• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Resiko Hukum Cessie Tagihan Piutang Sebagai Objek Jaminan Pembiayaan

1. Debitur wanprestasi

Menurut M.Yahya Harahap ”Pengertian wanprestasi adalah pelaksanaan

kewajiban yang tidak tep at pada waktunya atau dilakukan tidak menurut

selayaknya”.87

Dapat diambil kesimpulan dalam hal perjanjian kredit, bahwa wanprestasi itu terjadi apabila debitur sebagai yang mempunyai kewajiban tidak memenuhi prestasinya sebagian, seluruhnya, dan atau melew ati jangka waktu yang telah diperjanjikan, berupa pembayaran hutang kepada kreditur yang dalam hal yang

85 Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, Boklet Perbankan Indonesia 2009, Jakarta. Bank Indonesia, 2009, hal. 16 -17.

86

Hasil wawancara dengan Budianto, Wakil Kepala Cabang PT. Permodalan Nasioal Madani (Persero) cabang Medan. Pada tanggal 14 Oktober 2011.

dibahas yaitu kewajiban pemenuhan prestasi kepada PT.Permodalan Nasional Madani (Persero).

Dalam hal terjadinya wanprestasi debitur, didalam akta perjan jian pembiayaan telah di atur mengenai klausula apabila terjadi cidera janji oleh debitur yaitu dalam pasal 13 (tiga belas) perjanjian pembiayaan yang berbunyi:

”Menyimpang dari ketentuan tentang batas waktu pemberian kredit

dimaksud dalam pasal 2 diatas, PT. Permodalan Nasional Madani, Persero berhak untuk setiap saat mengakhiri perjanjian dan dokumen, membatalkan pencairan fasilitas pembiayaan yang seharusnya diberikan kepada BPR berdasarkan perjanjian, menagih hutang BPR kepada PT. Permodalan Nasiona Mad ani Persero tanpa perlu adanya somasi/surat peringatan atau surat-surat lain sejenisnya terlebih dahulu dan karenanya debitur wajib membayar lunas seluruh hutang debitur dengan seketika dan sekaligus, dan dalam hal terjadi salah satu atau seluruh cidera ja nji serta

ketentuan cidera janji”.

Akibat dari wanprestasi adalah :

a. Bahwa sejak saat debitur wanprestasi resiko berpindah pada debitur. b. Dalam hal perjanjian timbal balik kreditur dapat memutuskan

perjanjian.

c. Debitur harus mengganti rugi.

Menurut M.Yahya Harahap “Kewajiban ganti rugi (EschadeVergoeding )

tidak dengan sendirinya timbul pada saat kelalaian. Ganti rugi baru efektif menjadi kemestian debitur, setelah debitur dinyatakan lalai harus ada pernyataan lalai dari kreditur, atau dalam istilah lain dis ebut : debitur harus berada dalam “ in gebrekke stelling “ atau “ in mora stelling “.88

Dalam pasal 1238 KUH Perdata diatur tata cara pemberitahuan antara lain dilakukan :

“Si berhutang adalah lalai apabila ia dengan surat perintah atau akta

sejenis itu telah dinyatakan lalai atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkannya, bahwa si berhutang harus dianggap lalai dengan

lewatnya waktu yang ditentukan.”

Shanty Dewi, Legal Team PT. Permodalan Nasional Madanai (Persero) cabang Medan mengataka n dalam klausul perjanjian kredit di uraikan bahwa adapun cidera janji menurut akta perjanjian pembiayaan PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) disebutkan bahwa:

a. Debitur dan atau penjamin tidak memenuhi dengan tepat sesuatu ketentuan dari perjanjian ata u perjanjian lainnya yang bertalian dengan perjanjian perjanjian ini, termasuk mengenai segala tambahan, perubahan atau perpanjangan.

b. Atas barang jaminan debitur yang akan diberikan kepada PT. Permodalan Nasional Madani Persero dikenakan suatau sitaan atau tersangkut suatu perkara atau menurut penilaian PT. Permodalan Nasional Madani Persero telah susut, baik fisiknya maupun nilainya hingga berkurangnya nilai sebagai jaminan debitur terhadap PT. Permodalan nasional madani Persero.

c. Jika fasilitas pembiayaan yang terhutang dipergunakan oleh debitur untuk tujuan lain dari maksud sebenarnya fasilitas pembiayaan diberikan.

d. Debitur dan /atau penjamin menghentikan usaha -usahanya.

e. Debitur dan/atau penjamin tidak bebas lagi untuk mengurus sendiri harta kekayaaannya (onbekwaam).

f. Debitur dana atau penjamin dibubarkan atau dilikuidasi.

g. Debitur dan atau penjamin mengajukan atau diajukan permohonan untuk atau dinyatakan dalam keadaan pailit atau untuk memperoleh penundaan pembayaran ( surseanse van betaling ) atau untuk ditaruhnya dibawah pengampuan (ondercuratele gesteld).

h. Menurut penilaian PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) bertalian dengan keadaan perekonomian atau iklim perbankan dirasa perlu diakhiri perjanjian ini,

i. Jika terjadi perubahan dalam susunan dan komposis i saham BPR atau perubahan anggaran dasar debitur, tanpa pemberitahuan tertulis kepada PT. Permodalan Nasional Madani (Persero).89

Jika terjadi ingkar janji atau wanprestasi maka pihak yang berpiutang (kreditur) dapat menuntut yang berhutang (debitur) yang lalai, antara lain sebagai berikut :

a. Meminta pelaksanaan perjanjian, walaupun pelaksanaan tersebut terlambat ( nakomen ).

b. Dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang

dideritanya, karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan ata u dilaksanakan tetapi tidak sebagaimana mestinya ( scade vergoeding ). c. Dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian

kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian.

d. Dalam hal suatu perjanjian yang me letakkan kewajiban timbal balik, kelalaian suatu pihak memberikan hak pada pihak yang lain untuk meminta pada hakim supaya diadakan pemutusan perjanjian disertai dengan permintaan penggantian kerugian ( ontbinding ).90

Juraini Sulaiman, Kepala Bidang pela yanan Hukum Departemen H ukum dan Hak Asasi Manusia M engatakan bahwa :

”Dalam undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia pasal 15 ayat 1, 2 dan 3 dijelaskan bahwa:

(1) Dalam sertifikat jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat 1 dicantumkan kata-kata ” DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.

(2) Sertifikat jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

89 Hasil wawancara dengan Shanty Dewi, Legal Team PT. Permodalan Nasioal Madani (Persero) cabang Medan. Pada hari Rabu tanggal 27 Juli 2011

(3) Apabila debitur cidera janji, penerima fidusia mempunyai hak untuk

menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri. Pasal diatas memberi penjelasan bahwa kreditur pemegang sertifikat jaminan fidusia mempunyai kedudukan yang diu tamakan dari kreditur lainnya.

Dalam pasal 29 undang-undang jaminan fidusia tentang eksekusi jaminan fidusia dijelaskan bahwa:

(1) Apabila debitur atau pemberi fidu sia cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan den gan cara:

a. Pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (2) oleh penerima fidusia;

b. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuatan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutang nya dari hasil penjualan;

c. Penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

(2) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak di ber itahukan secara tertulis oleh pemberi fidusia kepada pihak -pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan.

Pasal menggambarkan bahwa Undang -undang Fidusia nomor 42 tahun 1999 menjamin kreditur penerima jaminan fidusia atas segala kelalaian, cidera janji yang dilakukan oleh debitur

Dari uraian pasal 29 Undang -undang Jaminan Fidusia diatas sangat jelas menerangkan bahwa apabila debitur cidera janji maka sebagai kreditur yang memiliki hak yang diutamakan atas benda objek jaminan fidusia sebagai objek jaminan kredit dan kreditur berhak melakukan eksekusi atas benda yang menjadi objek jaminan kredit/pembiayaan. Tetapi pasal ini tidak menjelaskan dengan jelas

bagaimana pelaksanaan eksekusi apabila terjad wanprestasi debitur dengan jaminan cessie tagihan piutang. Hal ini menimbulkan kesulitan dan kekhawatiran debitur atas perjanjian dengan objek jaminan cessie tagihan pi utang. Melihat fakta diatas diperlukan suatu peraturan yang khusus untuk mengatur tata cara bagaimana eksekusi atas objek jaminan cessie tagihan piutang apabila debitur wanprestasi.