• Tidak ada hasil yang ditemukan

Demensia nonreversibel

Dalam dokumen Buku Simposium Geriatri-Revisited 2011 (Halaman 73-84)

Alzheimer Disease (AD)

Alzheimer’s Disease (AD) merupakan bentuk demensia yang paling umum, merupakan

gangguan otak progresif mempengaruhi daerah otak yang mengontrol memori dan fungsi kognitif dan secara bertahap akan menghancurkan memori seseorang dan kemampuan untuk belajar, memberi alasan, berkomunikasi dan melaksanakan aktivitas sehari-hari.

Penyakit Alzheimer mempunyai karakteristik hilangnya neuron dan sinaps pada korteks serebri dan beberapa wilayah subkortek. Hal ini mengakibatkan gross atrofi pada wilayah yang terkena, termasuk degenerasi pada lobus temporalis dan lobus parietalis dan bagian dari kortek frontalis dan girus singulata.

AD secara garis besar dibagi menjadi sporadik atau onset akhir (90-95% Alzheimer) dan onset awal (dijumpai pada usia <65 tahun, 5-10% AD). Salah satu tanda AD adalah produksi berlebihan dari 4-kDa peptida, amyloid β-peptida dan terbentuknya plak. AD mencakup sejumlah fenotip, meluas dari kasus dengan Aβ42 dan sejumlah besar spesies tidak larut Aβ40. Pemecahan protein membran neuron protein prekursor amyloid (PPA) akan menghasilkan 2 produk, Aβ40 dan Aβ42. Bukti kuat peranan Aβ dalam patogenesis AD biasanya diketahui dari observasi dalam keluarga atau onset awal AD, adanya mutasi PPA atau enzim yang membelah akan menghasilkan produksi berlebihan Aβ42 dan terjadinya progresi yang cepat dari penyakit. Onset akhir AD dikarakteristikkan oleh adanya akumulasi Aβ dan pembentukan plak. Tanda kedua Alzheimer adalah adanya

neurofibrillary tangles disebabkan hiperfosforilasi protein “Tau”. Tabel 3. Penyebab demensia nonreversibel

Penyakit degenerative Alzheimer

Demensia Lewy Bodies Parkinsons

Penyakit Pick Huntington disease

Progresive supranuclear palsy Demensia vaskular

Multi infark dimensia Penyakit Biswanger Emboli serebral Arteritis Sekunder Anoksia Traumatik Craniocerebral injury Demensia pugilistika Infeksi AIDS Infeksi opportunistik Creutzfeldt-Jakob disease

Penyakit Alzheimer diketahui merupakan penyakit karena kesalahan pelipatan protein (proteopati) yang ditandai adanya akumulasi dari amyloid beta abnormal dan protein tau di otak. Plak terbentuk dari peptide kecil yang terdiri dari 39-43 asam amino yang disebut beta-amyloid. Beta amiloid merupakan suatu fragmen dari protein yang lebih besar yang disebut protein precursor amiloid (PPA), suatu protein transmembran yang menembus membran neuron. Protein ini penting dalam pertumbuhan neuron, ketahanan dan perbaikan post cedera. Pada penyakit Alzheimer suatu proses yang tidak dikenal menyebabkan APP terbagi menjadi fragmen yang lebih kecil oleh suatu enzim melalui suatu proses proteolisis, salah satu dari fragmen ini meningkatkan fibril menjadi beta amiloid yang membentuk suatu endapan diluar neuron yang disebut plak senilis.

Plak amiloid ekstraseluler dan kekusutan neurofibrin intraseluler adalah penjelasan untuk lesi AD. Banyak data genetik dan biokimia yang mendukung hipotesis akumulasi dan agregasi amyloid-β (Aβ) sebagai awal dan pusat peristiwa dalam patogenesis AD. Ab berasal dari rangkaian proses proteolisis protein prekursor amyloid (amyloid

precursor protein=APP) oleh β- dan γ-secretase. Mutasi yang berhubungan dengan AD familial onset awal (familial AD = FAD) diwariskan secara dominan dan ditemukan pada gen APP atau pada gen presenilin 1 (PSEN1) dan PSEN2, produk yang, bersama dengan nicastrin, APH1, dan PSENEN2, merupakan komponen-komponen penting kompleks protein yang bertanggungjawab dalam aktifitas γ-secretase. Ciri umum kebanyakan mutasi FAD adalah mereka meningkatkan pembentukan peptida Aβ atau meningkatkan proporsi Aβ42 rantai panjang, yang bertendensi lebih tinggi untuk beragregasi dan lebih toksik dibanding Ab40 yang memiliki rantai pendek. Karena pemecahan g-secretase pada beberapa substrat penting untuk fungsi sinaptik dan pertahanan neuronal, hipotesis mengenai hilang fungsi pada mutasi PSEN sebagai patogenesis AD juga telah diajukan.

Adanya hubungan genetik dengan AD telah teridentifikasi, dengan ditemukannya alel apolipoprotein E epsilon4 (apo E-E4) pada kromosom 19. Risiko relatif terjadi pada AD yang berhubungan dengan satu atau lebih salinan dari alel orang kulit putih. Pada penelitian, apoE-E4 ternyata bukan merupakan risiko untuk terjadinya AD pada orang-orang Afro-amerika dan Hispanik. Akan tetapi suatu penelitian pada mereka yang berumur sampai 90 tahun telah menunjukkan, bahwa risiko kumulatif untuk AD, yang dikaitkan dengan tingkat pendidikan dan jenis kelamin, ternyata pada Afro-amerika adalah empat kali lebih tinggi dan dua kali lebih tinggi untuk hispanik dibanding orang kulit putih (Tang et al., 1998). Pada penelitian telah diketahui adanyanya satu atau lebih alel apo E-E4 tidak sensitif juga tidak spesifik untuk AD, sehingga ada ketidaksetujuan untuk menjadikan ApoE-E4 sebagai pemeriksaan rutin untuk AD (Small et al., 1997; Mayeux et al., 1998). Untuk itu dilakukannya skrining rutin, bahkan untuk populasi risiko tinggi, secara umum tidak dianjurkan.

FAD genetik dan model tikus telah memberi penerangan dalam patogenesis AD onset awal, namun mayoritas kasus AD justru baru muncul di usia lanjut. Alel ε4 gen

apolipoprotein E (APOE) adalah risiko mayor untuk AD onset lambat (late-onset AD = LOAD). Alel ini, yang ditemukan tahun 1993 oleh Strittmatter, Roses, dan kawan-kawan, telah diakui dalam berbagai studi genetik yang berkaitan. Meskipun suatu gen dalam kromosom 19 telah lebih dulu dikaitkan dengan risiko LOAD, namun observasi tentang APOE yang berikatan dengan Aβ dalam cairan serebrospinal mendorong dilakukannya tes bagi APOE sebagai kandidat yang mungkin. APOE adalah suatu apolipoprotein mayor dan pembawa kolesterol di dalam otak. Pada manusia, gen APOE muncul dalam tiga alel polimorfik berbeda (ε2, ε3, dan ε4), yang membentuk enam variasi genotip (ε2/ε2, ε2/ε3, ε2/ε4, ε3/ε3, ε3/ε4, dan ε4/ε4). ε3 adalah alel terbanyak (77%), dan ε2 paling jarang (8%). Frekuensi alel ε4 sekitar 15% pada populasi umum, namun adalah sekitar 40% pada pasien AD. Individu dengan satu alel ε4 adalah tiga atau empat kali lebih sering mendapat AD dibandingkan individu tanpa alel ε4. Odds ratio ini lebih besar dibanding odds ratio untuk alel risiko AD lain, yang rata-rata <1.5. Efek alel ε4 sebagai risiko AD menjadi maksimal pada usia 60-70 tahun, dan prevalensi alel ε4 pada pasien AD yaitu >50%. Menariknya, alel ε2 telah dihubungkan dengan proteksi melawan LOAD, dibandingkan dengan alel ε3. Alel ε4 juga merupakan faktor risiko aterosklerosis, perburukan HIV, dan gangguan-gangguan neurologis tambahan termasuk cerebral amyloid angiopathy (CAA) dan CAA yang berhubungan dengan perdarahan serebral, tauophaty dan demensia dengan lewy

bodies, parkinson dan sklerosis multipel. Penelitian-penelitian ini menyimpulkan bahwa

alel ε4 mungkin berhubungan dengan percepatan proses neurodegenerasi pada perkembangan beberapa penyakit neurodegeneratif.

APOE adalah protein 34 kDa yang mengangkut kolesterol dan lipid-lipid lain di dalam plasma dan sistem saraf pusat dengan cara berikatan dengan reseptor APOE permukaan sel. Konsentrasi tertingginya terdapat dalam hati dan otak. Di perifer, APOE mengangkut lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), suatu subkelas lipoprotein densitas tinggi, dan kilomikron hasil sintesis sistem pencernaan. Di dalam otak, APOE disintesis terutama oleh astrosit dan sebagian kecil oleh microglia. Partikel lipoprotein APOE dari cairan serebrospinal manusia memiliki ukuran dan densitas sama dengan HDL plasma, berbentuk bulat dan mengandung core lipid: kolesterol teresterifikasi. Menariknya, calon partikel-partikel lipoprotein APOE yang disekresi

cultured astrocytes awalnya berbentuk cakram dan mengandung sedikit lipid. Diduga

partikel lipoprotein APOE yang disekresi astrosit tersebut menerima inti kolesterol teresterifikasi sebelum mencapai cairan serebrospinal. Kemungkinan lain yaitu partikel lipoprotein APOE yang diproduksi astrosit otak berbeda dengan partikel yang disekresi oleh cultured astrocytes. Agar APOE dapat stabil dalam otak, ia harus berikatan dengan lipid, ini dibuktikan dengan terjadinya penurunan bermakna kadar APOE otak saat gen Abca 1, suatu produk yang mengikat lipid pada APOE dihilangkan.

Tiga isoform APOE (APOE2, APOE3, dan APOE4) dibedakan melalui satu asam amino. Pada kebanyakan jalur patogenik AD yang dikemukakan, APOE4 mengurangi proteksi atau memperbesar toksisitas jika dibandingkan dengan APOE2 dan APOE3.

mengantar kolesterol dan lipid-lipid esensial lainnya untuk neuron-neuron lewat bagian-bagian kelompok reseptor lipoprotein densitas rendah (low density lipoprotein

receptors=LDLR). Meskipun mekanisme yang mendasari sifat patogenik APOE4 dalam

AD masih belum dipahami seluruhnya, beberapa jalur telah diidentifikasi secara in

vitro dan in vivo.

Fungsi utama APOE di dalam otak adalah untuk mengangkut kolesterol, terutama dari astrosit menuju neuron. Kolesterol adalah komponen esensial membran dan sarung mielin yang penting bagi integritas dan fungsi neuron. Pengurangan sintesis dan kebutuhan kolesterol yang besar dalam neuron otak manusia dewasa menandakan bahwa transportasi aktif kolesterol dibutuhkan untuk mendukung fungsi dan perbaikan sinaps. Kolesterol yang berhubungan dengan partikel lipoprotein-APOE yang disekresi astrosit adalah penting dalam pembentukan sinaps matur in vitro, melalui mekanisme yang membutuhkan reseptor APOE fungsional. Menariknya, hubungan antara metabolisme kolesterol dan risiko AD telah diajukan. Pada manusia, penelitian tentang penggunaan statin, yang menghambat sintesis kolesterol, dihubungkan dengan penurunan prevalensi AD yang signifikan; namun begitu, beberapa studi retrospektif baru-baru ini tidak mendukung kesimpulan itu. Karena statin juga memiliki efek pleiotropik lainnya, termasuk pengaturan ekspresi gen dan prenylasi serta isoprenylasi protein, efek spesifik statin terhadap patologi AD pada berbagai model sistem kemungkinan besar dipengaruhi oleh faktor-faktor biologis dan patologis yang bervariasi, misalnya efisiensi aliran darah ke otak dan munculnya penyakit-penyakit lain misalnya hipertensi, diabetes, dan hiperkolesterolemia. Di tingkat seluler, efek kolesterol dalam pengolahan amyloidogenik APP menjadi Aβ masih kontroversial. Kolesterol dan statin jelas memodulasi proses APP in vitro dan in vivo. Banyak efek kolesterol dalam pengolahan APP yang berhubungan dengan peran penting kolesterol dalam rangkaian lipid, dimana APP diproses oleh β- dan γ-secretase.

Tingkat kolesterol di dalam otak AD lebih rendah dibanding pada otak normal. Menariknya, mencit yang memiliki APOE4 memiliki konsentrasi kolesterol otak lebih rendah meskipun tingkat kolesterol perifernya meningkat. Temuan ini menguatkan pernyataan bahwa metabolisme lipoprotein-APOE di otak lebih sedikit dibanding di plasma. Meskipun perbedaan fungsi pasti tiga isoform APOE dalam metabolisme kolesterol otak masih belum jelas, terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa APOE4 mungkin kurang efisien dibanding APOE3 untuk mengangkut kolesterol otak. APOE4 juga kurang efisien dibanding APOE3 dalam meningkatkan pengeluaran kolesterol dari neuron dan astrosit. Dengan menggunakan astrosit yang berasal dari penggantian APOE target pada mencit, terlihat bahwa beberapa APOE3 dibandingkan dengan APOE4 dibutuhkan untuk membentuk partikel lipid dengan ukuran tertentu. Ini menggambarkan bahwa APOE3-expressing astrocytes dapat menyediakan kolesterol yang lebih ke neuron daripada APOE4-expressing astrocytes. Selain observasi yang menarik ini, peran perbedaan APOE isoform dalam metabolisme kolesterol otak membutuhkan investigasi lebih jauh. Perbedaan struktur diantara APOE isoform yang menentukan lipid dan spesifitas receptor-binding mereka di otak dapat

menerangkan perbedaan mereka dalam memodulasi metabolisme kolesterol otak. Penting untuk dicatat bahwa mungkin terdapat mekanisme transport kolesterol yang dimediasi LRP1 di otak yang independen terhadap APOE, karena defisiensi LRP1 di otak tapi bukan defisiensi APOE menyebabkan level kolesterol otak menurun. Ligand LRP1 lainnya seperti lipoprotein lipase juga dapat berperan. Kemungkinan lain, LRP1 dapat menjadi sensor kolesterol yang mempengaruhi sintesis kolesterol dan/atau transport intraseluler.

Di samping kolesterol, APOE memediasi transport lipid otak lainnya, beberapa tidak diproduksi dalam astrosit. Sebagai contoh, sulfatide, lipid yang disintesis oligodendrosit yang penting untuk neuron tulang belakang dan integritas pembungkus myelin, secara aktif ditransport oleh mekanisme APOE dan LRP1-dependent. Mungkin bahwa partikel lipoprotein-APOE dimodifikasi oleh myelin-associated lipid sebelum ditransport ke dalam neuron. Menariknya, sulfatide adalah biomarker potensial untuk diagnosis AD dimana levelnya menurun pada otak AD.

Susunan Aβ, khususnya oligomer-oligomer Aβ, sangat toksik untuk neuron. Oligomer Aβ42 sintetik menghambat viabilitas neuron 10 kali lipat lebih banyak dibanding fibril Aβ42 dan 40 kali lipat lebih banyak dibanding peptida yang tidak teragregasi. APOE4 lebih menghambat neurotoksisitas Aβ42 yang dipengaruhi-oligomer dibanding APOE3. Dimer Aβ dari otak AD manusia dan dodecamer Aβ (juga dikenal sebagai Aβ*56) dari otak tikus Tg2576 menghambat potensiasi jangka panjang (LTP) dan memori pada model hewan, tetapi tidak diketahui apakah toksisitas ini diatur lebih lanjut oleh APOE. Baru-baru ini diketahui bahwa agregat APOE4 dan Aβ (agregasinya dipicu oleh penghambatan neprilysin) berperan sinergis dalam memicu neurodegenerasi otak tikus. Karena neurodegenerasi tidak ditemukan pada beberapa model tikus amiloid yang mengekspresikan APOE4 manusia, masih belum jelas mengapa akumulasi Aβ yang dipicu oleh penghambatan neprilysin dapat menyebabkan neurodegenerasi padahal akumulasi Aβ yang dipicu oleh produksi mutan APP yang berlebihan tidak mengakibatkan hal itu. Penelitian mengenai peran penting APP solubel dan domain APP intraseluler (APP intracellular domain = AICD), yang lebih terlihat pada mencit yang berlebihan mengekspresikan APP, mungkin dapat menjelaskan perbedaan ini.

Terdapat perdebatan berkaitan dengan peranan Aβ versus protein tau pada AD. Percobaan pada tikus AD membutuhkan 2 atau lebih mutasi untuk menghasilkan semua gambaran fisik AD (plaque Aβ dan tau tangle), sampai saat ini belum diketahui mengenai hubungan antara plaque Aβ dan tau tangle. Tikus percobaan dengan ekspresi APP yang berlebih ternyata tidak membentuk neurofibrillary tangle dan lebih menyerupai gangguan memori yang berhubungan dengan usia daripada AD. Beberapa model tau mengekspresikan amyloid dan berkembang menjadi problem memori parah yang berhubungan dengan AD. Sejauh ini semua usaha membangun penatalaksanaan untuk AD diarahkan untuk melemahkan plaque Aβ. Tikus percobaan berdasarkan ekspresi berlebih Aβ dapat berguna dalam membuat strategi untuk membatasi

pembentukan plaque Aβ, tapi penelitian yang dilakukan masih terbatas/inkomplit untuk AD. PPA dan PPA/PS1 tikus percobaan mutan membentuk deposisi amyloid pada usia muda, tapi gagal membentuk neurofibrillary tangle yang merupakan tanda yang penting dalam AD. Atrofi neuritik ditemukan pada beberapa tikus transgenik, akan tetapi dari 1 lusin tikus percobaan ternyata hanya 1 yang dilaporkan kehilangan karakteristik neuron, hal ini akan mempengaruhi strategi penatalaksanaan AD. Perkembangan strategi terapi diarahkan pada patologi tau akan membutuhkan identifikasi daerah fosforilasi yang dihubungkan dengan agregasi tau dan pembentukan filamen dan kinase dan fosfatase spesifik yang terlibat.

Hiperfosforilasi protein tau yang berhubungan dengan mikrotubulus (MAPT; juga dikenal sebagai tau) bersifat toksik untuk neuron dan merupakan komponen utama rangkaian serat neuron. Tau sangat penting dalam disfungsi neuron yang dipicu oleh Aβ dan eksitotoksin: mengurangi blokade tau endogen terhadap gangguan kognitif yang dipicu Aβ pada PDGF-APPSw.Ind model tikus. Ekspresi berlebihan transgenik APOE4 dalam neuron (bukan dalam astrosit) meningkatkan fosforilasi tau pada mencit, menunjukkan efek spesifik neuron APOE4 pada fosforilasi tau. Hubungan patofisiologi jalur ini masih belum jelas, sebab APOE secara umum diproduksi oleh astrosit dan mikroglia, bukan neuron. Bagaimanapun, telah dilaporkan adanya ekspresi APOE dalam neuron setelah cedera. Meskipun APOE tidak diekspresikan di neuron hippokampus pada keadaan normal, cedera neuronal yang dipengaruhi oleh cainic

acid meregulasi ekspresi APOE di dalam neuron. Dengan begitu, kemungkinan

ekspresi APOE abnormal di dalam neuron otak AD yang cedera memicu hiperfosforilasi tau.

Pertanyaan lain yang harus dijawab adalah bagaimana APOE dan tau, yang normalnya dipisahkan oleh plasma atau organel membran, dapat bersentuhan. Hipotesis yang diajukan misalnya bahwa fragmen badan-terminal-C APOE, yang ditemukan pada otak AD manusia dan model tikus AD yang neuronnya mengekspresikan transgen APOE4, memasuki sitosol dan berinteraksi langsung dengan tau. Hipotesis lain, isoform APOE mungkin mengatur siklus signalling APOE yang diperantarai reseptor yang kemudian dapat memodifikasi fungsi tau kinase dan fosfatase.

Wilayah ikatan-reseptor dan ikatan-lipid fragmen APOE4 bekerja bersama menyebabkan disfungsi mitokondrial dan neurotoksisitas. Dengan menggunakan garis sel neuronal asli, terlihat bahwa wilayah ikatan-reseptor fragmen badan-terminal-C APOE4 dibutuhkan untuk pergi dari jalur sekretorik, dan wilayah ikatan-lipid menengahi interaksi dengan mitokondria, sehingga terjadi disfungsi mitokondria. Keterkaitan in vivo jalur toksik APOE4 ini memerlukan penelitian lebih lanjut.

Sementara itu etiologi onset akhir AD sampai saat ini belum banyak dimengerti, ada penelitian yang mengatakan bahwa kolesterol adalah bagian penting dalam perkembangan dan progresi penyakit. Apolipoprotein E (Apo E) adalah salah satu Apo utama di plasma dan merupakan protein pembawa kolesterol yang penting di otak. Identifikasi gen mengkode varian ApoE4 (alel APOE º4) sebagai faktor risiko

yang signifikan pada AD onset akhir merupakan bukti adanya peranan kolesterol dalam patogenesis AD. Kenaikan nilai kolesterol akan meningkatkan Aβ dalam sel dan binatang percobaan, dimana obat seperti statin yang kerjanya menghambat sintesis kolesterol akan menurunkan nilai Aβ. Statin akan menghambat 3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme A (HMG-CoA) reduktase yang mengawali sintesis lipid kolesterol dan isoprenoid. Kolesterol dibutuhkan untuk membuat membrane sel micro-domain sebagaimana rakit lipid. PPA, β-sekretase, γ-sekretase complex dan

sfingomyelinase netral (N-SMase) terdapat pada rakit lipid yang kaya akan kolesterol

dan sfingomyelin (SM). Mutasi genetik yang terjadi pada PPA atau presenilins (bagian dari γ-sekretase complex) akan meningkatkan produksi Aβ42. Studi terbaru menyarankan Aβ40 menghambat HMG-CoA reduktase sementara Aβ42 mengaktifkan N-SMase dan meningkatkan produksi seramid, yang akan mempercepat proses neurodegeneratif. Bagaimanapun, belum diketahui secara pasti apa yang meregulasi pemecahan Aβ42 versus Aβ40 dan juga rasio Aβ42 hingga Aβ40 dapat diturunkan seperti yang terjadi pada pelemahan HMG-CoA reduktase dan N-SMase. Percobaan prospektif yang mengevaluasi terapi statin ternyata tidak menunujukkan terjadinya peningkatan fungsi kognitif pada pasien Alzheimer. Juga belum diketahui apakah perbedaan genetik seperti adanya alel APOE º4 akan mempengaruhi keluaran klinis. Studi terbaru telah menunjukkan ekspresi mRNA secretor proinflamator

fosfolyphase A2 (sPLA2) grup IIA (IIA) diregulasi pada otak Alzheimer dibandingkan dengan otak lansia non-demensia dan juga ditemukan sPLA2 IIA astrosit imunoreaktif pada hipokampus Alzheimer yang dihubungkan dengan plque Aβ.

Sejumlah studi menunjukkan adanya peningkatan peroksidase lipid pada AD yang mana hal ini merupakan bukti kuat mengenai peranan kerusakan oksidatif. Studi terakhir menunjukkan adanya peningkatan jumlah hidroksinonenal (HNE) dan akrolein pada jaringan otak dari pasien dengan gangguan kognitif ringan dan AD dini, hal ini menginidikasikan peroksidasi lipid terdapat pada patogenesis awal AD. Akrolein, merupakan elektrofil terkuat diantara semua αβ-unsaturated aldehid, yang bereaksi dengan DNA dasar termasuk guanine, adenosine, sitosin dan timidin untuk membentuk adduct siklik, eksosiklik utama adduct adalah akrolein-deoksiguanosin. Peningkatan jumlah akrolein-deoksiguanosin adduct ditunjukkan baru-baru ini dalam jaringan otak pasien Alzheimer. ROS juga berperan dalam deposisi amiloid pada Alzheimer sebagai kondisi oksidasi menyebabkan protein cross-linking dan agregasi peptide Aβ, dan juga berkontribusi pada agregasi protein tau. Agregasi Aβ sudah ditunjukkan untuk menginduksi akumulasi ROS, yang dapat membentuk siklik atau kerusakan oksidatif yang diprakarsai sendiri. Pasien AD dan gangguan kognitif ringan juga menunjukkan sistem pertahanan antioksidan yang rendah.

Pada percobaan tikus berdasarkan mutasi pada AD familial (bentuk yang jarang) ternyata tidak menyerupai bentuk sporadik. Lebih jauh lagi, sebagian besar hewan percobaan tidak menunjukkan neurodegenerasi yang luas pada pasien AD. Vaksin amiloid AN-1792 efektif membersihkan plak dan meningkatkan memori pada hewan

percobaan sementara percobaan fase 2 ditinggalkan setelah beberapa subjek terjadi meningoensefalitis, inflamasi otak yang potensial menjadi fatal. Apakah pengobatan ini (AN-1792) lebih sesuai dengan bentuk familial dibandingkan sporadik? Ketiga penelitian tikus transgenic (protein prekursor amiloid/PSI/tau) meningkatkan kemungkinan pendekatan terapi berdasarkan multi-antibody (contohnya, satu melawan Aβ dan lainnya melawan tau) dapat menunjukkan keuntungan klinis yang paling signifikan untuk pengobatan AD. Masalahnya adalah bagaimana pasien akan merespon kombinasi pengobatan tanpa menyebabkan komplikasi klinis.

Faktor risiko lain untuk AD, termasuk riwayat cedera kepala sebelumnya, jenis kelamin wanita, tingkat pendidikan yang rendah dan genetik masih dalam penelitian. Faktor protektif yang mungkin, termasuk penggunaan estrogen, antioksidan dan NSAID. Signifikansi klinis dari efek-efek protektif tersebut bagaimanapun juga, tetap terbukti.

Demensia Vaskular

Demensia vaskular, terutama disebabkan oleh infark multipel (demensia multi-infark), biasanya terjadi pada populasi geriatri. Demensia multi infark dapat terjadi secara sendiri atau kombinasi dengan gangguan lain yang menyebabkan demensia (Zekry et al, 2002). Penelitian autopsi menunjukkan bahwa penyakit serebrovaskular dapat memainkan peran penting dalam terjadinya dan tingkat keparahan dari gejala-gejala AD (Snowdown et al., 1997). Demensia multi-infark terjadi ketika seorang pasien mempunyai stroke kortikal dan subkortikal yang rekuren. Banyak dari stroke ini yang tidak menunjukkan adanya defisit neurologis fokal yang permanen atau bukti terjadinya stroke pada gambaran computed tomography (CT). Sekarang dengan adanya Magnetic

Resonance Imaging (MRI) bisa lebih sensitif dalam mendeteksi infark kecil. Pada

tabel 3 mengidentifikasi karakteristik pasien yang diduga memiliki demensia multi infark dan membandingkan karakteristik klinis dari demensia degeneratif primer dan demensia multi infark. Sebuah ciri khusus demensia multi infark adalah perburukan atau kemunduran dari fungsi kognitif, seperti yang diilustrasikan pada gambar 1. Bentuk lain dari bentuk vaskular demensia telah dijelaskan, dinamakan demensia senil dari tipe Binswanger, yang sulit dibedakan secara klinis dengan demensia multi infark.

Semakin penting untuk mendiferensiasikan demensia vaskular dengan demensia yang lain, karena pasien dengan dimensia vaskular biasanya dapat membaik dengan pengobatan agresif untuk hipertensinya dan faktor risiko kardiovaskular lain (Forette et al., 2002; Murray et al., 2002), dimana pemberian pengobatan farmakologis yang lebih baru untuk AD, tidak membantu pasien dengan demensia vaskular.

Adanya fungsi kognitif yang terganggu akibat penyakit vaskular disebut Rockwood

Dalam dokumen Buku Simposium Geriatri-Revisited 2011 (Halaman 73-84)