• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERAPI LINTAH DALAM BEDAH PLASTIK

Dalam dokumen Terapi Lintah (Halaman 137-144)

Teori

Pada pengobatan modern, bedah plastik adalah indikasi utama untuk merekonstruksi kerusakan kulit akibat kecelakaan, terbakar, reseksi tumor atau gangguan penyembuhan luka pasca operasi. Dalam sejarah, kesuksesan penggunaan lintah, khususnya Hirudo medicinalis untuk menerapi terhambatnya aliran darah pada kulit yang ditransplantasi (flap) setelah operasi plastik, terutama pada bedah wajah, telah dikenal selama lebih dari satu abad. Laporan pertama mengenai keberhasilan penerapan lintah adalah untuk memperbaiki sirkulasi darah dalam tranplantasi kulit hidung (nasal skin graft) (Blandin, 1836) dan kulit yang ditransplantasi (skin flap) karena penyumbatan vena (Derganc, 1960). Dieffenbach (1792-1847) ahli bedah Berlin, Jerman dipercaya sebagai salah satu bapak ahli bedah wajah modern, menjelaskan 17 kasus keberhasilan penggunaan lintah setelah bedah plastik.

Saat ini lintah medis sering digunakan untuk menyembuhkan komplikasi pasca operasi di kulit yang ditransplantasi secara lokal (free plap), transplantasi kulit bertangkai (pedicle flap) dan transplantasi bedah kecil yang biasanya dilakukan di daerah wajah. Lintah digunakan jika penyembuhan transplantasi berisiko karena

komplikasi hemodinamis atau tidak berfungsinya vena.

Penyumbatan vena adalah komplikasi kritis yang membutuhkan perhatian, biasanya terjadi segera setelah operasi. Terapi lintah berguna untuk memulihkan aliran darah di jaringan yang rusak. Jika pemompaan darah lokal telah diperbaiki, penyembuhan luka dan integrasi dari transplantasi dapat berproses.

Studi Kasus

Kasus 1

Seorang pasien wanita menderita tumor ganas (carcinoma) dekat ujung hidung. Terapi yang dilakukan terdiri dari pembedahan dan perbaikan lokasi kulit yang ditransplantasi (flap island). Setelah pembedahan, terdapat tanda-tanda penyumbatan vena. Dua ekor lintah diletakkan pada ujung hidung yang ditransplantasi untuk mengalirkan kelebihan darah. Sirkulasi darah segera meningkat secara signifikan dan pasien sembuh total tanpa ada komplikasi lebih lanjut (Gambar 7.1-7.3).

Gambar 7.1-7.3.

Dua lintah diletakkan pada ujung hidung yang ditransplantasi (Kiri). Pada tahap penyembuhan, bekas di daerah terapi masih terlihat, situasi sirkulasi dinormalkan dan transplantasi dijalankan secara penuh (tengah). Setelah enam bulan proses penyatuan berjalan sempurna (kanan) Foto : University Hospital Eppendorf, Hamburg, Jerman.

Kasus 2

Seorang gadis pipi kanannya terluka karena digigit kuda. Gigi depan kuda mengoyak penuh kekuatan penutup jaringan kulit di pipi kanan dan meremukkan jaringan di daerah penutup tengah. Luka langsung diterapi dan dijahit. Namun, penyumbatan vena berkembang, menjadi ungu kehitaman, karena kekurangan darah pada jaringan yang remuk. Terapi dengan satu gigitan lintah segera dilakukan dan situasi sirkulasi menjadi normal kembali (Gambar 7.4-7.7). Setelah beberapa tahun, syaraf muka berfungsi normal dan tidak ada kontraksi luka pada saat gadis itu tersenyum.

Gambar 7.4.

Seekor kuda menggigit pipi kanan seorang gadis hingga terkoyak dan remuk

Gambar 7.5.

Perubahan ungu kehitaman di sepanjang sisi luka, karena kekurangan darah secara serius dan kematian sel (necrosis) pada jaringan yang terluka

Gambar 7.6.

LIntah diletakkan di daerah bermasalah pada penutup kulit (skin flap)

Gambar 7.7.

Setelah beberapa tahun, seluruh penutup kulit dan fungsi syaraf wajah utuh kembali. Tidak ada kontraksi pada saat pasien tersenyum Foto : University Hospital Eppendorf, Hamburg, Jerman

Kasus 3

Kulit penutup bertangkai (flap pedicle) digunakan untuk memperbaiki bagian tubuh pasien yang cacat. Penyumbatan vena dapat terjadi bahkan sebelum dilakukan penggantian kulit. Setelah terapi lintah dilakukan beberapa kali, sirkulasi darah meningkat dan kondisi transplantasi menjadi terkendali. Teknik transplantasi jaringan kulit bertangkai (flap pedicled tubed), dimana jaringan suplai darah tidak dipotong tapi dibiarkan tetap melekat di tubuh donor, dijelaskan oleh dokter gigi asal Berlin, Hugo Ganzer, pada tahun 1917. Teknik ini saat ini jarang digunakan, tapi masih berguna dalam sejumlah kecil indikasi (Gambar 7.8).

Gambar 7.8 Setelah terjadi perubahan warna ungu kehitaman, dua lintah diletakkan di daerah terjauh dari jaringan kulit penutup

Foto : University Hospital Eppendorf, Hamburg, Jerman

Kasus 4

Seorang pasien yang terkena kanker ganas (sarcoma) dibedah kaki kanannya. Kerusakan pada kaki kanan ditutupi oleh kulit penutup yang dirotasi secara lokal. Kekurangan suplai darah menuju luka (hypoperfusion) terjadi setelah operasi dalam daerah kritis transplantasi. Terapi lintah segera dilakukan, menghasilkan sirkulasi yang kembali normal. Keseluruhan organ yang ditransplantasi berada dalam kondisi terkendali (Gambar 7.9 dan 7.10).

Gambar 7.9

Pemompaan darah yang buruk di daerah kulit sepanjang batas transplantasi

Gambar 7.10 Terapi lintah menghentikan pembatasan progresif karena proses transplantasi dan menghindarkan kematian jaringan (flap necrosis).

Foto : University Hospital Eppendorf, Hamburg, Jerman

Kasus 5

Pasien memiliki kanker ganas (carcinoma) di daerah wajah bagian kanan (Gambar 7.11). Terapi yang dilakukan terdiri dari pemotongan dan rekonstruksi. Penutup kulit multilapis digunakan untuk merekonstruksi bagian pipi dan pulau penutup kulit diambil

dari garis tawa (nasolabial)101 untuk merekonstruksi daerah dekat

lubang hidung dimana pipi bertemu dengan ujung hidung (nasal

alar)102. Suplai darah ke dalam “pulau” menjadi terhambat setelah

pembedahan. Lintah kemudian diletakkan di daerah “pulau” yang suplai darahnya kurang. Akhirnya, penyembuhan luka dapat diproses dengan signifikan, tanpa adanya kehilangan kulit.

101

Lipatan nasolabial, biasanya dikenal dengan "garis senyum" atau "garis tawa ", adalah bagian wajah. Terdisi dari dua lipatan kulit yang ada di masing-masing sisi hidung menuju ke sudut mulut. Lipatan itu memisahkan pipi dari bibir atas. Istilah nasolabial diturunkan dari bahasa Latin nasus yang berarti "hidung" dan labium yang berarti "bibir"

102

Nasal alar adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan daerah dekat lubang hidung dimana pipi bertemu dengan ujung hidung. Biasanya itu ditempat garis senyum atau tawa (nasolabial) dimulai

Gambar 7.11

Seekor Lintah medis diletakkan di bekas operasi jaringan flap

Foto : University hospital Eppendorf, Hamburg, Jerman

Kasus 6

Pasien yang sedang dimasukkan pipa ke dalam saluran rongga tubuhnya (intubasi), atau tracheostoma (Gambar 7.12) menjalani pembedahan tumor besar di daerah kepala dan leher. Kekurangan suplai darah menuju lidah terjadi setelah pembedahan, yang berhasil diatasi dengan meletakkan seekor lintah pada lidah.

Lubang mulut dihalangi dengan sebuah tampon untuk

menghindarkan lintah masuk ke dalam perut dan usus. Seorang petugas mengawasi secara kontinu tempat diletakkannya lintah.

Gambar 7.12

Hipoperfusi (kurangnya sulai darah) dengan perubahan warna biru kehitaman pada lidah. Lintah diletakkan dekat dengan ujung lidah.

Foto : University Hospital Eppendorf, Hamburg, Jerman

Referensi Tambahan

1. Derganc M.Zdravic F. Venour congestion of flaps treated by application of leeches, British Journal of Plastic Surgery 1960; 13:187-192

2. Sawyer RT. Johann Friedrich Dieffenbach. Successful use of leeches in plastic surgery. British Journal of Plastic Surgery 2000; 63:245-247

Dalam dokumen Terapi Lintah (Halaman 137-144)