• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanda dan gejala

Dalam dokumen Buku Simposium Geriatri-Revisited 2011 (Halaman 64-70)

Gejala kardinal hipotensi adalah sakit kepala ringan atau pusing. Jika tekanan darah cukup rendah pingsan dan sering kejang akan terjadi.

Penyebab

Penyebab rendahnya tekanan darah dapat terjadi karena perubahan hormonal, pelebaran pembuluh darah, efek samping obat, anemia, jantung dan gangguan sistem endokrin.

Pengurangan volume darah atau hipovolemia adalah mekanisme yang paling umum menginduksi hipotensi. Hal ini akibat dari perdarahan, asupan cairan yang tidak mencukupi atau kehilangan cairan yang berlebihan dari diare atau muntah. Hipovolemia sering disebabkan oleh penggunaan yang berlebihan dari diuretik. Dan obat lain yang dapat menghasilkan hipotensi dengan mekanisme yang berbeda.

Aritmia sering mengakibatkan hipotensi. Beta Blockers dapat menyebabkan hipotensi baik dengan mekanisme memperlambat denyut jantung dan dengan

mengurangi kemampuan memompa otot jantung. Varietas meditasi dapat membuat efek hipotensi sementara.

Vasodilatasi berlebihan atau resistensi penyempitan pembuluh darah (sebagian besar arterioles), menyebabkan hipotensi. Vasodilatasi berlebihan juga dapat akibat dari kejadian sepsis, asidosis atau obat-obatan, seperti persiapan nitrat, calcium

channel blockers, angiotensin II receptor blockers, ACE Inhibitor.

Selain obat penurun tekanan darah, obat psikiatri pada antidepresan khususnya, dapat memiliki efek samping hipotensi.

Hipotensi postural disebut juga hipotensi ortostatik adalah bentuk umum tekanan darah rendah.

Neurocardiogenic syncope adalah bentuk dysautonomia ditandai oleh penurunan

tekanan darah yang tidak tepat sementara pada posisi tegak lurus. Neurocardiogenic

syncope berhubungan dengan vasovagal syncope dalam hal keduanya muncul sebagai

akibat dari meningkatnya aktivitas saraf vagus dari sistem saraf parasimpatis.

Epidemiologi

1. Prevalensi meningkat dengan bertambahnya usia.

2. Prevalensi pada umur 65 tahun ±20%, pada umur 75 tahun ±30%.

3. Pada orangtua yang sakit prevalensi hipotensi ortostatik meningkat >50%. 4. Hampir tidak ada perbedaan insiden antara pria dan wanita.

5. Hipotensi ortostatik berhubungan dengan kejadian jatuh, fraktur, TIA, sinkope dan

infark myocard. Pathogenesis

Dapat disebabkan oleh:

1. Penurunan keluaran sistem saraf simpatik atau aktivitas parasimpatis yang meningkat yang terjadi sebagai akibat dari cedera pada otak atau sumsum tulang belakang atau dari dysautonomia, kelainan intrinsik pada fungsi sistem otonom. 2. Pada orang sehat, saat perubahan posisi dari posisi baring ke posisi tegak ±500-1000 ml darah pindah meninggalkan rongga dada menuju pool cadangan vena di daerah perut dan kaki.

3. Tekanan di atrium kanan turun, menyebabkan venous return ke jantung kanan menurun. Isi sekuncup menurun dengan akibat penurunan tekanan darah. 4. Konsekuensi baroreseptor pada a.carotis dan aorta aktif, menyebabkan terjadinya

peningkatan efek simpatis (vasokontriksi arteriole dan vena), disertai dengan menurunnya efek parasimpatik dari Central Nervous System. Reflek kompensasi

ini mengembalikan cardiac output dan tekanan darah dengan meningkatkan denyut jantung dan tahanan vaskuler.

5. Kehilangan respon tersebut pada perubahan posisi mengakibatkan terjadinyaJhipotensi ortostatik.

6. Patofisiologi yang terjadi pada setiap orang bisa berbeda:

a. Penurunan fungsi otonom yang berhubungan dengan usia, disertai hilangnya elastisitas pembuluh darah.

b. Gangguan aktivitas baro-refleks akibat tirah baring yang terlalu lama. c. Hipovolemia dan atau hiponatremia, contohnya akibat pemberian diuretika. d. Pemakaian obat dengan efek hipotensif, antara lain thiazide dan diuretika,

fenitiasin, antidepresan trisiklik, butirofenon, levodopa dan bromokriptin.

Table 1. Age-Related Change that can Affect Normal Blood Pressure Regulation

Decreased baroreflex sensitivity

Decreased α-1-adrenergic vasoconstrictor response to sympathetic stimuli Decreased renal salt and water conservation

Increased Vascular stiffness

Reduced left ventricular diastolic filling

(The American Academy of Neurology and the Joint Consensus Committee of the American Autonomic Society, 1995)

Gejala klinis

1. Simptomatik-Asimptomatik.

2. Asimptomatik karena adanya otoregulasi sirkulasi serebral (pengaturan vasomotor)Jmengkompensasi penurunan tekanan darah.

3. Simptomatik: dizziness (pusing), light headedness (rasa melayang), weakness,

syncope, nausea, paracervical pain, low back pain, angina pectoris dan transient ischemic attacks.

4. Pada penderita lansiaJmekanisme kompensasi tidak efektifJpenurunan kesadaran (confusion), disturbed speech, gangguan penglihatan, falls dan gangguan kognitif

Diagnosis

Bagi kebanyakan orang dewasa, tekanan darah tersehat berada pada atau dibawah 115/75 mmHg. Penurunan yang kecil pada tekanan darah, bahkan sekecil 20 mmHg, dapat menyebabkan hipotensi yang bersifat sementara.

Pengukuran tekanan darah dan detak jantung sederhana sambil berbaring, duduk dan berdiri (dengan jeda dua menit di antara setiap perubahan posisi) dapat mengkonfirmasi adanya hipotensi ortostatik. Hipotensi ortostatik diindikasikan jika ada penurunan 20 mmHg tekanan sistolik (dan penurunan 10 mmHg pada tekanan diastolik di beberapa fasilitas) dan peningkatan 20 kali per menit pada denyut jantung (1995, the American Academy of Neurology and the Joint Consensus Committee of

the American Autonomic Society). Evaluasi

1. Evaluasi awal termasuk pengukuran tekanan darah dan denyut jantung setelah 5 menit pasien tidur terlentang dengan tenang, dan diukur lagi setelah 1 dan 3 menit setelah berdiri.

2. Deteksi hipotensi ortostatik memerlukan pengukuran berulang di hari yang berbeda. 3. Pengukuran dilakukan setelah sarapan, setelah minum obat, setelah makan siang

dan sebelum tidur.

4. Evaluasi neurocardiogenic syncope dilakukan dengan tes Tilt-Table.

5. Pengujian Tilt-Table dapat digunakan untuk mengkonfirmasi hipotensi postural. Pengujian Tilt-Table melibatkan penempatan pasien di atas meja dengan penyangga kaki. Meja dimiringkan ke atas dan tekanan darah dan denyut nadi diukur sementara gejala dicatat dalam berbagai posisi.

Management

1. Farmakologi 2. Non Farmakologi

Intervensi non farmakologi

1. Umumnya penanganan dimulai dengan intervensi non farmakologi, bila gagal barulah dimulai dengan pemberian obat.

2. Pada pasien hipotensi ortostatik akut oleh karena dehidrasiJterapi cairan pengganti.

3. Pasien yang lama dirawat di rumah sakit atau inaktif sebaiknya disarankan untuk berdiri perlahan untuk mengurangi perpindahan darah ke ekstremitas bawah saat berubah posisi.

4. Aktivitas yang dapat menurunkan venous return ke jantung, seperti tertawa, tegang dan berdiri terlalu lama sebaiknya dihindari terutama pada cuaca panas. 5. Posisi kaki dorsofleksi sebelum berdiri tegak dapat meningkatkan venous return

6. Physical counter maneuvers seperti menyilangkan kaki saat berdiriJkontraksi otot meningkatkan venous returnJpeningkatakn cardiac output dan tekanan darah. 7. Pasien dengan gangguan otonom dan supine hypertension, meninggikan posisi

kepala di tempat tidur 10-20 pada malam hari dapat menurunkan tekanan darah dan mempertahankan tekanan darah pagi hari saat berdiri.

Table 3 Nonpharmacologic Treatment Options for Orthostatic Hypotension Withdraw offending medication (either substitution or discontinuation) Rise slowly from supine to sitting to standing position

Avoid straining, caughing, and prolonged standing in hot weather Cross legs while standing

Squat, stooping forward

Raise head of bed 10 to 20 degrees Small meals and coffee in the morning Elastic waist high stocking

Increase salt and water intake

Exercise, eg, swimming, recumbent, biking and rowing (Gupta V., Lipsitz L A., 2010)

Intervensi farmakologi

Secara langsung terkait dengan kecepatan pada mana hipotensi diperbaiki. Mengatasi masalah yang mendasar (yaitu antibiotik untuk infeksi, stent atau CABG untuk infark, steroid untuk insufisiensi adrenalin dan lainnya)

Derajat sedang (dan menunjukkan gejala kurang baik) dengan penatalaksanaan pada hipotensi termasuk:

1. Mengontrol gula darah (80-150 oleh satu studi).

2. MidodrinJagonis adrenergik. Dimulai dengan dosis 3x2,5 mg/hari dan dosis bisa ditingkatkan 25 mg/minggu sampai dosis maksimal 3x10 mg/hari.

Terbaik diberikan sepagi mungkin dan dosis malam tidak diberikan lebih dari jam 6 malam.

Kombinasi terapi fludrocortisone dan midodrine dosis rendah (efek sinergis) juga menguntungkan.

Efek samping: supine hypertension, piloerection, pruritus dan paresthesia. Midodrine mempunyai kontraindikasi pada pasien dengan penyakit koroner, gagal jantung, retensi urine, thyrotoxicosis atau gagal ginjal akut.

3. Methylxanthine caffeine:

a. Adenosine-receptor blocker (vasokonstriktor)J inhibisi adenosine J vasodilatasi

b. Dimulai dengan dosis 200 -250 mg setiap pagi sehabis makan untuk hipotensi post prandial (setara dengan 2 cangkir kopi).

c. Untuk mencegah tolerance dan insomnia, caffeine sebaiknya diberikan sekali pada pagi hari.

4. Erythropoetin: efektif pada subgrup pasien dengan anemia dan disfungsi

otonom.

Daftar pustaka

Andrew G., 1993. Aging in the WHO-East-Asian-Region, Report on WHO-5-Country Community study of the Elderly.

Anonim., Emerging Health Care-Associated Infections in the Geriatric Population http:// www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2631705/pdf/11294721.pdf. (diakses: 2011, Maret 9).

Anonim., http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=7671.

Anonim., Hypotension. http://en.wikipedia.org/wiki/Hypotension (diakses: 2011, Maret 9). Anonim., Orthostatic hypotension http://en.wikipedia.org/wiki/Orthostatic_hypotension

(diakses: 2011, Maret 9).

Anonim Postural orthostatic tachycardia syndrome. http://en.wikipedia.org/wiki/ Postural_orthostatic_tachycardia_syndrome (diakses: 2011, Maret 9).

ASGM, Australian Society of Geriatric Medicine. (2005). Position Statement. Birrer RB. (2004) Depression in Later Life A Diagnostic and Therapetic Challenge Am Fam Physician. 69: 2375-829.

Delirium In Older People. no.13.

Freeman, R. Neuogenik Ortostatic Hypotension. The New Englang Journal of Medicine, 2008; 358: 615-24.

Forherby, Potter, Ortostatic hypotension and anti-hypertensive therapy in the elderly. Postgrad Medical Journal (1994) 70,878-881.

Gupta V., Lipsitz L A., 2010, Orthostatic Hypotension in the Elderly: Diagnosis and Treatment. Beth Israel Deaconess Medical Center, Hebrew Senior Life and Harvard Medical School, Boston, Mass.

Juwita, P. 2009. Imobilitas dan Toleransi Aktivitas Lansia. http://pusva.wordpress.com/ cztegory/health (accesed: 2011, Februari 16).

Martono, H. H. 2009, Aspek Fisiologik dan Patologik Akibat Proses Menua. Dalam: Martono, H. H. Dan Pranaka, K. (eds). Buku AjarBoedhi Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia) edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Dalam dokumen Buku Simposium Geriatri-Revisited 2011 (Halaman 64-70)