• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terapi Lintah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Terapi Lintah"

Copied!
221
0
0

Teks penuh

(1)

[DRAFT-1]

TERAPI LINTAH

TEORI DAN PRAKTEK

Pengalaman dan penelitian Dokter, praktisi dan ahli biologi Jerman

Vita Sarasi

(2)

Prakata

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah bersabda dalam QS. An Nuur ayat 45 :

“Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Di dunia teridentifikasi sekitar 600 jenis lintah, namun hanya sekitar 15 jenis yang dapat digunakan untuk pengobatan, di antaranya Hirudo medicinalis. Ibnu Sina (978-1037 M), dokter Arab yang sangat terkenal, percaya lintah dapat mengeluarkan darah dari bagian tubuh yang lebih dalam dibandingkan dengan bekam basah (wet cupping) yang ditulis dalam bukunya “The Canon of Medicine” (Alqanoon-fi-Tibb).

Ketika menghisap darah, lintah bekerja seperti pipet kecil yang efisien, mengijeksi puluhan, bahkan dengan elektroforesis dua dimensi teridentifikasi lebih dari 100 zat kimia, melalui air liurnya ke dalam tubuh manusia. Tidak ada alat bedah mikro manapun di dunia dapat berfungsi kompleks dengan presisi tinggi seperti ini, demikian fakta yang banyak diakui para dokter, ahli biologi maupun praktisi di seluruh dunia.

Memang, diperlukan model yang sangat kompleks untuk dapat menjelaskan efek pengobatan dari air liur lintah ini, yang secara bersamaan dapat mengurangi kekentalan darah, meningkatkan aliran limfe, mencegah penyatuan trombosit, menghalangi infeksi jaringan sekaligus mengeluarkan efek analgesik lokal dan anestetik, sehingga meminimasi nyeri akibat gigitannya. Subhanallah…

(3)

Terapi lintah telah dipraktekkan lebih dari 2000 tahun dalam sistem pengobatan tradisional di Eropa, Ayurveda dan Cina. Saat ini terapi dipraktekkan dengan cara yang tidak terlalu berbeda dari metode yang dijelaskan Ibnu Sina 1000 tahun yang lalu. Ibnu Sina bersikeras bahwa terapi lintah membutuhkan tidak hanya kebersihan lintah tapi juga tempat aplikasi dan tangan terapis (Robert dkk, 2000).

Secara historis terdapat pergeseran dalam indikasi utama terapi. Pada masa lalu indikasi utamanya adalah penyakit jantung dan gangguan peredaran darah, namun saat ini telah berubah menjadi radang kronis dan rasa nyeri menahun. Hasil yang spektakuler juga telah terbukti untuk indikasi bedah plastik dan rekonstruktif, dan nyeri kronis karena menurunnya fungsi tulang sendi.

Untuk dapat menjelaskan bagaimana efek air liur makhluk mungil dengan pola punggung berwarna cerah : oranye, merah, kuning langsat dan hitam yang berulang-ulang itu dapat begitu mujarab, kita perlu membedah struktur anatomi tubuhnya yang sangat kompleks. Perutnya adalah “ruang penyimpanan” yang sangat besar, yang dapat membuatnya bertahan untuk tidak makan hingga dua tahun. Walaupun isi perutnya dikosongkan sekalipun, lintah masih dapat hidup dengan unsur dalam tubuhnya. Dalam

mulutnya terdapat tiga rahang membentuk sudut 1200, mirip

simbol mobil Mercedes-Benz, dengan 180 hingga 300 gigi kecilnya.

Bentuk tiga rahang di dalam mulut lintah (kiri) yang membentuk sudut 120o yang

mirip simbol mobil Mercedes-Benz (kanan)

(4)

Lima pasang pigmen mata dan ke-32 simpul syarafnya berkembang sangat baik untuk mendeteksi musuh dan mangsa potensialnya. Penghisap belakangnya bertekanan kuat, sekitar 0,2 atm, sehingga lintah bisa melekat pada hampir semua jenis permukaan benda. Buku ini mengambil sumber utama dari buku “Medicinal Leech Therapy” (penerbit Thieme dari Stuttgart, Jerman tahun 2007) yang diperkaya dengan informasi dari berbagai referensi tambahan lainnya. Buku utama tersebut menceritakan hasil penelitian dan pengalaman terapi lintah di Jerman dari Andreas Michalsen, MD., Gustav Dobos, MD, Manfred Roth, PhD. (masing-masing seorang profesor, seorang dokter, dan seorang ahli biologi merangkap praktisi). Buku tersebut juga menceritakan penerapan terapi lintah di berbagai negara guna memberikan gambaran yang lebih lengkap baik secara teoritis maupun praktis yang dibutuhkan untuk berbagai keperluan dalam pelaksanaan terapi tersebut.

Prof. Gustav Dobos Rumah Sakit pengobatan

integratif dan komplementer, Essen-Mitte, Jerman Dr. Andreas Michalsen Departemen pengobatan penyakit dalam, Rumah Sakit Essen-Mitte,

Jerman

Dr. Manfred Roth Ahli biologi dan praktisi peternakan lintah ZAUG,

Biebertal, Jerman

Dokter, ahli biologi dan praktisi lintah dari Jerman

Rumah Sakit (Klinik) Essen-Mitte, Kota Essen di Jerman, lokasi riset medis untuk terapi lintah

Suasana di peternakan lintah ZAUG, kota Biebertal di Jerman

(5)

Seperti disebutkan di atas, buku ini juga dilengkapi dan diperkaya dengan berbagai referensi tambahan berupa paper-paper pada jurnal ilmiah dan tulisan-tulisan ilmiah popular lainnya, misalnya mengenai sejarah terapi lintah dari dulu hingga sekarang yang ditulis oleh I.S. Whitaker, J.Rao, D. Izadi, P.E. Butler, berjudul “Historical Article: Hirudo medicinalis : ancient origin of, and trends in the use of medicinal leeches throughout history”, dimuat dalam British Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, 2004, p.133-137 dan tulisan dari Dr. Nurdeen Deuraseh berjudul “Health and Medicine in The Islamic Tradition based on the Book of Medicine (Kitab al-Tibb) of Sahih al-Bukhari, UPM, Selangor, Malaysia. Pengayaan dengan referensi tambahan ini dituangkan pada hampir semua bab, khususnya pada Bab 1 (Pendahuluan) dan Bab 2 (Sejarah Terapi Lintah). Secara teknis penulisan, informasi dari sumber-sumber tambahan tersebut dituliskan dalam format kotak

(box). Untuk menjelaskan terminologi penyakit, penulis

menggunakan Kamus Kedokteran Dorland, edisi 31, 2010 yang diterbitkan oleh EGC, penerbit buku kedokteran.

Salah satu efek samping terapi lintah adalah gatal-gatal sementara karena pengaruh zat histamine dalam air liur lintah. Menurut Tuan Hj. Ismail bin Hj. Ahmad, pakar herba dari Perlis, Malaysia, obat antihistamin yang sering diresepkan dokter hanya menghilangkan gejala alergi pada saat diminum. Bahkan ada yang menderita gatal-gatal di seluruh badan atau bintik-bintik darah karena tubuhnya menolak antibiotik kimia sintetis. Untuk itu, beliau menganjurkan untuk mengkonsumsi herba yang mengandung akar kunyit (Coscinium blumeanum) dimana terdapat flavanoid tinggi di dalamnya yang berfungsi sebagai anti oksidan, mengurangi pengeluaran histamine dan zat-zat alergi lain, sekaligus membantu meningkatkan kadar vitamin C dalam tubuh untuk melindungi kerusakan sel akibat radikal bebas dan menguatkan sendi.

(6)

Dibandingkan pengobatan alami lainnya, terapi lintah relatif lebih mudah dipelajari. Namun, pengembangannya memerlukan standar kualitas sebagai prioritas utama. Jika telah terpenuhi, pengobatan yang bermanfaat ini dapat dilanjutkan di rumah sakit maupun di klinik, mengingat minat masyarakat semakin meningkat.

Allah bersabda dalam QS Yunus ayat 57 :

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”.

Pada akhirnya, hanya Allahlah yang Maha Penyembuh. Oleh sebab itu sebagai manusia kita wajib berusaha secara maksimal dengan tetap diiringi doa kesembuhan kepada Allah SWT serta shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang mendukung penyusunan buku ini, khususnya kepada: Umi Anna dari Thibbun Nabawi Center di Pesantren Al Qur’an Babus-salam (Bandung) atas dorongan motivasi, diskusi, dan sharing pengalamannya serta dr. Nahdiyati Birkic yang saat ini tinggal di kota Frankfurt am Main (Jerman) atas bantuan dalam penyediaan literatur utamanya.

Semoga buku ini dapat dimanfaatkan secara optimal, baik sebagai pedoman praktis maupun pengetahuan ilmiah terapi lintah. Bandung, Ramadhan 1432 H / Agustus 2011

(7)

Daftar Isi

PRAKATA ... 1

DAFTAR ISI ... 6

1. PENDAHULUAN ... 11

Referensi Tambahan ...12

2. SEJARAH TERAPI LINTAH ... 13

Pendahuluan ...13

Terapi Lintah pada Masa Eropa Kuno ...15

Terapi Lintah pada Abad Pertengahan dan Modern ...21

Terapi Lintah pada Saat Ini ...29

Terapi Lintah pada Saat ini di Indonesia ...34

Referensi Tambahan ...35

3. BIOLOGI LINTAH ... 36

Pendahuluan ...36

Sejarah Lintah ...39

Anatomi dan Fungsi ...43

Anatomi dan Fungsi Mulut ...46

Kulit, Otot, Syaraf dan Indra ...51

Perilaku, Habitat, dan Pemeliharaan ...62

Reproduksi ...73

Memelihara lintah dan mengembangbiakkan di pusat pembiakan ...75

Referensi Tambahan ...80

4. TEKNIK TERAPI LINTAH ... 81

Pengukuran Kesiapan Kulit ...83

Prosedur aplikasi terapi lintah ...83

Pemilihan lintah ... 83

Pelaksanaan terapi lintah ... 84

Proses Makan ... 87

Referensi Tambahan ...91

5. INDIKASI TERAPI LINTAH ... 92

Varises (Varicose Vein) ...92

(8)

Radang vena akut (Phlebitis), penggumpalan darah permukaan

akut ... 97

Gejala pembekuan darah sekunder (Postthrombotic syndrome secondary) dan pembekuan darah di vena kaki bagian dalam (Deep Leg Vein Thrombosis (DVT) ... 97

Vena tidak berfungsi secara kronis (CVI (Chronic Venous Inssuficiency) ... 98

Penyakit Vena tanpa pembengkakan abnormal (Spider-Burst) ... 99

Nyeri Sendi (Arthrosis) ... 100

Frekuensi penggunaan lintah untuk nyeri sendi ... 101

Titik aplikasi lintah dan teknik berbagai indikasi ... 102

Nyeri sendi Lutut (Gonarthrosis/Knee Arthrosis) ... 102

Nyeri Sendi Bahu (Shoulder Arthrosis) ... 106

Nyeri Sendi Pinggul (Hip Arthrosis) ... 107

Nyeri sendi pergelangan kaki (Ankle Arthrosis) ... 108

Nyeri sendi di sambungan kecil (small joint Arthrosis) ... 109

Penyakit Rematik ... 111

Nyeri sendi yang berhubungan dengan Rematik (Rheumatoid Arthritis) ... 111

Gejala nyeri dan kekakuan otot dan sendi (Fibromyalgia) ... 112

Nyeri siku (Epicondylitis) ... 113

Gejala nyeri tulang belakang (Vertebrogenic) ... 115

Nyeri Pinggang (Lumbago) ... 115

Nyeri di titik persambungan tulang pinggul (Iliosakral) ... 116

Gejala nyeri leher (Cervical Spine) dan nyeri leher yang menyebar ke tulang belakang (Cervicobrachialgia) ... 116

Indikasi Umum Lanjutan ... 118

Kehilangan pendengaran tiba-tiba (Sudden Hearing Loss) ... 118

Gangguan suara bising di telinga (Tinnitus) ... 118

(9)

Gangguan sirkulasi (Peripheral Circulation Disorder) dan Penyakit terhambatnya arteri (Peripheral Occlusive Arterial) di persendian

yang jauh dari struktur sentral tubuh ... 121

Bisul bengkak bernanah (Abscesses) ... 122

Pembengkakan berisi darah (Hematoma)... 123

Penyakit kulit herpes akut (Herpes Zoster) ... 123

Terapi tambahan untuk penyakit radang organ dalam ... 124

Kebotakan (Alopecia) ... 125

Referensi Tambahan ... 125

6. TERAPI LINTAH UNTUK PENYAKIT REMATIK ... 126

Ketegangan Otot ... 126

Peradangan pada dan daerah jaringan penghubung ... 130

Referensi Tambahan ... 135

7. TERAPI LINTAH DALAM BEDAH PLASTIK ... 136

Teori ... 136

Studi Kasus ... 137

Referensi Tambahan ... 142

8. KONTRAINDIKASI ... 143

Pembekuan darah tak terkendali (Hemophilia), pasien yang mengkonsumsi anti pengentalan darah ... 143

Kekurangan sel darah merah (anemia) ... 144

Radang lambung (gastritis) yang parah dan Perdarahan potensial pada lambung dan usus (gastrointestinal) ... 145

Infeksi akut ... 145

Gangguan pada organ dan imunitas tubuh yang serius (immunosuppression) ... 146

Alergi yang sensitif dan parah (allergic diathesis) ... 147

Kehamilan (pregnancy) ... 149

Gangguan penyembuhan luka umum dan lokal ... 149

Tidak ada Ijin dari Pasien ... 149

9. KEAMANAN DAN EFEK SAMPING DARI TERAPI LINTAH ... 151

Nyeri lokal selama terapi ... 151

(10)

Darah rendah (hypotension) dan serangan pingsan (vasovagal) ... 154

Kehilangan darah ... 155

Lemahnya penyembuhan luka, superinfeksi dan alergi ... 156

Infeksi (sepsis) ... 159

Transmisi penyakit infeksi ... 160

Luka ... 161

10. DASAR ILMIAH TERAPI LINTAH ... 163

Mekanisme terapi lintah dan korelasi klinis ... 163

Anti pengentalan darah dan Hemodilusi ... 163

Efek penghilang rasa nyeri (analgesik) dan Anti peradangan ... 164

Efek Segmental dan Anti respon nyeri (antinosiseptif) ... 166

Efek pada aliran limfe dan jaringan penghubung ... 166

Konsep tradisional dan konstitusional kemujaraban ... 167

Bukti keberhasilan dalam indikasi klinis tertentu ... 168

Bedah plastik dan rekonstruktif : Penyumbatan vena akut setelah operasi ... 168

Peradangan vena akibat pembentukan thrombosis (Thrombophlebitis) dan Varises (Varicose Vein) ... 169

Nyeri persendian (Arthrosis), radang sendi (Arthritis), dan gejala nyeri kronis ... 171

Nyeri sendi karena menurunnya fungsi (Osteoarthritis) lutut (Gonarthritis) ... 171

Penyakit degeneratif pada sambungan lain dan gejala nyeri otot dan jaringan (myofascial) ... 176

Peradangan sendi (arthritis) ... 177

Radang telinga tengah (Media Otitis), gangguan suara bising di telinga (Tinnitus) dan penyakit telinga lain ... 178

Tekanan darah tinggi (hypertension) dan penyakit jantung dan pembuluh darah (cardiovascular) ... 179

Bagian khusus dari penelitian klinis dengan lintah ... 181

Referensi Tambahan ... 182

11. BIOKIMIA AIR LIUR LINTAH ... 183

(11)

Hirudin ... 186

Komponen lain dari air liur lintah ... 187

Komponen air liur dari lintah lain ... 190

Kombinasi ulang anti pengentalan darah ... 190

Referensi Tambahan ... 191

12. BAKTERI YANG TUMBUH DALAM TUBUH LINTAH MEDIS (HIRUDO MEDICINALIS)... 192

Simbiosis yang berkaitan dengan usus lintah medis ... 192

Aeromonas, simbion usus Lintah Medis ... 195

Mikrobiologi Lintah ... 197

Ciri-ciri Antimikroba dalam usus lintah... 199

Referensi Tambahan ... 202

13. ASPEK HUKUM TERAPI LINTAH DI EROPA DAN AMERIKA ... 203

Bagaimana status hukum dari terapi lintah? ... 203

Syarat apa yang harus dimiliki oleh terapis? ... 205

Apakah pasien telah diberikan informasi yang tepat mengenai risiko potensial yang dapat terjadi oleh terapis? ... 206

Apakah telah dilaksanakan perlindungan terhadap hewan dan lingkungan?... 207

Apakah persyaratan legal digunakan terhadap lintah setelah dipakai untuk menerapi? ... 207

LAMPIRAN ... 208

Daftar-1: Peralatan untuk Terapi Lintah ... 208

Daftar-2: Prosedur Terapi Lintah ... 209

Catatan Rasa Nyeri untuk Dokumentasi Hasil Terapi Lintah ... 210

Informasi untuk Pasien dan Formulir Perijinan ... 212

Informasi sebelum Terapi Lintah untuk Pasien ... 215

Prosedur Terapi Lintah ... 216

(12)

1.

Pendahuluan

Sejak dahulu sampai sekarang, penggunaan lintah medis (Hirudo medicinalis) untuk pengobatan, atau lebih dikenal dengan Terapi Lintah, sangat menarik perhatian masyarakat. Rahasianya ada pada air liur lintah yang sarat dengan obat berbagai penyakit. Terapi ini telah digunakan lebih dari 2000 tahun dalam sistem pengobatan tradisional di Eropa (Gambar 1.1), Ayurveda (India) dan Cina. Walaupun kemujarabannya telah terbukti, evaluasi secara ilmiah perlu terus dilakukan sesuai dengan pengetahuan terkini.

Gambar 1.1

Seorang wanita menggunakan lintah untuk mengobati penyakitnya. Ukiran kayu ini dibuat oleh William van den Bossche, yang dipublikasikan dalam

Historia Medica di Brussel, tahun 1638.

Sumber: Courtesy of NLM

Menurut pengamatan terapis Jerman, I.W. Müller (2002), walaupun terapi ini telah dijalani milyaran orang, dokumentasinya sangatlah sedikit. Dokumentasi pertama ditemukan pada jaman Hippocrates, abad ke-5 SM, dimana lintah digunakan untuk mengeluarkan kelebihan darah, penyebab dari banyak penyakit. Ada dua faktor penyebab mengapa lintah sanggup bertahan sebagai hewan tertua di bumi ini. Pertama, darah yang dihisap tidak membeku, kedua, gigitan lintah tidak menyakitkan. Hirudin, zat anti pengentalan darah dalam air liur lintah telah diteliti bahkan telah direkayasa secara genetik. Kemanjurannya telah teruji dalam skala besar dan dikontrol dalam sejumlah indikasi.

(13)

Terapi lintah telah diteliti dalam lima tahun terakhir. Diawali di kota Essen, Jerman, lalu menyebar ke seluruh dunia. Publikasi hasil penelitian telah dimuat antara lain di Annals of Internal Medicine dan di The New Yorker. Ratusan sukarelawan merespon, bahkan kadang jumlahnya sepuluh kali lipat dari kandidat yang dibutuhkan. Terbukti lintah bukanlah makhluk menjijikkan. Bahkan di Eropa diklasifikasikan sebagai “produk medis” dan di Amerika, US Food and Drug Administration (FDA), sebuah organisasi pengelola makanan dan obat-obatan, menggolongkannya sebagai “alat medis”. Lintah telah dianggap sebagai “hewan penyembuh”. Secara historis ada pergeseran dalam indikasi utama terapi, dimana di masa lalu berupa penyakit jantung dan gangguan peredaran darah, sedangkan saat ini berubah menjadi radang kronis dan nyeri menahun. Hasil spektakuler telah terbukti pula untuk bedah plastik dan rekonstruktif, serta nyeri kronis karena menurunnya fungsi tulang sendi. Pada kenyataannya, opini memang masih terbagi. Di satu sisi, ceritanya sukses. Namun, di sisi lain, masalah “kebersihan” masih dipertanyakan. Tatkala terapi eksotis ini dibandingkan dengan kesterilan obat, pisau bedah, dan jarum injeksi dalam pengobatan modern, seperti layaknya seekor burung di antara pesawat terbang. Akibatnya, untuk menenangkan pasien yang curiga terhadap keamanan terapi ini, terapis dituntut untuk memiliki informasi lengkap. Pengobatan yang menggunakan hewan hidup memang perlu kualifikasi khusus.

Referensi Tambahan

1. Andreas Michalsen, Manfred Roth, Gustav Dobos, “Medicinal Leech Therapy”, Thieme, Stuttgart, Germany, 2007

2. I.S. Whitaker, J.Rao, D. Izadi, P.E. Butler, “Historical Article : Hirudo medicinalis : ancient origin of, and trends in the use of medicinal leeches throughout history”, British Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, 2004, p.133-137

3. Müller IW. Blutegeltherapie zwischen Empirie und Wissenschaft. Erfahrungsheilkunde 2002: 51(7): 462-271

(14)

2.

Sejarah Terapi Lintah

Pendahuluan

Pengobatan dengan cara pengeluaran darah (bloodletting) sangatlah tua usianya. Para arkeolog memperkirakan berkembang pada Jaman Batu, setelah baru-baru ini ditemukan alat terapi pada

masa itu (Glasscheib, 1964). Catatan mengenai veneseksi1

ditemukan dalam koleksi Hippocrates pada abad ke-5 SM. Teknik dan peralatan veneseksi dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Titik-titik pengeluaran darah Hans von Gersdorff (ahli bedah), Field book of wound medicine, 1517

Sumber : Wikipedia

Reproduksi alat veneseksi dan kauterisasi2

pada jaman Eropa abad pertengahan, penemuan arkeolog pada masyarakat biarawan di Saint Eutizio, Italia. Legenda: A. Besi Kauter, 35 cm; B.Pisau dan mangkuk,

28 cm; C. Sendok medis, 14 cm; D. Pisau dengan mata pisau tipis untuk mengeluarkan

anak panah, 20 cm.Sumber: Medieval Design.

1

Pengeluaran darah dengan cara penyayatan vena

2

(15)

Terapi pengeluaran darah (Bloodletting), 1860, salah satu dari hanya tiga foto yang ada mengenai

prosedur tersebut.

Sumber: Wikipedia

Veneseksi selama Perang Sipil

Sumber : Fullergeorgefeiis

Gambar 2.1 Teknik dan peralatan untuk pengeluaran darah

Dokter pada masa itu mengeluarkan darah untuk mengurangi

kelebihan humor3 dalam upaya menjaga kesehatan. Dalam

sistem Yunani, Hippocrates, Galen, Avicenna, Razzes, dll., para dokter terkenal di abad pertengahan, menganggap bahwa plethora (kelebihan) humor adalah tidak sehat (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Galen di antara Hippocrates dan Ibnu

Sina, para dokter terkenal di abad pertengahan

Sumber : Ambassadors

3

Cairan atau setengah cair dalam tubuh berupa darah (blood), dahak (phlegm), empedu kuning (yellow bile) dan empedu hitam (black bile)

(16)

Terapi lintah termasuk teknik pengeluaran darah yang ditulis pertama kali dalam bahasa Sansekerta kuno, India (Munshi, dkk, 2008). Dalam mitologi Hindu, Dhavantari, tabib yang menyebarkan rahasia pengobatan tradisional India pada dunia, digambarkan dengan salah satu tangan memegang nektar dan tangan lain memegang lintah. Penjelasan lebih luas terdapat dalam tulisan tabib Sushruta (100-600 SM). Pada masa itu, lintah membantu mengeluarkan kelebihan darah tanpa rasa sakit.

Sekitar 5000 tahun yang lalu, ahli pengobatan di Mesir percaya, membiarkan lintah menghisap darah pasien dapat menyembuhkan demam hingga perut kembung. Dokumentasi lain ditemukan di Mesir kuno, ketika dimulainya suatu peradaban. Gambar lintah terlukis di dinding makam Dinasti Faraoh (1567-1308 SM).

Terapi Lintah pada Masa Eropa Kuno

Terapi lintah pada masa Yunani kuno banyak dipengaruhi India, misalnya dalam puisi berjudul Alexipharmacia, gubahan Nicandros dari Colophon (200-130 SM). Dalam pengobatan tradisional Cina, Traditional Chinese Medicine (TCM), terapi ini juga dikenal walaupun dianggap kurang begitu penting.

(17)

Bangsa Roma juga mengenal terapi ini, bahkan memberi nama Hirudo, walaupun secara etimologis lintah berbeda dengan “Hirudo” dalam bahasa Latin. Nama Hirudo medicinalis diberikan oleh Linnaeus (Carl von Linné) pada tahun 1758, seorang ahli botani, dokter dan ahli hewan Swedia, peletak dasar sistematik dan terminologi biologi modern (Gambar 2.3).

Gambar 2.3.

Carl Linnaeus (1708-1778) “Bapak Taksonomi”, yang memberi nama

Hirudo medicinalis

Sumber : Wikipedia

Plinius menggunakan lintah untuk mengobati nyeri rematik, gout4

dan semua tipe demam. Plinius menyebutnya sanguisuga; sanguis berarti “darah”, sugo bermakna “saya hisap”.

Themisson dari Laodicea (123-43 SM), murid Aesculipius (Asciapiades) dari Siria, pada permulaan era Nasrani menganggap ruh setan adalah penyebab terjadinya penyakit dan pengeluaran darah dibutuhkan agar dapat pulih kembali (Major, 1954).

Secara ilmiah, penyebab penyakit ada dua, yaitu “konstriksi” (penyempitan) dan “dilasi” (pelebaran). Karena itu, indikasi utama adalah penyakit kepala kronis, demam secara umum, penyakit jiwa, epilepsi, gangguan telinga, penyakit hati, limpa, usus, nyeri

4

(18)

pinggul (ischialgia), radang sendi (arthritis) dan gout. Sedangkan indikasi tambahan adalah penyakit umum dengan gejala pengerasan, penebalan, pengkakuan, penegangan, pembengkakan, nyeri dan kram; semua itu dikenal dengan “status strictus”.

Para pendukung teori pneumatik5 menganggap terapi lintah

berguna untuk penyembuhan “putrefaksi”6 (pembusukan yang

disebabkan oleh bakteri atau jamur) dan “plethora” (kelebihan) darah. Keduanya bertujuan menggantikan “darah buruk” dengan “darah baik”. Walaupun ada perbedaan antara plethora dan putrefaksi, keduanya dapat diatasi melalui pengeluaran darah, dengan cara terapi lintah atau bekam.

Menurut konsep pathologi humoral, sistem organ tidak berisiko mengalami kerusakan selama cairan tubuh tetap bergerak dan dapat dikeluarkan secara alami. Namun, jika salah satu bagian tubuh terkena penyakit dan menjadi kronis, maka sebaiknya aliran humor diperbaiki. Dokter pada masa lampau menggunakan lintah untuk mengatasi demam dan peradangan lokal. Sedangkan di medan perang, dokter militer Roma menggunakannya untuk menangani luka perang.

Alexander de Tralles (525-605 M) menggunakan lintah untuk mengobati kehilangan pendengaran. Selama jaman kekuasaan Roma, Galen (129-189 M), dokter dari Marcus Aurelius, mengembangkan lebih jauh konsep pathologi humoral. Konsep ini dibangun berdasarkan teori Hippocrates (460-370 SM), mengenai hukum keseimbangan, dimana semua sistem tubuh adalah seimbang. Penyakit terjadi karena adanya ketidakseimbangan.

5

Berhubungan dengan penggunaan udara atau gas yang sejenis

6

Dekomposisi enzimatik, khususnya terhadap protein, dengan terbentuknya senyawa-senyawa yang berbau busuk, seperti hidrogen sulfida, amoniak, merkaptan

(19)

Galen berpikir pentingnya memelihara keseimbangan keempat humor, yaitu darah (blood), dahak (phlegm), empedu kuning (yellow bile) dan empedu hitam (black bile). Setiap humor berhubungan dengan karakteristik khusus kepribadian seseorang yaitu periang (sanguine), dingin (phlegmatic), pemarah (choleric) dan pemurung (melancholic). Galen mengklasifikasikan lintah sebagai bagian dari sistem elemen yaitu api, tanah, udara dan air yang harus selalu seimbang dengan penyaluran kelebihan zat dalam tubuh. Lintah digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit kulit dan jiwa di antaranya penyakit “melankolis” yang berkaitan dengan empedu hitam. Ilmu dokter Salernitan ini berangsur-angsur menyebar dari Italia ke seluruh Eropa.

Pada abad pertengahan, profesi ahli bedah dirangkap tukang cukur (barber surgeon) (Gambar 2.4.). Pada saat menerapi, mereka menyuruh pasien menggenggam sebatang tongkat kayu, agar vena di tangannya dapat terlihat. Beberapa mangkuk disediakan untuk menampung lintah dan darah, juga pembalut dari kain linen. Pembalut linen yang telah ternoda darah, membelit tongkat tukang cukur yang berkibar tertiup angin. Itu sejarahnya mengapa di luar beberapa salon saat ini terdapat tongkat berstrip merah putih. Dulu di atas tongkat ada sebuah mangkuk berisi lintah, yang sekarang berubah menjadi bola di atas tongkat (Gambar 2.4).

(20)

Ahli bedah merangkap tukang cukur, sedang membedah bisul atau mencukur rambut di leher pasien, ukiran karya Lucas van Leyden, 1524

Tongkat tukang cukur berstrip merah putih dengan bola di atasnya

Sumber : Wikipedia

Peralatan yang digunakan untuk a) pengeluaran dan pembuangan seluruh jaringan atau organ (ekstirpasi) b) pengeluaran darah c) khitan (sirkumsisi) Sumber: Bravo,

Julián. La međicina Espaṅola y la medicina indigena en Marruecos. Las

Kábilas de Quebdana y Ulad Setut. Orense, La Industrial. 1932

Gambar 2.4. Ahli bedah merangkap tukang cukur (barber surgeon) dan peralatannya

(21)

Lintah untuk pengobatan disimpan dalam bejana khusus berisi air yang berlubang di atasnya. Awalnya bejana ini terbuat dari kaca, lalu dibuat juga dari keramik yang didesain sangat indah untuk dijadikan koleksi (Gambar 2.5). Pada saat menerima panggilan ke rumah pasien, dokter sering membawa bejana kecil yang terbuat dari gelas atau timah yang dapat berisi selusin lintah atau lebih.

Sumber : Louis E. Kelner, Dan Beckemeyer, Erdward Kwong

Gambar 2.5.Bejana lintah terbuat dari kaca atau keramik

Pada dasarnya terapi lintah lebih dapat diterima oleh pasien

dibandingkan metode/alat lain, misalnya fleam7 atau scarifier8,

karena gigitannya dianggap tidak menyakitkan (Gambar 2.6).

Pisau bedah terbuat dari besi (Fleam) jaman dahulu

Sumber : Wikipedia

Tiga jenis pisau bedah (Fleam) Sumber : Wikipedia Scarifier, sekitar 1840-1880, Sumbangan : Mrs. D. O.Bovenmyer. Gambar 2.6 Berbagai jenis pisau bedah untuk mengeluaran darah

7

Pisau yang dikokang dengan pegas seperti lancet (pisau bedah yang berujung kecil dan bermata dua).

8

Alat yang mempunyai satu atau lebih titik tajam untuk melakukan skarifikasi, yaitu membuat banyak goresan atau tusukan kecil dan dangkal pada kulit seperti ketika memasukkan vaksin cacar

(22)

Pada masa itu terapi lintah dilakukan untuk mengobati penyakit pada bagian tubuh yang tidak dapat dibekam, seperti tumor di kanal dubur (hemorrhoid), jatuh/tenggelamnya dubur (prolapses rectum) dan radang vagina (inflamed vulva). Untuk pengobatan pada organ berlubang, sebaiknya lintah diperhatikan agar tidak merayap ke dalam lubang, karena dapat berakibat fatal.

Terapi Lintah pada Abad Pertengahan dan Modern

Ibnu Sina, seorang dokter Arab yang sangat terkenal pada tahun 978-1037 M, percaya lintah dapat mengeluarkan darah dari bagian tubuh yang lebih dalam dibandingkan dengan bekam basah (wet cupping). Dalam bukunya “The Canon of Medicine” (Alqanoon-fi-Tibb) (Gambar 2.7), Ibnu Sina menulis langkah-langkah bagaimana lintah dapat digunakan untuk pengobatan (Grunner, 1930).

Gambar 2.7. Kitab 'Canon of Medicine'

dari Ibnu Sina

Sumber : The Aga Khan Trust for Culture

Terapi lintah juga ditemukan dalam Kitabul Umda Fi Jarahat yang ditulis oleh Ibnu Maseehi (1233-1286 M). Kitab ini membahas karakteristik lintah yang dapat digunakan untuk pengobatan, yaitu lintah yang berwarna seperti dedak, merah agak kehitaman, seperti hati, kuning, atau bertubuh kurus mirip ekor tikus.

(23)

Pada akhir abad Galenisme, dokter menggunakan lintah terutama untuk mengurangi cairan merugikan langsung dari bagian tubuh yang terkena penyakit. Mereka percaya terapi ini akan menaikkan “pembakaran internal” cairan tubuh yang berasal dari penyakit secara alami. Selain itu, terapi lintah juga dijadikan sebagai pengganti penyayatan vena (veneseksi). Abraham Zacuto (1575-1642), pendukung utama Galen, mengembangkan kisaran indikasi dan dasar empiris selama beberapa tahun berikutnya.

Pada abad ke-17, konsep pathologi humoral Galen harus berkompetisi dengan munculnya pergerakan medis baru yang memiliki cara pengeluaran darah yang berbeda. Pendukung kimia kedokteran (iatrochemistry) cenderung menolak semua bentuk pengeluaran darah. Mereka percaya hal itu dapat memperpendek usia, dan menurut kitab suci, darah adalah tempat jiwa dan sumber

energi kehidupan. Mereka percaya penyakit disebabkan archeus9,

yang dipengaruhi ideo morbus, sehingga pengeluaran darah tidak akan menyembuhkan pikiran tak wajar, penyebab dari segala macam penyakit. Banyak ahli kimia kedokteran kemudian menerapkan teknik berbeda dengan pembatasan yang lebih lunak. Sementara itu, opini pendukung fisika kedokteran (iatrophysic) sangat berbeda. Mereka percaya terapi ini mutlak diperlukan.

Berdasarkan hukum mekanik, pengeluaran darah akan

mempengaruhi tekanan, daya tahan, dan kecepatan mengalir darah, yang menghasilkan pendistribusian kembali darah secara sementara dalam tubuh, yang akhirnya kembali mempengaruhi pembuluh darah, jantung dan komposisi darah.

9

(24)

Kombinasi teori mekanik kedokteran (iatromechanic) dan konsep pathologi humor dari Galen sangat menonjol pada abad ke-18. Berdasarkan paradigma ini, darah adalah campuran labil dari berbagai substansi yang berbeda dan cenderung membusuk, karena itu penting dijaga agar terus mengalir, sehingga terhindar dari terjadinya pengentalan (thickening).

Plethora, penyebab utama penyakit dihubungkan dengan ketidakseimbangan input makanan pada darah. Oleh karena itu, mereka percaya, keseimbangan membutuhkan puasa dan latihan fisik secara teliti dan intensif agar hasilnya memadai. Karena ini sulit dilakukan, mereka lalu mencari tiruan alami yang tidak menyebabkan berkurangnya energi (asthenia), komplikasi yang sering terjadi pada veneseksi dan bekam basah (wet cupping). Mereka juga menganggap veneseksi tidak efektif untuk individu periang (plethora) atau bertubuh gemuk, karena darah mereka terakumulasi pada pembuluh kapiler. Jika kelebihan darah ada pada pembuluh utama, seperti pada pasien pemarah, bekam saja tidak cukup dan terapi lintah lebih efektif. Keuntungan khusus dari terapi lintah adalah dapat digunakan pada bagian tubuh yang tidak mungkin untuk dibekam, seperti dahi, leher/kerongkongan, belakang telinga, pelipis dan anus. Terapi lintah dianggap sebagai pengobatan handal untuk pembengkakan, kram perut, nyeri umum, rematik, radang sendi, nyeri pinggul (ischialgia), radang buah pinggang (nephritis), asam urat dan varises (varicose vein). F. Hoffmann (1660-1742) pendukung mekanik kedokteran (iatromechanic), menggunakan lintah untuk mengobati penyakit akut dan pencegahan penyakit. Berdasarkan konsep plethora, dokter menyimpulkan terapi lintah efektif untuk penyakit kejiwaan, depresi, kejang, radang selaput dada, asma, dan kulit.

(25)

Terapi lintah menjadi populer pada abad ke-18-19 M, dan mencapai puncaknya tahun 1830 di Perancis ketika dipraktekkan oleh F.J.V.Broussais, dokter yang terkenal paling haus darah dalam sejarah, juga kepala Rumah Sakit Val de Grâce di Paris dan ahli bedah di Grande Armée Napoleon, (Castiglioni, 1948). Pelopor pengobatan psikologi ini percaya bahwa semua penyakit dapat ditelusuri menuju ke penyebab utamanya yaitu peradangan. Karena itu kelebihan akumulasi darah dan pengurangan rasa nyeri membutuhkan banyak terapi lintah dan rasa lapar.

François-Joseph-Victor Broussais (1772-1838)

Sumber : Whitaker, 2004

“Berikan 90 lintah lagi” Sebuah karikatur abad-ke 19 Sumber : Höllander, E. Die Karikatur

und Satire in der Medizin.2nd

ed.Stutgart:1921.

Sumber : Michalsen, 2007

Gambar 2.8 François-Joseph-Victor Broussais dan karikaturnya

Karena lintah mengeluarkan darah dari pembuluh kapiler tempat terjadinya peradangan, maka dianggap sebagai penyembuh

universal, khususnya untuk penyakit perut. Broussais

menggabungkan teori lama dengan konsep baru perangsangan (eksitasi) dan teori depresi dari Brown (1735-1788), yang percaya bahwa penyebab semua penyakit adalah kelebihan (sthenia) atau kekurangan (asthenia) stimulasi dan perangsangan. Pengeluaran

(26)

darah penting jika energi vital atau substansi darah berlebihan dan dapat diatasi dengan pengaturan makanan (diet).

Kelebihan darah akan menyebabkan demam, radang,

penyumbatan, kejang dan rasa nyeri, yang mengurangi stimulasi (asthenia) secara tidak langsung dan menghambat aliran darah pada penyakit ayan (apoplexy), asma dan kejiwaan. Sebenarnya setiap penyakit dapat dianggap indikasi, tergantung paradigma medis yang diterapkan.

Banyak sekali indikasi untuk terapi lintah, di antaranya radang pangkal tenggorokan akut (laringitis), radang ginjal (nephritis), nyeri ginjal (nephralgia), radang rahim (ovaritis) subakut, perdarahan hidung (epistaxis), pembengkakan testis, gangguan mata (opthalmia) dan akumulasi kelebihan darah di otak (Adams, 1988). Pada radang lambung akut (gastritis), direkomendasikan 20-40 lintah. Terapi lintah juga dapat diterapkan pada batang testis ketika terjadi radang testis (epididymitis), dan di pelipis saat terserang radang mata (ocular inflammation).

Dokter Perancis ini biasanya meresepkan lintah pada setiap pasien rawat inap. Akibatnya praktek menjadi berlebihan. Beberapa rekan seangkatan menyebutnya “vampirisme”. Lebih dari 100 lintah digunakan untuk satu sesi. Akibatnya, dalam setahun beberapa juta lintah digunakan di Perancis, Inggris dan Jerman.

Broussaisisme, sebutan terapi lintah pada saat itu, terilhami desain

“robes à la Broussais”. Lintah menjadi agen ekselen, bahkan

inspirasi mode. Gaun para wanita berasesoris bordiran lintah. Bahkan di sebuah perkumpulan wanita, lintah dijadikan dekorasi pakaian. Air liur lintah digunakan sebagai kosmetik untuk memperbaiki kulit wajah yang pucat.

(27)

Perancis segera kehabisan suplai lintah. Sejak habitat alaminya secara kontinu berkurang karena meningkatnya aktivitas pertanian dan industri, pemerintah terpaksa harus mengimpor lintah. Tahun 1828, lintah menjadi artikel terpenting dalam Materia Medica. Sekitar 100 juta lintah digunakan setiap tahunnya, hanya di Perancis. Akibatnya, harga lintah naik secara drastis. Banyak dokter lalu menggunakan ulang lintah dan berusaha mengembang-biakkannya di rumah sakit yang didanai oleh Pemerintah. Di medan perang, dokter militer merasa kuatir kekurangan lintah akan mempengaruhi kemampuan mereka dalam menangani luka.

Di Rusia, Mudrov dan Diadkovsky melaporkan phlebotomy (penyayatan vena) dengan lintah, ekselen dalam menangani peradangan otak, hati dan ginjal, rematik, tuberkolosis, epilepsi, penyakit histeris dan seksual. Kontraindikasi terapi tidak disebutkan, tampaknya usia dan status kesehatan pasien tidak dipedulikan.

Terapi lintah sangat populer, hingga spesies di Eropa terancam. Pasien diresepkan hingga 80 lintah per terapi. Rusia mengkonsumsi 30 juta lintah dalam setahun. Tahun 1833, dokter Perancis mengimpor hampir 42 juta lintah dan pemakaian setahun hampir mendekati 100 juta lintah. Permintaan yang semakin meningkat menjadikan harga naik. Pemerintah Perancis berinisiatif untuk memberikan tunjangan penghargaan pada perusahaan yang dapat meningkatkan produksi lintah, dengan pengembangan stok baru dari rawa, sungai dan kolam. Peternakan lintah menjadi cara populer untuk menghasilkan uang. Mereka akan berusaha pergi ke kolam untuk mengambil lintah, menjualnya, dan tidak mau beralih dari pekerjaan itu.

(28)

Awal abad ke-19, terapi lintah menonjol dalam dunia pengobatan. Antara tahun 1829-1836 M, sekitar 5-6 juta lintah digunakan setiap tahun. Karena permintaan sangat tinggi, dokter Inggris terpaksa mengimpor lintah tahun 1810. Ini mengakibatkan kendala finansial dalam pengembangan terapi. “Booming” terapi ini dimulai di Perancis, dan segera menyebar ke seluruh Eropa. Terapi ini menggantikan plebotomi (penyayatan vena) pada hampir semua indikasi. Seni terapi lintah segera menjadi profesi. Lintah berhubungan sangat erat dengan dokter dan dokter pada masa itu disebut “lintah medis”, karena menggunakan jutaan lintah untuk menerapi pasien. Kata “lintah” (leech) diturunkan dari “lӕce” yang dalam bahasa Anglo-Saxon berarti dokter. Istilah lintah medis digunakan untuk menggambarkan dokter dari Inggris.

Di Jerman, sekitar 30 juta lintah per tahun dikirim ke Amerika Serikat, dan pemerintah Jerman kuatir terhadap kemampuan negaranya dalam memenuhi kebutuhan domestik. Lintah Eropa (Hirudo medicinalis) lebih disukai dibandingkan dengan lintah Amerika (Macrobdella decora), karena lintah Amerika dianggap tidak menyayat secara dalam dan besar, sehingga hanya mengeluarkan sedikit darah (Gambar 2.9).

(a) (b)

Pola warna yang berbeda dari : Lintah Eropa :

(a) Hirudo medicinalis Linnaeus 1758.

(b) Hirudo verbana Carena 1820. Lintah Amerika :

(c) Macrobdella decora Lintah Asia

(d) Hirudo menillensis

Sumber : Canadian Museum Nature

(c) (d)

(29)

Amerika mengalami kesulitan mendapatkan lintah Eropa, sehingga tahun 1835 pemerintah menawarkan hadiah sebesar $500 bagi siapa saja yang dapat membiakkan lintah Eropa di Amerika Serikat. Tahun 1970, dalam edisi “Apotik Amerika”, terdapat artikel mengenai tata tertib pencegahan kotornya air tempat memelihara lintah (Adams, 1988).

Referensi terapi lintah dari Inggris pada abad pertengahan ditulis dalam bahasa Latin oleh Aldhelm dari Malmsburh (abad 7 atau 8). Von Resenstein (1776), dalam bukunya mengenai penyakit anak, menganjurkan terapi lintah untuk penyakit gigi, radang gigi, kejang, demam berdarah, radang selaput paru-paru dan mata.

Menurut Thomas, tahun 1822, perdarahan dapat terjadi karena dua hal, bekam dan terapi lintah. Menurutnya, terapi lintah dapat digunakan pada tempat yang lembut yaitu mata, gusi, buah dada, buah pelir (biji kemaluan), dimana terapi lain tidak dapat dilakukan.

Karena sulit menerjemahkan sejarah, penyebab, indikasi penyakit, dan mendefinisikan pathologi humoral dalam bahasa pengobatan

modern secara akurat, maka dilakukan metafor10 (menganalogikan

dengan hal lain yang sejenis) seperti pada konsep pengobatan Cina (TCM) dan India yang masih berlaku hingga saat ini.

10

(30)

Terapi Lintah pada Saat Ini

Pada akhir abad ke-19, popularitas lintah hilang. Berdasarkan catatan sebuah rumah sakit di Inggris, tahun 1832 digunakan hampir 100.000 lintah, namun lima puluh tahun kemudian jumlahnya menurun hingga kurang dari 2000 lintah. Efek terapisnya tidak sesuai lagi dengan konsep modern, karena metode eksperimen ditingkatkan dan metode empiris dibatasi secara ketat. Dengan berkembangnya ilmu psikologi modern, patologi dan mikrobiologi, lintah tidak diminati dokter dan pasien lagi. Selama periode ini hanya beberapa referensi ditemukan.

Sekitar tahun 1850, lintah di Eropa tengah dimusnahkan, sehingga harus diimpor dari Asia tengah yang harganya sangat mahal. Konsep “pathologi sel” dari Virchow (1821-1902) pada pertengahan 1850an meragukan konsep penyakit sebelumnya sebagai justifikasi pengeluaran darah. Ia menemukan bakteri adalah penyebab penyakit, sehingga masyarakat ketakutan terhadap bakteri (bacteriophobia). Terapi lintah menurun secara drastis, terutama di rumah sakit. Karena disinfeksi atau sterilisasi tidak mungkin dilakukan tanpa membunuh lintah, sejak pendidikan pengobatan diadakan di rumah sakit, terapi lintah jarang diperkenalkan pada dokter, sehingga dilupakan.

Tahun 1903/04, J.B. Haycraft (1857-1922) menemukan Hirudin, anti pengentalan darah dalam air liur lintah, yang diambil dari bahasa Latin Hirudo. Haycraft menyetujui observasi awal dari Profesor Diskonov di Rusia, yang dalam artikelnya berjudul “Changes of human blood in the leech” (perubahan darah manusia pada lintah) tahun 1809 membuktikan kurangnya pengentalan darah dan pemisahan (disolusi) sel darah merah dalam pembuluh usus lintah membuktikan adanya agen yang mencairkannya di

(31)

sana. Pada tahun 1955, Markwardt mengisolasi dan secara akurat mengkarakterisasi Hirudin dari kelenjar tenggorokan lintah dan tahun 1986 anti pengentalan darah ini pertama kali diproduksi secara rekayasa genetik.

Efek khusus terapi lintah dapat didefinisikan sebagai proses kimia yang sesuai dengan prinsip rasional dari ilmu dan pengobatan modern. Berita ini menyebar secara perlahan, pertama di antara komunitas peneliti. Ekspektasi utama peneliti adalah zat anti pembekuan ini mungkin akan menghasilkan keuntungan potensial dalam transfusi darah. Ekstraksi hirudin mungkin berguna dalam

mengatasi pembekuan darah (thrombosis11), penyumbatan arteri

(embolism12) dan kematian sel hidup karena gangguan pada

pembuluh darah (infarction).

Biaya komponen yang sangat tinggi menghalangi proses penyebaran ekstraksi hirudin. Hampir 25 tahun setelah penemuannya, baru tercatat penerapannya. Namun, meletusnya Perang Dunia I dan turunnya perdagangan lintah, memaksa terapi ini sekali lagi dilupakan.

11

Pembekuan darah yang bersifat stasioner di sepanjang dinding pembuluh darah

12

Penyumbatan arteri secara mendadak oleh bekuan darah atau benda asing yang terbawa oleh aliran darah ke tempat tersangkutnya

(32)

Terapi lintah akhir-akhir ini kembali digunakan dalam bedah rahang atas dan muka (maxilofascial) dan bedah mikro lainnya untuk membantu menyelamatkan vena dari penyumbatan, termasuk

pada transplantasi kulit secara bebas (free flap13) dan bertangkai

(pedicled flap14), amputasi jari tangan atau kaki, telinga dan ujung

hidung. Berdasarkan evaluasi terbukti jaringan kulit yang

mengalami penyumbatan vena (venous congestion)15 dapat segera

diperbaiki pada aplikasi awal dari terapi ini.

Terapi lintah kembali mengalami kebangkitan pada tahun 1920an, ketika B. Aschner (1883-1960), anggota kelompok dokter

naturopatik16 menjadi pendukung utamanya. Aschner menguraikan

teknik pengeluaran darah secara rinci dari sudut pandang baru berdasarkan konsep pathologi humoral. Daftar indikasi medis terapi bertambah panjang, sehingga mendorong lintah untuk masuk dalam peringkat “obat mujarab” (panacea).

Daerah khusus terapi dikembangkan oleh Termier, seorang ahli bedah. Dengan berkembangnya potensi pembedahan, maka komplikasi pembekuan darah (thrombus) dan penyumbatan arteri

13 Jaringan, bersamaan dengan suplai darahnya, diambil dari donor kemudian ditransfer ke lokasi lain.

Berbagai tipe jaringan dapat ditransfer sebagai penutup kulit termasuk, kulit dan lemak, otot, syaraf, tulang dan kombinasinya. Untuk semua jenis “free flap”, suplai darah dibentuk melalui bedah kecil untuk menghubungkan kembali arteri (suplai darah ke dalam penutup kulit) dan vena (aliran darah yang keluar dari penutup kulit). Free flap dapat menjadi sangat kompleks dan berlangsung lama, sekitar 6 hingga 12 jam, atau lebih lama tergantung dari kompleksitasnya.

14

Pedicled flap melibatkan proses yang sama dengan free flap, namun pedicle (suplai darah) ke penutup kulit tidak dipotong. Penutup kulit dapat dipindahkan secara langsung atau melalui kanal yang dibuat di bawah kulit ke area yang rusak. Pedicled flap biasanya lebih cepat dilakukan dan lebih kuat, tetapi tidak selalu dapat dilakukan, tergantung dari kerusakan dan anatomi.

15 Akumulasi cairan yang berlebihan atau abnormal seperti darah pada suatu bagian tubuh karena

obstruksi pengeluaran darah dari bagian tersebut. Disebut juga passive congesty

16

Suatu sistem perawatan kesehatan tanpa obat-obatan yang menggunakan banyak jenis terapi, seperti hidroterapi, panas, pemijatan, dan herba yang tujuannya untuk mengobati seseorang seutuhnya dengan merangsang dan membantu kapasitas penyembuhan dalam diri seseorang tersebut

(33)

(embolism) lebih sering terjadi pada pasca operasi. Karena sangat mahal untuk mengekstraksi hirudin, Termier merekomendasikan aplikasi langsung terapi lintah pada tahun 1922, dimana hirudin dapat diinjeksi secara alami. Termier menyebutnya “hirudinisasi darah”. Beberapa tahun kemudian, semua rumah sakit terkenal di Eropa mulai menggunakan terapi lintah sebagai indikasi medis.

Indikasi terapi lintah masih sangat luas. Untuk itu Bottenberg dalam publikasinya tahun 1935 mengembangkan indikasi umum terapi lintah yaitu :

• Semua proses peradangan dan penyakit rematik

• Penyumbatan pasif (congesty) pada suatu bagian tubuh karena terhalangnya pengeluaran darah dan kejang-kejang (spastic)

• Pembersihan dan regenerasi darah (antidyscratic) dari toksid dan penyakit kejiwaan

• Pembekuan darah (thrombosis) dan penyumbatan arteri (embolism) • Keluarnya cairan rendah protein dari darah karena gaya hidronamik

(transudate17) dan pengeluaran cairan tinggi protein dari darah karena peradangan (exudate18)

• Jika veneseksi (penyayatan vena) tidak mungkin dilakukan karena berbagai alasan teknis, seperti pada pasien yang masih kanak-kanak, pasien kegemukan, mengalami kontraksi di persendian, atau jika diinginkan pengobatan pada daerah pembuluh darah tertentu.

Bottenberg juga mengkompilasi daftar mekanisme tindakan, yang diterima tanpa kritik oleh pengikutnya.

Ketika heparin (zat anti pembekuan) dan phenprocoumon (Marcumar, preparat anti pembekuan) ditetapkan sebagai zat

17

Substansi cair yang telah melewati membran atau dikeluarkan dari darah sebagai akibat gaya hidrodinamik. Transudate berbeda dari exudate yang ditandai dengan keadaan yang sangat encer dan rendahnya kandungan protein, sel atau bahan padat yang berasal dari sel

18

Keluarnya cairan sel dan debris sel dari pembuluh darah dan pengendapannya di atau pada jaringan, yang biasa terjadi akibat radang. Exudate berbeda dari transudate, ditandai oleh sejumlah besar kandungan protein, sel atau bahan padat yang berasal dari sel

(34)

untuk pengobatan dan pencegahan penyakit yang disebabkan pembekuan darah (thrombosis) dan penyumbatan arteri (embolism), setelah Perang Dunia II, terapi lintah sekali lagi menghilang dari beberapa rumah sakit besar di Eropa tengah dan dilupakan oleh praktisi.

Tahun 1970, terapi lintah kembali diakui secara internasional, karena banyak digunakan pada bedah umum, plastik dan rekonstruktif untuk mengatasi penyumbatan vena pasca operasi dan penolakan pencangkokan. Terapi ini populer dalam naturopatik modern di berbagai negara berbahasa Jerman. Laporan kesuksesan dalam mengatasi rasa nyeri penyakit persendian secara naturopatik dari departemen naturopatik berbagai universitas secara luas diterima.

Tahun 1981, ahli biologi Row Sawyer membatalkan karir akademisnya lalu menuju ke perusahaan Biopharm Ltd. di Swansea, Wales, untuk mengembangkan peternakan lintah dan pengobatan klinis baru. Biopharm mengestimasi suplai sekitar 25000 lintah ke Inggris dan Irlandia dan 60.000 lintah ke Amerika Serikat setiap tahun.

Baru-baru ini, para peneliti yang dipimpin oleh ahli bedah kepala dan leher, Gregory Hartig, dari Universitas Wisconsin, Madison, AS, mengembangkan “lintah mekanis” (Gambar 2.9). Alat tersebut menyebarkan secara lebih baik anti pengentalan darah heparin untuk jaringan berbahaya. Sudut berongga kecil pada alat yang diimplantasi di bawah kulit tersebut berotasi untuk mencegah terjadinya pengentalan darah. Tim berpikir keuntungan terbesar dari lintah mekanis adalah bersifat psikologis, dimana pasien lebih menyukai untuk ditempeli sebuah mesin dibandingkan dengan seekor makhluk hidup.

(35)

Foto: Jeff Miller.

Gambar 2.9 Lintah mekanis Lintah mekanis, di UW-Madison

dibandingkan pasangan “berdaging”nya, di dalam gelas

kimia sebelah kanan. Lntah mekanis tidak pernah kenyang

dan dapat memindahkan sejumlah besar darah, sehingga aliran arus darah akan meningkat

ke jaringan yang sedang diterapi

Seni kuno dari penggunaan lintah memiliki peran penting dalam bedah rekonstruktif kontemporer, tapi apakah lintah mekanis akan memaksa saingan hidupnya untuk beristirahat? Hanya waktu yang akan menjawabnya!

Terapi Lintah pada Saat ini di Indonesia

Pada saat ini terapi lintah sudah mulai banyak diterapkan di Indonesia, khususnya sebagai bagian dari “Terapi Cara Islami” (Thibbun Nabawi). Namun demikian, literatur yang berkaitan dengan terapi ini sangat jarang dijumpai. Satu di antaranya adalah yang ditulis oleh Anna Rosdiana dari Thibbun Nabawi Center, Pesantren Babussalam, Bandung.

-MURI PENGOBATAN LINTAH

Sejumlah pengunjung mengikuti terapi lintah untuk pemecahan rekor MURI dalam

acara "Terapi Hirudo Terbanyak" yang diselenggarakan Bekam Ruqyah Centre (BRC) di lapangan KPAD Bandung, Jawa Barat, Jumat (24/6/2011). BRC berhasil memecahkan rekor MURI dengan terapi

lintah pada 1011 orang. Sebagian besar peserta diterapi di titik jantung di lidah

(36)

Referensi Tambahan

1. Adams, S.L., 1988. The medicinal leech. A page from Annelids of internal medicine. Ann. Int. Med., 109: 399-405.

2. Busing, K.H., W. Doll and K. Freytag, 1953. Die baklerien, flore der medizinischen Blultegel. Arch. Mikrobiol., 19: 52-86.

3. Butler,et.el. “Historical Article : Hirudo medicinalis : ancient origin of, and trends in the use of medicinal leeches throughout history, British Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, 2004, p..133-137

4. Castiglioni, A., 1948. History of Medicine. trans. E.B. Krumbhaar. 2nd Edn., Knopf, New York, pp: 672-698.

5. Glasscheib, H.S., 1964. The March of Medicine. 1st Edn. GP Putnam’s Sons, New York, pp: 153-166.

6. Grunner, O.C., 1930. A Treatise on the Canon of Medicine of Avicenna Incorporating a Translation of the First Book. 1st Edn., Luzac and Co., London, pp: 513-514.

7. Major, R.H., 1954. A History of Medicine. Thomas, 1: 146-146.

8. Munshi, Y., I. Ara, H. Rafique and Z. Ahmad, 2008. Leeching in the history-a review. Pak. J. Biol. Sci., 11: 1650-1653

9. Rosdiana, A., 2011. Terapi Lintah. Seri Buku-57, Thibbun Nabawi Center, Pesantren Al Qur’an Babussalam, Bandung.

10. Von Rosenstein, N.R., 1776. The Diseases of Children and their Remedies. 1st Edn., T. Cadell London pp: 313.

(37)

3. Biologi Lintah

Pendahuluan

Ada sekitar 600 jenis lintah telah teridentifikasi, namun hanya sekitar 15 jenis yang dapat digunakan untuk pengobatan (Arndt, 1940) (Gambar 3.1).

Sumber : Department of Biological Sciences, University of Alberta

Gambar 3.1 Berbagai jenis lintah

Lintah di sini adalah “lintah medis” yang selama berabad-abad telah digunakan oleh terapis, terutama di Eropa dan Amerika. Dulu, diasumsikan hanya ada satu jenis lintah medis dengan warna berbeda, yaitu Hirudo medicinalis medicinalis dan Hirudo medicinalis officinalis. Namun, berdasarkan penelitian ilmiah, perbedaan pola permukaan tubuh lintah ternyata mengindikasikan

(38)

ada dua jenis lintah medis yang berbeda, yaitu Hirudo medicinalis Linnaeus, 1758, dan Hirudo verbana Carena, 1829, yang saat ini dapat diuji dengan analisis DNA (Gambar 3.2).

Gambar 3.2. Hirudo medicinalis dan Hirudo verbana

Foto : Kutschera U, Moscow, 2004

Kedua jenis lintah selama ini tidak pernah dibedakan, karena keduanya digunakan secara bersamaan dan tidak ada perbedaan pada aktivitas dan komposisi air liurnya. Namun, karena suplai Hirudo medicinalis menjadi langka akibat eksploitasi intensif pada abad ke-19, Hirudo verbana kemudian menjadi satu-satunya jenis lintah yang digunakan selama berabad-abad di seluruh dunia. Karena kedua jenis ini dulu diasumsikan sebagai satu jenis dengan variasi warna, maka banyak penulis menyebut keduanya sebagai Hirudo medicinalis, tanpa membedakan di antara keduanya. Secara terminologi, lintah bukan cacing. Istilah “cacing” (vermis)

tidak digunakan lagi dalam zoology19, karena dulu hewan yang

dikelompokkan sebagai “vermis” adalah binatang seperti cacing dari kelompok yang sama sekali berbeda. Lintah saat ini diklasifikasikan sebagai Annelida atau cacing “bercincin”, yang memiliki kedekatan dengan cacing tanah (Gambar 3.3). Menurut kamus Jerman, Duden, “cacing” juga berarti “menggeliat-geliut”.

19

(39)

Sumber : Royal Society

Gambar 3.3 Klasifikasi Hirudinidae

Pada kenyataannya banyak orang “salah konsep” mengenai lintah. Di Jerman, lintah disebut “Blutegel”, mengingatkan pada kata “Ekel” (menjijikkan), walaupun memiliki akar kata yang sangat berbeda. “Egel” diturunkan dari bahasa Yunani “echis”, yang berhubungan dengan “Igel” (landak). “Igel” artinya “bukan ular”, berarti sesuatu yang baik, atau “ular berdarah”. Walaupun secara zoology tidak dapat dibuktikan, penyebutan ini mungkin dapat memperbaiki image terhadap lintah. Dalam bahasa Swedia lintah

(40)

disebut “igle”. Peran lintah sebagai penghisap darah ditekankan pada berbagai bahasa, contohnya “sangsue” di Perancis, “sanguijuela” di Spanyol, “sanguisuga” di Italia, “bloedzuiger” di Belanda, dan “sanguisugolam” di Latvia, nama yang terdengar melodis dan merdu. Di Inggris, lintah diturunkan dari kata Inggris kuno, “lӕce” yang berarti dokter di abad pertengahan.

Sejarah Lintah

Lintah diasumsikan telah digunakan lebih awal dari yang terdokumentasi, termasuk bukan oleh manusia. Karena lintah adalah makhluk tanpa tulang belakang, penemuan Hirudinea dalam fosil menjadi jarang.

Hanya ada dua penemuan pada periode Jurassic (sekitar 145 juta tahun lalu), yaitu Epitrachys rugosus (Ehlers, 1869) dan Palaeohirudo eichstaettensis (Kozur, 1970), yang membuktikan struktur umum dari lintah pada jaman Jurassic sama dengan lintah modern.

Berdasarkan penelitian, ternyata darah lintah dan manusia secara mengejutkan memiliki kesamaan yaitu mengandung hemoglobin, pembawa oksigen, yang larut dalam cairan pernafasan lintah, namun disimpan dalam lapisan sel darah merah (erythrocyt) manusia. Pada saat lintah menggigit manusia, ia akan memasukkan kombinasi sekitar 30 zat kimia. Saat ini baru delapan zat yang teridentifikasi struktur dan mekanismenya.

Calin adalah zat lain dalam air liur lintah. Fungsi utama dari protein ini menimbulkan perdarahan lanjutan yang dapat berlangsung hingga 12 jam. Sepintas, kita merasa heran mengapa lintah perlu memproduksi cairan yang mengakibatkan perdarahan relatif lama.

(41)

Lintah akan melepaskan diri dalam satu jam atau kurang dan tidak lagi terhubung dengan suplai darah pasien, sehingga tidak memiliki keuntungan langsung dari aliran darah tersebut.

Namun Allah menciptakan segala sesuatu pasti ada manfaatnya. Jawaban teka-teki ini mungkin adalah perdarahan lanjutan didesain untuk menarik lintah lain, sebagai alat pemelihara kelangsungan hidup populasi lintah. Namun, pergerakan air adalah tanda yang telah dikenal untuk tujuan itu, sehingga tidak ada perlunya memproduksi protein dengan fungsi yang sama. Jawaban lain

adalah perdarahan ditujukan untuk membantu pasien

membersihkan lukanya atau sebagai alat disinfeksi. Hal tersebut

dapat mengurangi risiko terjadinya infeksi (sepsis20).

Hewan dan manusia memerlukan jutaan tahun untuk belajar menghargai lintah sebagai terapis. Binatang ternak yang sendi tulangnya sakit terlihat pergi ke tempat berair yang dikerumuni lintah. Berdasarkan laporan dari Yunani dan India, binatang ternak membiarkan dirinya digigit lintah selama beberapa lama, agar dapat pergi dengan langkah yang lebih ringan. Banyak anjing berdiam diri (Gambar 3.4) ketika lintah ditaruh di tubuhnya, karena

secara instinct21 tahu lintah akan menolongnya. Pada jaman batu,

manusia mengembangkan berbagai teknik mengeluarkan darah, dengan atau tanpa lintah. Mereka menganggapnya sebagai metode sederhana untuk “mengeluarkan ruh jahat”.

20

Adanya mikroorganisme patogen (pembawa penyakit) atau toksin di dalam darah atau jaringan lain yang dapat masuk melalui infeksi, misalnya Aeromonas, atau melalui kontaminasi kedua.

21

(42)

Sumber : Biebertaler Blutegelzucht

Gambar 3.4. Terapi lintah pada hewan (Vaterinary)

Suplai lintah medis tidak pernah bermasalah serius sebelum abad ke-19, dimana seluruh populasi lintah dibinasakan. Hal ini didukung oleh pengajaran Broussais, seorang dokter Perancis, dimana terapi lintah meledak pada abad ke-19, yang dikenal sebagai “lintah mania” atau “vampirisme” di Eropa. Pada masa itu, lintah dikembalikan ke dekat kolam setelah dipakai. Tidak ada ketakutan terhadap transfer penyakit melalui mikroorganisme, karena orang tidak tahu mikroba itu ada. Lalu terjadilah pengurangan drastis suplai lintah domestik. Tidak ada pembatasan perpindahan lintah dengan kapal dari habitat alaminya, dari Hamburg ke Perancis, Amerika, Australia dan Inggris. Diasumsikan banyak lintah mati setelah pengobatan dan tidak pernah kembali ke siklus alaminya. Pebisnis Jerman pernah mengusulkan dibentuknya perusahaan yang menjual lintah, “the Actiengesellschaft Hirudinea” tahun 1863. Peluang bisnisnya menjanjikan, sayang idenya terlambat. Pada jaman Koch, Pasteur, dan Virchow, terapi lintah menghilang

hingga akhir abad ke-19. Menurunnya populasi lintah

menyebabkan perlu waktu untuk mengembalikan popularitasnya selama abad ke-20. Minat dokter akhirnya muncul lagi pada dua pertiga abad tersebut.

(43)

Saat ini mekanisme terapi lintah relatif dikenal, selektif dan biasanya dalam jumlah sedikit. Selang waktu selama abad ke-20 tidak cukup untuk mengembalikan populasi lintah Eropa, karena tanah basah untuk sementara waktu hilang melalui sistem pengairan atau tidak sesuai lagi untuk kehidupan lintah. Sejumlah

besar biotop22 telah dimusnahkan, dan lintah yang tersisa tidak

menemukan mamalia lagi untuk reproduksi. Selain itu, racun lingkungan membuat lebih sulit bagi organisme sensitif ini untuk berkembang di Eropa. Jumlah habitat lintah di alam yang saat ini masih ada di Eropa sangat sedikit.

Kebanyakan lintah di Eropa tengah diimpor dari Turki dan jarang dikembangkan. Karena unsur aktif dalam air liur lintah adalah ramuan efektif pembuatan salep dan produk lokal lainnya, maka populasi lintah Turki dimonitor sangat ketat, hidup atau mati. Beberapa ton lintah, segar maupun beku, diimpor ke Eropa setiap tahun. Bagian konservasi berharap kombinasi hirudin yang dihasilkan dari bakteri yang dimodifikasi secara genetik dan ragi akan segera mengurangi tekanan populasi lintah, tetapi harapan ini belum terpenuhi, karena variasi unsur dan mekanisme kompleks air liur lintah hidup lebih efektif daripada hirudin murni dalam sejumlah kasus. Jumlah lintah hidup yang dipakai di Jerman sekitar 300.000-400.000 per tahun. Jika diasumsikan setiap lintah memiliki berat sekitar 3 g, maka dibutuhkan sekitar 1,2 ton lintah per tahun. Pada 24 Juli 2004, FDA (American Food and Drug Administration) secara resmi menyetujui lintah medis sebagai “alat pengobatan” berdasarkan pengamatan ilmiah kemujaraban terapi ini pada penyakit seperti radang sendi (osteoarthritis) lutut.

Ironisnya, adaptasi pada manusia akhirnya merugikan bagi lintah. Berdasarkan pertimbangan efek menguntungkan dari terapi ini,

22

(44)

muncul diskusi apakah lintah lebih tepat diklasifikasikan sebagai “simbiotis” dibandingkan dengan “parasitis” atau “ektoparasitis”. Peran lintah memang telah berubah: saat ini lintah diparasiti manusia. Dengan pertimbangan hampir punahnya lintah berulang kali, maka diperlukan pengembangan strategi baru untuk meyakinkan kelangsungan hidupnya, sehingga Hirudo medicinalis dimasukkan dalam Appendiks II dari undang-undang mengenai jenis hewan langka dalam Washington Endangered Species, yang didesain untuk pajak penjualan lintah. Setiap orang yang membeli atau menjual lintah wajib menyerahkan laporan pada CITES (Convention on International Trade in Endangered Spesices of Wild Fauna and Flora). Ijin tertulis untuk melaksanakan transaksi harus didokumentasikan pada CITES kapanpun lintah diimpor atau diekspor. Di Jerman, undang-undang yang berlaku dikontrol dan dilaksanakan oleh agen Pemerintah untuk Konservasi Alam (BfN=Federal Agency for Nature Conservation).

Cara melindungi jenis makhluk langka penting ketika berhadapan dengan kebutuhan kita sendiri, termasuk dukungan untuk peternakan pembiakan Hirudo medicinalis dan Hirudo verbana. Pengembangan strategi untuk kelangsungan hidup mereka, dan perencanaan kebijaksanaan terapi lintah sebaiknya dilakukan dengan penuh rasa kemanusiaan.

Anatomi dan Fungsi

Agar dapat mengerti konsep struktur anatomi lintah dari sudut pandang biologi, maka sebaiknya melihat perilaku alaminya di kolam berisi air dengan siklus kejadian berulang berikut ini:

a. Secara diam-diam lintah akan mencari makanan dan mengamati mangsa sambil berenang perlahan dan mengambang dekat permukaan air selama beberapa waktu: ini bisa terjadi berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun;

(45)

b. Lintah menempel pada mangsa dan menghisap darah dalam rangkaian gerakan yang cepat; proses makan biasanya selesai dalam beberapa menit;

c. Lintah membenamkan diri pada tempat tersembunyi di kedalaman air untuk beristirahat dan mencerna makanan: periode istirahat mungkin berbulan-bulan atau bertahun-tahun.

Biasanya perubahan dari bagian (c) ke (a) terjadi sangat halus dan perlahan.

Setiap kali makan, lintah dapat menghisap banyak darah, hingga 10 kali berat badannya. Ini membuat lintah dapat bertahan hingga dua tahun di antara waktu makan. Cara makan yang hemat ini

berhubungan dengan keterbatasan suplai mamalia dan

direfleksikan melalui struktur tubuh yang sederhana namun sangat menguntungkan (Gambar 3.5). Tubuh Hirudo hampir seluruhnya terdiri dari dinding ganda berupa “tabung pencernaan”.

Sumber : What-when-how, in depth informatin

(46)

Usus depan, usus tengah (perut) dan usus belakang adalah organ yang memiliki volume terbesar, dalam keadaan kosong maupun penuh. Usus depan meliputi mulut, kerongkongan, dan esophagus (antara kerongkongan dan perut), panjangnya kira-kira dua persepuluh tubuh. Usus tengah (perut) terdiri dari 10 pasang kantung tidak berlubang yang panjangnya lima persepuluh tubuh. Bagian ketiga, usus belakang, panjangnya tiga persepuluh tubuh. Hanya ada satu jenis bakteri dalam perut lintah yang dapat hidup untuk jangka panjang, yang diperlukan lintah untuk mencerna makanannya yaitu Aeromonas biovar sobria veronii (dulu disebut Pseudomonas hirudinis dan beberapa nama lain).

Perut lintah adalah “ruang penyimpanan” yang sangat besar, sehingga memungkinkan lintah bertahan selama beberapa tahun tanpa makanan. Ini berhubungan dengan usus belakang, tempat pencernaan berenergi rendah dilakukan tanpa memerlukan oksigen bebas (anaerobik). Walaupun isi perut lintah dikosongkan, ia dapat hidup beberapa bulan dengan unsur di dalam tubuhnya. Lintah memiliki penghisap kecil di bagian depan yang mengelilingi mulutnya sebagai titik tertinggi. Anus ada di bagian atas penghisap belakangnya. Lintah juga memiliki organ pengeluaran (nephridia) dan organ reproduksi hermaphrodit (jantan dan betina). Pernafasan dilakukan melalui dinding tubuh. Hemoglobin larut dalam oksigen yang diangkut ke seluruh tubuh melalui jaringan kapiler yang dapat mengerut. Sebagai hewan invertebrata, lintah memiliki tubuh lembut tanpa tulang belakang. Struktur tubuh dari Hirudinea mirip dengan cacing tanah (Annelida, Oligochaeta), menunjukkan adanya segmentasi. Tubuh lintah terdiri dari 34 segmen. Segmen ke 9-11 membentuk clitellum, organ yang bertanggung jawab untuk mengeluarkan kepompong yang hanya terjadi pada musim panas. Tujuh segmen terakhir membentuk penghisap besar di bagian belakang.

(47)

Lapisan cincin kedua, terdiri dari 105 cincin luar (annuli) yang menutupi segmen dalam. Setiap segmen diselubungi lima cincin luar, yang dapat membentang seperti akordion, terdiri dari kulit untuk menampung sejumlah besar darah yang dihisap selama proses makan. Annuli juga membantu lintah bergerak. Dari luar terlihat pembagian segmen dalam berupa pola oranye merah, kuning langsat, hitam yang berulang-ulang dari Hirudo verbana dan Hirudo medicinalis. Tidak ada dua pola yang benar-benar sama. Di bagian dalam, pembagian segmen ditunjukkan oleh pengaturan 32 syaraf, kandung kemih, organ pengeluaran (nephridia) dan kantung berisi benih (seminal vesicle).

Tidak seperti anatomi besar lintah yang sederhana, ternyata struktur individunya sangat kompleks. Sistem syaraf pusat penting untuk keberhasilan perburuan, menentukan lokasi musuh, dan koordinasi umum yang dikembangkan dengan spesialisasi sangat sempurna. Bagian kepala bertugas untuk melekat, menggigit, mengeluarkan, menghisap, juga berfungsi sebagai penggerak yang terdiri dari indra perasa, penerima suhu, dan mata, yang terhubung dengan syaraf kerongkongan yang letaknya lebih rendah. Otot dinding tubuh yang kuat membantu lintah untuk berenang, merayap, bernafas dan melekat pada mangsa dan struktur lainnya.

Anatomi dan Fungsi Mulut

Anatomi dan fungsi mulut lintah memiliki peran penting dalam terapi. Agar dapat menentukan titik tepat untuk menggigit, lintah perlu untuk menyelidiki kulit mangsanya. Lintah menggunakan zat kimia sangat sensitif dan panas serta indra penyentuh di daerah bibir atas untuk memeriksa kulit agar sesuai dengan karakteristik yang diinginkan. Lintah akan merasakan kadar darah, gula darah,

Gambar

Gambar 2.2  Galen di antara  Hippocrates dan Ibnu
Gambar 2.9 Perbandingan pola warna dari Lintah Eropa dan Amerika
Gambar 3.1 Berbagai jenis lintah
Gambar 3.2. Hirudo medicinalis dan Hirudo verbana
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui adanya ketepatan terapi obat meliputi ketepatan indikasi, ketepatan pasien, ketepatan pemilihan obat, dan

Adapun bentuk terapi latihan pada pasien post sectio caesarea adalah latihan active movement yang di lakukan untuk memelihara keadaan, kemampuan dan kekuatan otot

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengetahui besarnya angka kejadian DRP kategori terapi tanpa indikasi yang terjadi pada pasien DBD di Instalasi Rawat Inap RSUD

banyak terjadi dimana salah satunya adalah terapi tanpa adanya indikasi yang terjadi pada 22 pasien dari total 65 pasien pediatri yang didiagnosis DBD, dan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien dalam perawatan gigi yang diberikan terapi musik instrumental dan terapi

Terapi obat yang tidak perlu meliputi tidak ada indikasi yang valid untuk terapi obat tersebut pada saat itu, penggunaan multiple drug pada kondisi yang

Terapi yang termasuk indikasi yang tidak diterapi yaitu: 1) Pasien membutuhkan terapi obat baru. 2) Pasien menderita penyakit kronis sehingga membutuhkan terapi obat

+ Peran Perawat ◼ Mengkaji kebutuhan pasien akan terapi komplementer ◼ Mnerikan saran kepada terapis dan pasien serta keluarga untuk mempertimbangkan kenis terapi ◼ Memberikan