertentu

Bedah plastik dan rekonstruktif : Penyumbatan vena akut setelah operasi

Terapi lintah digunakan untuk mengatasi penyumbatan vena akut setelah operasi sejak 1960an. Pada indikasi ini, terapi lintah adalah teknik internasional yang dapat diklasifikasikan sebagai metode pengobatan standar. Penggunaan yang sukses dari terapi lintah untuk menerapi penyumbatan vena setelah bedah plastik dan rekonstruktif disebutkan oleh Dieffenbach awal tahun 1827. Publikasi internasional yang komprehensif pertama kali pada subjek ini ditulis oleh Derganc dan Zuravic, yang mendeskripsikan hasilnya pada rangkaian perawatan 20 pasien pada tahun 1960. Pembuktian tujuan dari peningkatan aliran darah dibuktikan

kemudian oleh studi laser134 Doppler yang dilakukan oleh Hayden.

Berbagai eksperimen terhadap hewan, beberapa diantaranya adalah desain studi yang acak, membuktikan bahwa terapi lintah meningkatkan pemompaan cairan (perfusi) pada daerah penutup kulit yang ditransplantasi dan unggul dibandingkan terapi lain yang

134

Singkatan dari Light amplification by stimulated emission of radiation, suatu alat yang memancarkan cahaya dengan frekuensi berbeda—beda menjadi sinar yang sangat kuat, kecil dan hampir tidak berpencar dari radiasi monokromatik pada daerah yang dapat dilihat dengan semua gelombangnya dalam satu fase. Digunakan sebagai alat pada tindakan pembedahan, diagnosis dan penelitian fisiologi

digunakan untuk menyediakan suplai darah normal dan pengalirannya. Namun, studi klinis yang dikontrol masih kurang. Kemungkinan untuk menyediakan percobaan yang terkontrol terbatas, karena sulit menstandarisasi indikasi dan prosedur terapi untuk penyumbatan vena pasca operasi. Karena terapi lintah saat ini adalah bentuk yang valid untuk indikasi ini, kelihatannya secara etis tidak dapat dipertahankan untuk tidak menginformasikan terapi dari pasien dalam kelompok kontrol suatu studi. Akibatnya, tidak dapat dipercaya bahwa studi seperti ini pernah dilaksanakan. Situasi yang sama terdapat pada sejumlah indikasi bedah dimana terapi dipandang sebagai metode terapi standar walaupun, kurang pembuktian berkualitas tinggi dari keberhasilan yang didefinisikan dengan kriteria pengobatan berdasarkan fakta (kesaksian). Sejumlah studi observasi dan rangkaian kasus dari penggunaan terapi lintah untuk penyumbatan vena akut dipublikasikan dalam literatur internasional sejak 1960. Meskipun studi yang dikontrol kurang jumlahnya, namun dapat disimpulkan bahwa ada bukti klinis yang cukup dari kemujaraban terapi lintah untuk indikasi ini.

Peradangan vena akibat pembentukan thrombosis (Thrombophlebitis) dan Varises (Varicose Vein)

Sebelum kedatangan heparin, terapi lintah adalah metode yang ditetapkan untuk terapi akut pada pembekuan darah (thrombosis) vena kaki dalam dan peradangan vena akibat pembentukan thrombosis (thrombophlebitis) di permukaan. Banyak dokter dan suster dari departemen yang berbeda-beda mengingat telah menggunakan lintah untuk menangani kasus ini. Dengan kedatangan heparin, sebelum masa studi yang dikontrol tersebut, terapi lintah yang dulunya signifikan dengan cepat menghilang, tapi masih bertahan signifikan sebagai aplikasi yang sesuai untuk

gejala varises dan peradangan vena akibat pembentukan thrombosis permukaan dalam praktek medis.

Buku Bottenberg mengenai terapi lintah adalah buku yang “berkuasa” pada saat itu. Peneliti dari India menggunakan metode berbasis teknologi untuk mengklasifikasi efek terapi lintah pada percobaan klinis tidak terkontrol yang lebih baru, pada 20 pasien dengan bisul vena (venous ulcer) dan varises yang kompleks. Aplikasi satu ekor lintah dilaporkan memiliki efek anti-pembengkakan dengan akumulasi cairan berlebihan (edema) pada 19 dari 20 pasien dan menghasilkan penyembuhan pada bisul vena yang sulit disembuhkan (refraktori) sebelumnya pada semua pasien yang diteliti.

Karena kurangnya kelompok kontrol, tidak mungkin untuk menentukan apakah efek dari terapi lintah adalah efek yang spesifik. Tidak ada studi yang terkontrol atau tidak terkontrol lain mengenai subjek ini. Seperti banyak penyakit lainnya, kesuksesan tahunan dari praktek tradisonal menyediakan kejadian empiris yang luas dari kemujaraban terapi, tetapi hanya sedikit kejadian yang memenuhi kriteria pengobatan berdasarkan fakta (evidence-besed medicine). Studi terkontrol perlu dilakukan untuk mengumpulkan lebih banyak penilaian kemujaraban yang spesifik. Karena terapi lintah tidak memiliki efek kosmetik pada varises dan karena metode fisik efektif untuk edema telah tersedia, studi ini sebaiknya terfokus pada kemujaraban dari terapi lintah untuk menghindari gejala varises dan mengobati bisul vena. Namun, studi ini tidak dapat dilaksanakan tanpa dukungan finansial. Pendanaan penelitian yang cukup adalah penting untuk mencapai bukti ilmiah dari kemujaraban terapi lintah.

Nyeri persendian (Arthrosis), radang sendi (Arthritis), dan gejala nyeri kronis

Ini adalah indikasi paling dominan untuk terapi lintah dalam praktek medis modern. Dalam sejarah, lintah digunakan terutama untuk menerapi gout (arthritis urica) dan pembengkakan penyakit pada sambungan yang terinfeksi. Berdasarkan alasan transmisi dan kontrol penyakit (epidemiologi), maka penyakit pada daerah sambungan karena menurunnya fungsi organ tubuh (degeneratif) lazim di populasi Eropa pada saat ini. Karena frekuensinya meningkat secara teratur, maka penyakit ini menjadi lebih dan lebih dominan pada terapi lintah klinis dalam dekade terakhir.

Nyeri sendi karena menurunnya fungsi (Osteoarthritis) lutut (Gonarthritis)

Gejala gonarthritis adalah salah satu indikasi yang diteliti paling baik untuk terapi lintah. Klinik rawat jalan dan rumah sakit seperti Departemen Pengobatan Naturopatik (Naturopathic Medicine) pada Rumah Sakit Moabit di Berlin, terapi lintah mencapai kesuksesan sangat tinggi setelah aplikasi sekali terapi pada daerah di sekitar sendi (periartikular) pada pasien dengan nyeri sendi (osteoarthritis) di lutut.

Tim penelitian mempublikasikan studi awal dari kemujaraban terapi lintah dalam mengobati rasa nyeri sendi (osteoarthritis) di lutut tahun 2001. Enam belas pasien berturut-turut, yang memberi konfirmasi pada kasus jangka panjang nyeri gonathrosis yang memburuk pada satu sisi tubuh, dimasukkan dalam studi. Terapi tunggal dengan empat hingga enam lintah dilakukan pada 10 pasien, dan pengobatan standar diteruskan pada enam lainnya. Pada studi yang dikontrol tapi tidak random ini, terapi lintah mencapai pengurangan rasa nyeri yang cepat dan signifikan

(kira-kira 60%) dibandingkan dengan kelompok kontrol. Perbedaan dalam pengurangan rasa sakit secara statistik signifikan tiga hari setelah terapi dan bahkan lebih tegas dinyatakan terjadi empat minggu setelah terapi. Pada akhir studi, intensitas nyeri dari kelompok terapi lintah diberi nilai “1” dari skala 0-10. Rangkaian nyeri pada daerah sambungan yang diteliti sepanjang waktu dapat dilihat pada Gambar 10.1.

Gambar 10.1 Hasil dari studi awal terkontrol dari pasien dengan osteoarthritis pada lutut. Rangkaian nilai nyeri pasien yang diterapi dengan lintah

dibandingkan dengan terapi standar

Sumber : Rumah Sakit Essen-Mitte, Jerman

Didorong oleh hasil yang menjanjikan, para peneliti memulai studi random yang lebih besar pada Rumah Sakit Essen-Mitte dengan dana dari “the Karl and Veronica Carstens Foundation”. Ke-51 pasien yang terlibat dalam studi, secara radiologis (dengan sinar X atau alat radiasi lain) dan klinis telah dikonfirmasi memiliki nyeri sendi (osteoarthritis) pada lutut untuk jangka waktu yang lama. Pasien secara random dimasukkan ke dalam kelompok yang menerima terapi lintah saja (n=24 orang) atau terapi gel anti radang lokal diclofenac (n=27). Terapi dengan diclofenac yang standar dan konvensional dilakukan beberapa kali dalam sehari

selama total empat minggu. Pasien menjalaninya selama total tiga bulan. Gejala didokumentasi secara detail dan menggunakan kuesioner yang telah disusun dan divalidasi, menggunakan skala analog visual WOMAC (the Western Ontario and McMaster Universities Osteoarthritis Index), sebuah indeks nyeri sendi di Universitas McMaster dan Ontario bagian barat. Kuesioner WOMAC diselesaikan pada hari ketiga, ketujuh, 28 dan 90. Nilai total WOMAC juga dianalisis.

Kuesioner ini digunakan untuk mendapatkan nilai rasa nyeri, nilai fungsi sambungan, nilai kekakuan pada pagi hari, dan nilai total. Pengurangan signifikan pada rasa nyeri terjadi tiga hari setelah terapi, dan maksimum kelegaan nyeri diukur pada hari ke tujuh. Pada akhir bulan ketiga, nilai nyeri masih lebih rendah daripada nilai dasar. Terapi lintah jelas unggul dibandingkan terapi yang direkomendasikan pada dua tanggal sampling pertama, walaupun signifikansi perbedaan secara statistik menurun setelah itu.

Selama periode studi secara keseluruhan, fungsi sambungan, kekakuan pagi hari dan nilai total dari pasien yang menerima terapi lintah secara konsisten dari WOMAC lebih baik daripada pasien dalam kelompok kontrol. Kualitas kehidupan, yang dinilai selama satu bulan, juga signifikan lebih baik pada kelompok terapi lintah. Tidak ada efek samping yang serius terjadi. Gatal lokal sedang yang berakhir pada dua hingga tiga hari sering dilaporkan. Rangkaian dari nilai nyeri dan nilai fungsi sambungan WOMAC sepanjang waktu dapat dilihat pada Gambar 10.2 dan 10.3.

Gambar 10.2

Studi mengenai keberhasilan terapi lintah pada 51 pasien dengan osteoarthritis pada lutut. Penilaian nyeri dari WOMAC

Gambar 10.3.

Studi mengenai keberhasilan terapi lintah pada 51 pasien dengan osteoarthritis pada lutut. Penilaian fungsi sambungan WOMAC

Sumber : Rumas Sakit Essen-Mitte, Jerman

Studi random mendemonstrasikan terapi lintah merupakan metode yang sangat efektif dan handal untuk menerapi nyeri sendi (osteoarthritis) pada lutut. Fakta bahwa pengurangan nyeri absolut agak lebih rendah dibandingkan pada studi awal dapat dihubungkan dengan desain studi yang bersifat acak.

Pada studi awal, pasien diberikan metode terapi yang mereka inginkan untuk diterima, dimana pada studi kedua pasien secara random diberikan terapi yang berbeda. Untuk menguji hipotesis, semua pasien pada studi lebih lanjut ditanya mengenai ekspektasinya pada hasil terapi langsung setelah diatur secara acak (randomisasi). Tidak mengejutkan pasien pada kelompok terapi lintah memiliki ekspektasi lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok diclofenac. Hasil ekspektasi termasuk dalam analisis statistik yang telah disesuaikan, yang menunjukkan bahwa pasien tidak dipengaruhi hasil terapi atau perbedaan kelompok yang diobservasi. Ini membuat peneliti dapat menyimpulkan bahwa efek placebo atau sugestif tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada hasil terapi.

Studi intervensi ketiga dengan perbandingan desain studi yang dikontrol dan diacak dilakukan peneliti di Universitas Free di Berlin, Jerman. Sejumlah total 52 pasien (umur rata-rata : 68 tahun) terlibat dalam studi ini. Pasien dalam kelompok terapi lintah (n=26) menerima terapi lintah, sedangkan pada kelompok kontrol (n=26) menerima terapi Transcutaneous Electrical Neuromuscular Stimulation (TENS) (stimulasi otot dan syaraf dengan alat listrik yang ditempelkan pada kulit). Peneliti menggunakan desain studi silang dimana periode dua-tiga minggu terapi dipisahkan dari periode tiga minggu berikutnya yang meletihkan. Gejala dievaluasi dengan menggunakan indek Lequesne yang telah divalidasi, dibandingkan dengan indeks WOMAC. Studi Universitas Free juga

mendemonstrasikan bahwa terapi lintah menyebabkan

pengurangan nyeri yang signifikan dan peningkatan pada fungsi sambungan dan efek terapi lintah masih diukur sembilan bulan setelah terapi.

Sebagai ringkasan, tiga studi mendemonstrasikan keberhasilan klinis yang baik dari terapi lintah untuk nyeri sendi (osteoarthritis) pada lutut yang telah dilakukan sejauh ini. Dua dari tiga penelitian diacak, percobaannya dikontrol. Berdasarkan kriteria pengobatan berdasarkan fakta, ini dapat diklasifikasikan sebagai fakta yang sangat dapat dipercaya.

Studi tinjauan ke belakang (retrospektif) dilakukan di Rumah Sakit Essen-Mitte, Jerman, dimana kira-kira 400 pasien dengan nyeri sendi (osteoarthritis) di lutut menerima satu kali terapi lintah sebagai data awal untuk efek jangka panjang dari terapi lintah. Sembilan puluh persen dari pasien mengalami penurunan nyeri yang signifikan, dimana berlangsung satu hingga tiga bulan pada 27% kasus, empat hingga sembilan bulan pada 33% kasus, dan 10 bulan ke atas pada 26% kasus. Kebutuhan akan obat penghilang

rasa nyeri (analgesik) menurun pada 72% dari keseluruhan pasien, dan menurun untuk durasi lebih dari satu tahun sebesar 32%. Di samping rasa gatal secara lokal yang sering terjadi dan kulit yang kadang-kadang memerah, efek samping lain jarang terjadi. Saat ini dapat disimpulkan terapi lintah berguna dan merupakan metode yang aman untuk menerapi gejala nyeri sendi lutut (gonarthrosis). Keterkaitan klinis dari terapi lintah menjadi yang terpenting dalam efek samping yang telah dikenal yang berhubungan dengan penggunaan jangka panjang dari obat anti radang nonsteroid (NSAIDs) dan anti COX-2.

Penyakit degeneratif pada sambungan lain dan gejala nyeri otot dan jaringan (myofascial)

Pada praktek klinis, lintah digunakan untuk menerapi penyakit sambungan degeneratif dalam banyak lokasi lain selain lutut. Berdasarkan survei terhadap terapi lintah, sambungan utama yang diterapi pada kondisi ini adalah bahu, jempol, dan pergelangan kaki. Terapi pada nyeri pinggul (coxarthrosis) memungkinkan tapi kurang menjanjikan karena pinggul kurang dapat dicapai oleh lintah. Lebih jauh, peradangan otot (insersi tendinopati) dan penyakit otot (miopati) kurang berperan penting sebagai penyebab penyakit pada nyeri pinggul (coxarthrosis) dibandingkan nyeri sendi lutut (gonarthrosis). Terapi lintah di jari tangan dan jari kaki umumnya tidak direkomendasikan, karena risiko tertundanya penyembuhan luka. Namun memungkinkan, jika jaringan di bawah kulit kulit epidermis (subkutaneus) cukup tebal dan risiko potensial dan keuntungan dari terapi dipertimbangkan.

Percobaan dilakukan juga di University of Moscow, Rusia, tahun

Dalam dokumen Terapi Lintah (Halaman 164-184)