• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. CESSIE SEBAGAI JAMINAN KEBENDAAN DALAM PERJANJIAN KREDIT/PEMBIAYAANKREDIT/PEMBIAYAAN

2. Kedudukan Hukum Cessie

a. Cessie Sebagai Objek Jaminan.

Herlien Budiono mengutip H.L.E. Verhagen dan M.H.E.Rongen menuliskan cessie adalah Suatu pengoperan hak tagih. Didalam KUHPerdata untuk cessie digunakan istilah ”penyerah an atas nama ” dan mempunyai sifat

yang dualistis. Cessie diatur dalam buku kedua didalam bagian yang mengatur tentang kebendaan dari penyerahan pada benda bergerak karena perolehan hak milik, cessie dari sudut pandang berbeda, hukum perikatan di kategori kan sebagai suatu lembaga dan sarana hukum melalui mana terjadi penggantian kreditor, sama hal nya seperti dalam subrogasi dan novasi subjek aktif.58

Cessie sebagai jaminan kredit, berdasarkan ketentuan pasal 613

KUHPerdata dilakukan dengan dibuat dan dit andatangani akta cessie, baik berupa akta notaril maupun akta bawah tangan.

Rachmad Setiwan dan J.Satrio menjelaskan bahwa:

”Pembicaraan tentang cessie adalah pembicaraan atas pasal 613

KUHPerdata, sekalipun dalam pasal tersebut tidak di gunakan istilah

cessie, untuk lebih jelasnya, kembali di kutip pasal 613 ayat 1

KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut:

”Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta autentik atau di bawah tangan, dengan mana ha-hak atas kebendaan itudilimpahkan

kepada orang lain”.

Di dalam pasal tersebut diatur dua pokok, yaitu penyerahan ”Tagihan atas nama” dan ”penyerahan benda tak bertubuh lainnya”. Adapun yang

dimaksud dengan benda tak bertubuh lainnya adalah b enda tak bertubuh yang bukan berupa tagihan atas nama dan yang bukan berupa tagihan. Sebab penyerahan tagihan atas tunjuk (aan toonder) dan tagihan kepada order mempunyai cara sendiri, sebagaimana diatur dalam pasal 613 ayat 3

KUHPerdata”

Rachmad setiawan mengutip Wiryono prodjodikoro menuliskan bahwa Untuk lebih jelasnya, ada baiknya disepakati dulu arti istilah tagihan atas nama (tagihan tertentu) berdasarkan ciri, krediturnya tertentu dan diketahui dengan baik oleh debitur.

Rachmad Setiawan mengutip J.Sa trio menuliskan tagihan kepada order adalah tagihan kepada orang -orang tertentu kepada siapa tagihan harus di lunasi, tetapi disertai dengan hak untuk memindahkannya kepada orang lain melalui endosmen.

Rachmad Setiwan Mengutip Hartono Soerjopraktiknjo menu liskan bahwa tagihan atas tunjuk (aan toonder) adalah tagihan -tagihanyang krediturnya (sengaja dibuat demi untuk memudahkan pengalihannya) tidak tertentu. Untuk mudahnya orang menyebut tagihan atas nama sebagai semua tagihan yang bukan tagihan kepada order dan juga bukan tagihan atas tunjuk atau aan toonder.”59

Herlien Budiono menyatakan bahwa:

”Seseorang yang mempunyai hak tuntut akan piutang atas nama atau hak

kebendaan tak bertubuh lainya kreditor dapat mengalihkan hak piutang atas nama tersebut kepada pihak ketiga yang karena peralihan atau penyerahan tersebut,

menggantikan kedudukan kreditur.”60

Adapun yang dimaksud dalam kebendaan tak bertubuh terdapat dalam pasal 511 KUHPerdata yang berbunyi:

1. Hak pakai hasil dan hak pakai atas kebendaan bergerak;

2. Hak atas bunga-bunga yang diperjanjikan, baik bunga yang diabadikan, amupun bunga cagak hidup;

3. Perikatan-perikatan dan tuntutan –tuntutan mengenai jumlah –jumlah uang yang dapat ditagih atau mengenai benda -benda bergerak;

4. Sero-sero atau andil-andil dalam persekutuan dagang atau persekutuan perusahaan, sekalipun benda -benda persekutuan yang bersangkutan dan perusahaan itu adalah kebendaa bergerak, akan tetapi hanya terhadap para pesertanya selama persekutuan berjalan; 5. Andil dalam perutangan atas beban nega ra Indonesia, baik andil-andil

karena pendaftaran dalam buku besar, maupun sertifikat -sertifikat, surat-surat pengakuan hutang, obligasi atau surat-surat lain yang

59 Rachmad setiawan, Loc Cit, hal. 1 dan 2. 60 Herlien Budiono, Op Cit. hal. 185.

berharga, beserta kupon-kupon atau surat tanda bunga, yang termasuk didalamnya;

6. Sero-sero atau kupon obligasi dalam perutangan yang dilakukan negara asing;

Mengenai tagihan atas nama ( cessie tagihan piutang) di sebutkan dalam ayat 3 (tiga) pasal diatas yaitu perikatan -perikatan dan tuntutan–tuntutan mengenai jumlah-jumlah uang yang dapat di tag ih atau mengenai benda -benda bergerak.

Benda tak bertubuh yang berupa tagihan atas nama cessie tagihan piutang tidak mempunyai wujud, jadi bagaimana dilakukan penyerahan dari benda bergerak tidak berwujud ini?

Secara umum peristiwa cessie dapat di gambarkan dengan sebuah contoh konkrit yaitu:

“PT.Bank Perkreditan Rakyat (cedent) mempunyai tagihan (atas nama)

terhadap beberapa orang debitur (debitur cessus) contohnya : ( A, B, C, D, E, F, G, dan H). Karena membutuhkan sejumlah uang untuk tambahan modal usaha perkreditan, telah mengalihkan hak tagih piutangnya dari beberapa orang debiturnya (A, B, C, D, E, E, F, G dan H) kepada PT.Permodalan Nasional Madani (Persero). Dan telah di buatkan suatu akta penyerahan objek jaminan cessie tagihan piutang, yang didahu lui dengan perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit/pembiayaan. Hubungan hukum PT. Bank Perkreditan Rakyat (kreditur) dengan debiturnya disebut hubungan awal. Pada saat PT. Bank perkreditan Rakyat mengalihakan tagihan Piutangnya kepada PT. Permodalan Nasional Madani (Persero), maka dalam hubungan hukum antara PT.Bank Perkreditan Rakyat dan PT.Permodalan Nasional Madani (Persero) , A, B, C, D, F, G, dan H adalah pihak ketiga. Karena penyerahan cessie tagihan piutang oleh PT. Bank perkreditan Rakyat Kepada PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) dapat terjadi diluar kerjasama (A, B. C, D, E, F, G dan H) debitur cessus. Maka PT.Permodalan Nasional Madani (persero) perlu mendapat jaminan bahwa sesudah penyerahan cessie tagihan piutang, A, B, C, D, E, F, G, dan H (sebagai debitur cessus/pihak ketiga) jika terjadi wanprestasi dari

cedent maka debitur cessus tidak membayarkan Utangnya secara sah

kepada PT.Bank Perkreditan Rakyat (kreditur asal/ cedent) tetapi hanya kepada PT.Permodalan Nasional Madani (Persero ). Maka di perlukan mekanisme yang mengikat A, B, C, D E, F, G, dan H, agar selanjutya tidak bisa membayar secara sah kepada PT Bank Perkreditan Rakyat. Sebaliknya debitur cessus (A, B, C, D, E, F, G dan H) perlu ada pegangan kepada siapa selanjutnya ses udah penyerahan cessie tagihan piutang ia harus membayar, agar hutangnya lunas.

Herlien Boediono menyebutkan bahwa: “Sebagaimana kita ketahui, untuk

beralihnya hak kebendaan harus dipenuhi tiga syarat yaitu: 1. Kewengan dari pihak yang menyerahkan.

2. Alas hak /titel yang sah (rechtstile). 3. Penyerahan sesuai jenis benda (levering).

formalitas yang harus disyaratkan bagi sahnya cessie termuat hanya dalam satu ketentuan, yakni pasal 613 KUHPerdata. Penyerahan ( cessie) dari hak tuntut akan piutang atas nama atau keb endaan tak bertubuh lainnya, menurut pasal ini harus dilakukan dengan membuat akta otentik atau akta dibawah tangan, yang oleh

cedent hak-hak atas kebendaan itu di limpahkan kepada orang lain (cesioneris).”61 Syarat utama keabsahan cessie adalah pemberitahuan cessie tersebut kepada pihak terhutang untuk disetujui dan diakui. Pihak terhutang disini adalah pihak terhadap mana siberpiutang memiliki tagihan.62

Shanty Dewi Legal Team PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) menjelaskan bahwa untuk memenuhi syarat utama keabsahan cessie ini yaitu adanya pemberitahuan cessie itu kepada pihak terhutang maka di dalam SP3 Perjanjian kredit/pembiayaan PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) mensyaratkan kepada debitur bahwa di dalam perjanjian kredit/pembiayaan antar

61 Herlien Boediono. Op, Cit. hal. 189. 62 Racmad Setiawan dkk, Op. Cit. Hal 46.

PT. BPR atau koperasi dengan debitur ( cessus/end user) agar mencantumkan klausul sebagai berikut:

“ Perjanjian ini hanya dapat dialihkan/cessie kepada PNM semata, dalam

hal akan dilakukan pengalihan kepada pihak lainnya atas hak -hak dan kewajiban berdasarkan perjanjian, maka pengalihan hanya dapat dilaksanakan apabila pengalihan/ cessie tersebut telah mendapat persetujuan secara tertulis sebelumnya dari pihak PT . Permodalan Nasional Madani(Persero). Sehubungan dengan pengalihan/cessie tersebut para pihak d alam perjanjian ini sepakat dan setuju tanpa dapat dibatalkan , ditarik kembali, diubah dalam bentuk apapun tanpa kecuali untuk memberikan hak kepada PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) atas permintaan tersebut. PT. BPR atau Koperasi termasuk yang menggantikan haknya, penerus atau tim likuidasi wajib tanpa dapat ditunda dengan alasan apapun untuk melaksanakan pengalihan/ cessie tersebut, atas pelaksanaanya debitur dengan ini telah memberikan

persetujuan dan pengakuan”.63

Klausul diatas menjawab bagaima na proses pemberitahuan kepada debitur cessus/end user bahwa telah terjadi pengalihan piutang antara PT. BPR atau Koperasi kepada PT. Permodalan Nasional Madani (Persero). Klausul diatas juga terdapat dalam akta perjanjian kredit/pembiayaan antara PT. Perm odalan nasional Madani (Persero) dengan PT. BPR/ Koperasi.

Penggunaan cessie sebagai jaminan tidak bertentangan dengan asas -asas hukum jaminan, sebagaimana ternyata bahwa cessie piutang atas nama memiliki cir-ciri sebagai gadai piutang atas nama, tetapi d ikarenakan piutang atas nama tersebut telah memiliki nilai atau harga tertentu, maka penerima cessie (cessieoneris) dapat langsung menguasai piutang atas nama tersebut (tidak

63 Hasil wawancara dengan Shanty Dewi, Legal Team pada PT. Permodalan Nasional Madani (Persero), pada hari Kamis tanggal 14 Juli 2011.

bertentangan degan pasal 1154 KUHPerdata) dan karenanya kreditur

(cessioneris) tidak harus melakukan penjualan atas piutang atas nama itu secara

di muka umum atau lelang, dipasar atau bursa dan cara laianyang lazim dilakukan (sebagaimana yang dimaksud pasal 1155 KUHPerdata), melainkan cessioneris dapat langsung mengeksekusi piutang at as nama tersebut dari cessus.64

Sebelum lahirnya Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia terhadap cessie sebagai jaminan, tidak terdapat satupun ketentuan perundang-undangan yang menyatakan cessie sebagai salah satu lembaga jaminan, sehingga cessie tidak termasuk lembaga jaminan. Cessie merupakan penyerahan atau pengalihan hak tagih atas piutang, sehingga dalam cessie terjadi peralihan hak dan kewenangan untuk menagih suatu piutang

Dalam pasal 613 KUHPerdata disebutkan bahwa cessie harus dilakukan dengan membuat suatu akta cessie. Dari ketentuan tersebut terlihat bahwa untuk cessie ditentukan suatu bentuk tertulis, walaupun untuk hubungan obligatoir yang menjadi dasar cessie tidak disyaratkan suatu bentuk tertentu, jadi bisa lisan maupun tertulis. Cessie dapat dituangkan dalam suatu akta di bawah tangan maupun akta otentik, asal di dalamnya tegas -tegas di sebutkan bahwa kreditur lama dengan itu telah menyerahkan hak tagihnya kepada kreditur baru.

Namun dalam perkembangannya setelah cessie tagihan piutang masuk ke dalam benda yang dijaminkan dengan jaminan fidusia maka merupakan suatu

keharusan untuk menuangkan penyerahan cessie tagihan piutang dalam suatu akta

otentik. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 5 ayat (1) undang -undang

nomor 42 tahun 1999 yang berbunyi :

“Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia.”

Dalam Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia pasal 9 ayat 1 (satu) juga diseb utkan tentang kedudukan piutang dapat diberikan jaminan fidusia yaitui :

“ Jaminan Fidusia dapat di berikan terhadap satu atau lebih satuan atau

jenis benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat diberi

maupun yang diperoleh kemudian hari”

Dari bunyi pasal ini menyiratkan bahwa terhadap piutang (cessie) dapat diberikan jaminan fidusia. Hal ini menegaskan bahwa piutang (tagihan piutang atas nama) masuk kedalam ranah lembaga fidusia.

Ketentuan pasal ini juga penting dipandang dari segi komersil, b ahwa ketentuan ini secara tegas membolehkan jaminan fidusia mencakup benda yang diperoleh di kemudian hari. Hal ini menunjukan undang -undang ini menjamin

fleksibilitas yang berkenaan dengan ihwal benda yang dapat dibebani jaminan

bagi pelunasan hutang.65

65 Penjelasan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Shanty Dewi legal team PT. Permodalan Madani (Persero) mengatakan bahwa ketentuan yang mengatur perihal ketentaun agunan berupa piutang diatur dalam Surat Edaran SE-010/PNM-Dirut/IX/08. dan surat keputusan direksi No.SK 013/PNM-DIR/IV/10 tentang Perubahan K ebijakan Ketentuan Agunan Pembiayaan Terkait Dengan R ating BPR/S dan LKM/S.66

Cessie piutang termasuk sebagai benda yang dapat dijadikan jaminan

pembiayaan yang disebutkan dalam surat edaran PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) tersebut.

b.Cessie Tagihan Piutang Sebagai Jaminan Yang Di Ikat Dengan Jaminan Fidusia Sebagai Perjanjian Accesoir.

Rachmad Setiawan berpendapat bahwa penyerahan tidak pernah berdiri sendiri, tindakan tersebut selalu merupakan konsekwensi lebih lanjut dari suatu peristiwa hukum, yang mewajibkan orang untuk menyerahkan sesuatu, yang disini sehubungan dengan pembicaraan tentang pasal 613 KUHPerdata berupa tagihan atas nama atau suatu benda tidak bertubuh lain. Hubungan hukum yang mewajibkan penyerahan disebut obligatoir, yang bisa timbul dari perjanjian ataupun undang-undang. Peristiwa yang menjadi dasar penyerahan itu disebut peristiwa perdata (rechtstile) adalah peristiwa yang menimbulkan perikatan -perikatan diantara dua pihak, dimana yang satu berkedudukan sebagai kreditur dan pihak lainya sebagai debitur. Maka peristiwa perdata (rechtsile) ini adalah sebagai hubungan obligatoir yang menjadi dasar cessie.67

Lembaga pembiayaan sebagai penopang dana bagi usaha simpan pinjam dari debiturnya dalam pembiayaan biasanya mensyaratkan adan ya jaminan atas fasilitas kredit yang di berikan kepada debitur. Untuk menjamin segala sesuatu

66 Hasil wawancara dengan Shanty Dewi, Legal team pada PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) pada hari Kamis, tanggal 14 Juli 2011.

yang akan terjadi di kemudian hari PT. Permodalan Nasional Madani (Persero) sebagai kreditur membuat suatu akta perjanjian kredit antara PT. PNM dan debiturnya dihadapan Notaris. Hal mana akta perjanjian ini adalah perjanjian utama dan akta ini di ikuti dengan suatu perjanjian pengikatan jaminan yang bersifat accecoir (tambahan) terhadap perjanjian induknya yaitu perjanjian kredit. Perjanjian pengikatan jaminan ya ng bersifat accesoir memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Lahir dan hapusnya tergantung perjanjian pokoknya; 2. Menjadi batal dengan batalnya perjanjian pokoknya; 3. Ikut beralih dengan beralihnya perjanjian pokoknya .68

Kreditur (Bank dan lembaga pembiayaan) aka n merasa aman, apabila benda yang menjadi jaminan kredit dikuasainya menurut Undang -undang yang berlaku. Karena dengan adanya jaminan apabila debitur wanprestasi untuk membayar hutangnya tepat pada waktunya, kreditur sebagai pemilik dana masih dapat menutupi piutang atau sisa tagihan piutang dari debitur yang lalai dengan mencairkan atau menjual barang jaminan yang telah di jadikan objek jaminan dari perjanjian kredit tersebut.

Perjanjian jaminan bersifat accesoir karena perjanjian pengikatan jaminan timbul karena adanya perjanjian kredit (pembiayaan). Dapat di simpulkan bahwa perjanjian pengikatan jaminan tidak akan pernah ada jika tidak ada perjanjian

68

Edy Putra The’Aman, Kredit Perbankan Suatu T tinjauan Yuridis, Yogyakarta, Liberty, 1989. hal. 41.

pokoknya yaitu perjanjian kredit (p embiayaan). Jaminan pada perjanjian kredit/pembiayaan adalah sebagai pe ngaman bagi bank /lembaga keuangan lain sebagai penyedia dana /kreditur dalam pemberian kredit.

A. Prosedur Pembebanan dan Pendaftaran Cessie Tagihan Piutang Sebagai