Dewa P Pramantara S
Pengantar
Problem kesehatan pada usia lanjut dapat didekati melalui pemahaman simptomatologi yang merujuk gangguan organ dan sistem (organ and system based), penyakit (disease based) dan sindroma geriatrik. Pendekatan sindroma geriatrik berbeda dengan sindroma penyakit pada umumnya. Sindroma geriatrik muncul sebagai satu fenomena yang latar belakangnya kompleks sedangkan pada sindroma penyakit merupakan kumpulan gejala dan tanda yang merujuk pada satu penyakit.1
Inkontinensia urin merupakan salah satu sindroma geriatrik yang sering dijumpai pada usia lanjut. Diperkirakan satu dari tiga wanita dan 15-20% pria di atas 65 tahun mengalami inkontinensia urin. Usia lanjut di komunitas lebih sedikit kejadiannya dibandingkan di institusi perawatan kronik yaitu 5-10% dan 60-80% berurutan.2
Inkontinensia urin merupakan fenomena yang tersembunyi artinya kejadian yang tercatat jauh lebih sedikit dari kejadian sesungguhnya. Hal ini disebabkan oleh keengganan pasien menyampaikannya kepada dokter dan di lain pihak dokter jarang mendiskusikan hal ini kepada pasien. Di lain pihak, dampaknya terhadap kualitas hidup bagi penyandangnya sangat nyata.2,3
Pada tulisan ini akan dibahas tipe dan cara pendekatan diagnosis penyebab dan prinsip-prinsip tatalaksananya.
Pembahasan
Definisi
Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak dikehendaki dalam jumlah dan frekuensi tertentu sehingga menimbulkan masalah sosial dan atau kesehatan.2,3,4 Dari batasan di atas di satu sisi dan pemahaman tentang proses kontinensia pada sisi yang lain dapat disimpulkan bahwa inkontinensia urin merupakan bentuk akibat ganguan atau inkompeten proses kesadaran pada tatanan otak dan saraf non otonom, gangguan pada lingkar refleks, gangguan pada sistem saluran kemih bagian bawah dan otot dasar pangul serta akses ke toilet baik bersifat sementara atau menetap.
Pembagian inkontinensia urin
Sebagai sindroma geriatrik, inkontinensia urin mempunyai latar belakang penyebab yang beragam. Pengelompokan ragam penyebab tersebut menuntun pada
tipe-tipe inkontinensia urin. Berdasarkan sifat kesementaraan penyebab, inkontinensia urin dapat dibagi menjadi 2 yaitu transien (akut) dan menetap.
Inkontinensia urin akut
Jenis inkontinensia ini awitannya mendadak dan dapat pulih bila penyebabnya dapat diatasi. Penelusuran kausanya dengan mudah ditentukan oleh karena biasanya berkaitan dengan berbagai kondisi akut, obat yang sifatnya sementara. Dua buah akronim yang sangat dikenal berkaitan dengan faktor penyebab yaitu: DIAPPERS dan DRIP.1,4
D J Delirium
I J Infection, Urinary
A J Atrophic Vaginitis, Urethritis P J Pharmaceutical
P J Psychologic Disorders, Depression
E J Endocrine Disorders, Excess Urine Output R J Restricted Mobility
S J Stool Impaction Atau
D J Delirium
R J Restricted Mobility, Retention I J Inflamation, Impaction P J Polyuria, Pharmaceutical
Inkontinensia urin menetap
Penyebab inkontinensia urin jenis menetap ini sangat beragam dan melibatkan bidang-bidang ilmu yang lain selain penyakit dalam pada umumnya dan geriatri pada khususnya. Inkontinensia urin menetap potensial mengganggu kualitas hidup penyandangnya baik domain fisik, psikologik, sosial dan lingkungan. Pendekatan diagnosis penyebab dan penatalaksanaan holistik sangat penting dalam upaya optimalisasi kualitas hidup penyandang inkontinensia urin tipe persisten atau menetap. Pada pasien usia lanjut, faktor-faktor penyebab inkontinensia urin persisten dapat dikategorikan ke dalam 4 kategori pokok yaitu: urologik, neurologik, fungsional/ psikologik dan iatrogenik/lingkungan yang kadang-kadang saling tumpang tindih.2,7 Faktor-faktor penyebab di atas mengakibatkan beberapa tipe inkontinensia urin yaitu: tipe urgensi, stres, overflow dan fungsional. Hubungan antara tipe inkontinensia urin persisten dan pola penyebab dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Tipe dan penyebab inkontinensia urin persisten.4
Tipe Definisi Penyebab yang sering
Stres Keluarnya urin involunter (biasanya z Kelemahan otot dasar panggul dan dalam jumlah sedikit) tatkala terdapat hipermobilitas uretra
peningkatan tekanan intraabdomen z Kelemahan sfingter uretra atau pintu keluar (batuk, tertawa, olahrga, dll) kandung kemih
z Kelemahan sfingter uretra pasca prostatektomi Urgensi Keluarnya urin (jumlah bervariasi, z Hiperaktivitas detrusor, tersendiri atau berkaitan
seringkali dalam jumlah banyak) dengan satu atau lebih kondisi berikut: akibat ketidakmampuan menunda - Kondisi genitourinarius lokal seperti tumor, berkemih tatkala timbul sensasi batu, divertikel, atau obtruksi aliran keluar keinginan untuk berkemih - Gangguan SSP seperti strok, demensia,
parkinsonisme, trauma medula spinalis Overflow Keluarnya urin (biasanya dalam z Obstruksi anatomik akibat prostat, striktur,
jumlah sedikit) akibat kekuatan sistokel
mekanik pada kandung kemih yang z Kandung kemih yang tidak berkontraksi overdistensi atau faktor lain yang (akontraktilitas)
berefek pada retensi urin dan pada DM atau Trauma medula spinalis fungsi sfingter z Neurogenik (disinergi detrusor-sfingter) terkait
dengan sklerosis multipel dan lesi medula spinalis suprasakral lainnya
z Efek samping obat (lihat tabel 2)
Fungsi- Keluarnya urin yang berkaitan dengan z Demensia berat dan kelainan neurologis lain onal ketidakmampuan untuk ke toilet z Faktor psikologis seperti depresi
akibat gangguan kognitif dan/atau fungsi fisik, ketidakmauan psikologis atau hambatan lingkungan
Upaya determinasi penyebab adalah esensial dalam penatalaksanaan inkontinensia urin persisten.
Evaluasi inkontinensia urin
Evaluasi inkontinensia urin pada pasien usia lanjut merupakan upaya pendekatan klinis yang bertujuan: 1. Menetapkan ada dan tidaknya inkontinensia urin beserta tipenya, 2. Mengidentifikasi faktor penyebab yang bersifat sementara, 3. Mengidentifikasi kondisi pasien yang menghendaki rujukan ke spesialis lain, 4. Mengidentifikasi penyebab yang persisten.4,6 Dari tujuan di atas, tentu dilakukan tahapan-tahapan atau langkah-langkah yang secara praktek klinik dituangkan dalam algoritma evaluasi inkontinensia urin seperti pada gambar 1.
Gambar 1. Algoritma evaluasi inkontinensia urin.4
Evaluasi Awal
z Anamnesis
z Pemeriksaan fisik
z Urinalisis
z Residu urin pasca berkemih (postvoid residual)
Faktor yang reversibel dapat diidentifikasi
Indikasi untuk evaluasi lebih lanjut
Terapi percobaan
- Terapi perilaku dan/atau farmakologik untuk IU tipe stres, urgensi atau campuran - Terapi perilaku dan terapi suportif untuk IU fungsional
Apakah IU menetap meskipun terapi percobaan telah adekuat pada pasien yang perlu untuk evaluasi lebih lanjut
Evaluasi lebih lanjut Urologi Ginekologi Urodinamik
Tatalaksana
Masih inkontinensia urin Ya
Pendekatan tim terhadap pasien yang memerlukan evaluasi khusus yang melibatkan spesialis lain akan efektif dan efisien. Diperlukan pemahaman tentang indikasi-indikasi untuk rujukan seperti pada tabel 2.
Tabel 2. Indikasi Untuk Evaluasi Khusus.4
z Inkontinensia urin tipe urgensi atau gejala kandung kemih iritatif yang baru terjadi dalam waktu 2 bulan
z Riwayat pembedahan anti-inkontinensia
z Riwayat pembedahan pelvis radikal
z Riwayat iradiasi atau pembedahan saluran kemih bagian bawah atau daerah pelvis dalam kurun waktu 6 bulan terakhirJkemungkinan adanya kelainan struktural anatomi terkait dengan prosedur tersebut
z Inkontinensia yang berkaitan dengan infeksi saluran kemih simtomatik berulang (3 kali atau lebih dalam periode 12 bulan)Jadanya kelainan struktural atau kondisi patologik saluran kemih yang menjadi faktor predisposisi infeksi yang harus disingkirkan
z Nodul prostat yang besar dan/atau kecurigaan keganasan (asimetri atau indurasi yang menonjol dari lobus prostat)
z Prolaps pelvis yang nyata (sistokel yang menonjol dan melewati himen saat batuk pada pemeriksaan dengan spekulum)Jadanya kelainan anatomik mungkin menjadi dasar patofisiologi terjadinya IU dan perbaikan dengan pembedahan dapat bermanfaat pada kasus-kasus tertentu
z Kelainan neurologis yang menunjukkan kelainan sistemik atau lesi medula spinalis
z Hematuria tanpa infeksi (eritrosit >5/LPB)Jadanya kondisi patologik saluran kemih harus disingkirkan
z Proteinuria persisten yang bermakna
z Volume PVR yang abnormal (>200 ml)Jkemungkinan adanya obstruksi anatomik atau neurogenik atau kontraktilitas kandung kemih yang buruk
z Kesulitan untuk memasang kateter no. 14Jkemungkinan adanya sumbatan anatomik terhadap uretra atau leher kandung kemih
z Ketidakmampuan untuk datang saat diagnosis presumtif atau rencana terapi
z Gagal memberikan respons terhadap terapi berdasarkan diagnosis presumtifJevaluasi urodinamik dapat membantu dalam memandu/menentukan terapi spesifik
z Pertimbangan untuk intervensi bedah
Tatalaksana inkontinensia urin
Keberhasilan tatalaksana inkontinensia urin bukan saja tergantung pada pilihan-pilihan modalitas terapi yang didukung oleh bukti ilmiah yang sahih dan status rekomendasinya tetapi tergantung juga pada kondisi medis pasien, fungsi kognitif pasien, pengalaman dokter dan pilihan pasien. Modalitas tatalaksananya dapat dibagi 2 yaitu: tatalaksana non farmakologik dan farmakologik. Dikatakan bahwa tatalaksana non farmakologik berupa terapi perilaku merupakan terapi utama.4 Terapi inkontinensia urin berdasar tipenya dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Terapi inkontinensia urin berdasar tipenya.4
Tipe IU Terapi
IU Tipe Urgensi Lini pertama Intervensi perilaku : bladder training, bladder drill
Lini kedua Obat-obatan: tolterodine, solifenacin, oxybutynin, dan lain-lain Lini ketiga Pembedahan (sangat jarang dilakukan)
IU Tipe Stres Lini pertama Intervensi perilaku: Kegel’s exercise, bladder training Lini kedua Obat-obatan: agonis adrenergik alfa dan / atau estrogen Lini ketiga Injeksi periuretra; Pembedahan (bladder neck suspension) IU Tipe Overflow Lini pertama Pembedahan menghilangkan obstruksi; Katerisasi intermiten
Lini kedua Katerisasi menetap jangka panjang Lini ketiga Katerisasi suprapubik
IU Tipe Fungsional Lini pertama Intervensi perilaku (tergantung pada pramurawat) Lini kedua Manipulasi lingkungan
Lini ketiga Pemakaian alas ompol
Bukti ilmiah terapi non-farmakologik dengan status rekomendasinya sebagai berikut:
1. Penurunan berat badan dengan status rekomendasi B/C. 2. Diet dengan status rekomendasi B.
3. Latihan otot dasar panggul dengan status rekomendasi A.
4. Regimen berkemih terjadwal menunjukkan status rekomendasi bervariasi dari A untuk bladder training dan D untuk habit training.
5. Terapi komplementer seperti akupunktur belum direkomendasikan walaupun penelitian tanpa kontrol dengan jumlah sampel kecil menunjukkan perbaikan pada kelompok pasien dengan gejala OAB (over active bladder).
Bukti ilmiah terapi farmakologik untuk OAB, inkontinensia tipe stres dan tipe
overflow dapat dilihat pada tabel 4, 5 dan 6.
Tabel 4.Bukti ilmiah dan status rekomendasi terapi farmakologik untuk inkontinensia tipe stres.4
Golongan obat Tingkat bukti ilmiah Status rekomendasi (Level of evidence) (Grade of recomendation)
Duloxetine 1 A Imipramine 3 D Methoxamine 2 D Midodrine 2 C Ephedrine 3 D Norephedrine 3 D (phenylpropanolamine) Estrogen 2 D
Tabel 5. Bukti ilmiah dan status rekomendasi terapi farmakologik untuk OAB.4
Golongan obat Tingkat bukti ilmiah Status rekomendasi (Level of evidence) (Grade of recomendation) Antimuskarinik Tolterodine 1 A Trospium 1 A Solifenacin 1 A Darifenacin 1 A Propantheline 2 B Atropin, Hyoscyamine 3 C
Obat kerja ganda
Oxybutynin 1 A Dicyclomine 3 C Propiverine 1 A Flavoxate 2 D Penghambat adrenergik Doxazosin 3 C Prazosin 3 C Terazosin 3 C Tamsulosin 3 C Alfuzosin 3 C Antidepresi Imipramine 3 C Agonis adrenergik Terbutalin 3 C Salbutamol 3 C Penghambat COX Indometasin 2 C Flurbiprofen 2 C Obat lain Estrogen 2 C Baclofen* 3 C Capsaicin** 2 C Resiniferatoxin** 2 C Botulinum Toxin*** 2 B Desmopressin**** 1 A
Tabel 6. Bukti ilmiah dan status rekomendasi terapi farmakologik untuk inkontinensia tipe overflow.4
Golongan obat Tingkat bukti ilmiah Status rekomendasi (Level of evidence) (Grade of recomendation) Antagonis adrenergik alfa
Alfuzosin 4 C
Doxazosin 4 C
Prazosin 4 C
Terazosin 4 C
Tamsulosin 4 C
Antagonis reseptor muskarinik
Bethanechol 4 D Carbachol 4 D Penghambat kolinesterase Distigmine 4 D Obat-obat lain Baclofen 4 C Benzodiazepine 4 C Dantrolene 4 C
Kesimpulan
1. Inkontinensia urin merupakan salah satu sindroma geriatrik yang sering dijumpai. 2. Tipe-tipe inkontinensia urin sangat terkait dengan faktor-faktor penyebab yang
kadang-kadang saling tumpang tindih.
3. Evaluasi yang dituntun dengan algoritme akan dapat menentukan faktor penyebab baik yang bersifat sementara maupun tetap.
4. Tatalaksana inkontinensia urin meliputi farmakologik maupun non-farmakologik serta memperhatikan faktor medis, kognitif pasien dan keinginan pasien.
Daftar pustaka
1. Pramantara, D. P. 2010. Sindroma Geriatrik pada Diabetes Melitus Usia Lanjut.
Seminar Penatalaksanaan Medis Penderita Diabetes Pada Lansia, Yogyakarta.
2. Kane, R. L., Ouslander, J. G., Abrass, I. B. & Resnick, B. 2009. Essentials of Clinical Geriatrics. 6th Ed. McGraw Hill, New York, pp. 213-56.
3. Cefalu, C. A. 2007. Urinary Incontinence dalam R. J. Ham, P. D. Sloane, G. A. Warshaw, M. A. Bernard & E. Flaherty (Eds.) : Primary Care Geriatrics. 5th Ed. Mosby-Elsevier, Philadelphia. pp: 306-323.
4. Pergemi, 2007. Penatalaksanaan Inkontinensia Urin Pada Usia Lanjut, Konsensus
Nasional, Jakarta.
5. Forciea, M.A. & Cordts,G. 2004. Urinary Incontinence dalam M. A. Forciea, E. P. Schwab, D. B. Raziano & R. Lavizzo-Mourey (Eds): Geriatric Secrets. 3rd Ed. Mosby,
6. Adelman, A. M., Daly, M. P. & Weiss, B. D. 2001. 20 Common Problems in Geriatrics. McGraw-Hill, Boston, pp. 85-115.
7. Cohan, M. E., Pikna, J. K. & Duecy, E. 2007. Urinary Incontinence dalam E. H. Duthie, P. R. Katz & M. L. Malone (Eds): Practice of Geriatrics. 4th Ed. Saunders Elsevier, Philadelphia, pp. 187-194.
8. Johnson, T. M. & Ouslander, J. G. 2009. Incontinence dalam J. B. Halter, J. G. Ouslander, M. E. Tinetti, S. Studenski, K. P. High, & S. Asthana (Eds): Hazzard’s Geriatric