• Tidak ada hasil yang ditemukan

153Demokrasi dan Konflik yang Mengakar: Sejumlah Pilihan untuk Negosiator

Dalam dokumen demokrasi dan konflik yang mengakar (Halaman 169-171)

dari kelompok masyarakat yang sama dengan menterinya.

Keber adaan In ter n asion al

D ari penjelasan di atas, tampak bahwa ketiga mekanisme tersebut memerlukan persetujuan dan konsensus bersama supaya berfungsi. Namun, akibat rasa permusuhan dan tiadanya kepercayaan, dan fakta bahwa baik pemimpin politik Serbia dan Kroasia tetap percaya bahwa persatuan dengan tanah air masing-masing merupakan pilihan yang mungkin selain persatuan dengan Bosnia, konsensus hampir tidak ada. Bahkan, bila diserahkan sepenuhnya kepada faksi-faksi yang dahulu bertikai tersebut, perjanjian ini tidak akan berjalan sama sekali. Kesepakatan tersebut memberikan kemungkinan untuk campur tangan internasional dalam proses perdamaian – selain pasukan penjaga perdamaian yang dipimpin NAT O (dengan kekuatan awal terdiri atas 60.000 tentara) – dengan koordinasi keseluruhan dipercayakan pada sebuah badan Perwakilan Tinggi, di bawah kekuasaan Dewan Keamanan PBB.

Organisasi Keamanan dan Kerja Sama Eropa (OSCE) memiliki mandat dengan tiga tujuan di Bosnia. Ia mengawasi situasi hak asasi manusia; ia mengawasi pengurangan senjata; dan ia mengawasi pemilihan umum. Dan sebuah Gugus Tugas Polisi Internasional PBB (IPT F); yang terdiri dari (dengan kekuatan awal terdiri atas 1.500 orang) polisi asing tidak bersenjata memberikan bantuan, memberikan arahan, dan mengawasi kerja polisi setempat.

Pengaruh asing sama pentingnya dalam sejumlah institusi domestik. Sebagai contoh,

terdapat Penengah Masalah-Masalah Hak Asasi Manusia (Human Rights Ombudsman)

yang ditunjuk OSCE untuk lima tahun pertama penerapan Kesepakatan Dayton; gubernur Bank Sentral merupakan orang asing yang ditunjuk IMF untuk enam tahun pertama; dan tiga dari sembilan anggota Peradilan Konstitusional merupakan orang asing yang ditunjuk oleh presiden Peradilan Hak Asasi Manusia Eropa. Kehadiran asing besar-besaran ini dibiayai dana rencana pembangunan kembali sebesar 5,1 milyar dollar AS selama lima tahun, yang dirancang dan diarahkan oleh Bank Dunia.

Meskipun penting bagi proses perdamaian, skala kehadiran internasional dalam beberapa hal ternyata kontraproduktif terhadap masa depan Bosnia dalam jangka panjang. Di satu sisi, institusi domestik dan para politisi telah cukup jauh kehilangan kendali mereka atas pemerintahan negara tersebut. Di pihak lain, taruhan internasional yang besar di Bosnia mendorong para pemain kunci untuk menganggap bahwa proses perdamaian berhasil, karena kegagalan akan memberikan kesan buruk bagi para negarawan, organisasi dan negara-negara yang terlibat dalam kesepakatan tersebut. Sebagai contoh, pemilihan umum dijadwalkan untuk dilaksanakan antara enam hingga sembilan bulan setelah kesepakatan Dayton mulai diterapkan, dan memang dilaksanakan tepat sembilan bulan setelah hari penandatanganan kesepakatan. Namun, meskipun pemilihan umum tersebut hanya berhasil menunjukkan secara nyata akibat dari “pembersihan etnik”, dan terdapat sensus etnik yang tidak akurat yang menyebabkan lebih dari 100% orang yang memiliki hak pilih ikut serta, peristiwa tersebut dikumandangkan sebagai “kemenangan demokrasi”. Lebih lagi, sejak pemilihan umum tersebut, partai berbasis

Bosnia-Herzegovina

154

etnik yang mendominasi politik Bosnia telah menolak untuk bekerja sama; institusi bersama –yang pembentukannya merupakan alasan diperlukannya pemilihan umum– telah gagal berfungsi secara berarti; dan komunitas internasional, terutama Perwakilan Tinggi, harus mengambil peran yang semakin luas, menerapkan pemecahan untuk masalah institusi Bosnia, hingga mengambil keputusan mengenai hal-hal seperti bendera negara.

T idaklah mengherankan bahwa perdamaian tersebut sangat rapuh, bila merujuk pada kondisi-kondisi sebelum tercapainya kesepakatan D ayton. Penyelesaian ini disepakati oleh orang-orang yang sama dengan yang bertanggungjawab atas pecahnya konflik, dan memiliki tujuan utama untuk mengamankan karir politik mereka di masa depan. Lebih lagi, perjanjian itu diprakarsai para diplomat AS, terutama Richard Holbrooke, yang kepentingan utamanya adalah untuk menghentikan pertempuran di Bosnia dan menjadikan masalah Bosnia bukan lagi agenda politik internasional, karena menimbulkan ketegangan dalam aliansi NATO.

Mengapa Kesepakatan D ayton D inilai Berhasil?

Kesepakatan D ayton dinilai berhasil, sementara rencana-rencana perdamaian sebelumnya gagal, karena keinginan kuat tim negosiasi AS dan dukungan yang mereka terima dari negara-negara lain; karena, setelah bertahun-tahun dipermalukan, terdapat ancaman bahwa tentara Eropa (terutama Inggris dan Perancis) yang merupakan tulang punggung pasukan PBB di Bosnia akan ditarik bila terjadi kegagalan; dan karena ada pergeseran mendasar dalam perimbangan kekuatan militer yang sebagian merupakan hasil rekayasa diplomasi AS. Selama tahun 1995, terjadi pergeseran pihak yang memenangkan pertempuran, pertama di Kroasia dan kemudian di Bosnia. Dua dari tiga kantung militer Serbia di Kroasia diduduki dalam serangan kilat di bulan Mei dan Agustus, dan dengan dukungan pasukan Kroasia-Bosnia dan Angkatan Perang Bosnia yang didominasi Bosnia Muslim, serangan bergulir ke Bosnia, merebut kembali daerah yang telah diduduki Serbia sebelumnya. Tekanan diplomatik menghentikan serangan tersebut ketika pembagian wilayah di negara tersebut bertepatan dengan apa yang disarankan dalam rencana perdamaian sebelumnya, yang diusulkan oleh para mediator internasional. Kesepakatan Dayton hanyalah satu dari sederetan panjang rencana perdamaian yang diusulkan oleh masyarakat internasional, yang salah satunya, rencana Vance-O wen (dinamakan berdasar Cyrus Vance dan David O wen, sponsor rencana tersebut) perlu mendapatkan perhatian. Tidak seperti Kesepakatan Dayton, rencana Vance-Owen berusaha untuk membangun konsep multi—etnisitas ke dalam sistem di seluruh wilayah. Meskipun mencakup pembagian wilayah dan penciptaan 10 daerah – yang sembilan di antaranya memiliki etnik mayoritas dan yang lain (Sarajevo) campuran – ia menjamin perwakilan minoritas etnik di tiap daerah melalui rencana konstitusional yang rumit, direncanakan oleh diplomat Finlandia, Martti Ahtisaari. Rencana Vance-O wen gagal karena tidak mendapat dukungan internasional, terutama AS, dan ditolak oleh Serbia-Bosnia. T idak ada negara yang bersedia mengambil resiko menempatkan pasukan untuk mengembalikan wilayah yang telah direbut Serbia.

Ketika pecah perang di wilayah bekas Yugoslavia pada tahun 1991, komunitas

Studi Kasus: Bosnia-Herzegovina

155

Dalam dokumen demokrasi dan konflik yang mengakar (Halaman 169-171)