• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN TUMOR

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi telinga

2.3 Definisi Tuli Mendadak

menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan neurotransmiter kedalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis.7,8

Tidak seluruh getaran di alam bisa didengar oleh manusia. Frekuensi sonik adalah frekuensi yang dapat dipersepsi manusia sebagai bunyi. Rentang frekuensi sonik antara 20 Hz – 20.000 Hz. Frekuensi sonik yang sangat diperlukan untuk komunikasi percakapan sehari-hari adalah antara 500 Hz sampai 2000 Hz. Frekuensi kurang dari 20 Hz disebut subsonik sedangkan diatas 20.000 Hz disebut suprasonik atau ultrasonik. Kedua frekuensi tersebut tidak terdengar oleh manusia.7,8

2.3 Definisi Tuli Mendadak

Tuli mendadak atau sudden hearing loss (SHL) dapat diartikan sebagai tuli yang terjadi secara tiba-tiba (contohnya tuli mendadak sensorineural atau tuli mendadak konduktif). Menurut O’Malley dkk, terlepas dari hal tersebut pada kebanyakan literatur yang ada, tuli mendadak lebih mengarah pada tuli mendadak sensorineural. Tuli mendadak sensorineural (sudden sensorineural hearing loss) dan sering dikenal juga sebagai tuli mendadak (sudden deafness).10

Sudden deafness adalah tuli yang secara tiba-tiba dan ketuliannya adalah

sensorineural. Para ahli otolaringologis mendefinisikan tuli mendadak sebagai penurunan pendengaran sensorineural 30 db atau lebih, paling sedikit tiga frekuensi berturut-turut pada pemeriksaan audiometri, dalam waktu kurang dari 72 jam.11

2.4 Epidemiologi

Insiden SSNHL terjadi antara 5-20 kasus tiap 100.000 orang pertahunnya. Banyak kasus serupa tidak dilaporkan, oleh karena itu insiden terjadinya dapat menjadi lebih tinggi. Tuli mendadak dapat sembuh sebelum pasien dievaluasi secara medis, sehingga menjadikan pasien tidak pergi untuk mencari pengobatan.11 Beberapa kasus sebanyak

7500 kasus di Amerika Serikat dan Eropa mengindikasikan bahwa SSNHL umumnya

terjadi pada umur 43-53 tahun dengan distribusi sama pada laki-laki dan perempuan.12

168

Mumps atau yang lebih dikenal dengan parotitis ialah penyakit virus akut yang

disebabkan oleh paramyxovirus dan biasanya menyerang kelenjar ludah terutama kelenjar parotis. Menyerang pada anak dibawah usia 2-15 tahun (sekitar 85% kasus). Pada kasus lain bisa terjadi infeksi mumps yang asimptomatis.13

Mumps dapat menyebabkan SSNHL, namun angka kejadiannya cukup kecil

yaitu 0,5-5,0/100.000 kasus. Tuli mendadak yang berkaitan dengan infeksi virus

mumps jarang ditemukan terutama di negara yang menjalankan program vaksinasi

mumps.14 Pada studi populasi yang dilakukan Hashimoto dkk. dari tahun 2004

hingga tahun 2006 didapatkan 7 kasus SSNHL pada 7400 kasus dengan gejala klinis mumps, atau 0,1%.6 Vuori dkk. melaporkan pada studi prospektifnya di tahun 1962, pada 298 anggota tentara yang menderita mumps terdapat 12 kasus gangguan pendengaran yang reversible dan 1 kasus yang permanen.4 Saat ini kejadian SSNHL yang berkaitan dengan mumps banyak dilaporkan terjadi di Jepang, dimana vaksin

mumps tidak rutin diberikan. Berdasarkan survei yang dilakukan Kawashima dkk.

didapatkan 650 kasus tuli mendadak yang berkaitan dengan mumps pada tahun 2001, namun mereka tidak menghitung angka insiden.15 Japanese reports melaporkan angka kejadian yang cukup tinggi (3 kasus SSNHL pada 551 kasus mumps, 5 kasus

SSNHL dari 1470 kasus mumps) berdasarkan studi retrospektif pada daerah dengan

kejadian mumps yang merebak. 16

Jumlah kejadian ketulian yang berhubungan dengan infeksi virus mumps tidak dapat diprediksi. Karena biasanya terjadi unilateral sehingga sering tidak disadari oleh penderita dan keluarganya terutama pada anak – anak. Hal ini dapat menyebabkan ketulian yang berkaitan dengan infeksi virus mumps terlambat diketahui. Keterlambatan diagnosis yang menyebabkan pengobatan yang tertunda dapat mengakibatkan kehilangan pendengaran permanen, oleh sebab itu,penting untuk mengenali dan mendeteksi kelainan ini sejak dini agar dapat menunjang pemulihan fungsi pendengaran dan meningkatkan kualitas hidup pasien.6.

Tuli sensorineural mendadak merupakan komplikasi yang jarang mendapat perhatian pada kasus – kasus Mumps. Morita melaporkan bahwa kejadiannya terdistribusi sama besar pada kedua gender, bersifat unilateral dan terjadi fase penyembuhan penyakit sebagai sekuele tunggal.17 SSNHL terkait infeksi mumps sering ditemukan pada usia 5 – 9 tahun. Namun Ishikawa dkk. melaporkan 14 kasus

169 serupa dengan rentang usia 3 – 34 tahun sedangkan Kaguchi dkk, menemukan 12 kasus dengan rentang usia 4 – 39 tahun. 18,19

2.5 Etiologi dan Patogenesis

Penyebab tuli sensorineural mendadak masih belum diketahui secara jelas. Banyak teori dugaan penyebab yang dikemukakan oleh para ahli. Penyebab tuli sensorineural mendadak dapat dilihat pada tabel 120

Tabel 1. Penyebab tuli sensorineural mendadak20

Penyebab Tuli Sensorineural Mendadak

Koklea Inflamasi (viral, bakteri, spiroseta)

Trauma

Vaskular

Hematologi (anemia, emboli, gangguan koagulasi) Gangguan jaringan ikat (poliarteritis nodosa, sindrom

Cogan

Hidrop endolimfe (penyakit meniere)

Gangguan metabolic

Ototoksisitas

Retrokoklea dan Meningitis

sistem saraf pusat Multipel sklerosis

Sarkoidosis

Friedreich’s ataksia

Amiotrofik lateral sklerosis

Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada

Xeroderma pigmentosum

Tumor (neuroma akustik)

Idiopatik

Ada empat teori utama yang mencoba menjelaskan penyebab tuli sensorineural mendadak yakni infeksi virus, kelainan vaskular, kerusakan membran intrakoklea dan kelainan imunologi.

Mumps (gondongan) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus (Paramyxovirus) dan menyerang jaringan kelenjar dan saraf. Penyakit ini sering menyerang anak-anak usia 5-10 tahun dengan gejala khas rasa nyeri dan bengkak pada salah satu atau kedua kelenjar leher (parotis). Seorang anak akan mendapatkan kekebalah tubuh terhadap virus Paramyxovirus dari ibunya sampai usia 12-15 bulan saja. Itupun jika ibu pernah menderita gondongan atau mendapatkan imunisasi sebelumnya.21

Virus penyebab gondongan dapat menyebar melalui kontak langsung dengan percikan ludah, bahan muntah dan urine. Virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung

170 atau mulut. Virus memperbanyak diri di saluran napas atas dan menyebar ke kelenjar getah bening lokal. Masa ini dikenal dengan masa inkubasi dan berlangsung selama 12-25 hari. Kemudian virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan lokasi yang dituju adalah kelenjar parotis, ovarium (indung telur) pada wanita atau testis (buah zakar) pada laki-laki, pankreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. 21

Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan. Sebanyak 30-40% penderita tidak menunjukkan gejala sakit, tetapi tetap menjadi sumber penularan. Gejala awal penyakit gondongan berupa demam, rasa lesu, nyeri otot terutama daerah leher, nyeri kepala, nafsu makan menurun diikuti pembesaran cepat dari satu atau dua kelenjar leher (parotis). Gejala klasik yang muncul dalam 24 jam adalah anak akan mengeluh sakit telinga dan diperberat jika mengunyah makanan terutama makanan asam. Demam akan turun dalam 1-6 hari, dimana suhu tubuh akan kembali normal sebelum pembengkakan kelenjar hilang. Pembengkakan kelenjar menghilang dalam 3-7 hari. Pada anak laki-laki yang belum pubertas dapat juga muncul pembengkakan testis pada minggu pertama atau kedua. Testis yang terserang terasa nyeri, bengkak dan kulit sekitarnya berwarna merah. Jika menyerang indung telur pada wanita dapat ditemukan keluhan nyeri perut bagian bawah. Komplikasi dapat berupa infeksi otak (ensefalitis) dan ketulian namun jarang. 21

Meskipun sampai saat ini masih belum ditemukan bukti kuat, infeksi virus dianggap sebagai salah satu penyebab tuli mendadak. Sebuah studi oleh Wilson (1986) menunjukkan adanya hubungan antara infeksi virus dengan kejadian tuli mendadak. Dalam studi ini, ditemukan tingkat serokonversi untuk virus herpes secara signifikan lebih tinggi pada populasi pasien tuli mendadak. Pada studi lain, dilakukan pemeriksaan histopatologi tulang temporal dan ditemukan kerusakan pada koklea yang konsisten dengan infeksi virus. Terdapat pula temuan lain, seperti hilangnya sel rambut dan sel penyokong, atrofi membran tektoria, atrofi stria vaskularis, dan hilangnya sel neuron, yang berhubungan dengan mumps virus, maternal rubella, dan virus campak. 2

Teori utama yang menjadi dasar kajian patofisologi terjadinya SSNHL akibat infeksi virus dan ataupun reaktivasi viral adalah terjadinya inflamasi koklea dan ataupun terjadinya kerusakan pada struktur telinga dalam. Khun dkk dalam metaanalisisnya menyebutkan beberapa studi sebelumnya menekankan adanya peningkatan serum antivial antibodi, meliputi antibodi Cytomegalovirus, Herpes

171 diisolasi dari penderita SSNHL idiopatik. Khun juga menekankan temuan patologi anatomi pada tulang temporal penderita tersebut secara histologis mengesankan terjadinya labirinitis viral yang meliputi terjadinya atropi Organ Korti, membrane tektorial, stria vaskularis dan vestibular end organ. 20

Rute penyebaran virus ke telinga dalam belum dapat dijelaskan. Hal ini mungkin disebabkan viremia yang sering terjadi pada infeksi virus mumps. Hal ini juga mungkin karena transport menuju telinga dalam melalui tuba eustachius dan telinga tengah. Kemungkinan ketiga melalui jalur meningeal. Pemeriksaan tulang temporal pada penderita SSNHL yang berkaitan dengan mumps menunjukkan perubahan degeneratif yang luas pada membran tektorial. stria vaskularis serta organ korti. Hilangnya serat saraf juga dapat terjadi.5,22 Otake dkk. (2006) menunjukkan dengan menggunakan MRI 3D-FLAIR, tampak sinyal yang tinggi di koklea dan vestibulum yang menandakan adanya perdarahan atau konsentrasi protein yang tinggi di telinga dalam anak yang menderita SSNHL yang diakibatkan oleh mumps. 23 Lindsay dkk, dalam studi histopatologinya pada pasien penurunan pendengaran akibat infeksi mumps melapork terjadinya degenerasi pada organ corti dan stria vaskularis. Westmore dkk, mengisolasi virus mumps pada perilimfe pasien SSNHL yang terkait infeksi mumps. Hal ini menunjukkan kemungkinan labirin merupakan lokasi lesi pada sebagian besar pasien tersebut.

2.6 Diagnosis

Diagnosis penyakit Mumps ditegakkan berdasarkan gejala klinis demam disertai pembengkakan kelenjar parotis dan tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium, kecuali gejala klinis yang muncul tidak klasik untuk parotitis. Gejala prodromal Mumps muncul berkisar 14 sampai dengan 18 hari setelah paparan virus dan sebelum parotitis muncul. Gejala prodromal yang muncul meliputi keluhan yang tidak spesifik seperti malaise, myalgia, sefalgia, demam subfebril dan anoreksia. Gejala tersebut dialami 40 – 50 % penderita Mumps, sedangkan 2- % penderita lainnya asimtomatik. Literatur lain menyebutkan pemeriksaan titer antibodi Mumps yang meningkat dalam kondisi infeksi akut, dan dapat digunakan sebagai sarana penunjang dalam penegakan diagnosis Mumps dengan gejala klinis yang tidak spesifik. Peningkatan Titer IgM terjadi pada pada onset awal infeksi sedangkan peningkatan Titer IgG ditemui pada fase penyembuhan hingga beberapa tahun setelah terjadinya infeksi. 21 26

172 Diagnosis tuli sensorineural mendadak ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Keluhan pasien pada umumnya berupa hilangnya pendengaran pada satu sisi telinga saat bangun tidur. Sebagian besar kasus bersifat unilateral. Hanya 1-2% kasus bersifat bilateral. Kejadian hilangnya pendengaran dapat bersifat tiba-tiba, berangsur-angsur hilang secara stabil atau terjadi secara cepat dan progresif. Kehilangan pendengaran dapat bersifat fluktuatif tetapi sebagian besar besifat stabil. Tuli sensorineural mendadak sering disertai keluhan sensasi penuh pada telinga dengan atau tanpa tinitus. Pada 28-57% kasus dapat ditemukan gangguan vestibular seperti vertigo.20

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan otoskopi dan garpu tala. Pemeriksaan otoskopi ditemukan dalam batas normal sedangkan garpu tala didapatkan Rinne positif pada telinga yang sakit dan Weber lateralisasi ke telinga yang sehat, yang menunjukkan tuli sensorineural. Pada pemeriksaan audiometri, gambaran audiogram akan menunjukkan tuli sensorineural pada frekuensi rendah, sedang, tinggi atau seluruh frekuensi.20 Untuk menentukan derajat ketulian digunakan kriteria ISO (International Standard Organization), yaitu : a) Pendengaran normal memiliki ambang dengar 0-25 dB, b) Tuli ringan memiliki ambang dengar >25-40 dB, c) Tuli sedang memiliki ambang dengar >40-55 dB, d)

Tuli sedang berat memiliki ambang pendengaran >55-70 dB, e) Tuli berat memiliki ambang dengar >70-90 dB, 6. Tuli sangat berat memiliki ambang dengar >90 dB. 10

Pemeriksaan laboratorium dilakukan berdasarkan keluhan dan riwayat pasien serta kemungkinan etiologi. Pada kasus tuli sensorineural mendadak bilateral atau episode tuli sensorineural mendadak berulang maka pemeriksaan neurologi berupa antibodi antikoklea dapat dilakukan. Pemeriksaan MRI dengan gadolinium dinilai memiliki sensitivitas tinggi untuk mendeteksi kelainan retrokoklea.20

2.7 Penatalaksanaan

Mumps merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri. Pengobatan yang

diberikan hanya untuk mengurangi gejalanya saja yaitu antipiretik untuk mengurangi rasa nyeri dan menurunkan demam. Pengobatan dengan anti virus sampai saat ini masih belum terbukti dapat bermanfaat, begitu pula dengan obat imunomodulator yang bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Pemberian nutrisi dan cairan yang adekuat dapat membantu mempercepat penyembuhan. 27

173 Pada tuli sensorineural mendadak yang diketahui penyebabnya maka pengobatan ditujukan untuk mengatasi penyebabnya sedangkan penanganan tuli sensorineural mendadak idiopatik masih kontroversial dan didasarkan pada bukti empiris. Hipoksia jaringan akan menimbulkan reaksi inflamasi berupa dilepasnya mediator histamin, eikosanoid dan prostaglandin. Kortikosteroid mempunyai efek antiinflamasi yang bekerja mengurangi inflamasi pada koklea dan nervus auditorius. Pemberian metilprednisolon oral dengan dosis tapering off dalam 10-12 hari menunjukkan perbaikan pendengaran yang signifikan dibandingkan penderita yang diberikan plasebo.28

Berbagai penelitian penggunaan kortikosteroid pada pasien tuli mendadak telah dipublikasikan. Terdapat bukti laboratorium yang menunjukkan adanya cascade inflamasi kematian sel pada pasien tuli mendadak, yang dimodifikasi oleh terapi steroid. Kortikosteroid yang diberikan adalah glukokortikoid sintetik oral, intravena, dan/atau intratimpani, meliputi prednison, metilprednisolon, dan deksametason. Kortikosteroid diperkirakan memiliki efek anti inflamasi dan kemampuan dalam meningkatkan aliran darah koklea.29

Dewasa ini, standar pengobatan tuli mendadak adalah dengan tapering off kortikosteroid oral. Sebuah studi RCT (randomized controlled trial) membandingkan terapi steroid oral dengan plasebo pada 67 pasien, menunjukkan hasil perbaikan lebih signifi kan pada kelompok pasien dengan terapi steroid oral dibandingkan kelompok pasien dengan plasebo (61% vs. 32%, p <0,05).30

Beberapa ahli THT merekomendasikan terapi kortikosteroid intratimpani sebagai pengganti terapi kortikosteroid sistemik atau “salvage therapy” pada pasien yang tidak mengalami perbaikan dengan kortikosteroid sistemik. Terapi kortikosteroid intratimpani dapat menjadi alternatif untuk pasien diabetes yang tidak bisa mengonsumsi kortikosteroid sistemik. Steroid diberikan dengan sebuah jarum melalui membran timpani atau ditempatkan di telinga tengah melalui tabung timpanostomi atau miringotomi yang kemudian diserap dan menyebar melalui membran tingkap bundar ke telinga dalam.1

Vasodilator seperti histamin, papaverin, niasin digunakan untuk meningkatkan aliran darah koklea. Terapi oksigen hiperbarik bertujuan untuk meningkatkan oksigenasi koklea dan perilimfe sehingga diharapkan dapat menghantarkan oksigen

174 dengan tekanan parsial yang lebih tinggi ke jaringan terutama koklea yang sangat peka terhadap terhadap keadaan sistemik. 28

Pentoksifilin mempunyai efek menurunkan viskositas darah sehingga dapat meningkatkan perfusi dan pengaliran oksigen pada labirin penderita tuli sensorineural mendadak. Pemberian vitamin dapat menurunkan radikal bebas pada telinga dalam yang bersifat toksik terhadap organ sensorik.28

Terapi oksigen hiperbarik telah diterapkan sebagai terapi tambahan dalam kasus tuli mendadak. Terapi ini memberikan oksigen 100% dengan tekanan lebih dari 1 ATA (atmosphere absolute). Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan oksigenasi koklea dan perilimfe, sehingga diharapkan dapat menghantarkan oksigen dengan tekanan parsial yang lebih tinggi ke jaringan, terutama koklea yang sangat peka terhadap keadaan iskemik. Terapi oksigen hiperbarik diperkirakan memiliki efek yang kompleks pada imunitas tubuh, transpor oksigen

dan hemodinamik, peningkatkan respons normal pejamu terhadap infeksi dan iskemia, serta mengurangi hipoksia dan edema.1

Vitamin dapat digunakan untuk mereduksi radikal bebas yang bersifat toksik pada end organ sensoris, telinga dalam. Beberapa vitamin termasuk neurotropik dapat dikombinasi dengan terapi lain yang dapat membantu meningkatkan angka kesembuhan penderita.31

Ozdek dkk. menyatakan SSNHL terkait infeksi mumps sering kali tidak membaik dengan terapi medikamentosa. Pada pasien yang tidak berespon dengan terapi medikamentosa ini sebaiknya diberikan alat bantu dengar, namun pada pasien

SSNHL total bilateral sebaiknya dilakukan operasi cochlear implant sedini mungkin.

Wang dkk melaporkan 3 kasus tuli total bilateral terkait infeksi mumps yang dilakukan operasi cochlear implant memberikan hasil yang baik. 32,33

2.8 Prognosis

Kesembuhan spontan tuli sensorineural mendadak dilaporkan sekitar 45-65%. Faktor yang mempengaruhi prognosis tuli sensorineural mendadak adalah usia, derajat tuli sensorineural, onset pemberian terapi, gangguan mikrovaskular dan adanya vertigo. Pada penderita tuli sensorineural mendadak unilateral dan masih memiliki pendengaran yang baik pada telinga kontralateral maka tidak diperlukan pemakaian alat bantu dengar. Evaluasi audiometri dilakukan secara rutin pada bulan 2, 6 dan 12 setelah onset tuli untuk mengetahui perbaikan derajat tuli atau untuk

175 mendeteksi adanya ketulian pada telinga kontralateral.20 Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis dari SSHL ialah:34

1. Keparahan hilangnya pendengaran. Semakin besar hilangnya pendengaran maka akan semakin buruk prognosisnya

2. Terapi onset yang tertunda (terlambat). Semakin singkat penundaan terapi makan akan semakin besar kesempatan pasien untuk sembuh. Terapi idealnya dilakukan sebelum 7 hari dan perkembangan pendengaran dapat terjadi dalam 30 hari dari onset hilangnya pendengaran. Tetapi, karena kebanyakan kesembuhan secara spontan terjadi pada beberapa hari pertama, maka terapi awal sulit dilakukan.

2. Pasien dengan diabetes, hiperkolesterolemia dan tekanan darah tinggi mempunyai prognosis yang buruk.

3. Prognosis akan bertambah buruk jika usia pasien diatas 60 tahun. Penelitian tertentu mengatakan bahwa pengaruh usia berhubungan dengan jumlah pasien dengan lesi mikrovaskular pada usia diatas 60 tahun. Namun, penelitian lain tidak menemukan hubungan antara usia dengan prognosis pasien.

4. Keluhan hilangnya pendengaran yang disertai dengan vertigo memiliki prognosis yang buruk.

Onset SSNHL yang berkaitan dengan infeksi mumps biasanya cepat dan bersifat unilateral. Hilangnya pendengaran biasanya profound dan permanen, namun berdasarkan studi yang dilakukan Vouri dkk, pada beberapa kasus dapat bersifat sementara. 4, 5 Tinitus, vertigo dan rasa penuh pada telinga yang terkena dapat terjadi pada beberapa pasien. Gangguan keseimbangan dapat membaik setelah beberapa minggu. 5

Berdasarkan tipe audiogram, kehilangan pendengaran diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu tipe ascenden (pada frekuensi 250 – 500 Hz), tipe descenden (frekuensi 4000 -8000 Hz), tipe flat (perbedaan ambang dengar kurang dari 20 dB pada masing – masing frekuensi), tipe total atau subtotal (ketulian di atas 85 dB). Kehilangan pendengaran dengan tipe asenden dan tipe flat mempunyai prognosis lebih baik dibanding audiogram tipe desenden, hal ini berdasarkan tingkat kerusakan yang terjadi pada vaskularisasi koklea. Tipe asenden terjadi kerusakan

176 pada apeks koklea, sedangkan tipe desenden terjadi kerusakan pada basal koklea, artinya darah yang terganggu suplai aliran darah lebih luas. 35

Keberhasilan pengobatan tuli sensorineural mendadak dinilai berdasarkan rata-rata ambang pendengaran menurut Furohashi yaitu a) Pulih total jika ambang dengar rata-rata ≤ 25 dB pada 5 frekuensi, b) Pemulihan bermakna jika terjadi perbaikan > 30 dB pada 5 frekuensi, c) Pemulihan minimal jika perbaikan antara 10 - 30 dB pada 5 frekuensi, d) Tidak ada pemulihan jika perbaikan < 10 dB pada 5 frekuensi. 36

3 LAPORAN KASUS

Pasien RK, laki-laki berusia 33 tahun, Hindu, Bali, bekerja sebagai karyawan sebuah art shop, beralamat di Gianyar dirujuk ke poliklinik THT-KL RSUP Sanglah Denpasar pada tanggal 2 Mei 2017 dengan sudden deafness sinistra. Pasien mengeluh pendengaran pada telinga kiri dirasakan berkurang sejak 6 hari sebelumnya. Keluhan ini dirasakan tiba-tiba saat pasien bangun tidur. Telinga kiri dirasakan berdenging sejak kejadian. Ada riwayat demam tiga hari sebelumnya, disertai bengkak pada pipi kiri dan sulit mengunyah. Pasien telah terdiagnosis mumps dan menjalani rawat inap di rumah sakit swasta selama lima hari dan mendapatkan terapi untuk mumps. Pendengaran pada telinga kiri dirasakan berkurang secara mendadak pada hari kedua perawatan disertai keluhan telinga kiri berdenging. Pasien kemudian dikonsultasikan ke dokter spesialis THT kemudian diberikan terapi inhalasi oksigen 2 liter/menit selama 15 menit diulang tiap 6 jam, metil prednisolon 3 x 16 mg intraoral, mecobalamin 3 x 500 mcg intraoral, dan pasien disarankan untuk tirah baring sempurna. Riwayat batuk, pilek, keluar cairan dari telinga, terpapar bising dan riwayat trauma kepala disangkal.

Setelah lima hari perawatan, demam serta nyeri mengunyah pada pasien membaik. Pasien dirujuk ke RSUP Sanglah untuk evaluasi dan penatalaksanaan

sudden deafness. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita baik

dengan kesadaran kompos mentis, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 20 x/menit, temperatur aksila 36,5oC. Pada pemeriksaan otoskopi telinga didapatkan kanalis akustikus eksternus pada kedua telinga lapang, membran timpani kedua telinga intak dan reflek cahaya kedua telinga positif. Tes penala menggunakan garputala 512 Hz didapatkan tes Rinne positif pada telinga kanan dan kiri, tes Weber

177 lateralisasi ke telinga kanan. Pemeriksaan hidung dan tenggorok tidak didapatkan kelainan. Tes timpanometri pada kedua telinga menunjukkan timpanogram tipe A. Pemeriksaan audiometri didapatkan kesan tuli sensorineural derajat sangat berat pada telinga kiri dan pendengaran normal pada telinga kanan.

Gambar 2. Timpanogram tanggal 2 mei 2017

Gambar 3. Audiogram tanggal 2 mei 2017

Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan hasil leukosit 10,72x103/µL (neutrofil 70%, limfosit 2,7%, monosit 4,83%, eosinofil 2,32%, basofil 0,31%), eritrosit 4,25x106/µL, hemoglobin 15,67 g/dL, hematokrit 53,58%, trombosit 361x103/µL. Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan SGOT 46,8 U/L, SGPT 97,4 U/L, albumin 4,4 g/dL, BUN 9,4 mg/dL, kreatinin 0,91 g/dL, glukosa acak 119 mg/dL, natrium 134 mmol/L, kalium 4,5 mmol/L. Foto thorak PA didapatkan hasil cor dan pulmo kesan normal. EKG didapatkan irama sinus.

Penderita kemudian didiagnosis dengan tuli sensorineural mendadak sinistra dan diberikan terapi pentoksifilin 2 x 400 mg intraoral, metil prednisolone 3 x 8 mg intraoral, mekobalamin 3 x 500 mcg intraoral serta direncanakan terapi oksigen

178 hiperbarik. Penderita dikonsulkan ke bagian Penyakit dalam dan Kardiologi . Dari hasil konsultasi ke bagian penyakit dalam dan bagian kardiologi dinyatakan tidak ada kelainan dibidang Penyakit dalam dan Kardiologi.

Pada tuli sensorineural mendadak yang diketahui penyebabnya maka pengobatan ditujukan untuk mengatasi penyebabnya sedangkan penanganan tuli sensorineural mendadak idiopatik masih kontroversial dan didasarkan pada bukti