PADA PASIEN MENINGITIS SUIS Oleh:
2.2. Tuli sensorineural mendadak 1. Definisi dan kekerapan
2.2. Tuli sensorineural mendadak 2.2.1. Definisi dan kekerapan
Tuli sensorineural mendadak didefinisikan sebagai tuli sensorineural pada satu atau kedua telinga yang berlangsung secara cepat dalam periode 72 jam dengan kriteria audiometri berupa penurunan pendengaran > 30 dB sekurang-kurangnya pada 3 frekuensi audiometri berturut-turut. Di Amerika Serikat kejadian tuli sensorineural mendadak ditemukan pada 5-20 tiap 100.000 orang per tahun dengan 4000 kasus baru tiap tahunnya. Pada beberapa penelitian didapatkan sebanyak 7500 kasus di Amerika, Eropa dan Jepang.8 Distribusi penderita laki-laki dan perempuan hampir sama. Tuli sensorineural mendadak dapat ditemukan pada semua kelompok usia, umumnya pada rentang usia 40-50 tahun, dengan puncak insidensi pada dekade keenam.Gejala vestibular didapatkan pada 28-57% pasien.3,8
2.2.2. Etiologi dan Patogenesis
Penyebab tuli sensorineural mendadak sampai saat ini belum dapat diketahui secara pasti. Dilaporkan etiologi dari ketulian mendadak hanya dapat ditegakkan pada 10 % kasus tersebut. Penyebab tuli sensorineural mendadak dapat dilihat pada tabel 1 :
Tabel 1 . Penyebab tuli sensorineural mendadak1
Penyebab Tuli Sensorineural Mendadak
Koklea Inflamasi ( Virus, bakteri, spiroseta)
Trauma
Vaskular
Hematologi (anemia, emboli, gangguan koagulasi
Gangguan jaringan ikat(poliarteritis nodosa, sindrom cogan)
Hidrop endolimfe (penyakit Meniere)
Gangguan metabolic
Ototoksisitas
103 sistem saraf pusat Multiple sklerosis
Sarkoidosis
Friedreich’s ataksia
Amiotrofik lateral sklerosis
Sindrom Vogt-Konayagi-Harada
Xeroderma pigmetosum
Tumor (neuroma Akustik)
Idiopatik
Beberapa teori terjadinya tuli sensorineural mendadak idiopatik adalah
rusaknya nervus vestibulokoklearis oleh infeksi virus, kelainan vaskular, atau rupture membran labirin.8,9 Dugaan penyebab ketulian mendadak idiopatik antara lain infeksi virus, imunologis, kelainan vaskuler dan ruptur membran intra koklearis namun tidak satupun diantaranya yang dapat menjelaskan dengan pasti proses patofisiologi dari ketulian mendadak idiopatik.1,3,8,9
Infeksi virus diduga sebagai salah satu penyebab tuli sensorineural mendadak. Wilson menyajikan data dengan pemeriksaan serokonversi virus pada pasien tuli sensorineural mendadak, kebanyakan tuli sensorineural mendadak disebabkan oleh virus Herpes. Pemeriksaan serologis terhadap pasien dengan ketulian sensorineural mendadak idiopatik menunjukkan adanya peningkatan titer antibodi terhadap sejumlah virus. Pemeriksaan histopatologi tulang temporal pada pasien tuli sensorineural mendadak ini ditemukan kerusakan koklea akibat luka dari infeksi tersebut, kehilangan sel-sel rambut dan sel-sel pendukung, atropi membran tektorial, atropi stria vaskularis.1
Teori gangguan vaskular merupakan teori yang paling banyak berkembang. Pembuluh darah koklea merupakan end artery dengan sirkulasi yang tidak kolateral dan fungsinya secara halus untuk mengubah supply darah sehingga bila terjadi gangguan pada pembuluh darah ini koklea sangat mudah mengalami kerusakan dan terjadi iskemik. Gangguan pembuluh darah ini dapat disebabkan seperti emboli, trombosis, kurangnya aliran darah, vasospasme dan hiperkoagulasi atau viskositas yang meningkat. Iskemia mengakibatkan degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria vaskularis dan ligamen spiralis. Kemudian diikuti oleh pembentukan jaringan ikat dan penulangan.3,8
Pada teori kerusakan membran intrakoklea dikatakan terdapat membran tipis yang memisahkan telinga dalam dari telinga tengah dan ada membran halus yang memisahkan ruang perilimfe dengan endolimfe dalam koklea. Robekan salah satu atau kedua membran tersebut secara teoritis dapat menyebabkan tuli sensorineural. Kebocoran cairan perilimfe ke dalam telinga tengah melalui tingkap bundar dan
104 tingkap lonjong didalilkan sebagai penyebab ketulian dengan membentuk hidrops endolimfe relatif atau menyebabkan robeknya membran intrakoklea. Robekan membran intrakoklea memungkinkan terjadinya percampuran perilimfe dan endolimfe sehingga mengubah potensial endokoklea.1,9
Tuli sensorineural yang disebabkan oleh proses autoimun diperkenalkan oleh McCabe pada tahun 1979.1 Pada kondisi ini ditemukan adanya kehilangan pendengaran progresif. Adanya aktivitas imun pada koklea mendukung konsep teori ini. Gangguan pendengaran pada sindrom Cogan, SLE dan kelainan reumatik autoimun lainnya telah lama diketahui.3 Sebagai pendukung lain teori ini, terdapat sebuah studi prospektif pada 51 pasien tuli sensorineural mendadak dan ditemukan beberapa kelainan yang berkaitan dengan sistem imun (multiple immune-mediated
disorders).3,9
2.2.3. Diagnosis
Diagnosis tuli sensorineural mendadak ditegakkan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan THT, audiometri nada murni, pemeriksaan penunjang lainnya. Pada anamnesis didapatkan keluhan pasien berupa penurunan pendengaran secara tiba-tiba, dalam beberapa jam atau hari, pada satu atau dua telinga. Selain itu juga dapat disertai dengan keluhan tinitus dan vertigo tipe vestibuler perifer. Riwayat penyakit terdahulu perlu ditanyakan terutama penyakit yang dapat menjadi faktor resiko serta riwayat penggunaan obat-obatan yang bersifat ototoksik.1,9 Pada pemeriksaan THT tidak didapatkan kelainan pada kanalis akustikus eksterna dan membran timpani. Melalui pemeriksaan tes penala didapatkan hasil Rinne positif, Weber lateralisasi ke arah telinga yang sehat dan Scwabach memendek. Pada pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan kelainan tuli sensorineural derajat ringan sampai berat, baik pada frekuensi rendah, sedang, tinggi atau pada seluruh frekuensi.10
Pemeriksaan penunjang perlu dikerjakan untuk dapat menyingkirkan setiap kemungkinan penyebab tuli sensorineural mendadak. Pemeriksaan laboratorium dilakukan berdasarkan riwayat penyakit dan kecurigaan diagnosis seperti contohnya pemeriksaan darah lengkap, gula darah, profil lipid, faal hemostasis, rontgen dada, dan Elektrokardiografi.10
105 2.2.4 Penatalaksanaan tuli sensorineural mendadak.
Penatalaksanaan tuli sensorineural mendadak seharusnya berdasarkan penyebabnya, akan tetapi karena sebagian besar kasus tuli sensorineural mendadak adalah idiopatik sehingga pengobatan dilakukan secara empiris.1,3,4
Berbagai penelitian penggunaan kortikosteroid pada pasien tuli mendadak telah dipublikasikan. Terdapat bukti laboratorium yang menunjukkan adanya cascade inflamasi kematian sel pada pasien tuli mendadak yang dimodifikasi oleh terapi steroid. Kortikosteroid yang diberikan adalah glukokortikoid sintetik oral, intravena dan/atau intratimpani, meliputi prednison, metilprednisolon, dan deksametason. Kortikosteroid diperkirakan memiliki efek antiinflamasi dan kemampuan dalam meningkatkan aliran darah koklea. Untuk hasil pengobatan yang maksimal, dosis terapi prednison oral yang direkomendasikan adalah 1 mg/kg/hari dosis tunggal dengan dosis maksimum 60 mg/hari selama 10-14 hari. Dosis ekuivalen prednison 60 mg setara dengan metilprednisolon 48 mg dan deksametason 10 mg.3 Sebuah data yang representatif menggunakan regimen pengobatan dengan dosis maksimum selama 4 hari diikuti tapering off 10 mg setiap dua hari.3,8
Beberapa ahli THT merekomendasikan terapi kortikosteroid intratimpani sebagai pengganti terapi kortikosteroid sistemik atau “salvage therapy” pada pasien yang tidak mengalami perbaikan dengan kortikosteroid sistemik.3,8 Keuntungan terapi kortikosteroid intratimpani adalah memberikan steroid konsentrasi tinggi langsung pada jaringan target (perilimfe) dengan efek samping sistemik minimal.2-4 Hal ini didukung oleh Parnes dkk, yang mempublikasikan dan mendemonstrasikan kadar steroid yang tinggi di telinga dalam setelah aplikasi terapi steroid intratimpani.3 Sebuah studi mengenai terapi kombinasi kortikosteroid sistemik dosis tinggi dan kortikosteroid intratimpani menunjukkan hasil perbaikan fungsi pendengaran secara signifikan.20 Steroid intratimpani yang biasa diberikan adalah deksametason atau metilprednisolon. Konsentrasi kortikosteroid yang digunakan bervariasi, sebagian besar studi menganjurkan deksametason 10-24 mg/mL dan metilprednisolon 30 mg/mL atau lebih.1,3,20
Terapi oksigen hiperbarik sebagai terapi tambahan dalam kasus tuli mendadak. Terapi ini memberikan oksigen 100% dengan tekanan lebih dari 1 ATA (atmosphere absolute).3 Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan oksigenasi koklea dan perilimfe, sehingga diharapkan dapat menghantarkan oksigen dengan tekanan parsial yang lebih tinggi ke jaringan, terutama koklea yang sangat peka terhadap
106 keadaan iskemik.3,21 Terapi oksigen hiperbarik diperkirakan memiliki efek yang kompleks pada imunitas tubuh, transpor oksigen dan hemodinamik, peningkatkan respons normal pejamu terhadap infeksi dan iskemia, serta mengurangi hipoksia dan edema.1 Menurut guideline AAO-HNS, terapi oksigen hiperbarik sebaiknya dilakukan dalam 2 minggu hingga 3 bulan dari saat diagnosis tuli mendadak. Pasien usia muda memberikan respons lebih baik dibandingkan pasien yang lebih tua (usia bervariasi antara 50-60 tahun).3 Hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam terapi oksigen hiperbarik ini adalah manfaat dan risiko efek samping. Terapi ini memiliki efek samping berupa kerusakan pada telinga, sinus dan paru akibat perubahan tekanan, miopia yang memburuk sementara, klaustrofobia, dan keracunan oksigen.3,4
Selain infeksi virus, penyebab tuli mendadak lainnya adalah iskemia koklea akibat kelainan vaskular, seperti perdarahan, emboli, dan vasospasme. Agen vasoaktif, trombolitik, vasodilator atau antioksidan telah dicoba untuk meningkatkann aliran darah koklea, tetapi belum ada bukti keberhasilan terapi. Ekstrak Ginkgo biloba yang mengandung flavones dan terpenes dapat mencegah perkembangan radikal bebas dan berperan sebagai vasodilator. Pentoksifilin menghambat agregasi trombosit dan meningkatkan fleksibilitas eritrosit dan leukosit sehingga memperbaiki viskositas darah, terutama pembuluh kapiler. Dekstran dapat memperbaiki mikrosirkulasi karena memiliki efek antitrombotik. HES (hydroxyethylstarch) mengurangi hematokrit dan agregasi platelet.1,3
2.2.5 Prognosis
Prognosis tuli mendadak tergantung pada beberapa faktor yaitu usia,derajat gangguan pendengaran, metode pengobatan yang digunakan, saat memulai pengobatan, ada tidaknya gejala vestibular dan faktor predisposisi lainnya.22-3 Usia lanjut, gangguan pendengaran sangat berat dan adanya gejala vestibular subjektif dikaitkan dengan rendahnya tingkat kesembuhan.23 Usia lanjut, hipertensi, diabetes, dan hiperlipidemia berkaitan dengan disfungsi mikrovaskuler di koklea, yang merupakan faktor prognosis buruk. Saat mulai pengobatan lebih dini berhubungan dengan prognosis baik bagi pemulihan fungsi pendengaran. Derajat gangguan pendengaran awal mempengaruhi potensi pemulihan pendengaran.22 Vertigo dapat digunakan sebagai indikator tingkat keparahan lesi dan berkaitan dengan prognosis yang buruk.22-3 Namun 28-65% pasien tuli mendadak yang tidak diobati dapat
107 mengalami pemulihan spontan. Pasien tuli mendadak yang telah mendapat pengobatan namun ketulian tetap bersifat permanen dan menimbulkan kecacatan, membutuhkan rehabilitasi auditorik.2
Keberhasilan pengobatan tuli sensorineural mendadak dinilai berdasarkan rata-rata ambang pendengaran menurut Siegel yaitu a) Pulih total jika ambang dengar rata-rata < 25 dB, b) Pulih sebagian jika terjadi perbaikan > 15 dB dengan ambang dengar rata-rata 25-45 dB, c) Pulih ringan jika perbaikan > 15 dB dengan ambang dengar rata-rata > 45 dB, d) tidak ada pemulihan jika perbaikan < 15 dB.
2.3 Meningitis Suis
2.3.1. Definisi dan Epidemiologi
Meningitis suis adalah suatu peradangan selaput otak yang mengenai lapisan piameter dan ruang subaraknoid termasuk cairan serebrospinal yang disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus suis yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah ke cairan otak.5 Streptococcus suis bersifat patogen pada babi kemudian dapat menyebabkan infeksi sistemik berat pada manusia. Streptococcus Suis dilaporkan pertama kali pada tahun 1954 setelah terjadi meningitis, sepsis dan artritis purulen pada anak babi oleh dokter hewan. Empat belas tahun kemudian kasus pertama pada manusia dilaporkan di Denmark dan kemudian di tempat lain juga ditemukan di Hongkong dan Eropa Utara.5,6 Jumlah kasus pada manusia terinfeksi S. Suis terus meningkat pada tahun berikutnya. Pada review artikel yang dipublikasi tahun 2007 dilaporkan sebanyak 409 kasus terimfeksi S. Suis manusia. Dimana kebanyakan kasus didapatkan paling banyak di Asia Tenggara. Selain pada babi, S. Suis dapat pula diisolasi dari binatang lain seperti kucing, anjing, rusa dan kuda dan merupakan kuman komensal pada usus halus. Babi sehat dapat membawa multipel serotipe dari
S. Suis di hidung, tonsil, saluran nafas atas, saluran genital dan saluran cerna. Dari 35
serotipe hanya beberapa yang menyebabkan infeksi pada babi yaitu serotipe 1-9 dan
17. S. Suis serotipe 2 merupakan serotipe yang paling patogen pada manusia dan
babi.5
Sejak pertama kali kasus S.Suis di Denmark dilaporkan peningkatan kasus di beberapa negara. Dilaporkan 151 kasus meningitis Suis di Vietnam dalam periode 10 tahun.13 Dilaporkan pula kasus infeksi sporadis dimana terjangkitnya infeksi S. Suis
di provinsi Sinchuan China selama bulan Juli dan Agustus sebanyak 215 kasus dan 38 kasus menyebabkan kematian. Kasus tersebut menekankan infeksi S.Suis sebagai