• Tidak ada hasil yang ditemukan

35Demokrasi dan Konflik yang Mengakar: Sejumlah Pilihan untuk Negosiator

Dalam dokumen demokrasi dan konflik yang mengakar (Halaman 51-53)

yang negatif. Dalam hal ini, konflik adalah salah satu dari faktor positif yang paling kuat untuk perubahan dalam suatu masyarakat. Konflik mengatakan pada kita bahwa ada sesuatu yang salah; konflik adalah generator perubahan dan perbaikan. Tanpa konflik, kita akan tinggal diam. Sifat kompetitif dari demokrasi perwakilan, misalnya, melibatkan derajat konflik tertentu antara kekuatan, ideologi dan pihak-pihak yang berlawanan. Ini sehat karena konflik ini terjadi dalam forum tingkah laku yang terikat – ada “aturan main” yang perlu diperhatikan. Buku pegangan ini didasarkan atas asumsi bahwa bahkan konflik yang paling tajam pun mungkin dikelola, asalkan ada kombinasi prosedur dan istitusi yang tepat, dalam cara-cara yang damai dan berkelanjutan. Akan tetapi kita tidak menganggap bahwa hal itu mudah, atau bahkan hampir pasti. Kami hanya berpendapat bahwa ini mungkin. Ini terutama berlaku dalam periode langsung pasca-konflik, di mana negosiasi antara kelompok- kelompok yang berkonflik mulai terjadi. Tepat pada periode antara ini, di mana pola-pola interaksi baru dimungkinkan, di mana pihak-pihak dalam kondisi siap menerima alternatif-alternatif baru dan jalan keluar yang berbeda, merupakan tempat tumbuhnya harapan akan penyelesaian yang berkelanjutan.

2.3 Pola-Pola Konflik yang Mengakar

T iga wilayah utama pertikaian yang sering kelihatan mengikuti isu-isu yang berkaitan dengan identitas. Wilayah pertama adalah faktor ekonomi secara luas. Kehancuran ekonomi seringkali diikuti dengan kemunculan konflik antar etnis. Gerakan pasca-komunis dari ekonomi terpimpin menuju pasar bebas di Eropa T imur dan sebagian Asia dan Afrika pada tahun-tahun terakhir telah menciptakan serangkaian masalah sosial yang menyediakan lahan subur bagi pertumbuhan sentimen golongan. Sama halnya dengan gerakan rasis anti-imigran yang timbul di beberapa negara Barat selama beberapa dekade terakhir, penyebabnya berakar pada ketidakamanan ekonomi penduduk yang telah mapan, terutama mereka yang berada di lapisan sosial-ekonomi bawah . D i wilayah lain, ada kebijakan yang disengaja untuk menerapkan diskriminasi secara khusus terhadap kelompok-kelompok tertentu. Termasuk di sini kebijakan “aksi afirmatif” dalam kasta-kasta di India, atau untuk bumiputera (secara literal berarti “putera tanah”, dari bahasa Melayu) di Malaysia, yang telah menciptakan kemarahan di antara orang-orang yang merasa kebijakan seperti ini mengancam tempat mereka dalam sistem ekonomi. D i tempat-tempat lain, diskriminasi ekonomi yang disengaja melawan yang dianggap sebagai kelompok yang diuntungkan, seperti Tamil di Sri Lanka, terlihat dengan jelas.

Wilayah kedua, konflik ini berkisar pada pertanyaan kultur. Isu klasik adalah pertanyaan tentang hak bahasa minoritas atau kebebasan beragama. Konflik karena hak bahasa di negara-negara Baltik antara yang penduduk lokal dan yang berbahasa Rusia seperti yang digambarkan

2.3 Pola-Pola Konflik yang Mengakar

T iga wilayah utama pertikaian yan g ser in g kelihatan mengikuti isu-isu yang berkaitan dengan identitas: ketidakamanan ekonomi, konflik- konflik kultural dan perselisihan wilayah.

36

dalam Bab 4 adalah contoh yang baik untuk ini. Seringkali, konflik seperti ini terwujud melalui tuntutan untuk suatu bentuk otonomi kelompok, seperti pendidikan yang spesifik secara kultural untuk minoritas, kebebasan untuk menetapkan tempat pemujaan komunal, atau penerapan hukum tradisional atau hukum agama. Kebanyakan negara multi—etnis telah menghadapi isu ini dalam waktu-waktu terakhir, ketika tuntutan akan otonomi kultural meningkat dan kebijakan “asimilasionis” diterima dengan rasa curiga. Varian-varian yang lebih tidak biasa dari isu ini terjadi dalam bentuk tuntutan akan bentuk-bentuk hukum yang spesifik secara kultural oleh kelompok penduduk asli yang terancam dan mencoba untuk mempertahankan integritas kultural mereka (misalnya hukuman untuk perbuatan kriminal dengan cara tradisional seperti “pengucilan” atau bahkan penusukan dalam beberapa kultur asli). W ilayah luas ketiga dalam konflik menyangkut perselisihan mengenai wilayah. Perselisihan wilayah sangat mungkin melebur dengan perselisihan etnis ketika kelompok etnis terkonsentrasi secara teritorial. D alam kasus-kasus seperti ini, perwujudan penentuan nasib sendiri seringkali adalah pemisahan diri total dari negara yang ada. Pemisahan diri membutuhkan pembubaran negara yang sudah ada, dan karena alasan ini seringkali tidak disetujui oleh anggota dominan di negara yang ada dan oleh masyarakat internasional. Kalau sebuah negara harus tetap bersatu dalam keadaan yang demikian, ia membutuhkan pengaturan institusional yang inovatif yang menyediakan bentuk-bentuk penyerahan kekuasaan, federalisme atau otonomi. Di Spanyol dan Kanada, misalnya, pengaturan federal yang “asimetris” untuk orang di daerah Basque dan Q uebec masing-masing telah terbiasa dengan mencoba melunakkan tuntutan-tuntutan pemisahan diri, sementara federalisme telah digunakan sebagai institusi pengelolaan konflik di negara-negara yang beragam seperti India, Malaysia, Jerman, Nigeria, Afrika Selatan dan Swiss.

2.4 Faktor-faktor Nasional dan Internasional dalam Konflik yang Mengakar

Banyak dari konflik yang mengakar paling pahit di dalam negara- negara di dunia mempunyai dimensi internasional yang sangat signifikan. Fakta bahwa perbatasan sebuah negara, terutama dalam masyarakat pasca- kolonial, jarang sesuai dengan perbatasan suatu “bangsa” – sebuah kelompok identitas – artinya jarang sekali konflik dalam negara bisa tetap tinggal dalam batas-batas sebuah negara. Konflik Sri Lanka telah dibakar oleh kedekatan dan keterlibatan India; konflik Irlandia Utara oleh persaingan klaim oleh Ingggris dan Republik Irlandia dan keterlibatan orang Irlandia Amerika; konflik Siprus yang bertalian dengan perselisihan antara Turki dan Yunani, dan seterusnya. Memahami dimensi-dimensi ini adalah kunci ke arah analisis apapun dari konflik itu sendiri.

Ketegangan antara “penduduk” dan kelompok “penduduk asli” ada di hampir setiap negara di mana istilah-istilah ini memiliki arti.

2.4 Faktor-faktor Nasional dan Internasional dalam Konflik yang Mengakar

37

Dalam dokumen demokrasi dan konflik yang mengakar (Halaman 51-53)