• Tidak ada hasil yang ditemukan

55Demokrasi dan Konflik yang Mengakar: Sejumlah Pilihan untuk Negosiator

Dalam dokumen demokrasi dan konflik yang mengakar (Halaman 71-73)

S t u d i K a s u s : A f r i k a S e l a t a n

dibebaskan dari penjara, segera memberikan pernyataan untuk meyakinkan dan menyatukan pendukungnya.

Tokoh kunci kepemimpinan ANC diterbangkan ke negara itu untuk bekerja dalam komisi bersama dengan para wakil pemerintah dalam suatu tatanan penggantian kerugian, namun kecurigaan yang mendalam tetap membayangi perundingan. Kelompok ANC mencemaskan bahwa ia “dijebak” ke negara tersebut dengan iming-iming palsu dan akan ditangkap; kelompok tim pemerintah mencemaskan bahwa tatanan amnesti akan digunakan sebagai tabir untuk menutupi infiltrasi lebih lanjut dan revolusi besar-besaran. Kedua pihak memagari diri dan mempersiapkan rencana darurat.

Namun proses terus berlanjut dan sebuah pertemuan tiga hari berakhir dengan Catatan Groote Schuur, yang memfasilitasi pembebasan tahanan politik dan kembalinya orang- orang buangan, dan mengubah peraturan keamanan. Ini diikuti Catatan Pretoria, yang di dalamnya Mandela mengumumkan penghentian perjuangan bersenjata. Elemen-elemen konservatif dalam kedua pihak mencemaskan bahwa terlalu banyak yang harus diberikan. Kelompok kemerdekaan, yang semula dilarang, mengalami kesulitan untuk mengubah diri menjadi aktor legal dalam sebuah negara yang masih dikendalikan pemerintahan Partai Nasionalis. Pemerintah mengalami masalah untuk bergeser dari pendekatan semula yang menjelek-jelekkan ANC sebagai “teroris komunis” menjadi pemberian pengakuan kepadanya dan kelompok-kelompok politik lainnya sebagai aktor politik yang sah. Antara lain untuk mengurangi masalah ini, ANC dan NP melakukan kesepakatan – Kesepakatan DF Malan, pada bulan Februari 1991 – ketika pemerintah menerima bahwa Umkhonto We Sizwe, sayap militer ANC selama perjuangan, tidak akan dibubarkan sebelum peralihan menuju pemerintahan yang demokratik.

Pemerintah menginginkan konstitusi baru untuk dinegosiasikan dalam sebuah konvensi yang melibatkan semua pengelompokan politik. ANC berpegang teguh bahwa hal ini harus dilakukan oleh “wakil-wakil sah” semua anggota masyarakat. NP menyadari bahwa dalam skenario ANC ini ia akan hanya memiliki peran kecil. ANC menyadari bahwa dalam skenario NP, ia akan berpartisipasi dengan aktor-aktor yang pendukungnya sangat kecil atau malah tidak ada (sebagai produk tidak sah dari sistem apartheid) dan pengaruhnya akan berkurang. Masalah ini dipecahkan dengan kompromi yang mengubah skenario tersebut menjadi “urutan peristiwa”. Sebuah konvensi semua pihak akan menegosiasikan jalur menuju dewan konstituen dan konstitusi sementara, mengarahkan menuju pemilihan dewan tersebut melalui pemberian hak pilih universal. D ewan ini kemudian akan menegosiasikan konstitusi final, dengan berdasar pada prinsip yang mengikat yang ditetapkan dalam konstitusi sementara mengenai pertanyaan mayoritas yang diperlukan dalam proses pembuatan kebijakan. Konvensi untuk Afrika Selatan yang Demokratis (CODESA) bersidang pada akhir tahun 1991 untuk mengawali diskusi.

Segera disadari bahwa pembangunan demokrasi yang mampu berkelanjutan akan memerlukan institusi-institusi dan forum-forum untuk pembangunan konsensus dalam semua tingkat dalam masyarakat yang retak. Ini memiliki tugas utama untuk menginstitusionalisasikan peralihan, dan untuk mengelola ketegangan yang berkaitan

56

Studi Kasus: Afrika Selatan

Keberadaannya sendiri merupakan konfirmasi dalam berbagai cara bahwa perubahan tidak dapat berbalik arah. Pengelolaan proses ini tidak semata-mata berada pada tangan regim berkuasa. Secara mantap ia bergerak menuju masa pengendalian bersama melalui kesepakatan damai, pakta ekonomi, forum pemerintah lokal dan dewan eksekutif peralihan yang memberikan dasar untuk tibanya pemerintahan mayoritas.

Pada tahun 1992, setelah diskusi di balik layar yang panjang dan dalam konteks kemajuan dalam front politik, gerakan serikat buruh memasuki Forum Ekonomi Nasional (NEF) dengan pemerintah masa itu dan para pengusaha. Tujuannya adalah untuk menemukan konsensus mengenai kebijakan ekonomi, terutama dalam masa peralihan. D alam forum ini, buruh yang terorganisir, alih-alih kelompok oposisi politik berdiri teguh dan berusaha menanamkan pengaruh mereka dalam pembuatan kebijakan ekonomi da sosial. D alam melakukan gerakan ini, serikat buruh memutuskan untuk mempertahankan identitas yang terpisah dari pemerintah dan berpartisipasi dalam proses perubahan sesuai kepentingannya, bahkan sementara ia mendukung partai politik yang bertentangan. Gerakan strategis ini memberikan dasar bagi korporatisme sosial pasca- pemilihan umum.

Pembuatan pakta meluas ke bidang pemerintahan pula. Pada tahun 1992, pemerintah propinsi dan lokal membentuk Forum Negosiasi Pemerintah Lokal untuk menciptakan sistem pemerintahan lokal yang demokratik dan dapat dilaksanakan untuk masa depan. Sebuah Forum Pendidikan dan Pelatihan Nasional dibentuk untuk menemukan kesepakatan dalam restrukturisasi sistem pendidikan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan negara tersebut. Semua forum ini memancangkan nilai-nilai demokratik dan proses negosiasi dalam masyarakat luas dan mendukung proses politik yang semakin terbuka.

Menjadi perhatian utama adalah peran dan legitimasi polisi dan pasukan keamanan. Bagaimana mereka bisa dipercaya sebagai pelindung proses peralihan menuju demokrasi – dan apa alternatifnya? Bebberapa langkah penting diambil untuk menyelesaikan dilema ini. Sebuah D ewan Kepolisian yang mencakup wakil dari partai politik, masyarakat madani, pemerintah dan polisi dibentuk pada tahun 1991 untuk meninjau kebijakan dan struktur polisi, dan memberikan saran perubahan untuk pasukan polisi mendatang. Sebuah Kesepakatan Perdamaian Nasional dicapai sebagai pakta non-agresi antara pemegang peran utama yang terlibat dalam proses transisi ini. Sebuah kesepakatan tertulis yang diperantarai oleh Gereja, Kongres Serikat Buruh Afrika Selatan (C O SAT U) dan perusahaan-perusahaan besar, Kesepakatan ini berusaha utamanya untuk menghentikan kekerasan politik di negara tersebut, menciptakan provisi untuk aturan tindak-tanduk polisi dan pasukan keamanan, arahan rekonstruksi dan pembangunan komunitas, dan mekanisme untuk menerapkan provisinya. Ia meminta komitmen pihak-pihak untuk demokrasi multi-partai dan menciptakan sistem komite perdamaian dalam semua tingkat masyarakat untuk mengawasi ketaatan pada Kesepakatan dan menyelesaikan pertikaian melalui mediasi dan arbitrasi. Dewan Kepolisian ditanamkan sebagai usaha kendali sipil terhadap kegiatan kepolisian.

Keefektifan Persetujuan tersebut dipertanyakan. Kekerasan dalam tingkatan tinggi

57

Dalam dokumen demokrasi dan konflik yang mengakar (Halaman 71-73)