Rikeu Novia,1 Ramdan Panigoro,2 Dini Hidayat3 1Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Bandung 2Departemen Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Umum Dr. Hasan Sadikin, Bandung
3Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Umum Dr. Hasan Sadikin, Bandung
Penelitian
ABSTRAK
Latar Belakang: Ibu hamil merupakan salah satu populasi yang paling rentan terkena anemia. Berdasarkan beberapa penelitian, anemia selama kehamilan dapat menimbulkan efek negatif terhadap luarannya, seperti bayi prematur, berat badan lahir rendah, penurunan nilai APGAR score, dan kematian bayi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran luaran kehamilan pada ibu hamil dengan anemia di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung Tahun 2014-2015.
Metode :Penelitian ini menggunakan metode deskriptif retrospektif menggunakan data dari rekam medis. Penentuan jumlah pada penelitian ini adalah secara total sampling yang dilakukan dari bulan September hingga November 2016 di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Sampel penelitian ini adalah ibu hamil yang melahirkan bayi secara spontan pervaginam dengan diagnosis anemia di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung tahun 2014─2015.
Hasil: Anemia sedang memiliki proporsi paling besar yaitu 66% dari 111 ibu hamil dengan anemia. Pada penelitian ini 80,2% ibu melahirkan bayi matur, 75,6% berat badan bayi normal, 95,5% bayi memiliki APGAR score normal di menit pertama dan 99,1%
APGAR score bayi normal di menit ke-5. Status kelahiran bayi dalam penelitian ini yaitu
sebanyak 109 bayi lahir hidup dengan proporsi 98,2% dan 2 bayi lahir mati dengan proporsi 1,8%.
Kesimpulan:Luaran kehamilan pada ibu hamil dengan anemia di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung Periode 1 Januari 2014─31 Desember 2015 meliputi maturitas bayi, berat badan bayi dan APGAR score bayi di menit pertama dan ke-5 dikategorikan normal. Untuk status kelahiran bayi, mayoritas bayi lahir hidup.
Kata Kunci: anemia, prematur, berat badan lahir rendah, APGAR score
ABSTRACT
Background: Pregnant women is one of the groups most vulnerable to anemia. According to previous studies, anemia in pregnant women can cause bad outcomes such as premature births, low birth weight, low APGAR score, and infant mortality. This study aims to assess the pregnancy outcome in pregnant women with anemia in dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung in 2014─2015.
Methods: This is a descriptive retrospective study using data from medical records. This study used total sampling from September to November 2015 in dr. Hasan Sadikin General Hospital, Bandung. Subjects were pregnant women with anemia who gave birth with spontaneous vaginal delivery method at dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung on 1st January 2014─31th December 2015.
Results and Discussion: As many as 111 pregnant women with anemia were included. Majority of them (66%) had moderate anemia. In this study, 80,2% mothers gave birth to
108
JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017
mature babies, 75,6% of mothers gave birth to normal birth weight babies, 95.5% of babies had normal APGAR score in the first minute and 99.1% of infants had normal APGAR score in the fifth minute. In this study, 109 babies (98.2%) were born alive and two (1.7%) were stillbirth.
Conclusion: The pregnancy outcomes in pregnant women with anemia in dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung in 2014─2015 based on the maturity of the babies, the baby's weight and APGAR score of the baby in the first and fifth minute were considered normal. The majority of the babies were born alive.
Keywords: anemia, APGAR Score, low birth weight, premature birth
1. PENDAHULUAN
Anemia merupakan masalah global yang dihadapi baik oleh negara maju maupun negara berkembang yang sangat berpengaruh terhadap aspek ekonomi maupun sosial.[1]Populasi yang berisiko besar terjadinya anemia adalah ibu hamil. Sebanyak 32,4 juta ibu hamil di dunia mengalami anemia. Posisi tertinggi jumlah anemia pada ibu hamil ada pada benua Asia tepatnya Asia Selatan yaitu sebanyak 11,5 juta orang.[2]Jika diperhatikan lebih spesifik lagi, angka kejadian anemia pada ibu hamil, cukup tinggi di Indonesia. Pada tahun 1993 sampai 2005, prevalensi anemia di Indonesia yaitu lebih dari sama dengan 40% dari seluruh populasi.[1] Sedangkan pada tahun 2011, prevalensi anemia pada ibu hamil mengalami penurunan, prevalensinya menjadi 20%-39,9%.[2] Sehingga Indonesia yang awalnya tergolong sebagai negara yang memiliki masalah kesehatan masyarakat berat (severe) statusnya berubah menjadi sedang (moderate).[1,2]Namun, dengan adanya hal ini bukan berarti permasalahan anemia pada ibu hamil telah selesai. Indonesia harus tetap berusaha semaksimal mungkin dalam menurunkan angka kejadian anemia secara bertahap khususnya pada ibu hamil serta jangan sampai angka kejadiannya kembali melonjak.
Beberapa penelitian dilakukan di berbagai negara. Pada penelitian yang dilakukan di Cina bagian timur yang dipublikasikan pada tahun 2009, disimpulkan bahwa ditemukan adanya hubungan antara bayi yang lahir prematur dengan ibu anemia berat pada awal kehamilan. Pada penelitian ini yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah rekam medis ibu hamil dengan nilai hemoglobin <5 g/dl.[3]Penelitian lain
dilakukan di Benin tahun 2008 ditemukan bahwa terdapat hubungan antara ibu hamil anemia berat yang memiliki nilai hemoglobin <8 g/dl dengan berat bayi lahir rendah (BBLR).[4] Penelitian dr. Sageeta V.B di Banglore, India menyimpulkan bahwa bayi yang lahir dari ibu dengan anemia berat dengan nilai acuan hemoglobin <7 g/dl, 1,6 kali lebih berisiko memiliki APGAR
score <5 pada menit pertama.[5] Bahkan penelitian yang dilakukan oleh Ram Hari Ghimire and Sita Ghimire dari Departemen Obstetri dan Ginekologi
Nobel Medical College Teaching Hospital, Biratnagar, Nepal, pada tahun
2011─2012 menunjukkan persentasi kematian bayi pada ibu dengan anemia berat lebih besar dibandingkan dengan yang tidak anemia yaitu 11% pada ibu yang anemia dan 5% pada ibu nonanemia.[6]
Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian terhadap ibu hamil yang mengalami anemia serta gambaran luaran kehamilannya seperti bayi prematur, berat badan lahir rendah (BBLR), status asfiksia bayi dengan adanya penurunan APGAR (appearance, pulse, grimace, activity, respiration) score serta kematian bayi di
Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung tahun 2014─2015 untuk meningkatkan upaya pencegahan anemia serta mencegah terjadinya efek negatif pada luaran kehamilan. Hal ini perlu dilakukan untuk kepentingan pencegahan terjadinya anemia pada ibu hamil serta efek negatifnya pada luaran kehamilan. 2. METODE
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif retrospektif yang dilakukan dari bulan September– November 2016 di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Subjek penelitian ini
109
JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017
adalah semua ibu hamil dengan diagnosis anemia yang melahirkan bayi secara spontan pervaginam di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung periode 1 Januari 2014─31 Desember 2015 sebagai kriteria inklusi. Kriteria eksklusinya yaitu ibu yang mengalami komplikasi dalam kehamilan, kehamilan dengan dua janin atau lebih serta rekam medis yang tidak lengkap. Penentuan sampel yang digunakan adalah total
sampling yang disesuaikan dengan
jumlah rekam medis pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung pada periode 1 Januari 2014─31 Desember 2015. Sebelum dilakukan pengambilan data dari rekam medis, aspek legalitas tetap diperhatikan dengan adanya pembuatan surat etik sesuai dengan Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dengan nomor 105/UN6. C1.3.2/KEPK/PN/2016 dan surat izin penelitian sesuai dengan Diklat dan Komite Etik Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Pada penelitian ini, pengumpulan data dimulai dengan memilih rekam medis ibu hamil dengan diagnosis utama anemia yang melahirkan secara spontan pervaginam di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel,
kemudian dibuat kesimpulan meliputi karakteristik dari ibu dan hasil luaran kehamilannya. Karakteristik ibu terdiri dari status anemia ibu, usia ibu, status paritas atau jumlah kehamilan ibu serta pendidikan ibu. Status anemia ibu diukur dari kadar hemoglobin dalam darah ibu pada saat sebelum melahirkan kemudian diklasifikasikan berdasarkan WHO. Klasifikasinya yaitu anemia ringan dengan kadar hemoglobin 10-10,9 g/l, anemia sedang 7-9,9 g/l dan anemia berat <7 g/l.[7] Usia ibu dihitung pada saat dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin dikurangi tahun lahir pasien, kemudian dikelompokkan ke dalam beberapa kategori yaitu <20 tahun (terlalu muda), 20-34 tahun (usia reproduksi sehat) dan ≥35 tahun (terlalu tua). Karakteristik lain yang dilihat adalah status paritas ibu. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang wanita. Pada penelitian ini
status paritas ibu dikategorikan pada saat ibu hamil masuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin. Status paritas tersebut diklasifikasikan menjadi ibu yang pernah melahirkan satu kali disebut primipara, 2-4 kelahiran disebut multipara dan >4 disebut grandemultipara. Sedangkan untuk pendidikan, dilihat pendidikan terakhir yang telah diselesaikan ibu hamil kemudian diklasifikasikan menjadi tidak sekolah, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan perguruan tinggi.
Selain karakteristik ibu, yang paling utama dari penelitian ini dilihat pula luaran kehamilannya, yang dilihat adalah maturitas bayi, berat badan bayi,
APGAR score di menit ke-1 dan ke-5,
serta status kelahiran bayi yang diklasifikasikan menjadi bayi lahir hidup dan mati. Maturitas dapat ditentukan dari usia kehamilan ibu, yang dikategorikan menjadi <37 weeks (prematur), 37 weeks (matur) dan >42
weeks (postmatur).[8] Sesaat setelah melahirkan berat badan bayi diukur. Ikatan Dokter Anak Indonesia mengklasifikasikan berat badan bayi menjadi Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) ketika berat badan didapatkan <1000 gram, berat badan lahir sangat rendah <1500 gram, berat badan lahir rendah <2500 gram dan berat badan lahir normal >2500 gram. Namun dalam penelitian ini, klasifikasinya hanya dibagi menjadi bayi normal dan berat badan lahir rendah (BBLR). Selain itu diukur pula APGAR
score bayi yang dilakukan sesaat
setelah lahir yang terdiri dari pemeriksaan Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration. Menurut
WHO Skor untuk APGAR ini dari 1-10, dan kemudian diklasifikasikan menjadi asfiksia berat ketika nilai yang didapatkan <3, asfiksia ringan sedang jika score 4-6 dan diklasifikasikan normal jika didapatkan score ≥7.[9] Selanjutnya, variabel yang dicari dari rekam medis ibu adalah ada atau tidaknya kematian bayi yang dibagi ke dalam bayi lahir hidup dan kematian bayi.
3. HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan melihat 80 rekam medis tahun 2014 dan
110
JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017
113 rekam medis tahun 2015. Namun, setelah rekam medis ditelaah kembali yang memiliki data lengkap serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusinya didapatkan sebanyak 49 rekam medis untuk tahun 2014 dan 62 rekam medis untuk tahun 2015. Jadi didapatkan total sampel sebanyak 111 rekam medis pasien periode 1 Januari 2014─31 Desember 2015.
Tabel 1 Karakteristik Ibu Hamil dengan Anemia di Rumah Sakit Hasan Sadikin, BandungTahun 2014─2015 Karakteris tik Anemia Ringan N(%) Sedan g-Berat N(%) Total N(%) Usia pasien (%) Terlalu muda 7 (18,9) 16(21,6) 23(20,7) Usia reprodu ksi 25(67,6) 50(67,6) 75(67,6) Terlalu tua 5(13,5) 8(10,8) 13(11, 7) Pendidika n (%) Tidak sekolah 1(2,7) 0(0,0) 1(0,9) SD 7(18,9) 13(17,6) 20(18,0) SMP 13(35,1) 26(35,1) 39(35,1) SMA 14(37,8) 27(36,5) 41(36,9) Perguruan tinggi 2(5,4) 8(10,8) 10(9,0) Paritas (%) Primipara 13(35,1) 38(51,4) 51(45,9) Multipara 10(27,0) 20(27,0) 30(27,0) Grande-multipar a 14(37,8) 16(21,6) 30(27,0) Tabel 1 menunjukkan karakteristik keseluruhan ibu hamil dengan anemia yang dilihat melalui rekam medis. Dari seluruh penelitian dengan jumlah total 111 rekam medis,
ibu hamil dengan anemia sedang adalah yang paling dominan. Proporsi dari jumlah keseluruhannya hampir mencapai 66%. Sedangkan untuk anemia berat hanya ada 1 orang sehingga dalam penelitian ini anemia berat disatukan dengan anemia sedang. Dilihat dari faktor usia ibu, usia paling banyak yang mengalami anemia adalah usia reproduksi yaitu sebanyak 67,6%. Adapun untuk pendidikan terakhir, mayoritas ibu yang mengalami anemia adalah ibu dengan pendidikan terakhir di SMA dengan proporsi sebanyak 36,9%. Sedangkan untuk status paritas, ibu primipara memiliki jumlah terbanyak yaitu 51 orang dari 111 orang atau sebanyak 45,9%.
Tabel 2 Karakteristik Luaran Kehamilan pada Ibu Hamil dengan Anemia di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung Tahun 2014─2015
Luaran Kehamilan Anemia Ringan N(%) Sedang Berat N(%) Total N(%) Maturitas (%) Prematu r 9(24,3) 13(17,6) 22(19,8) Matur 28(75,7 ) 61(82,4) 89(80,2) Berat lahir (%) BBLR 10(27,0 ) 17(22,9) 26(23,4) Normal 27(73,0 ) 57(77,1) 84(75,6) APGAR1(%) Asfiksia berat 1(2,7) 0(0,0) 1(0,9) Asfiksia sedang 0(0) 4(5,4) 4(3,6) Normal 36(97,3 ) 69(94,5) 105(95,5 ) APGAR5(%) Asfiksia berat 1(2,7) 0(0,0) 1(0,9) Normal 36(97,3 ) 73(100) 109(99,1 ) Status Kelahiran(%) Hidup 36(97,3 ) 73(98,6) 109(98,2 ) Mati 1(2,7) 1(1,4) 2(1,8)
Tabel 2 menunjukkan gambaran luaran kehamilan pada ibu hamil dengan anemia. Pada penelitian ini dilaporkan bahwa dari 111 jumlah ibu hamil dengan anemia, sebanyak 80,2% ibu melahirkan bayi yang matur dan 19,8% ibu
111
JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017
melahirkan bayi prematur. Jika dilihat dari berat lahir bayi, mayoritas ibu hamil dengan anemia melahirkan bayi dengan berat lahir normal, proporsinya sebesar 75,6%. Ketika dilakukan tes maturitas dan kecukupan oksigen dengan tes
APGAR score diketahui pada menit
pertama, sebanyak 95,5% bayi memiliki
APGAR score normal. Hal yang sama
pula terjadi pada APGAR score di menit ke-5, didapatkan 99,1% bayi memiliki
APGAR score normal. Selanjutnya
adalah status kelahiran bayi yang dibagi kedalam bayi lahir hidup dan bayi lahir mati. Sebanyak 109 bayi lahir hidup dengan proporsi 98,2% dan 2 bayi lahir mati dengan proporsi 2,8%.
4.PEMBAHASAN
Proporsi anemia sedang paling banyak dari jumlah keseluruhan ibu hamil yang mengalami anemia, yaitu hampir mencapai 66%. Hal ini serupa dengan data yang disajikan sebuah penelitian yang dilakukan oleh J.B.Sharma dan Meenakshi Shankar di India. Pada penelitian ini menyebutkan bahwa berdasarkan data Indian Council
Medical Research, jenis anemia paling
banyak adalah anemia sedang atau yang biasa disebut moderate,
prevalensinya yaitu 57%.[10] Jika dilihat dari usia ibu, didapatkan hasil bahwa usia yang paling banyak mengalami anemia adalah usia reproduksi yaitu sebanyak 67,6% dari jumlah seluruh ibu yang mengalami anemia. Hal ini selaras dengan penelitian bahwa pernah dilakukan penelitian di India yang menunjukkan usia <30 tahun adalah usia yang rentan atau berisiko besar terjadinya anemia.[11]
Kemudian, dari segi pendidikan terakhir ibu hamil, dilaporkan yang paling banyak mengalami anemia adalah ibu yang berpendidikan terakhir SMA dengan proporsi 36,9%. Penelitian serupa dilakukan di Vietnam, namun penelitian tersebut menjelaskan bahwa ibu yang pendidikan terakhir SMA, proporsinya lebih banyak pada ibu hamil yang nonanemia dibandingkan dengan ibu hamil yang mengalami anemia. [12] Pada ibu hamil yang berpendidikan terakhir SMA yang mengalami anemia memiliki proporsi sebesar 39,2% sedangkan untuk ibu yang nonanemia memiliki proporsi 47,8%. Adapun alasan
lulusan SMA lebih banyak pada ibu hamil dengan anemia di Rumah Sakit Hasan Sadikin didukung oleh data Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2014/2015 bahwa lulusan SMA dengan jenis kelamin perempuan di Jawa Barat, jumlahnya sebanyak 363.693 orang serta yang lulusan SMK artinya setara dengan pendidikan SMA terhitung sebanyak 359.099 orang. [13]
Seperti yang telah diketahui, Rumah Sakit Hasan Sadikin adalah rumah sakit rujukan di Jawa Barat. Selain faktor risiko yang telah disebutkan, banyaknya jumlah kelahiran ibu dapat pula menjadi risiko terjadinya anemia. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang melahirkan satu kali memiliki proporsi yang cukup tinggi untuk mengalami anemia. Jika ditelaah, hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Opitasari (2015) di dua Rumah Sakit di Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada trimester ketiga, wanita hamil yang berusia muda dan multipara lebih rentan terkena anemia dibandingkan dengan wanita hamil yang berusia tua dan nulipara. [14] Adanya perbedaan hasil antara penelitian tersebut dengan penelitian ini mungkin disebabkan oleh status gizi ibu hamil dengan status nullipara di Jawa Barat yang kurang mengonsumsi makanan yang mengandung zat besi. Selain itu masyarakat Jawa Barat pun rata-rata penghasilannya menengah ke bawah. Dengan demikian, perlu ditelaah lebih lanjut dengan dilakukannya penelitian yang menyangkut faktor risiko terjadinya anemia pada ibu hamil.
Menurut beberapa jurnal penelitian seperti penelitian Sageeta (2014) menyimpulkan bahwa anemia ini dapat menjadi faktor risiko terjadinya kelahiran bayi prematur, berat badan lahir rendah, kematian bayi dan kurangnya jumlah dari APGAR score pada menit pertama dan pada menit ke-5. [5]
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa ibu dengan anemia melahirkan bayi matur dengan proporsi sebanyak 80,2% sedangkan bayi yang prematur memiliki proporsi 19,8%. Penelitian ini menunjukkan bahwa bayi yang lahir matur lebih banyak
112
JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017
proporsinya. Penelitian serupa memiliki hasil yang sama, dikatakan bahwa anemia pada trimester ketiga justru dapat menurunkan risiko bayi prematur.[3] Walaupun demikian, berdasarkan hasil dari penelitian ini, jumlah proporsi bayi prematur yang terhitung sebanyak 19,8% tidak bisa diabaikan begitu saja. Jumlah tersebut memiliki arti dan sangat berpengaruh pada penanganan bayi sesaat setelah lahir. Bayi prematur memerlukan penanganan khusus yang berbeda dengan bayi matur sehingga perlu menjadi perhatian khusus dan dijadikan penelitian lebih lanjut lagi karena penelitian Sageeta (2014) menunjukkan adanya hubungan antara anemia berat dengan kelahiran bayi prematur. [5]
Selain bayi prematur, berat lahir pun dilihat dalam penelitian ini. Sebagian besar ibu hamil dengan anemia di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung melahirkan bayi dengan berat badan yang normal. Proporsinya terhitung sebanyak 75,6%. Penelitian serupa dilakukan oleh Kumar (2013) di India. Penelitiannya menjelaskan bahwa secara statistik angka kejadian berat badan lahir rendah yaitu sebanyak 6,5% lebih tinggi pada ibu dengan anemia berat dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia tepat di trimester ketiga. [15]
Hal yang harus kembali diperhatikan adalah jumlah berat badan lahir rendah yang memiliki proporsi sebanyak 23,4%. Kemudian jika dilihat dari APGAR score bayi di menit pertama dan menit ke-5, keduanya disimpulkan sebagian besar normal. Proporsinya sebanyak 95,5% bayi memiliki APGAR
score normal pada menit pertama dan
99,1% pada menit ke-5. Jika dilihat dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dr. Sangeeta V.B di Banglore, India menjelaskan bahwa bayi yang lahir dari ibu dengan anemia berat 1,6 kali lebih berisiko memiliki APGAR score<5 pada menit pertama dibandingkan dengan ibu yang nonanemia. [5]
Selain maturitas, berat lahir dan
APGAR score, penelitian ini menghasilkan proporsi kelahiran bayi hidup dan mati dari ibu dengan anemia. Pada penelitian ini dihasilkan bahwa 98,2% bayi lahir hidup dari ibu dengan anemia dan hanya 2 bayi yang meninggal. Maka dari itu, untuk proporsi
berat badan, APGAR score di menit pertama maupun menit kelima dihitung dengan jumlah total sampel 110. Karena satu bayi tidak dicantumkan berat badan maupun APGAR scorenya.
Luaran kehamilan pada ibu hamil dengan anemia di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung secara keseluruhan meliputi maturitas, berat badan bayi dan APGAR score mayoritas bernilai normal serta proporsi bayi yang lahir hidup banyak. Hal ini disebabkan oleh proporsi ibu hamil di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung yang mayoritas mengalami anemia sedang dan hanya satu ibu hamil yang mengalami anemia berat. Sedangkan penelitian sebelumnya menjelaskan kelahiran bayi prematur, berat badan rendah, APGAR score pada menit ke-1 dan ke-5 bernilai <5 serta kematian bayi terjadi pada ibu hamil dengan anemia berat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Luaran kehamilan pada ibu hamil dengan anemia di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung periode 1 Januari 2014─31 Desember 2015 meliputi maturitas bayi, berat badan bayi dan APGAR score bayi di menit pertama dan ke-5 dikategorikan normal. Selain itu untuk status kelahiran bayi, mayoritas bayi lahir hidup.
Keterbatasan dari penelitian ini adalah ketidaklengkapan data di rekam medis Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, khususnya tentang ibu hamil dengan diagnosis utama anemia sehingga jumlah sampel pun menjadi sedikit. Keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah tidak adanya pencatatan terjadinya anemia selama kehamilan sehingga tidak adanya perbedaan antara anemia pada trimester pertama, kedua, dan ketiga.
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut seputar anemia pada ibu hamil beserta luarannya dalam jangka waktu yang lebih panjang. Selain itu, penelitian lebih lanjut sebaiknya memperhatikan faktor-faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi hasil penelitian, seperti lama kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
113
JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017
Wojdyla D, de Benoist B. Worldwide prevalence of anaemia 1993–2005. Public Health Nutr. 2009;12(4):444–54.
2. Peña-Rosas JP, And LR, Stevens GA. The Global Prevalence of Anemia in 2011.
Public Health Nutr. 2011;1–48.
3. Zhang Q, Ananth C., Li Z, Smulian J. Maternal anaemia and preterm birth: A prospective cohort study. Int J Epidemiol. 2009;38(5):1380–9.
4. Bodeau-Livinec F, Briand V, Berger J, Xiong X, Massougbodji A, Day KP, et al. Maternal anemia in Benin: Prevalence, risk factors, and association with low birth weight. Am J Trop Med Hyg. 2011;85(3):414–20.
5. Sangeeta V., Pushpalatha S. Severe Maternal Anemia and Neonatal Outcome. Sch J Appl
Med Sci. 2014;2(IC):303–9.
6. Ghimire R, Ghimire S. Maternal And Fetal Outcome Following Severe Anaemia In Pregnancy: Results From Nobel Medical College Teaching Hospital, Biratnagar, Nepal. J Nobel Med
Coll. 2013;2(1):22–6.
7. Who, Chan M. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia and assessment of severity. Geneva, Switz World Heal Organ. 2011 [cited 2016 Mar 2];1–6.
8. Ob-Gyns Redefine Meaning of "Term Pregnancy" -
ACOG. American College of Obstetri and Gynecologist. 2013
[cited 2017 Jan 3]. Available from: http://www.acog.org/About- ACOG/News-Room/News- Releases/2013/Ob-Gyns- Redefine-Meaning-of-Term-Pregnancy 9. Golubnitschaja O, Yeghiazaryan K, Cebioglu M, Morelli M, Herrera-Marschitz M. Birth asphyxia as the major complication in newborns: moving towards improved individual outcomes by prediction, targeted prevention and tailored medical care. EPMA