• Tidak ada hasil yang ditemukan

177Demokrasi dan Konflik yang Mengakar: Sejumlah Pilihan untuk Negosiator

Dalam dokumen demokrasi dan konflik yang mengakar (Halaman 193-195)

Bougainville telah memilih anggota parlemen nasional pada pemilihan-pemilihan tahun 1992 dan 1997, namun mereka semua berada di ibukota negara, dan memiliki peran kecil dalam politik lokal. Pemerintah propinsi dan lokal berhenti bekerja sejak tahun 1990. Sejak itu, para pemimpin tradisional menjalankan pemerintahan lokal, baik di daerah yang dikuasai pemerintah maupun BRA. Mereka memiliki legitimasi yang kuat, mencerminkan perhatian masyarakat yang luas untuk memperkuat otoritas tradisional sebagai cara memunculkan kembali kontrol sosial. Sebagian besar anggota BT G dipilih secara tidak langsung oleh badan-badan pemerintahan lokal seperti tersebut di atas.

Inisiatif pendamaian

Seperangkat negosiasi antara pemerintahan nasional dan BRA dilakukan, namun gagal, antara tahun 1988 dan 1994. Usaha-usaha ini gagal karena berbagai alasan: (a) tidak adanya kepercayaan antara pihak-pihak yang menimbulkan asumsi yang tidak realistis, (b) masing-masing pihak cenderung yakin akan keberhasilan mereka, sehingga kontak antar mereka lebih ditujukan untuk mendapatkan keuntungan jangka pendek atau menengah, alih-alih menyelesaikan konflik, (c) perbedaan pemahaman tentang apa yang sebenarnya disetujui menimbulkan kesukaran implementasi beberapa kesepakatan, (d) perbedaan antara pihak-pihak tertentu juga merupakan salah satu faktor, dengan konsesi yang dilakukan negosiator moderat dibantah dan dibatalka oleh kelompok garis keras.

Namun setelah pengusiran tentara bayaran dan mundurnya perdana menteri pada bulan Maret 1997, kondisi menjadi lebih kondusif. Pertama, lebih dari delapan tahun konflik menimbulkan kemuakan terhadap perang dan ada tekanan masyarakat kepada semua pemimpin dari semua kelompok utama untuk mencapai perdamaian. Kedua, tindakan PNGDF mengusir para tentara bayaran memberikan tempat pada semua pihak untuk dipimpin orang-orang yang lebih moderat. Ketiga, semua pihak sadar akan tidak adanya pihak yang akan menang secara militer. Keempat, di tingkat nasional, pemerintah baru bersedia memperhatikan alternatif moderat. Kelima, Selandia Baru muncul sebagai fasilitator independen. Keenam, pemerintah baru Kepulauan Solomon menginginkan penyelesaian konflik tersebut.

Sejak bulan April 1997, BTG dan BRA/BIG mulai melakukan kontak langsung untuk pertama kalinya sejak tahun 1995. Pemerintah Selandia Baru menyelenggarakan pertemuan di barak militer Burnham di luar Christchurch di pulau selatan Selandia Baru pada bulan Juli, melibatkan sekitar 70 orang dari semua kelompok penting. Francis Ona tidak hadir, namun tokoh-tokoh BRA/BIG yang hadir menggunakan kesempatan ini untuk membangun koalisi moderat.

D eklarasi Burnham yang terjadi mewajibkan para pemimpin Bougainville untuk menyelesaikan konflik tersebut secara damai. Empat perkembangan di Burnham penting untuk dicermati. Pertama, pembangunan kepercayaan dan pemahaman antara para pemimpin Bougainville dari kelompok yang berbeda-beda. Kedua, Selandia Baru memiliki peran penting sebagai fasilitator netral. Ketiga, penjadwalan pertemuan Burnham membangun momentum untuk mendorong berbagai elemen dalam pemerintah Papua

Nugini untuk mendukung penyelesaian yang dinegosiasikan. Keempat, fokus pertemuan

Bougainville

178

itu adalah pada proses, bukan pada hasil, menetapkan proses untuk mencapai perdamaian dan menyingkirkan tujuan, dan isu-isu pemecah lainnya. D alam negosiasi-negosiasi sebelumnya, usaha menjawab pertanyaan penting mengenai status masa depan Bougainville dan tuntutan BRA/BIG untuk penarikan segera pasukan keamanan PNGDF menimbulkan penolakan mentah-mentah. Fokus pada proses ini berarti bahwa D eklarasi Burnham secara sengaja mengaburkan isu-isu yang memecah-belah.

Pertemuan Burnham menyepakati bahwa para delegasi Bougainville segera bertemu dengan pejabat-pejabat penting Papua Nugini untuk merencanakan pertemuan antara pemimpin penting. Pertemuan dengan para pejabat ini dilaksanakan pada bulan Oktober 1997, sekali lagi di Burnham. Pertemuan ini melibatkan lebih dari 80 wakil Bougainville, 20 wakil Papua Nugini, dan enam pengamat dari pemerintah Kepulauan Solomon, termasuk seorang menteri yang bertindak sebagai pemimpin sidang. Pemimpin dari semua organisasi di bawah BRA dan elemen-elemen pasukan perlawanan juga hadir. Kemajuan penting terjadi dalam pertemuan “Burnham II” ini. Tekanan pembahasan tetap pada proses, dan mengabaikan hasil pada isu-isu yang paling menimbulkan ketegangan. Namun, berlawanan dengan yang dibayangkan, sebuah “Kesepakatan Gencatan Senjata Burnham” berhasil ditandatangani.

Gencatan ini diawasi oleh kelompok pengamat multi-nasional tidak bersenjata di bawah pimpinan Selandia Baru dan mulai bertugas pada bulan Desember 1997. Selandia Baru, Australia, Vanuatu dan Fiji menyediakan anggotanya. Gencatan ini memberikan kesempatan pendidikan masyarakat mengenai proses perdamaian yang makin cepat, dan juga menjamin keamanan pada upacara rekonsiliasi tradisional pada tingkat lokal, dan untuk mengorganisir pertemuan pemimpin yang akan segera diadakan. Kemajuan dramatis ini disambut oleh hampir semua pihak kecuali Ona, yang semakin tersingkir.

Pertemuan pemimpin diadakan di Universitas Lincoln di Selandia Baru pada awal tahun 1998, dihadiri Papua Nugini, Selandia Baru, Australia, Kepulauan Solomon dan negara-negara kepulauan Pasifik lainnya, serta wakil dari hampir semua kelompok kepentingan Bougainville. Pertemuan tersebut menghasilkan “Kesepakatan Lincoln mengenai Perdamaian, Keamanan dan Pembangunan Bougainville”. Tekanan masih pada proses, namun terdapat beberapa kemajuan menuju kesepakatan pada beberapa isu penting. Sebuah gencatan senjata permanen disetujui. Untuk dimulai sejak bulan Mei 1998, gencatan senjata tersebut akan diawasi oleh sebuah tim pengawas regional lain, dengan keterlibatan misi pengawasan PB B . Sebuah “Pemerintah Rekonsiliasi Bougainville” yang dipilih akan dibentuk pada akhir tahun 1998. Terdapat pula kesepakatan untuk menarik PNGDF, setelah pengembalian otoritas sipil. Pelucutan senjata BRA dan kelompok lain di Bougainville juga disepakati, meskipun bentuknya tidak ditentukan.

Beberapa penerapan kesepakatan Lincoln ini telah terjadi, terutama sejak kesepakatan gencatan senjata mulai berlaku sejak tanggal 1 Mei, dan Kelompok Pengawas Gencatan yang dipimpin Selandia Baru diubah menjadi Kelompok Pengawas Perdamaian yang dipimpin Australia. Telah terdapat kemajuan mengenai pengembangan sistem kepolisian sipil. T idak ada kemajuan mengenai pembentukan pemerintahan rekonsiliasi maupun

Bougainville

Studi Kasus: Bougainville

179

Dalam dokumen demokrasi dan konflik yang mengakar (Halaman 193-195)